Part 36
Siang itu, sinar matahari begitu cerah. Saga dan Damay berjalan bergandengan tangan. Mereka berjalan menyusuri jalan di pinggir danau dimana air biru cerah itu memantulkan sinar matahari yang keemasan. Area itu juga dikelilingi oleh perbukitan hijau. Burung-burung bernyanyi riang di pepohonan di sekitar mereka, menambah kesan damai dari alam yang mempesona ini."Mas, pemandangannya sangat indah ya," ucap Damay, matanya tak jemu melihat sekeliling, menatap kagum sekaligus takjub.Saga tersenyum lembut. "Benar sekali. Tempat ini juga begitu menenangkan."Mereka melanjutkan perjalanan mereka dengan langkah yang pelan, sesekali berhenti untuk mengambil napas dalam dan menikmati keindahan sekitar. Cahaya matahari membuat warna hijau bukit tampak semakin menakjubkan, seolah-olah memancarkan energi yang menyegarkan.Tiba-tiba, Damay menarik lengan Saga. "Mas, lihat! Ada kumpulan burung di sana!"Mereka berdua berhenti sejenak uPart 36bJantung Damay berdetak lebih cepat "Aku juga merasa hal yang sama. Terima kasih, Mas, untuk hari yang luar biasa ini," ucap Damay langsung memeluk suaminya erat.Tanpa ragu lagi, Saga mendekatkan bibirnya pada bibir sang istri, menciptakan ciuman yang penuh kasih sayang. Saga merasakan kebahagiaan yang tak terlukiskan, menyadari betapa beruntungnya ia memiliki seseorang seperti Damay di hidupnya.Suasana senja merambat perlahan di langit, memancarkan warna oranye dan merah muda yang hangat di ufuk barat.Matahari akhirnya tenggelam di balik cakrawala, menciptakan adegan yang romantis dan indah di antara mereka berdua. "Sayang, tutuplah matamu sebentar saja!" pinta Saga.Damay mengangkat sebelah alisnya, tetapi tidak bertanya lebih lanjut. Ia pun menuruti permintaan sang suami untuk memejamkan matanya sejenak.Saga meraih sesuatu di dalam saku jaketnya dan mengeluarkan kotak kecil berpita merah muda. Dia menatap Dama
Part 37Beberapa saat sebelumnya ....Saat Damay ikut berlari menjauh dari bazar, tiba-tiba dua orang menguntitnya. "Mbak tunggu! Ada apa?" tanya orang asing yang memakai masker itu.Spontanitas Damay menoleh berhenti sembari mengambil napas yang terengah-engah. "Ah itu, ada jambret, Pak!" sahut Damay sambil menunjuk ke arah suami dan jambret itu berlari.Begitu ada kesempatan, mereka langsung membekap mulut Damay dalam waktu singkat dengan obat bius. Secepat kilat mereka pergi menjauh dari lokasi itu dengan sebuah mobil yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kejadian itu berlalu begitu cepat karena mereka begitu terlatih, hingga tak ada yang menyadarinya.***'Damaaayy?! Astaga, kamu dimana, Sayang!' ucapnya dalam hati seraya meraup wajahnya dengan kasar. Saga berkeliling lagi, namun hal yang sama ia dapatkan, Ia tak menemukan dimana Damay berada.Saga mengepalkan tangannya kuat-kuat. Emosinya membunca
Part 37bSaga terdiam sejenak memikirkan bagaimana kondisi Damay sekarang. 'Ah dia pasti sangat ketakutan.'Lelaki itu mengatur strategi untuk mencari Damay."Kita berpencar, aku tahu kalian sudah hapal dengan lokasi ini, mungkin ini lebih memudahkan kita. Kalian berdua menyisir di arah sekitar sini dan kalian di lokasi sini. Selain markas mereka, sisir semua tempat yang kalian anggap mencurigakan.""Baik, Bos."Mereka langsung melakukan tugasnya. Ia berharap Damay segera ditemukan.Sementara itu, Saga kembali ke kantor polisi untuk bertemu dengan Irjen Arya, seorang polisi yang berpengalaman dan lebih sering menangani kasus pencarian orang hilang atau kasus penculikan."Apa kabar, Pak Saga?" Arya menyapa dengan ramah. "Masih belum ada perkembangan dari tim pencarian kami. Kami sedang berusaha yang terbaik."Saga mengangguk, memahami bahwa pencarian ini mungkin membutuhkan waktu. Arya memikirkan sejena
