Part 76
"Bos, siang nanti ada jadwal sidang kasusnya Guntur. Bos mau datang langsung atau cukup saya saja yang mewakili?" tanya Pak Tom. Mereka tengah berbincang di ruang kerja Saga."Aku akan hadir.""Baik, Bos. Pak Heri juga sudah menyiapkan beberapa saksi lain. Semoga saja Guntur dijatuhi hukuman yang setimpal." Saga mengangguk datar, masih tenggelam dalam pikirannya. Ia meraih secangkir kopi dan menghirupnya dalam-dalam, berusaha menenangkan pikiran yang tengah khawatir."Saat sidang nanti, pastikan semua saksi siap dan koordinasi dengan tim hukum kita," ujar Saga sambil menatap Pak Tom. "Kita perlu memastikan semua bukti dan keterangan yang diperlukan sudah lengkap.""Jangan khawatir, Bos. Pak Heri sudah mempersiapkan segalanya dengan matang."Saga menatap jam di dinding. "Kita akan berangkat sebentar lagi agar sampai di sana tidak terlambat. Pastikan juga kita punya waktu cukup untuk persiapan sebelum sidang dimulPart 76BHakim memandang ke arah Guntur, yang duduk dengan kepala tertunduk."Saudara Guntur, Anda telah terbukti secara sah dan menyuruh seseorang untuk melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat terhadap korban. Pengadilan harus memberikan sanksi yang setimpal untuk menjaga keadilan dan mencegah terulangnya perbuatan serupa. Berdasarkan Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun kepada Anda, Saudara Guntur Prasetya."Hakim menutup dokumen dan menatap Guntur dengan tatapan serius."Selama masa hukuman, Anda diharapkan untuk merenung dan bisa memperbaiki diri. Demikian putusan ini dibuat sesuai dengan hukum yang berlaku. Sidang ini ditutup."Hakim mengetuk palu sekali lagi, menandakan akhir dari putusan, sementara Guntur tetap duduk dengan kepala tertunduk, merasakan beban berat dari keputusan tersebut.Petugas pengadilan bergerak untuk mengatur proses administra
Part 77"Mas, ada Mega," ucap Damay. Saga menoleh sejenak dan menatap adik iparnya itu.Mega hanya tersenyum kaku sambil menyapanya."Mas, Mega kesini nganterin pecel sama gorengan, katanya ibu mulai jualan pecel keliling."Saga manggut-manggut. "Mas, Mbak, aku pamit pulang dulu ya!" pungkas Mega."Kamu naik apa?""Aku naik ojek, Mas.""Biar nanti diantar sama Pak Tom saja.""Gak usah, Mas, aku gak mau merepotkan. Lagi pula aku lagi belajar mandiri."Saga dan Damay saling berpandangan sejenak, lalu mengangguk pelan, menghargai keinginan Mega."Oh ya sebelum kamu pulang, ada yang ingin aku obrolkan denganmu, Mega," kata Saga dengan nada serius.Mega menatap kakak iparnya dengan pandangan penuh tanya. "Tentang apa ya, Mas?""Tentang suami kamu.""Mas Guntur?"Saga mengangguk. Ia pun m3nceritakan perihal sidangnya tadi siang. "Jadi .... suami kamu dihu
Part 77B Beberapa hari berlalu .... Suara alarm pagi membangunkannya dari mimpi indah. Saga meregangkan tubuhnya. Mengerjapkan mata pelan, dan melirik ke samping, namun Damay sudah tak ada di tempatnya. Saga melebarkan matanya, sembari membuang rasa kantuk yang tersisa. Menatap ke arah jam beker yang berdering menunjukkan pukul empat pagi. "Sayang, kamu dimana?" tanya Saga setengah berteriak. Saga segera melompat dari ranjangnya dan keluar dari kamar. Suara-suara di dapur menandakan bahwa Damay sudah bangun lebih awal dari biasanya. Saga berjalan menuju dapur, di mana Damay tampak sibuk menyiapkan sesuatu di sana. Damay masih berdiri, matanya terfokus pada sepotong kue yang sedang didekorasi. Meja di depannya sudah dipenuhi bahan-bahan dan peralatan kue. Aroma harum dari kue dan coklat segar mengisi udara pagi, memberikan nuansa hangat pada dapur yang dingin. Saga berhenti sejena
