Part 38b
"Kami berempat, Pak. Ini keluarga dan rekan saya.""Lalu siapa wanita itu?"Johan menurunkan kaca jendela mobilnya. "Dia istri saya, Pak. Dia tertidur karena kelelahan," jawabnya penuh kepalsuan. Tapi ia berkata dengan mantap berusaha untuk meyakinkan petugas itu.Setelah beberapa saat, petugas itu memberi isyarat kepada sang sopir mereka untuk melanjutkan perjalanan. Johan dan anak buahnya bisa bernapas lega setelah lolos dari pemeriksaan."Ayo cepat!" tukas Johan dengan cepat, tetapi tenang.Andre dengan gemetar menyalakan mesin dan mengemudikan mobil perlahan-lahan melewati pos pemeriksaan. Mereka bisa merasakan tatapan tajam petugas polisi yang masih mengawasi mereka saat mobil melaju perlahan ke depan.Sekali lagi, mereka berhasil melewati rintangan itu tanpa terdeteksi. Namun, mereka sadar bahwa mereka belum aman sepenuhnya.Sedangkan petugas polisi yang melakukan pemeriksaan masih melanjutkan tPart 39Seorang wanita tersenyum licik saat menatap layar handphonenya. "Kuharap kau menghilang selamanya dan tidak kembali lagi," gumamnya. "Sayang, ada apa? Kelihatannya kau bahagia sekali?" Suara seorang lelaki menghampirinya. Pak Biru Hartono sudah siap mengenakan pakaian formal karena hendak berangkat kerja.Nova mencium pipi sang suami. "Tidak apa-apa, Sayang. Kau sudah mau berangkat?""Iya. Aku pergi ke kantor dulu ya. Baik-baik di rumah.""Hmm, oke, Sayang."Setelah mobil sang suami menjauh keluar dari halaman rumahnya. Wanita itu segera menghubungi seseorang. "Bagaimana tugasmu?" tanyanya dengan nada suara angkuh."Bereess Nyonya! Sesuai permintaan Nyonya!" sahut suara dari seberang telepon."Apa kau sudah pastikan semuanya aman? Jangan sampai ada yang tahu mengenai hal ini!""Tenang, semuanya aman! Nyonya tidak perlu khawatir.""Pokoknya, aku ingin dia pergi sejau
Part 39bPria itu hanya mengangkat satu jari ke bibirnya, menandakan agar Damay tetap diam. Masker hitam yang menutupi sebagian wajahnya itu menambah aura misterius dan menakutkan pada kehadiran pria itu."Tidak usah berisik!" Suara pria itu terdengar berat. Pria itu melepaskan ikatan di tangan Damay."Sekarang makan dan minumlah!" sergahnya.Spontanitas, Damay melihat sekelilingnya dengan mata sayunya, sekaligus mencoba memahami di mana ia berada. Ada meja kecil di sampingnya dengan segelas air dan sepiring nasi dan lauknya."Waktumu lima belas menit, kau harus menghabiskannya. Aku akan kembali lagi!" tukasnya lagi.Namun Damay masih bergeming, ia tidakbisa percaya begitu saja dengan perkataan orang asing. Melihat Damay yang diam saja dengan wajah pucatnya membuat pria itu urung keluar. "Kau tidak usah takut, tidak ada racun dalam makanan itu!" Pria itu berbicara seolah tahu apa yang ada di pikiran Damay.
Part 40Pria itu justru tersenyum masam. "Ancamanmu terdengar lucu. Baiklah, karena kau barang mahal, akan kuturuti keinginanmu. Tapi ingat kamu jangan berniat untuk kabur dari sini!" tegasnya.Pria itu hendak keluar mendadak handphonenya berdering."Hallo, iya, semuanya sudah beress! Tak ada masalah. Iya, iya, besok malam ya! Tenaaang, ini barang bagus sesuai permintaan. Oke, oke!" ucapnya di dalam telepon.Pria itu menatap Damay sejenak kemudian pergi begitu saja.Damay bernapas lega saat pria itu pergi. Damay memasukkan air ke botol bekas air mineral yang ia pungut ada di tempat sampah di toilet tadi. Lalu menyembunyikannya di balik kaki dipan agar tak terlihat. Ia merasa bersyukur kali ini pria itu tidak mengikatnya.Selang satu jam, pintu ruangan kembali terbuka, pria itu membawakan makanan itu pada Damay, aroma menyengat pedas dan gurih bercampur jadi satu."Nih makanlah!""Terima kasih, Pak."
