Part 30a
"Damay, kami ikut berduka atas kepergian Pak Taryo, semoga amal ibadah almarhum diterima oleh Allah SWT dan ditempatkan di sisi yang terbaik," ujar Aksara yang datang bersama para karyawan toko kue, rekan kerja Damay. "Terima kasih ya Mas dan teman-teman semua sudah datang." "Iya, May, kamu yang sabar ya, jangan bersedih lagi, kalau ada apa-apa kamu masih punya aku buat tempat cerita, " ucap Dewi berusaha menenangkan teman dekatnya. Dewi merangkul Damay yang kembali terisak. Di saat hati tengah melankolis, butiran bening itu tanpa sadar menitik di pipi. Kehadiran mereka cukup mengusir rasa sedih untuk sementara waktu. *** Dua hari setelah kepergian bapak, Damay masih terlihat murung. Bukan hanya Damay, tapi ibu dan Mega pun masih terlihat berduka, seolah tak ada semangat di rumah itu, meskipun selebihnya mereka tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Hanya saja, Damay yang terlihat lPart 30b Iya, Mas, aku gak apa-apa kok. Masalah di rumah masih ada ibu dan Mega yang handle. Mumpung orang tua kita masih hidup dan sehat, bukankah sudah selayaknya kita berbakti?" "Ya tapi--" Damay meraih tangan suaminya. "Kita hanya bisa berdoa, agar ayah dilembutkan hatinya." Saga mengangguk. *** Pagi harinya .... "May, tolong ke pasar beliin ibu bahan-bahan ini," ucap Bu Siti pada anak tirinya itu. "Iya, Bu," sahut Damay seraya menatap selembar kertas berisi tulisan daftar belanja. "Minta antar suamimu, biar cepat! Jadi kamu gak usah jalan kaki!" "Baik, Bu." Damay berlalu ke kamarnya dan mengajak Saga untuk mengantarnya ke pasar. "Mas, ayo antarkan aku ke pasar. Ibu minta tolong belikan ini semua buat keperluan 7 harinya bapak nanti." "Iya baiklah." Dengan cepat, Saga men
Part 31Saga makin memperhatikan istrinya. "Nah melihat senyuman dan tawa kamu yang seperti ini yang aku rindukan. Jangan sedih lagi ya!""Insyaallah, Mas, aku sudah ikhlas dengan kepergian bapak, karena setiap yang hidup pasti akan mati. Kita cuma bisa mengirim doa yang terbaik untuknya. Terima kasih ya, sudah menghiburku sejauh ini.""Iya, tentu saja. Emmh ya udah, siap-siap dulu gih, aku panaskan mobil dulu.""Gak naik motor, Mas?""Gak, Sayang. Jaraknya lumayan jauh."Damay mengangguk. Ia menuju kamarnya. Berganti baju gamis yang tempo hari di belinya. Damay duduk di depan cermin, mata cokelatnya menatap pantulan dirinya, tersenyum tipis saat menyaksikan dirinya sendiri. "Hari ini aku ingin terlihat fresh," gumamnya pada dirinya sendiri.Dengan lembut, ia mengambil kuas make up dan menyentuh wajahnya dengan tipis-tipis. Foundation yang dia aplikasikan hanya cukup untuk menyamarkan beberapa noda ke
Part 31bKami mengundang kerabat dekat doang kok, mereka ingin lihat istri kamu, Saga," sahut Nova sambil tersenyum.Nova langsung menggamit lengan suaminya dan berjalan mendahului. Saga menatap Damay sejenak. "Jangan takut, ada aku di sini.""Tapi aku malu, Mas, aku takut nanti kamu malah dihina karena kita tidak sepadan.""Ssstt, jangan merasa rendah diri seperti itu. Kamu sudah jadi bagian hidupku. Aku tak peduli dengan penilaian orang." Saga menggenggam erat tangan istrinya yang terasa dingin.Benar saja, sampai di halaman belakang .... Damay terkesima. Latar makan malam mewah yang terpampang di depan matanya melebihi ekspektasinya. Meja besar dipenuhi dengan perabotan porselen antik, dan lilin-lilin mewah menyala dengan lembut, menambahkan sentuhan romantis yang elegan."Tuan dan Nona, selamat datang," sapa seorang pelayan dengan sopan, memecah keheningan yang menggantung di udara.Damay berjalan mendekat
Part 32"Aku mungkin tidak bisa menyamai status atau kekayaan keluarga Anda, tapi saya punya hati dan cinta yang tulus, menurutku itu adalah kekayaan yang sejati. Dan lagi untuk Mbak Selina, kamu mungkin wanita yang seharusnya dijodohkan dengan Mas Saga. Tapi, pemenang hati Mas Saga adalah aku.""Pemenang hati? Benarkah? Apa sekarang kau sudah berhasil hamil?" tanya Selina dengan nada sinis."Maksudmu?" Damay mengernyitkan keningnya. Selina berjalan menghampiri Damay lalu duduk di sebelahnya."Apa kau tidak tahu? Kalau kau tidak hamil dalam waktu tiga bulan. Maka siap-siap saja kau akan diceraikan oleh Saga. Dan tentu saja setelah itu dia akan menikahiku! Itu kesepakatannya dengan ayahnya," bisik Selina di telinga Damay.Rona wajah Damay berubah seketika, seolah ada yang remuk di hati Damay. Tapi ia berusaha untuk tidak terpancing. 'Apakah itu hanya akal-akalan Selina saja?'Damay menggeleng pelan lalu tersenyum dan ber