Part 78 Tiba-tiba, seorang pejalan kaki muncul dari balik mobil parkir dan berjalan dengan cepat. "Maass. Awaaaasss ....!!" Saga yang panik mencoba menghindari dengan mengerem mendadak. namun mobilnya tetap menabrak pejalan kaki tersebut. Mobil seketika berhenti. "Astaghfirullah, Mas ....!" ujar Damay terkejut, jantungnya berdebar dengan sangat kencang. "Bagaimana ini?" "Damay, aku minta maaf! Aku tak bisa menghindarinya," kata Saga. Lelaki itu melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil untuk memeriksa keadaan. Seketika langkahnya membeku saat melihat yang ia tabrak ternyata .... "Tante?!" pekiknya. Ia langsung menghampiri perempuan itu yang mengerang kesakitan. Damay pun sudah keluar dari mobil dan menghampiri Saga. "Lho, Tante Nova!!" Nova sempat melirik ke arah Damay namun tak mampu berkata apa-apa, hanya mendesis kesakit
Part 78B Pak Biru datang bersama sang sopir. Ia langsung menghampiri sang anak yang duduk di ruang tunggu. Sementara Damay menunggui Nova di dalam ruangan. "Bagaimana, Nak?" tanya Pak Biru. "Ayah, Tante Nova sudah dipindahkan ke ruang perawatan." Pak Biru mengangguk lalu mengikuti langkah Saga menuju ruang perawatan Nova. Pintu ruangan dibuka perlahan. Pak Biru dan Saga melangkah masuk dan melihat Nova yang terbaring di ranjang rumah sakit, dikelilingi oleh beberapa peralatan medis. Damay, yang duduk di samping ranjang Nova, terlihat khawatir namun berusaha untuk tetap tenang. Pak Biru menghampiri Nova yang ternyata sudah sadarkan diri. Ia berkata dengan lembut, "Nova, bagaimana keadaanmu? Apa yang dokter katakan?" Nova mencoba tersenyum meskipun rasa sakitnya masih terasa. "Mas, kamu datang?" tanyanya dengan mata yang berbinar dan berkaca-kaca. Pak Biru hanya meng
Part 79 Keesokan harinya, Saga dan Damay sudah bersiap-siap untuk pergi menemui Bu kartini. Sekaligus check out dari hotel. "Bismillah, semoga hari ini lancar ya, Mas." "Aamiin .... sudah siap?" Damay mengangguk, iapun segera menggelayut manja di lengan sang suami, berjalan menuju mobil yang terparkir manis di tempatnya. Damay menatap takjub ke sekeliling, pemandangan alam tampak begitu indah dan luar biasa. "Pemandangan di sini indah sekali ya, Mas. Udaranya pun terasa begitu sejuk." "Iya, kamu suka?" Damay mengangguk pelan. "Tapi kita harus segera pergi dari sini." "Iya, Mas. Ayo lets goooo!" Saga tertawa melihat istrinya yang tampak begitu cantik dan penuh semangat. Mobil yang dikemudikan Saga mulai keluar dari lokasi hotel, menyus
Part 79B Saga terdiam masih mendengarkan pemuda itu bicara. "Apa ada lowongan pekerjaan di tempat Mas Saga? Jujur, saya ingin bekerja dan merantau agar gak jadi beban dan pengangguran di rumah." "Mas Lanang lulusan apa?" "Oh saya, lulusan SMK, Mas, saya bisa ngelas sedikit-sedikit. hanya saja di desa gak ada kerjaan. Selama ini paling jadi kuli laden atau buruh serabutan itupun kalau ada yang nyuruh atau pas ada proyek bangunan, selebihnya hanya bantu ibu di rumah." Saga mengangguk pelan sambil berpikir cukup lama. "Terus Bu Kartini bagaimana kalau misal Mas Lanang pergi merantau?" "Saya sudah bicarakan ini sama ibu. Dia mendukung apapun keputusan saya," sahut Lanang. Saga mengangguk lagi. Ia mengambil kartu nama di dompetnya. "Mas Lanang kalau memang sudah siap ingin bekerja, boleh datang saja ke alamat ini ya. Nanti
Part 80Usai melihat-lihat ruangan, acara dilanjutkan dengan syukuran, mengaji dengan anak-anak pilihan. Setelahnya dilanjutkan dengan makan bersama dengan anak-anak asuh Saga serta dengan para tetangga sekitar, makan pecel, gorengan serta makanan catering yang sudah dipesan oleh Pak Jerry sebelumnya.Suasana rumah baru itu tampak begitu ramai. Namun ada saja tetangga yang julid dan tidak suka dengan keberhasilan Saga. Termasuk Geni yang gengsi untuk datang dan hanya melihatnya dari jauh dengan mendumel kesal."Baru jadi orang kaya aja, Mbak Damay dan keluarganya jadi sombongnya selangit! Huh, awas saja sepertinya aku harus beri mereka pelajaran agar gak bisa bersenang-senang di atas kesedihanku!" pungkas Geni dengan perasaan iri dan dengki. Sementara itu, di dalam rumah, suasana syukuran berlangsung dengan penuh kegembiraan. Semua orang tampak menikmati makanan dan berbincang dengan akrab, saling berbagi cerita dan tawa. Anak-anak asuh Saga tamp