Part 35
"Hutang?"Ibu mengangguk dengan wajah sedih."Hutang yang mana yang ibu maksud?""Damay, kamu sih gak bakalan tau karena ibu gak bilang-bilang sama kalian semua. Biasanya sedikit demi sedikit ibu cicil bayar hutang yang ternyata itu cuma bunganya doang, tapi kali ini ibu gak sanggup lagi kalau harus lunas. Tolongin ibu, Damay, Saga ...." ucapnya dengan nada memohon.Damay dan Saga saling berpandangan sejenak."Berapa hutang ibu?" tanya Saga."Emhh, hampir 10 juta, Nak Saga."Damay terkejut mendengar nominal yang disebutkan ibu tirinya. "Tapi Bu, itu kok banyak banget? Ibu buat apa uang sebanyak itu?"Bukannya menjawab, Bu Siti justtu menunduk lesu lalu kemudian menangis lagi."Ibu tunggu di sini sebentar!" ujar Saga, ia berjalan menjauh diikuti oleh Damay."Aku agak sangsi masalah hutang ibu ini, Mas. Setahuku baik bapak atau ibu gak punya hutang yang banyak kalaupun punya paPart 35bSaga tertawa kecil. "Gak ngerayu, emang kenyataannya begitu kok. Ayo kita lanjut sarapan, Sayang!"Damay mengangguk. Perasaannya sekarang jauh lebih baik setelah dihibur oleh suaminya.Usai sarapan, mereka berdua bersiap-siap untuk pergi. Menaiki mobil dan memulai perjalanan menuju lokasi. Sagara menelepon Pak Tom mengenai rencana liburannya kali ini."Iya, Bos, semuanya sudah beres. Selamat bersenang-senang ya!" ujar suara di seberang telepon.Ya, semua tentang reservasi hotel dan lain sebagainya di sana, sudah diurus oleh Pak Tom dan Jerry. Mereka hanya ingin bosnya itu menikmati liburan yang luar biasa tanpa dipusingkan oleh ini dan itu.Mobil itu mulai melaju meninggalkan area perumahan. "Apa perjalanan kita jauh, Mas?""Ya, lumayan jauh, sekitar 4 jam.""Kenapa gak pakai sopir, Mas?""Aku ingin menikmati perjalanan ini berdua denganmu."Damay tersenyum sesekali
Part 36Siang itu, sinar matahari begitu cerah. Saga dan Damay berjalan bergandengan tangan. Mereka berjalan menyusuri jalan di pinggir danau dimana air biru cerah itu memantulkan sinar matahari yang keemasan. Area itu juga dikelilingi oleh perbukitan hijau. Burung-burung bernyanyi riang di pepohonan di sekitar mereka, menambah kesan damai dari alam yang mempesona ini. "Mas, pemandangannya sangat indah ya," ucap Damay, matanya tak jemu melihat sekeliling, menatap kagum sekaligus takjub.Saga tersenyum lembut. "Benar sekali. Tempat ini juga begitu menenangkan."Mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan langkah yang pelan, sesekali berhenti untuk mengambil napas dalam dan menikmati keindahan sekitar. Cahaya matahari membuat warna hijau bukit tampak semakin menakjubkan, seolah-olah memancarkan energi yang menyegarkan.Tiba-tiba, Damay menarik lengan Saga. "Mas, lihat! Ada kumpulan burung di sana!"Mereka berdua berhenti sejenak u
Part 36bJantung Damay berdetak lebih cepat "Aku juga merasa hal yang sama. Terima kasih, Mas, untuk hari yang luar biasa ini," ucap Damay langsung memeluk suaminya erat.Tanpa ragu lagi, Saga mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri, menciptakan ciuman yang penuh kasih sayang. Saga merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, menyadari betapa beruntungnya ia memiliki seseorang seperti Damay di hidupnya.Suasana senja merambat perlahan di langit, memancarkan warna oranye dan merah muda yang hangat di ufuk barat.Matahari akhirnya tenggelam di balik cakrawala, menciptakan adegan yang romantis dan indah di antara mereka berdua. "Sayang, tutuplah matamu sebentar saja!" pinta Saga.Damay mengangkat sebelah alisnya, tetapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia pun menuruti permintaan sang suami untuk memejamkan matanya sejenak.Saga meraih sesuatu di dalam saku jaketnya dan mengeluarkan kotak kecil berpita merah muda. Dia menatap Dama
