Part 77B
Beberapa hari berlalu .... Suara alarm pagi membangunkannya dari mimpi indah. Saga meregangkan tubuhnya. Mengerjapkan mata pelan, dan melirik ke samping, namun Damay sudah tak ada di tempatnya. Saga melebarkan matanya, sembari membuang rasa kantuk yang tersisa. Menatap ke arah jam beker yang berdering menunjukkan pukul empat pagi. "Sayang, kamu dimana?" tanya Saga setengah berteriak. Saga segera melompat dari ranjangnya dan keluar dari kamar. Suara-suara di dapur menandakan bahwa Damay sudah bangun lebih awal dari biasanya. Saga berjalan menuju dapur, di mana Damay tampak sibuk menyiapkan sesuatu di sana. Damay masih berdiri, matanya terfokus pada sepotong kue yang sedang didekorasi. Meja di depannya sudah dipenuhi bahan-bahan dan peralatan kue. Aroma harum dari kue dan coklat segar mengisi udara pagi, memberikan nuansa hangat pada dapur yang dingin. Saga berhenti sejenaPart 78 Tiba-tiba, seorang pejalan kaki muncul dari balik mobil parkir dan berjalan dengan cepat. "Maass. Awaaaasss ....!!" Saga yang panik mencoba menghindari dengan mengerem mendadak. namun mobilnya tetap menabrak pejalan kaki tersebut. Mobil seketika berhenti. "Astaghfirullah, Mas ....!" ujar Damay terkejut, jantungnya berdebar dengan sangat kencang. "Bagaimana ini?" "Damay, aku minta maaf! Aku tak bisa menghindarinya," kata Saga. Lelaki itu melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil untuk memeriksa keadaan. Seketika langkahnya membeku saat melihat yang ia tabrak ternyata .... "Tante?!" pekiknya. Ia langsung menghampiri perempuan itu yang mengerang kesakitan. Damay pun sudah keluar dari mobil dan menghampiri Saga. "Lho, Tante Nova!!" Nova sempat melirik ke arah Damay namun tak mampu berkata apa-apa, hanya mendesis kesakit
Part 78B Pak Biru datang bersama sang sopir. Ia langsung menghampiri sang anak yang duduk di ruang tunggu. Sementara Damay menunggui Nova di dalam ruangan. "Bagaimana, Nak?" tanya Pak Biru. "Ayah, Tante Nova sudah dipindahkan ke ruang perawatan." Pak Biru mengangguk lalu mengikuti langkah Saga menuju ruang perawatan Nova. Pintu ruangan dibuka perlahan. Pak Biru dan Saga melangkah masuk dan melihat Nova yang terbaring di ranjang rumah sakit, dikelilingi oleh beberapa peralatan medis. Damay, yang duduk di samping ranjang Nova, terlihat khawatir namun berusaha untuk tetap tenang. Pak Biru menghampiri Nova yang ternyata sudah sadarkan diri. Ia berkata dengan lembut, "Nova, bagaimana keadaanmu? Apa yang dokter katakan?" Nova mencoba tersenyum meskipun rasa sakitnya masih terasa. "Mas, kamu datang?" tanyanya dengan mata yang berbinar dan berkaca-kaca. Pak Biru hanya meng
Part 79 Keesokan harinya, Saga dan Damay sudah bersiap-siap untuk pergi menemui Bu kartini. Sekaligus check out dari hotel. "Bismillah, semoga hari ini lancar ya, Mas." "Aamiin .... sudah siap?" Damay mengangguk, iapun segera menggelayut manja di lengan sang suami, berjalan menuju mobil yang terparkir manis di tempatnya. Damay menatap takjub ke sekeliling, pemandangan alam tampak begitu indah dan luar biasa. "Pemandangan di sini indah sekali ya, Mas. Udaranya pun terasa begitu sejuk." "Iya, kamu suka?" Damay mengangguk pelan. "Tapi kita harus segera pergi dari sini." "Iya, Mas. Ayo lets goooo!" Saga tertawa melihat istrinya yang tampak begitu cantik dan penuh semangat. Mobil yang dikemudikan Saga mulai keluar dari lokasi hotel, menyus
Part 79B Saga terdiam masih mendengarkan pemuda itu bicara. "Apa ada lowongan pekerjaan di tempat Mas Saga? Jujur, saya ingin bekerja dan merantau agar gak jadi beban dan pengangguran di rumah." "Mas Lanang lulusan apa?" "Oh saya, lulusan SMK, Mas, saya bisa ngelas sedikit-sedikit. hanya saja di desa gak ada kerjaan. Selama ini paling jadi kuli laden atau buruh serabutan itupun kalau ada yang nyuruh atau pas ada proyek bangunan, selebihnya hanya bantu ibu di rumah." Saga mengangguk pelan sambil berpikir cukup lama. "Terus Bu Kartini bagaimana kalau misal Mas Lanang pergi merantau?" "Saya sudah bicarakan ini sama ibu. Dia mendukung apapun keputusan saya," sahut Lanang. Saga mengangguk lagi. Ia mengambil kartu nama di dompetnya. "Mas Lanang kalau memang sudah siap ingin bekerja, boleh datang saja ke alamat ini ya. Nanti
