Part 74B
Mendadak ia tersenyum membayangkan Bella yang bucin padanya bahkan menjamin hidupnya saat ini, padahal Guntur hanya memberikan perhatian dan rayuan saja dengan modal wajah tampannya. Suara ketukan pintu itu kini terdengar lebih keras dari sebelumnya. Ia pun segera bangkit, berjalan menuju pintu. "Iya, iya, sabar dulu, Bel," sahutnya setengah berteriak kala lagi-lagi pintu itu digedor. Namun, saat pintu dibuka, wajahnya mendadak pias, jantungnya berdebar dengan kencang melihat beberapa orang yang ada di hadapannya. Beberapa diantaranya berpakaian seragam polisi. 'Po-lisi?' pekiknya dalam hati. Seketika ia menjadi panik, tubuhnya refleks ingin kembali masuk ke dalam tapi petugas itu langsung mencekalnya. Anak buah Pak Biru dan anggota tim polisi langsung menerobos masuk, memeriksa ruangan dengan teliti. Guntur, yang kini tidak bisa lagi menghindar, digirinPart 75 "Bu, Mas Gun ditangkap polisi," ucap Mega dengan nada bergetar. Raut wajahnya tampak sedih. Ia baru saja pulang dari rumah sakit kemarin, tapi kabar tentang Guntur begitu mengusiknya. "Ditangkap polisi? Atas kasus apa? Apa karena penggelapan dana uang perusahaan Saga?" Mega menggeleng pelan. "Bukan itu, ini kasusnya beda lagi, Bu. Ternyata ..... dia yang nyuruh orang buat nusuk Mas Saga!" Klotak! Bu Siti meletakkan pisau yang dipegangnya begitu saja. Memutar bola mata menatap putrinya seolah tak percaya. Ia sungguh terkejut mendengar hal itu. "Jadi dia nusuk Saga?" "Dia bayar orang buat nusuk Mas Saga, Bu. Dan mereka sudah ditangkap. Ayahnya Mas Saga yang menuntut mereka," sahut Mega dengan mada getir. Dadanya terasa sesak, seakan ada batu besar yang menghimpit. Bu Siti menggeleng pelan seolah tak percaya.
Part 75B Selama perjalanan, mereka terus berbincang ringan, saling menggoda dengan humor-humor kecil, dan penuh canda tawa. Suasana di dalam mobil terasa hangat dan penuh cinta, menjadikan perjalanan menuju rumah ayah Saga terasa lebih menyenangkan. Sesampainya di rumah itu, mereka turun dari mobil. Keduanya saling melempar senyum. Saga menggandeng tangan Damay menemui sang ayah yang menunggunya di teras. "Anak dan menantu ayah sudah datang." Mereka menyalami tangan ayahnya dengan takdzim. "Bagaimana kabar ayah?" "Alhamdulillah, kau lihat sendiri, Nak, kaki Ayah udah membaik, meski masih butuh bantuan tongkat untuk berjalan." Damay tersenyum. "Semoga lekas sembuh seperti sedia kala ya, Yah," ucapnya lalu menyerahkan bingkisan kue untuk ayah mertuanya. "Ayah, ini ada kue kering buatanku." "Wah, terima kasih banyak ya, Nak. Ayah pasti akan memakannya, kamu memang pin
Part 76"Bos, siang nanti ada jadwal sidang kasusnya Guntur. Bos mau datang langsung atau cukup saya saja yang mewakili?" tanya Pak Tom. Mereka tengah berbincang di ruang kerja Saga."Aku akan hadir.""Baik, Bos. Pak Heri juga sudah menyiapkan beberapa saksi lain. Semoga saja Guntur dijatuhi hukuman yang setimpal." Saga mengangguk datar, masih tenggelam dalam pikirannya. Ia meraih secangkir kopi dan menghirupnya dalam-dalam, berusaha menenangkan pikiran yang tengah khawatir."Saat sidang nanti, pastikan semua saksi siap dan koordinasi dengan tim hukum kita," ujar Saga sambil menatap Pak Tom. "Kita perlu memastikan semua bukti dan keterangan yang diperlukan sudah lengkap.""Jangan khawatir, Bos. Pak Heri sudah mempersiapkan segalanya dengan matang."Saga menatap jam di dinding. "Kita akan berangkat sebentar lagi agar sampai di sana tidak terlambat. Pastikan juga kita punya waktu cukup untuk persiapan sebelum sidang dimul