Part 37Beberapa saat sebelumnya ....Saat Damay ikut berlari menjauh dari bazar, tiba-tiba dua orang menguntitnya. "Mbak tunggu! Ada apa?" tanya orang asing yang memakai masker itu.Spontanitas Damay menoleh berhenti sembari mengambil napas yang terengah-engah. "Ah itu, ada jambret, Pak!" sahut Damay sambil menunjuk ke arah suami dan jambret itu berlari.Begitu ada kesempatan, mereka langsung membekap mulut Damay dalam waktu singkat dengan obat bius. Secepat kilat mereka pergi menjauh dari lokasi itu dengan sebuah mobil yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kejadian itu berlalu begitu cepat karena mereka begitu terlatih, hingga tak ada yang menyadarinya.***'Damaaayy?! Astaga, kamu dimana, Sayang!' ucapnya dalam hati seraya meraup wajahnya dengan kasar. Saga berkeliling lagi, namun hal yang sama ia dapatkan, Ia tak menemukan dimana Damay berada.Saga mengepalkan tangannya kuat-kuat. Emosinya membunca
Part 37bSaga terdiam sejenak memikirkan bagaimana kondisi Damay sekarang. 'Ah dia pasti sangat ketakutan.'Lelaki itu mengatur strategi untuk mencari Damay."Kita berpencar, aku tahu kalian sudah hapal dengan lokasi ini, mungkin ini lebih memudahkan kita. Kalian berdua menyisir di arah sekitar sini dan kalian di lokasi sini. Selain markas mereka, sisir semua tempat yang kalian anggap mencurigakan.""Baik, Bos."Mereka langsung melakukan tugasnya. Ia berharap Damay segera ditemukan.Sementara itu, Saga kembali ke kantor polisi untuk bertemu dengan Irjen Arya, seorang polisi yang berpengalaman dan lebih sering menangani kasus pencarian orang hilang atau kasus penculikan."Apa kabar, Pak Saga?" Arya menyapa dengan ramah. "Masih belum ada perkembangan dari tim pencarian kami. Kami sedang berusaha yang terbaik."Saga mengangguk, memahami bahwa pencarian ini mungkin membutuhkan waktu. Arya memikirkan sejena
Part 38"Kita ubah rencana!" pungkasnya."Bagaimana dengan dia?" Pria yang dipanggil bos itu hanya memberikan kode isyarat yang dimengerti sang anak buah. "Pak, tolong bebaskan saya," Damay berbisik dengan suara serak, "saya hanya ingin pulang."Air mata meleleh tak tertahankan lagi disertai rasa sesak di dada. Semua bercampur padu jadi satu. Hanya sebuah harapan dan doa yang terus menerus digaungkan dalam hati agar ia bisa selamat dan kembali bersama suaminya.Pria berbadan kekar itu tidak menjawab permintaan Damay.. Dia hanya mengangguk kepada salah satu anak buahnya. Lalu, tanpa sepatah kata pun, anak buah itu kembali mendekati Damay dengan jarum suntik yang berisi obat bius."Jangan, Pak. Aku mohon!" Damay berusaha untuk melawan, tetapi kekuatannya sudah sangat lemah.Ketika jarum menyentuh kulitnya, perasaan dingin seketika menyebar ke seluruh tubuhnya. Damay merasa pusing, penglihatannya menjadi kabur, d
