Part 32b
Mobil yang dikendarai Saga melesat membelah jalanan malam, ditemani irama musik yang mengalun syahdu agar tak terlalu kesepian."Gimana makan malam tadi, menyenangkan?""Iya, Mas.""Aku minta maaf ya bila ada kerabat yang tak suka padamu, ataupun berkata kasar padamu.""Hei, kenapa kamu yang meminta maaf? Aku tahu diri kok. Aku tidak bisa memaksa semua orang menyukai kita. Hak mereka mau menyukaiku atau tidak. Dan lagi, perkataan kasar atau buruk, itu akan kembali pada diri sendiri. Jadi itu tak masalah, Mas."Saga mengelus kepala Damay dengan lembut. "Kamu benar."Suasana hening sejenak. Baik Damay maupun Saga masih fokus melihat ke depan. Jalanan malam yang gelap, hanya terang karena cahaya-cahaya kendaraan bermotor."Kalau kamu ngantuk, tidur saja, Sayang.""Sepertinya aku ingin menemani kamu, Mas."Saga tertawa kecil. Ia pun meminta Damay untuk bercerita supaya bisa mengusir sepi.Part 33Saga tertegun selama beberapa detik. "Kamu serius?" tanyanya sembari menatap dalam-dalam. Damay mengangguk pelan dengan wajah tersipu. "Apa kamu sudah siap?""Iya, Mas, aku sudah siap. Semoga saja aku bisa langsung hamil."Saga makin terbelalak mendengar pernyataan sang istri, 'kenapa dia jadi lebih berani dari sebelumnya?' Batinnya berbicara sendiri."Eh? Ka-kamu ingin hamil?"Damay justru tertawa kecil, ia meraih pipi suaminya dengan lembut. "Bukankah tujuan pernikahan selain untuk meraih kebahagiaan, salah satunya juga untuk mendapatkan keturunan?"Saga benar-benar merasa tidak menyangka dengan ucapan sang istri. Lalu kemudian ia tersenyum lega. Setidaknya cinta dan harapannya tidak bertepuk sebelah tangan. Namun tak dapat dipungkiri, mereka merasa canggung. Wajahnya dipenuhi dengan ekspresi campuran antara kegugupan dan harapan.Suasana membisu sejenak, mendadak hawa panas memenu
Part 33b Seperti biasanya, dengan penuh perhatian, Sagara memakaikan helm untuk sang istri. Mereka pun segera melesat pergi menuju toko kue tempat Damay bekerja. Sementara Saga menunggu istrinya di tempat parkir. "Alhamdulillah, akhirnya Damay berangkat lagi. Gimana sudah membaik suasana hatimu?" "Alhamdulillah, sudah, Wi. Oh ya, Mas Aksara udah datang belom?" "Udah kok. Barusan aja dateng, mungkin masih di ruangannya belum ke dapur. Ada apa, May, tumben langsung ingin ketemu Mas Bos?" "Iya, Wi, mau izin berhenti kerja." "Haaahh? Apa? Kamu mau berhenti kerja? Serius?" "Iya, Wi. Aku mau berhenti kerja dulu." "Kok tiba-tiba? Ada apa, May? Apa suamimu melarang kamu bekerja?" tanya Dewi lagi, mendesak sahabatnya. "Sebenarnya bukan itu. Tapi aku ingin jadi istri sepenuhnya biar bisa cepat hamil." "Wuaaa waaaa waaahhh .... akhirnya, Damaaay!