Part 40bDi luar, Damay berlari secepat mungkin. Langkah-langkahnya membawanya melewati lorong-lorong gelap yang tak ia ketahui, namun dia tidak peduli. Damay hanya ingin menjauh dari bahaya yang baru saja dihadapi. Nafasnya terengah-engah, tapi dia tidak bisa berhenti. Ia terus berlari di kegelapan malam. *** Api unggun kecil di hadapan lelaki itu berusaha menari-nari, memercikkan cahaya dan bayangan di sekitar. Namun, cahaya itu tidak mampu menyingkap kegelapan yang merayap di sudut matanya yang sayu. Pikirannya terus berputar-putar tentang kejadian yang mengubah hidupnya menjadi reruntuhan.Waktu terasa berhenti berputar. Saga tidak bisa tidur, makan, atau melakukan apapun dengan tenang. Matanya tetap terbuka lebar, terpaku pada layar ponsel yang menampilkan gambar dan berita terkini tentang pencarian sang istri. Damay menghilang dengan cara yang misterius. Tidak ada jejak, tidak ada pesan, tidak ada petunjuk yang berarti.Ponselnya
Part 41"Pak Saga, saya punya sesuatu yang mungkin bisa menjadi petunjuk," ujar Pak Arya di ujung telepon dengan nada serius.Saga langsung tegang. "Apa itu, Pak Arya? Tolong katakan padaku!"Pak Arya menjelaskan bahwa ada rekaman CCTV yang mana dekat dengan lokasi hilangnya Damay pertama kali. Ada gambar seseorang yang mencurigakan, berpakaian serba hitam, yang tampaknya mengamati gerak-gerik di sekitar sebelum Damay menghilang. "Apakah Anda bisa melacaknya lebih lanjut?"Pak Arya mengiyakan. "Ya, Pak. Saya sedang mengoordinasikan dengan tim untuk melacak orang ini. Saya akan memberitahu Anda segera jika ada perkembangan."Saga menutup telepon dengan hati yang berdebar, ada sedikit harapan yang hampir pupus. Pak Tom tersenyum lega. "Ini bisa menjadi awal dari sesuatu yang lebih baik, Bos. Mari kita berharap yang terbaik."Saga mengangguk, merasakan getaran kehidupan kembali ke dalam dirinya. "Kita tidak akan
Part 41b"Astaghfirullah, Nang, tolong ambilkan air hangat untuk kompres kakinya!" seru Bu Kartini.Dengan sigap, sang anak langsung mengambilkan air hangat dalam.wadah baskom, lalu mengambil washlap. Ia segera kembali menemui mereka."Wajahnya pucat sekali, Bu, kasihan," ucap lelaki itu saat sang ibunda berusaha menyadarkan Damay."Iya. Dia sangat kelelahan, jadinta pingsan.""Sini biar aku saja yang bersihkan kakinya, Bu."Ia melihat banyak luka lecet dan memerah di telapak kakinya.***Sementara itu ...Beberapa jam kemudian, ponsel Saga berdering lagi. Ini bukan nomor yang ia kenal, tapi ia segera menjawab."Hallo?""Pak Saga, ini saya Arya." "Halo Pak Arya! Apa ada perkembangan?""Aku sudah mendapat petunjuk, Pak. Kalian harus segera ke sini."Tanpa ragu, Saga menanggapi dengan cepat, "Dimana, Pak Arya? Saya akan segera kesana.""Saya akan sha
Part 42Beberapa saat sebelumnya ...Damay membuka matanya perlahan, merasa kebingungan saat menyadari bahwa ia berada di ruangan yang sama sekali berbeda dari tempat terakhir kali ia ingat. Dengan hati-hati, ia menoleh ke kanan dan kiri, lalu mendapati dirinya sendiri terbaring di atas sebuah tempat tidur. Pakaian yang ia kenakan masih sama seperti sebelumnya, tetapi kepalanya terasa pusing. Belum lagi rasa pegal dan nyeri di kaki."Oh, kamu sudah sadar rupanya."Suara itu membuat Damay menoleh ke arah sumbernya. Di luar pintu terlihat seorang lelaki tengah menatapnya, namun tatapan mata itu terlihat teduh tak seperti penjahat-penjahat itu. "Anda-?""Saya Lanang, putra Bu Kartini."Damay mengangguk perlahan, mencoba untuk merangkai kembali ingatannya. Ia berusaha turun dari tempat tidurnya lalu berjalan perlahan. Lanang dengan sigap membantu, tapi Damay menolaknya."Apa kakimu sudah baikan?" tanya lelaki itu.
Part 42b"Tidak, Bu, ini sudah kenyang. Alhamdulillah terima kasih banyak ya, Bu.""Iya, sekarang kamu mandi dulu ya, Nak, lalu ganti bajumu, ibu udah siapkan bajunya di situ tuh."Damay mengangguk dan tersenyum, seketika hatinya menghangat seolah diperhatikan oleh seorang ibu. Perhatian dan kasih sayang yang ia rindukan. Ia mengikuti perintah Bu Kartini. Mandi, bebersih diri membuat badannya yang lemas tak karuan kembali segar. Ia pun punya tenaga baru.Gamis polos warna mocha dan hijab coklat tua kini membalut tubuh rampingnya. Selama beberapa detik, Bu Kartini dan Lanang menatap kagum padanya. "Nak, tadi di depan ada yang mencarimu. Sepertinya kamu gak aman di sini, sebaiknyan kamu cepat-cepat pergi dari kampung ini, Nak. Maaf bukannya ibu mengusirmu, tapi--""Tidak apa-apa, Bu. Aku yang seharusnya minta maaf karena sudah merepotkan ibu. Alhamdulillah aku sudah diberi tempat istirahat, makan gratis. Rencananya juga