Part 38"Kita ubah rencana!" pungkasnya."Bagaimana dengan dia?" Pria yang dipanggil bos itu hanya memberikan kode isyarat yang dimengerti sang anak buah. "Pak, tolong bebaskan saya," Damay berbisik dengan suara serak, "saya hanya ingin pulang."Air mata meleleh tak tertahankan lagi disertai rasa sesak di dada. Semua bercampur padu jadi satu. Hanya sebuah harapan dan doa yang terus menerus digaungkan dalam hati agar ia bisa selamat dan kembali bersama suaminya.Pria berbadan kekar itu tidak menjawab permintaan Damay.. Dia hanya mengangguk kepada salah satu anak buahnya. Lalu, tanpa sepatah kata pun, anak buah itu kembali mendekati Damay dengan jarum suntik yang berisi obat bius."Jangan, Pak. Aku mohon!" Damay berusaha untuk melawan, tetapi kekuatannya sudah sangat lemah.Ketika jarum menyentuh kulitnya, perasaan dingin seketika menyebar ke seluruh tubuhnya. Damay merasa pusing, penglihatannya menjadi kabur, d
Part 38b"Kami berempat, Pak. Ini keluarga dan rekan saya.""Lalu siapa wanita itu?"Johan menurunkan kaca jendela mobilnya. "Dia istri saya, Pak. Dia tertidur karena kelelahan," jawabnya penuh kepalsuan. Tapi ia berkata dengan mantap berusaha untuk meyakinkan petugas itu.Setelah beberapa saat, petugas itu memberi isyarat kepada sang sopir mereka untuk melanjutkan perjalanan. Johan dan anak buahnya bisa bernapas lega setelah lolos dari pemeriksaan. "Ayo cepat!" tukas Johan dengan cepat, tetapi tenang.Andre dengan gemetar menyalakan mesin dan mengemudikan mobil perlahan-lahan melewati pos pemeriksaan. Mereka bisa merasakan tatapan tajam petugas polisi yang masih mengawasi mereka saat mobil melaju perlahan ke depan.Sekali lagi, mereka berhasil melewati rintangan itu tanpa terdeteksi. Namun, mereka sadar bahwa mereka belum aman sepenuhnya. Sedangkan petugas polisi yang melakukan pemeriksaan masih melanjutkan t
Part 39Seorang wanita tersenyum licik saat menatap layar handphonenya. "Kuharap kau menghilang selamanya dan tidak kembali lagi," gumamnya. "Sayang, ada apa? Kelihatannya kau bahagia sekali?" Suara seorang lelaki menghampirinya. Pak Biru Hartono sudah siap mengenakan pakaian formal karena hendak berangkat kerja.Nova mencium pipi sang suami. "Tidak apa-apa, Sayang. Kau sudah mau berangkat?""Iya. Aku pergi ke kantor dulu ya. Baik-baik di rumah.""Hmm, oke, Sayang."Setelah mobil sang suami menjauh keluar dari halaman rumahnya. Wanita itu segera menghubungi seseorang. "Bagaimana tugasmu?" tanyanya dengan nada suara angkuh."Bereess Nyonya! Sesuai permintaan Nyonya!" sahut suara dari seberang telepon."Apa kau sudah pastikan semuanya aman? Jangan sampai ada yang tahu mengenai hal ini!""Tenang, semuanya aman! Nyonya tidak perlu khawatir.""Pokoknya, aku ingin dia pergi sejau
Part 39bPria itu hanya mengangkat satu jari ke bibirnya, menandakan agar Damay tetap diam. Masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya itu menambah aura misterius dan menakutkan pada kehadiran pria itu."Tidak usah berisik!" Suara pria itu terdengar berat. Pria itu melepaskan ikatan di tangan Damay."Sekarang makan dan minumlah!" sergahnya.Spontanitas, Damay melihat sekelilingnya dengan mata sayunya, sekaligus mencoba memahami di mana ia berada. Ada meja kecil di sampingnya dengan segelas air dan sepiring nasi dan lauknya."Waktumu lima belas menit, kau harus menghabiskannya. Aku akan kembali lagi!" tukasnya lagi.Namun Damay masih bergeming, ia tidakbisa percaya begitu saja dengan perkataan orang asing. Melihat Damay yang diam saja dengan wajah pucatnya membuat pria itu urung keluar. "Kau tidak usah takut, tidak ada racun dalam makanan itu!" Pria itu berbicara seolah tahu apa yang ada di pikiran Damay.
Part 40Pria itu justru tersenyum masam. "Ancamanmu terdengar lucu. Baiklah, karena kau barang mahal, akan kuturuti keinginanmu. Tapi ingat kamu jangan berniat untuk kabur dari sini!" tegasnya.Pria itu hendak keluar mendadak handphonenya berdering."Hallo, iya, semuanya sudah beress! Tak ada masalah. Iya, iya, besok malam ya! Tenaaang, ini barang bagus sesuai permintaan. Oke, oke!" ucapnya di dalam telepon.Pria itu menatap Damay sejenak kemudian pergi begitu saja.Damay bernapas lega saat pria itu pergi. Damay memasukkan air ke botol bekas air mineral yang ia pungut ada di tempat sampah di toilet tadi. Lalu menyembunyikannya di balik kaki dipan agar tak terlihat. Ia merasa bersyukur kali ini pria itu tidak mengikatnya.Selang satu jam, pintu ruangan kembali terbuka, pria itu membawakan makanan itu pada Damay, aroma menyengat pedas dan gurih bercampur jadi satu."Nih makanlah!""Terima kasih, Pak."