Part 34Damay tersenyum tersipu. "Kamu juga tampan, Mas," puji Damay saat melihat penampilan sang suami yang sudah berganti setelan jas berwarna hitam.""Eheemm! Aura pasangan yang sedang jatuh cinta memang beda ya! Haha!" celetuk Devina sambil senyam-senyam sendiri melihat kecanggungan mereka.Damay tertawa kecil, begitu pula dengan Saga. "Emmh iya aku kesini mau lihat kamu sudah selesai apa belum.""Sudah selesai kok, Tuan Saga, kita langsung ke depan saja. Nona Damay juga sudah siap kan?""Mbak, tolong jangan panggil kami Tuan dan Nona, panggil saja nama saja biar lebih akrab," sahut Damay."Hahaha, padahal kan memang Tuan daj Nona pengantin.""Panggil nama saja ya, Mbak!""Oke, Mbak Damay. Ayo kita keluar!"Saga dan Damay berjalan berdampingan, sementara Devina berjalan dibelakangnya sembari membawa perlengkapan makeupnya.Mereka berdua menaiki mobil dan memulai perjalanan menuju lokasi. Di
Part 34bSementara itu, di sebuah ruangan kamar yang besar itu ... "Terima kasih, Mas. Acara tadi siang adalah hadiah terindah yang pernah kuterima," ucap Damay sambil tersenyum.Ia merebahkan tubuhnya di tempat tidur karena kegiatan siang tadi cukup melelahkan tetapi juga sangat mengesankan."Tidak ada yang lebih aku inginkan selain melihatmu bahagia, Sayang," jawab Saga sambil mencium kening Damay dengan penuh kasih.Damay tersenyum manis lagi."Oh iya, aku juga ingin mengatakan satu hal padamu.""Apa, Mas?""Kita akan pergi berlibur. Apa kamu sudah siap untuk petualangan liburan nanti?"Damay mengangguk. "Iya, Mas, aku jadi penasaran mau ke mana saja kita.""Banyak. Salah satunya kita ke tempat wisata air!" Saga menjawab sambil mengulurkan tangan untuk memberikan kertas informasi itu pada istrinya. Damay menerima kertas tersebut, membacanya dengan cepat. "Flyboarding?Wah, ini past
Part 35"Hutang?"Ibu mengangguk dengan wajah sedih. "Hutang yang mana yang ibu maksud?""Damay, kamu sih gak bakalan tau karena ibu gak bilang-bilang sama kalian semua. Biasanya sedikit demi sedikit ibu cicil bayar hutang yang ternyata itu cuma bunganya doang, tapi kali ini ibu gak sanggup lagi kalau harus lunas. Tolongin ibu, Damay, Saga ...." ucapnya dengan nada memohon.Damay dan Saga saling berpandangan sejenak. "Berapa hutang ibu?" tanya Saga."Emhh, hampir 10 juta, Nak Saga."Damay terkejut mendengar nominal yang disebutkan ibu tirinya. "Tapi Bu, itu kok banyak banget? Ibu buat apa uang sebanyak itu?"Bukannya menjawab, Bu Siti justtu menunduk lesu lalu kemudian menangis lagi."Ibu tunggu di sini sebentar!" ujar Saga, ia berjalan menjauh diikuti oleh Damay."Aku agak sangsi masalah hutang ibu ini, Mas. Setahuku baik bapak atau ibu gak punya hutang yang banyak kalaupun punya pa
Part 35bSaga tertawa kecil. "Gak ngerayu, emang kenyataannya begitu kok. Ayo kita lanjut sarapan, Sayang!"Damay mengangguk. Perasaannya sekarang jauh lebih baik setelah dihibur oleh suaminya.Usai sarapan, mereka berdua bersiap-siap untuk pergi. Menaiki mobil dan memulai perjalanan menuju lokasi. Sagara menelepon Pak Tom mengenai rencana liburannya kali ini."Iya, Bos, semuanya sudah beres. Selamat bersenang-senang ya!" ujar suara di seberang telepon.Ya, semua tentang reservasi hotel dan lain sebagainya di sana, sudah diurus oleh Pak Tom dan Jerry. Mereka hanya ingin bosnya itu menikmati liburan yang luar biasa tanpa dipusingkan oleh ini dan itu.Mobil itu mulai melaju meninggalkan area perumahan. "Apa perjalanan kita jauh, Mas?""Ya, lumayan jauh, sekitar 4 jam.""Kenapa gak pakai sopir, Mas?""Aku ingin menikmati perjalanan ini berdua denganmu."Damay tersenyum sesekali