Part 38b"Kami berempat, Pak. Ini keluarga dan rekan saya.""Lalu siapa wanita itu?"Johan menurunkan kaca jendela mobilnya. "Dia istri saya, Pak. Dia tertidur karena kelelahan," jawabnya penuh kepalsuan. Tapi ia berkata dengan mantap berusaha untuk meyakinkan petugas itu.Setelah beberapa saat, petugas itu memberi isyarat kepada sang sopir mereka untuk melanjutkan perjalanan. Johan dan anak buahnya bisa bernapas lega setelah lolos dari pemeriksaan. "Ayo cepat!" tukas Johan dengan cepat, tetapi tenang.Andre dengan gemetar menyalakan mesin dan mengemudikan mobil perlahan-lahan melewati pos pemeriksaan. Mereka bisa merasakan tatapan tajam petugas polisi yang masih mengawasi mereka saat mobil melaju perlahan ke depan.Sekali lagi, mereka berhasil melewati rintangan itu tanpa terdeteksi. Namun, mereka sadar bahwa mereka belum aman sepenuhnya. Sedangkan petugas polisi yang melakukan pemeriksaan masih melanjutkan t
Part 39Seorang wanita tersenyum licik saat menatap layar handphonenya. "Kuharap kau menghilang selamanya dan tidak kembali lagi," gumamnya. "Sayang, ada apa? Kelihatannya kau bahagia sekali?" Suara seorang lelaki menghampirinya. Pak Biru Hartono sudah siap mengenakan pakaian formal karena hendak berangkat kerja.Nova mencium pipi sang suami. "Tidak apa-apa, Sayang. Kau sudah mau berangkat?""Iya. Aku pergi ke kantor dulu ya. Baik-baik di rumah.""Hmm, oke, Sayang."Setelah mobil sang suami menjauh keluar dari halaman rumahnya. Wanita itu segera menghubungi seseorang. "Bagaimana tugasmu?" tanyanya dengan nada suara angkuh."Bereess Nyonya! Sesuai permintaan Nyonya!" sahut suara dari seberang telepon."Apa kau sudah pastikan semuanya aman? Jangan sampai ada yang tahu mengenai hal ini!""Tenang, semuanya aman! Nyonya tidak perlu khawatir.""Pokoknya, aku ingin dia pergi sejau
Sementara itu ...Di kantor, ponsel Saga kembali bergetar. Ia mengambilnya dan membaca pesan itu. Alisnya sedikit berkerut.Dia mengetik balasan dengan hati-hati.[Aidan, aku masih banyak pekerjaan. Nanti aku kabari lagi, ya.]Pesan terkirim. Tapi tak sampai lima menit, balasan dari Aidan masuk lagi.[Bro, nggak ada alasan untuk nggak luangin waktu buat sahabat lama. Lagian, aku sudah pesan meja di restoran favoritku. Aku janji, cuma makan santai kok. Kamu bisa bawa istri dan anak kamu. Aku penasaran lihat keluarga bahagiamu.]Saga menghela napas panjang. Ada sesuatu tentang Aidan yang selalu sulit ia tolak. Ia menutup matanya sejenak, lalu mengetik balasan.[Baiklah, aku akan datang. Tapi jangan buat kejutan aneh-aneh.]Balasan dari Aidan langsung muncul hanya beberapa detik kemudian.[Hahaha, tenang aja, Bro. Aku cuma mau ngobrol dan nostalgia. Nggak sabar ketemu kalian semua!][Kirim lokasi
"Maaf cari siapa ya?"Pria itu tersenyum lebar, senyuman yang tampaknya ingin mencairkan suasana. “Damay, kan?""Anda mengenal saya?"Pria itu tertawa. "Tentu saja. Bukankah kita pernah bertemu di Rumah Sakit Korea beberapa hari yang lalu? Nona yang mengembalikan dompet saya."Deg! Damay mulai mengingat insiden di RS kala itu. 'Jadi dia pria yang dompetnya jatuh? Kenapa penampilannya berbeda sekali?'Bukan hanya penampilan fisik tapi juga perangainya. Pria yang ada di hadapannya kini terlihat lebih ramah dan bersahabat, tak seperti waktu itu yang terlihat dingin dan kaku.'Lalu untuk apa dia datang ke sini dan kenapa bisa mengenalku?'"Hahaha, sepertinya nona kebingungan. Tentu saja saya tahu tentang Nona, karena Nona adalah istri sahabat saya. Kenalkan, saya Aidan," ucap lelaki itu seraya menyodorkan tangannya.Damay mengangguk, tapi tak membalas uluran tangannya. Ia hanya menangkupkan tangannya di depan dada. "Oh, maaf Mas Aidan. Tapi Mas Saga sudah berangkat ke kantor. Mungkin nan