Part 80Usai melihat-lihat ruangan, acara dilanjutkan dengan syukuran, mengaji dengan anak-anak pilihan. Setelahnya dilanjutkan dengan makan bersama dengan anak-anak asuh Saga serta dengan para tetangga sekitar, makan pecel, gorengan serta makanan catering yang sudah dipesan oleh Pak Jerry sebelumnya.Suasana rumah baru itu tampak begitu ramai. Namun ada saja tetangga yang julid dan tidak suka dengan keberhasilan Saga. Termasuk Geni yang gengsi untuk datang dan hanya melihatnya dari jauh dengan mendumel kesal."Baru jadi orang kaya aja, Mbak Damay dan keluarganya jadi sombongnya selangit! Huh, awas saja sepertinya aku harus beri mereka pelajaran agar gak bisa bersenang-senang di atas kesedihanku!" pungkas Geni dengan perasaan iri dan dengki. Sementara itu, di dalam rumah, suasana syukuran berlangsung dengan penuh kegembiraan. Semua orang tampak menikmati makanan dan berbincang dengan akrab, saling berbagi cerita dan tawa. Anak-anak asuh Saga tamp
Part 80BGeni tidak bisa menyembunyikan rasa ketakutan di wajahnya, tapi ia berusaha tetap tenang. "Aku... aku tidak bermaksud melukai siapapun. Aku hanya...""Ini adalah tindakan yang tidak bisa ditolerir," kata Saga dengan nada tegas. "Kami akan melaporkan ini ke pihak berwajib. Kami berharap kamu bisa belajar dari tindakanmu--"Geni hanya bisa menunduk. Tiba-tiba ia berlutut. "Mas Saga, tolong maafkan aku. Tolong jangan laporkan aku ke polisi," sesalnya merasa malu dan menyesal atas tindakannya. Ibunda Geni langsung berlari tergopoh-gopoh menghampiri anaknya. Ia pun segera meminta maaf pada Saga dan pada yang lain. "Tolong maafkan anak saya Mas Saga. Tolong jangan hukum dia. Saya tau anak saya salah. Tapi saya mohon, Mas. Maafkan dia kali ini."Melihat ibunda Geni hampir menangis, Saga menghela napas, di sampingnya ada Damay yang berusaha menenangkan sang suami."Baiklah, aku tidak akan melaporkan ini ke polisi. Tapi tolong j
Part 81 Saga menatap Damay yang tengah sibuk menatap buku agendanya. Lelaki itu tersenyum hangat. "Semua keinginanmu sudah terwujud semua, apa ada yang kamu inginkan lagi, Sayang?" Damay mendongak menatap sang suami. "Sudah cukup, Mas. Alhamdulillah, akhirnya semua tercapai, perasaanku lega sekarang." "Alhamdulillah. Kamu beneran gak ada keinginan lain? Mumpung dedek bayi masih lama lahirnya lho. Kalau dedek bayi udah lahir, kamu pasti bakalan lebih sibuk." "Eemmmmh ..." Damay masih berpikir tapi kemudian menggeleng pelan. "Sementara ini tidak ada lagi, Mas. Aku cukup senang menjalani hari-hariku sebagai ibu hamil yang ceria." "Baiklah kalau begitu, giliran kamu yang harus menuruti keinginanku!" "Oh, Mas ada keinginan yang masih belum terlaksana?" Saga mengangguk. "Aku ingin mengajakmu jalan-jalan sekaligus babymoon. Bagaimana kamu setuju?"
Part 81B Mega dan Bu Siti mengangguk. "Sekarang, mari kita pastikan semuanya aman. Kita juga perlu membersihkan dapur dan memeriksa area lainnya, Mega." "I-iya, Bu," sahut Mega. "Perlu aku bantu lagi, Bu?" tanya Lanang kembali. "Eh tidak usah, Mas. Padahal Mas kan lagi makan malah tertunda gara-gara ini." "Tidak masalah kok." "Sekali lagi, terima kasih ya, Mas Lanang." *** Sementara itu di tempat lain .... "Aaaa .... sakiiiiiiittt! Sakiiiittttt ....!!" teriak wanita itu sembari memukul-mukul kepalanya sendiri. Nyeri itu sudah tidak tertahankan lagi. Setelah kejadian waktu itu rasa pusing di kepalanya semakin menjadi-jadi. Padahal dari sebelum-sebelumnya ia juga merasakan pusing tapi tak terlalu dirasakan, ia dibiarkan begitu saja. Rasa pusing itu hilang timbul. Tapi kali ini ia tak bisa menahannya lagi. R