Part 76BHakim memandang ke arah Guntur, yang duduk dengan kepala tertunduk."Saudara Guntur, Anda telah terbukti secara sah dan menyuruh seseorang untuk melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat terhadap korban. Pengadilan harus memberikan sanksi yang setimpal untuk menjaga keadilan dan mencegah terulangnya perbuatan serupa. Berdasarkan Pasal 354 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pengadilan menjatuhkan hukuman penjara selama lima tahun kepada Anda, Saudara Guntur Prasetya."Hakim menutup dokumen dan menatap Guntur dengan tatapan serius."Selama masa hukuman, Anda diharapkan untuk merenung dan bisa memperbaiki diri. Demikian putusan ini dibuat sesuai dengan hukum yang berlaku. Sidang ini ditutup."Hakim mengetuk palu sekali lagi, menandakan akhir dari putusan, sementara Guntur tetap duduk dengan kepala tertunduk, merasakan beban berat dari keputusan tersebut.Petugas pengadilan bergerak untuk mengatur proses administra
Part 77"Mas, ada Mega," ucap Damay. Saga menoleh sejenak dan menatap adik iparnya itu.Mega hanya tersenyum kaku sambil menyapanya."Mas, Mega kesini nganterin pecel sama gorengan, katanya ibu mulai jualan pecel keliling."Saga manggut-manggut. "Mas, Mbak, aku pamit pulang dulu ya!" pungkas Mega."Kamu naik apa?""Aku naik ojek, Mas.""Biar nanti diantar sama Pak Tom saja.""Gak usah, Mas, aku gak mau merepotkan. Lagi pula aku lagi belajar mandiri."Saga dan Damay saling berpandangan sejenak, lalu mengangguk pelan, menghargai keinginan Mega."Oh ya sebelum kamu pulang, ada yang ingin aku obrolkan denganmu, Mega," kata Saga dengan nada serius.Mega menatap kakak iparnya dengan pandangan penuh tanya. "Tentang apa ya, Mas?""Tentang suami kamu.""Mas Guntur?"Saga mengangguk. Ia pun m3nceritakan perihal sidangnya tadi siang. "Jadi .... suami kamu dihu
Part 77B Beberapa hari berlalu .... Suara alarm pagi membangunkannya dari mimpi indah. Saga meregangkan tubuhnya. Mengerjapkan mata pelan, dan melirik ke samping, namun Damay sudah tak ada di tempatnya. Saga melebarkan matanya, sembari membuang rasa kantuk yang tersisa. Menatap ke arah jam beker yang berdering menunjukkan pukul empat pagi. "Sayang, kamu dimana?" tanya Saga setengah berteriak. Saga segera melompat dari ranjangnya dan keluar dari kamar. Suara-suara di dapur menandakan bahwa Damay sudah bangun lebih awal dari biasanya. Saga berjalan menuju dapur, di mana Damay tampak sibuk menyiapkan sesuatu di sana. Damay masih berdiri, matanya terfokus pada sepotong kue yang sedang didekorasi. Meja di depannya sudah dipenuhi bahan-bahan dan peralatan kue. Aroma harum dari kue dan coklat segar mengisi udara pagi, memberikan nuansa hangat pada dapur yang dingin. Saga berhenti sejena
Part 78 Tiba-tiba, seorang pejalan kaki muncul dari balik mobil parkir dan berjalan dengan cepat. "Maass. Awaaaasss ....!!" Saga yang panik mencoba menghindari dengan mengerem mendadak. namun mobilnya tetap menabrak pejalan kaki tersebut. Mobil seketika berhenti. "Astaghfirullah, Mas ....!" ujar Damay terkejut, jantungnya berdebar dengan sangat kencang. "Bagaimana ini?" "Damay, aku minta maaf! Aku tak bisa menghindarinya," kata Saga. Lelaki itu melepas sabuk pengamannya dan keluar dari mobil untuk memeriksa keadaan. Seketika langkahnya membeku saat melihat yang ia tabrak ternyata .... "Tante?!" pekiknya. Ia langsung menghampiri perempuan itu yang mengerang kesakitan. Damay pun sudah keluar dari mobil dan menghampiri Saga. "Lho, Tante Nova!!" Nova sempat melirik ke arah Damay namun tak mampu berkata apa-apa, hanya mendesis kesakit
Part 78B Pak Biru datang bersama sang sopir. Ia langsung menghampiri sang anak yang duduk di ruang tunggu. Sementara Damay menunggui Nova di dalam ruangan. "Bagaimana, Nak?" tanya Pak Biru. "Ayah, Tante Nova sudah dipindahkan ke ruang perawatan." Pak Biru mengangguk lalu mengikuti langkah Saga menuju ruang perawatan Nova. Pintu ruangan dibuka perlahan. Pak Biru dan Saga melangkah masuk dan melihat Nova yang terbaring di ranjang rumah sakit, dikelilingi oleh beberapa peralatan medis. Damay, yang duduk di samping ranjang Nova, terlihat khawatir namun berusaha untuk tetap tenang. Pak Biru menghampiri Nova yang ternyata sudah sadarkan diri. Ia berkata dengan lembut, "Nova, bagaimana keadaanmu? Apa yang dokter katakan?" Nova mencoba tersenyum meskipun rasa sakitnya masih terasa. "Mas, kamu datang?" tanyanya dengan mata yang berbinar dan berkaca-kaca. Pak Biru hanya meng