Saga mengangguk. "Hmmm .... Jadi yang semalam telepon itu nomornya dia.""Oalah, terus?"Saga melirik arloji yang melingkar di tangannya. "Katanya dia mau datang ke sini. Mungkin sore nanti. Dia ingin bertemu, tapi aku tidak tahu apakah itu ide yang bagus?"Damay terdiam sejenak melihat suaminya yang tengah bingung. "Ya udah yuk, kita sarapan dulu! Makanannya udah siap lho, Mas pasti suka!" ajak Damay mengalihkan perhatiannya.Sagara mengangguk. Mereka menikmati makan bersama sebelum akhirnya Pak Tom memberi tahu agar Saga segera datang ke kantor karena ada meeting darurat."Ya, aku segera datang!" ujar Sagara di ujung telepon. Ia meletakkan ponselnya ke dalam saku lalu berpamitan dengan sang istri."Sayang, aku berangkat dulu ya!""Hmmm, iya mas, semoga pekerjaanmu lancar," ucap Damay sambil tersenyum manis.Saga langsung mengecup kening istrinya dengan lembut."Terima kasih, Sayang. Jaga dir
“Aku tidak tahu, panggilan dari nomor asing.”"Abaikan saja.""Iya, Mas."Damay mendekat ke arah sang suami lalu menatap Rain yang sudah tertidur kembali di pelukan ayahnya."Dia sudah tidur lagi," ucap Saga sambil tersenyum.Damay tersenyum lalu mengecup pipi mungil Rain. "Hmmm .... cuma Rain aja nih yang dicium? Ayahnya enggak?"Damay menoleh menatap wajah sang suami, ia tertawa pelan. "Untuk ayahnya tidak perlu, kan udah sering!"Saga tersenyum lebar, senang melihat Damay kembali ceria. "Ah, jadi aku harus bersaing dengan baby Rain sekarang, ya?" gurau Saga sambil menggoda.Damay tertawa kecil, lalu mendekatkan wajahnya pada Saga, memberikan kecupan hangat di pipinya. "Mas," Damay memulai lagi, suaranya sedikit lebih serius"Hmmm, kenapa Sayang?" Saga menatapnya dengan penuh perhatian.Saga menaruh kembali baby Rain dalam boks bayi, setelah Rain tertidur dengan tenang. "
Kenangan itu membekas di hati Saga. Sejak saat itu, Pak Jerry menjadi lebih dari sekadar pendamping; dia adalah teman, pengganti figur keluarga yang hilang. Tapi kini, saat nama Pak Jerry disebut dalam masalah besar perusahaan, kenangan itu terasa seperti pisau yang menusuk hati Saga lebih dalam.***Sementara di tempat lain ...Pak Tom pulang ke markas sendirian, disambut oleh anak-anak pilihan. "Akhirnya yang ditunggu-tunggu pulang juga. Pak, saya bawa oleh-oleh liburan buat Pak Tom, Pak Jerry, dan anak-anak," seru Lanang menghampirinya dengan senyum yang lebar. Anak-anak pilihan mengangguk dengan ceria, senyuman tulus terpancar dari binar matanya.Tapi tidak dengan Pak Tom yang ekspresi wajahnya terlihat muram. "Mana Pak Jerry? Kok belum muncul juga? Apa masih di mobil?" tanya Lanang kembali seraya tolah toleh ke belakang."Pak Jerry gak pulang.""Oh, masih ada tugas dari Mas Bos?"Pak Tom menggele