Part 36Siang itu, sinar matahari begitu cerah. Saga dan Damay berjalan bergandengan tangan. Mereka berjalan menyusuri jalan di pinggir danau dimana air biru cerah itu memantulkan sinar matahari yang keemasan. Area itu juga dikelilingi oleh perbukitan hijau. Burung-burung bernyanyi riang di pepohonan di sekitar mereka, menambah kesan damai dari alam yang mempesona ini. "Mas, pemandangannya sangat indah ya," ucap Damay, matanya tak jemu melihat sekeliling, menatap kagum sekaligus takjub.Saga tersenyum lembut. "Benar sekali. Tempat ini juga begitu menenangkan."Mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan langkah yang pelan, sesekali berhenti untuk mengambil napas dalam dan menikmati keindahan sekitar. Cahaya matahari membuat warna hijau bukit tampak semakin menakjubkan, seolah-olah memancarkan energi yang menyegarkan.Tiba-tiba, Damay menarik lengan Saga. "Mas, lihat! Ada kumpulan burung di sana!"Mereka berdua berhenti sejenak u
Part 36bJantung Damay berdetak lebih cepat "Aku juga merasa hal yang sama. Terima kasih, Mas, untuk hari yang luar biasa ini," ucap Damay langsung memeluk suaminya erat.Tanpa ragu lagi, Saga mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri, menciptakan ciuman yang penuh kasih sayang. Saga merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, menyadari betapa beruntungnya ia memiliki seseorang seperti Damay di hidupnya.Suasana senja merambat perlahan di langit, memancarkan warna oranye dan merah muda yang hangat di ufuk barat.Matahari akhirnya tenggelam di balik cakrawala, menciptakan adegan yang romantis dan indah di antara mereka berdua. "Sayang, tutuplah matamu sebentar saja!" pinta Saga.Damay mengangkat sebelah alisnya, tetapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia pun menuruti permintaan sang suami untuk memejamkan matanya sejenak.Saga meraih sesuatu di dalam saku jaketnya dan mengeluarkan kotak kecil berpita merah muda. Dia menatap Dama
Sementara itu ...Di kantor, ponsel Saga kembali bergetar. Ia mengambilnya dan membaca pesan itu. Alisnya sedikit berkerut.Dia mengetik balasan dengan hati-hati.[Aidan, aku masih banyak pekerjaan. Nanti aku kabari lagi, ya.]Pesan terkirim. Tapi tak sampai lima menit, balasan dari Aidan masuk lagi.[Bro, nggak ada alasan untuk nggak luangin waktu buat sahabat lama. Lagian, aku sudah pesan meja di restoran favoritku. Aku janji, cuma makan santai kok. Kamu bisa bawa istri dan anak kamu. Aku penasaran lihat keluarga bahagiamu.]Saga menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Aidan yang selalu sulit ia tolak. Ia menutup matanya sejenak, lalu mengetik balasan.[Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan buat kejutan aneh-aneh.]Balasan dari Aidan langsung muncul hanya beberapa detik kemudian.[Hahaha, tenang aja, Bro. Aku cuma mau ngobrol dan nostalgia. Nggak sabar ketemu kalian semua!][Kirim lokasi
"Maaf cari siapa ya?"Pria itu tersenyum lebar, senyuman yang tampaknya ingin mencairkan suasana. “Damay, kan?""Anda mengenal saya?"Pria itu tertawa. "Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Rumah Sakit Korea beberapa hari yang lalu? Nona yang mengembalikan dompet saya."Deg! Damay mulai mengingat insiden di RS kala itu. 'Jadi dia pria yang dompetnya jatuh? Kenapa penampilannya berbeda sekali?'Bukan hanya penampilan fisik tapi juga perangainya. Pria yang ada di hadapannya kini terlihat lebih ramah dan bersahabat, tak seperti waktu itu yang terlihat dingin dan kaku.'Lalu untuk apa dia datang ke sini dan kenapa bisa mengenalku?'"Hahaha, sepertinya nona kebingungan. Tentu saja saya tahu tentang Nona, karena Nona adalah istri sahabat saya. Kenalkan, saya Aidan," ucap lelaki itu seraya menyodorkan tangannya.Damay mengangguk, tapi tak membalas uluran tangannya. Ia hanya menangkupkan tangannya di depan dada. "Oh, maaf Mas Aidan. Tapi Mas Saga sudah berangkat ke kantor. Mungkin nan