Part 32bMobil yang dikendarai Saga melesat membelah jalanan malam, ditemani irama musik yang mengalun syahdu agar tak terlalu kesepian."Gimana makan malam tadi, menyenangkan?""Iya, Mas.""Aku minta maaf ya bila ada kerabat yang tak suka padamu, ataupun berkata kasar padamu.""Hei, kenapa kamu yang meminta maaf? Aku tahu diri kok. Aku tidak bisa memaksa semua orang menyukai kita. Hak mereka mau menyukaiku atau tidak. Dan lagi, perkataan kasar atau buruk, itu akan kembali pada diri sendiri. Jadi itu tak masalah, Mas."Saga mengelus kepala Damay dengan lembut. "Kamu benar."Suasana hening sejenak. Baik Damay maupun Saga masih fokus melihat ke depan. Jalanan malam yang gelap, hanya terang karena cahaya-cahaya kendaraan bermotor."Kalau kamu ngantuk, tidur saja, Sayang.""Sepertinya aku ingin menemani kamu, Mas."Saga tertawa kecil. Ia pun meminta Damay untuk bercerita supaya bisa mengusir sepi.
Part 33Saga tertegun selama beberapa detik. "Kamu serius?" tanyanya sembari menatap dalam-dalam. Damay mengangguk pelan dengan wajah tersipu. "Apa kamu sudah siap?""Iya, Mas, aku sudah siap. Semoga saja aku bisa langsung hamil."Saga makin terbelalak mendengar pernyataan sang istri, 'kenapa dia jadi lebih berani dari sebelumnya?' Batinnya berbicara sendiri."Eh? Ka-kamu ingin hamil?"Damay justru tertawa kecil, ia meraih pipi suaminya dengan lembut. "Bukankah tujuan pernikahan selain untuk meraih kebahagiaan, salah satunya juga untuk mendapatkan keturunan?"Saga benar-benar merasa tidak menyangka dengan ucapan sang istri. Lalu kemudian ia tersenyum lega. Setidaknya cinta dan harapannya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun tak dapat dipungkiri, mereka merasa canggung. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi campuran antara kegugupan dan harapan.Suasana membisu sejenak, mendadak hawa panas memenu
Part 33b Seperti biasanya, dengan penuh perhatian, Sagara memakaikan helm untuk sang istri. Mereka pun segera melesat pergi menuju toko kue tempat Damay bekerja. Sementara Saga menunggu istrinya di tempat parkir. "Alhamdulillah, akhirnya Damay berangkat lagi. Gimana sudah membaik suasana hatimu?" "Alhamdulillah, sudah, Wi. Oh ya, Mas Aksara udah datang belom?" "Udah kok. Barusan aja dateng, mungkin masih di ruangannya belum ke dapur. Ada apa, May, tumben langsung ingin ketemu Mas Bos?" "Iya, Wi, mau izin berhenti kerja." "Haaahh? Apa? Kamu mau berhenti kerja? Serius?" "Iya, Wi. Aku mau berhenti kerja dulu." "Kok tiba-tiba? Ada apa, May? Apa suamimu melarang kamu bekerja?" tanya Dewi lagi, mendesak sahabatnya. "Sebenarnya bukan itu. Tapi aku ingin jadi istri sepenuhnya biar bisa cepat hamil." "Wuaaa waaaa waaahhh .... akhirnya, Damaaay!
Part 34Damay tersenyum tersipu. "Kamu juga tampan, Mas," puji Damay saat melihat penampilan sang suami yang sudah berganti setelan jas berwarna hitam.""Eheemm! Aura pasangan yang sedang jatuh cinta memang beda ya! Haha!" celetuk Devina sambil senyam-senyam sendiri melihat kecanggungan mereka.Damay tertawa kecil, begitu pula dengan Saga. "Emmh iya aku kesini mau lihat kamu sudah selesai apa belum.""Sudah selesai kok, Tuan Saga, kita langsung ke depan saja. Nona Damay juga sudah siap kan?""Mbak, tolong jangan panggil kami Tuan dan Nona, panggil saja nama saja biar lebih akrab," sahut Damay."Hahaha, padahal kan memang Tuan daj Nona pengantin.""Panggil nama saja ya, Mbak!""Oke, Mbak Damay. Ayo kita keluar!"Saga dan Damay berjalan berdampingan, sementara Devina berjalan dibelakangnya sembari membawa perlengkapan makeupnya.Mereka berdua menaiki mobil dan memulai perjalanan menuju lokasi. Di