Damay mematung di tempatnya, memandang Saga dengan tatapan sedih, mencoba memahami ucapan suaminya. Tapi Saga tetap terdiam, hanya menunduk sambil memutar cangkir kopinya yang sudah dingin.Baby Rain bergerak sedikit, gumaman lembut suara bayi terdengar samar. Damay menoleh, tatapannya beralih ke sosok mungil itu sejenak, lalu kembali ke Saga. Ia meraih pundaknya perlahan, mencoba memecahkan kebekuan di antara mereka.“Mas,” bisiknya, suaranya nyaris pecah. “Kenapa bilang Pak Jerry terlibat? Apa ada bukti?”Saga mengangkat wajahnya, mata merahnya bertemu dengan tatapan istrinya. Ia membuka mulut, namun tak ada kata-kata yang keluar. Hanya napas berat yang terdengar, mengisi ruang yang terasa semakin sempit.“Semua datanya mengarah ke dia,” gumamnya akhirnya, pelan, nyaris tak terdengar. Jari-jarinya mengusap wajahnya yang penuh kelelahan. “Aku nggak bisa mengerti… bagaimana bisa? Aku selalu percaya sama dia, Damay. Aku selalu melihat dia seba
Pak Jerry membuka mulutnya, tapi tidak ada kata-kata yang keluar. Tubuhnya sedikit gemetar, ia menatap Saga, Pak Tom serta Pak Riko bergantian, tatapan matanya tampak berkaca-kaca. “Saya… saya tidak tahu apa-apa, Pak. Seseorang pasti menyabotase saya.” Saga tidak berkata apa-apa, hanya menatapnya tajam. Hening di ruangan itu begitu tegang, hingga detik jam dinding terdengar seperti pukulan palu. “Pak Riko,” ujar Saga akhirnya, tanpa melepaskan tatapannya dari Pak Jerry, “amankan semua akses Pak Jerry. Jangan biarkan dia menyentuh sistem apa pun sampai kita tahu kebenarannya. Dan Pak Jerry…” Dia mendekat, suaranya rendah tapi dingin. “Kalau Bapak benar-benar tidak bersalah, buktikan. Tapi kalau Bapak berbohong…” Saga berhenti sejenak, matanya menyipit. “Bapak tahu akibatnya.” Pak Jerry tertunduk. "Pak Bos, Anda tahu sendiri, saya sudah mengabdi pada Pak Bos dan perusahaan ini bukan satu tahun dua tahun, tapi lebih dari itu.
“Pak Saga, kami punya kabar baik dan buruk,” suara Pak Riko terdengar tergesa-gesa di ujung telepon.“Apa itu?” “Kabar baiknya, kami berhasil melacak sebagian besar transaksi ilegal itu. Kami menemukan aliran dana mengarah ke sebuah akun di luar negeri. Tapi buruknya, ada indikasi bahwa pelaku masih memiliki akses ke beberapa sistem kami. Kami menduga mereka sedang menunggu momen berikutnya untuk menyerang.”Saga mengerutkan kening. “Sudahkah kalian memutus semua akses yang mencurigakan?”“Sudah, Pak, tapi pelaku ini sangat terampil. Mereka bisa menggunakan backdoor lain kapan saja. Kami juga mencurigai adanya aktivitas mencurigakan dari beberapa karyawan yang memiliki akses tinggi.”Saga terdiam sesaat. Curiga ini semakin menguatkan dugaan adanya orang dalam yang terlibat.“Baik,” katanya akhirnya. “Saya akan segera ke kantor. Pastikan semua data cadangan aman dan awasi aktivitas siapa pun yang mencurigakan. Jangan ambil risiko
Damay tersenyum tipis, matanya tak lepas dari wajah Saga. Dia tahu, meski suaminya mengatakan akan terus berjuang, ada sesuatu yang belum sepenuhnya lepas dari pikirannya. “Mas,” bisiknya sambil menyandarkan kepala di bahu Saga, “kalau terlalu berat, Mas bisa ceritakan semuanya ke aku. Aku mungkin nggak bisa bantu banyak, tapi aku selalu ada untuk Mas.” Saga terdiam, tatapannya masih pada Baby Rain. Detik-detik berlalu tanpa jawaban, sampai akhirnya dia berbicara, pelan tapi tegas. “Di kantor tadi, kami diserang. Sistem keuangan kita diretas. Uang perusahaan hilang dalam hitungan menit, dan datanya sekarang dienkripsi. Mereka meminta tebusan.” Damay membeku. Tubuhnya kaku sesaat, tapi dia berusaha tetap tenang. “Berapa yang hilang, Mas?” Saga menghela napas panjang, pandangannya jatuh ke lantai. “Dua puluh lima miliar,” jawabnya lirih. “Dan aku curiga ada orang dalam yang terlibat.” Damay menut