Saga mengangguk. "Hmmm .... Jadi yang semalam telepon itu nomornya dia.""Oalah, terus?"Saga melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Katanya dia mau datang ke sini. Mungkin sore nanti. Dia ingin bertemu, tapi aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus?"Damay terdiam sejenak melihat suaminya yang tengah bingung. "Ya udah yuk, kita sarapan dulu! Makanannya udah siap lho, Mas pasti suka!" ajak Damay mengalihkan perhatiannya.Sagara mengangguk. Mereka menikmati makan bersama sebelum akhirnya Pak Tom memberi tahu agar Saga segera datang ke kantor karena ada meeting darurat."Ya, aku segera datang!" ujar Sagara di ujung telepon. Ia meletakkan ponselnya ke dalam saku lalu berpamitan dengan sang istri."Sayang, aku berangkat dulu ya!""Hmmm, iya mas, semoga pekerjaanmu lancar," ucap Damay sambil tersenyum manis.Saga langsung mengecup kening istrinya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Jaga dir
“Aku tidak tahu, panggilan dari nomor asing.”"Abaikan saja.""Iya, Mas."Damay mendekat ke arah sang suami lalu menatap Rain yang sudah tertidur kembali di pelukan ayahnya."Dia sudah tidur lagi," ucap Saga sambil tersenyum.Damay tersenyum lalu mengecup pipi mungil Rain. "Hmmm .... cuma Rain aja nih yang dicium? Ayahnya enggak?"Damay menoleh menatap wajah sang suami, ia tertawa pelan. "Untuk ayahnya tidak perlu, kan udah sering!"Saga tersenyum lebar, senang melihat Damay kembali ceria. "Ah, jadi aku harus bersaing dengan baby Rain sekarang, ya?" gurau Saga sambil menggoda.Damay tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya pada Saga, memberikan kecupan hangat di pipinya. "Mas," Damay memulai lagi, suaranya sedikit lebih serius"Hmmm, kenapa Sayang?" Saga menatapnya dengan penuh perhatian.Saga menaruh kembali baby Rain dalam boks bayi, setelah Rain tertidur dengan tenang. "
Kenangan itu membekas di hati Saga. Sejak saat itu, Pak Jerry menjadi lebih dari sekadar pendamping; dia adalah teman, pengganti figur keluarga yang hilang. Tapi kini, saat nama Pak Jerry disebut dalam masalah besar perusahaan, kenangan itu terasa seperti pisau yang menusuk hati Saga lebih dalam.***Sementara di tempat lain ...Pak Tom pulang ke markas sendirian, disambut oleh anak-anak pilihan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga. Pak, saya bawa oleh-oleh liburan buat Pak Tom, Pak Jerry, dan anak-anak," seru Lanang menghampirinya dengan senyum yang lebar. Anak-anak pilihan mengangguk dengan ceria, senyuman tulus terpancar dari binar matanya.Tapi tidak dengan Pak Tom yang ekspresi wajahnya terlihat muram. "Mana Pak Jerry? Kok belum muncul juga? Apa masih di mobil?" tanya Lanang kembali seraya tolah toleh ke belakang."Pak Jerry gak pulang.""Oh, masih ada tugas dari Mas Bos?"Pak Tom menggele
Damay mematung di tempatnya, memandang Saga dengan tatapan sedih, mencoba memahami ucapan suaminya. Tapi Saga tetap terdiam, hanya menunduk sambil memutar cangkir kopinya yang sudah dingin.Baby Rain bergerak sedikit, gumaman lembut suara bayi terdengar samar. Damay menoleh, tatapannya beralih ke sosok mungil itu sejenak, lalu kembali ke Saga. Ia meraih pundaknya perlahan, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka.“Mas,” bisiknya, suaranya nyaris pecah. “Kenapa bilang Pak Jerry terlibat? Apa ada bukti?”Saga mengangkat wajahnya, mata merahnya bertemu dengan tatapan istrinya. Ia membuka mulut, namun tak ada kata-kata yang keluar. Hanya napas berat yang terdengar, mengisi ruang yang terasa semakin sempit.“Semua datanya mengarah ke dia,” gumamnya akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mengusap wajahnya yang penuh kelelahan. “Aku nggak bisa mengerti… bagaimana bisa? Aku selalu percaya sama dia, Damay. Aku selalu melihat dia seba
Pak Jerry membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Tubuhnya sedikit gemetar, ia menatap Saga, Pak Tom serta Pak Riko bergantian, tatapan matanya tampak berkaca-kaca. “Saya… saya tidak tahu apa-apa, Pak. Seseorang pasti menyabotase saya.” Saga tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya tajam. Hening di ruangan itu begitu tegang, hingga detik jam dinding terdengar seperti pukulan palu. “Pak Riko,” ujar Saga akhirnya, tanpa melepaskan tatapannya dari Pak Jerry, “amankan semua akses Pak Jerry. Jangan biarkan dia menyentuh sistem apa pun sampai kita tahu kebenarannya. Dan Pak Jerry…” Dia mendekat, suaranya rendah tapi dingin. “Kalau Bapak benar-benar tidak bersalah, buktikan. Tapi kalau Bapak berbohong…” Saga berhenti sejenak, matanya menyipit. “Bapak tahu akibatnya.” Pak Jerry tertunduk. "Pak Bos, Anda tahu sendiri, saya sudah mengabdi pada Pak Bos dan perusahaan ini bukan satu tahun dua tahun, tapi lebih dari itu.
“Pak Saga, kami punya kabar baik dan buruk,” suara Pak Riko terdengar tergesa-gesa di ujung telepon.“Apa itu?” “Kabar baiknya, kami berhasil melacak sebagian besar transaksi ilegal itu. Kami menemukan aliran dana mengarah ke sebuah akun di luar negeri. Tapi buruknya, ada indikasi bahwa pelaku masih memiliki akses ke beberapa sistem kami. Kami menduga mereka sedang menunggu momen berikutnya untuk menyerang.”Saga mengerutkan kening. “Sudahkah kalian memutus semua akses yang mencurigakan?”“Sudah, Pak, tapi pelaku ini sangat terampil. Mereka bisa menggunakan backdoor lain kapan saja. Kami juga mencurigai adanya aktivitas mencurigakan dari beberapa karyawan yang memiliki akses tinggi.”Saga terdiam sesaat. Curiga ini semakin menguatkan dugaan adanya orang dalam yang terlibat.“Baik,” katanya akhirnya. “Saya akan segera ke kantor. Pastikan semua data cadangan aman dan awasi aktivitas siapa pun yang mencurigakan. Jangan ambil risiko
Damay tersenyum tipis, matanya tak lepas dari wajah Saga. Dia tahu, meski suaminya mengatakan akan terus berjuang, ada sesuatu yang belum sepenuhnya lepas dari pikirannya. “Mas,” bisiknya sambil menyandarkan kepala di bahu Saga, “kalau terlalu berat, Mas bisa ceritakan semuanya ke aku. Aku mungkin nggak bisa bantu banyak, tapi aku selalu ada untuk Mas.” Saga terdiam, tatapannya masih pada Baby Rain. Detik-detik berlalu tanpa jawaban, sampai akhirnya dia berbicara, pelan tapi tegas. “Di kantor tadi, kami diserang. Sistem keuangan kita diretas. Uang perusahaan hilang dalam hitungan menit, dan datanya sekarang dienkripsi. Mereka meminta tebusan.” Damay membeku. Tubuhnya kaku sesaat, tapi dia berusaha tetap tenang. “Berapa yang hilang, Mas?” Saga menghela napas panjang, pandangannya jatuh ke lantai. “Dua puluh lima miliar,” jawabnya lirih. “Dan aku curiga ada orang dalam yang terlibat.” Damay menut