“Kasian sekali Rini,” gumammnya lirih, air matanya terus mengalir.“Terima kasih sudah peduli dan menjaganya selama ini, Meli,” ucap Andri yang mendengar gumaman Meli. Air mata Meli semakin deras mendengar kalimat Andri.“Dia wanita yang baik, sayangnya dia tak pernah bernasib baik. Dia terlalu mencintai Pak Andri tapi Bapak tak pernah perduli padanya,” isaknya.“Apa maksudmu, Nak?” tanya Bu Susi. Sementara Andri hanya diam tak menanggapi.“Aku bahkan pernah mendapatinya terkulai lesu di tiolet kantor dengan tangisan yang menyayat hati ketika dia mendengar Pak Andri menuduhnya sudah merekayasa semua sehingga pak Andri menikahinya.” Meli memberanikan diri menatap Andri, sementara Andri mengeryitkan kening dan menunggu Meli meneruskan kalimatnya.“Dia tak sengaja mendengar percakapan Pak Andri dengan Pak Eko pada saat bapak mempertanyakan kenapa Pak Andri bisa menikahinya, dia tau Pak Andri menuduhnya sebagai wanita yang pura-pura polos untuk menjebak Pak Andri. Betapa hancurnya peras
Pagi ini Nuri mengunjungi Rini di rumah sakit setelah mendapat kabar dari Andri bahwa Rini sudah melahirkan melalui proses operasi caesar. Nuri menyalami Bu Susi dan mencium punggung tangan wanita paruh baya itu saat Nuri berkunjung ke ruang rawat Rini.“Rini belum siuman, Bu?” tanya Nuri lembut dengan suara pelan.“Belum, Nak. Dia belum siuman sejak habis dioperasi tadi malam. Menurut dokter Rini tengah dalam kondisi koma.”Nuri menarik nafas panjang sambil menatap Rini terbaring tak berdaya. Dia sudah mengetahui kondisi Rini karena semalam dia berbalas pesan melalui applikasi Whatsapp dengan Andri. Nuri meraih tangan Rini yang terkulai tak berdaya kemudian mengusap-usap punggung tangan wanita itu. Rasa haru menyelimuti hatinya ketika memandang wajah datar Rini yang tengah tertidur.“Mbak tau kamu kuat, bangun,ya. Mas Andri dan bayi kalian menantimu,” bisiknya di dekat telinga Rini. Nuri merapikan jilbab wanita itu dengan lembut.“Mas Andri ke mana, Bu?”“Andri lagi pulang ke rumah,
“Mas kangen bertukar cerita denganmu, Dik.” Andri menatap dalam mata Nuri. Nuri yang menerima tatapan tajam dan dalam dari Andri merasakan desiran halus di dalam hatinya. Buru-buru dialihkannya perhatiannya dengan memalingkan muka dan kembali menatap pada Rini.“Gimana keadaan bayi kalian, Mas?”“Bayinya prematur, Dik. Masih harus dirawat intensif sesuai prosedur penanganan bayi prematur.”“Kamu sudah memberinya nama, Mas?” tanya Nuri lagi.“Sudah, Namanya Bilqis,” lirihnya sambil melirik Nuri.“Bilqis?” Nuri terkejut mendengar nama itu. Itu adalah salah satu pilihan nama yang dulunya akan diberikan pada Nanda sewaktu bayi. Namun akhirnya dia dan Andri sepakat untuk memilih nama Ananda waktu itu. Andri pun dulu berkelakar jika nama “Bilqis” akan menajadi stok nama untuk adiknya Nanda nantinya, sebelum akhirnya Dokter memvonis Nuri tak bisa memberinya keturunan lagi.“Kamu ingat nama itu, Dik?” Andri tersenyum padanya.“Mas sudah mendiskusikannya dengan ibunya memberikan nama itu?”“Be
“Nuri?”Nuri tersentak dan segera mengusap wajahnya ketika mendengar namanya dipanggil. Adit melangkah dari ujung koridor ke arahnya.“Habis nengok Rini? Gimana kondisinya?” tanya Adit sambil tersenyum padanya. Adit sudah memperhatikan Nuri dari tadi, sejak wanita itu keluar dari balik pintu dan berdiri terpaku di sana sambil menutupi wajahnya. Adit tau, Nuri sedang berusaha menahan luapan perasaannya.“Rini masih belum sadar, Dit,” jawab Nuri dan membalas senyum Adit. “Ibu gimana?” lanjutnya.“Ibu sudah diperbolehkan pulang hari ini, itulah sebabnya aku mencarimu ke sini.”“Oh, kalau begitu ayo ke ruangan ibu, Dit. Kita bantuin beres-beres barang.”“Udah, Ri. Aku udah beresin semuanya tadi.”“Aduh, maaf ya, Dit, sepertinya aku terlalu lama di sini.”“Nggak apa-apa, Ri. Di dalam ada siapa? Apa aku boleh menengoknya?”“Di dalam cuma ada Mas Andri. Nggak usah, Dit. Aku sudah sampaikan salam darimu tadi padanya. Kita fokus ke ibu aja yuk, aku rasa ibu juga udah nggak sabaran mau pulang
Eko terlihat kewalahan mengatasi beberapa masalah di kantor Andri sejak boss nya itu harus bolak-balik ke rumah sakit menunggui istrinya. Eko tersenyum lega ketika melihat pintu ruang meeting terbuka dan sosok Andri yang tinggi tegap muncul dari balik pintu. Dia sudah merasa panik ketika beberapa orang yang hadir disana tadi menyerang perusahaan mereka dan menuding mereka bermain curang karena beberapa urusan proyek yang terbengkalai.Andri langsung mengambil alih posisi pimpinan meeting dan melakukan beberapa negoisasi dengan semua partner bisnisnya yang ada di sana. Meeting pun berakhir setelah Andri berhasil meyakinkan bahwa perusahaannya akan bersikap profesional. Andri masih duduk bersandar pada kursinya sambil memejamkan matanya ketika ruang meeting itu sudah sepi, sementara Eko masih tetap setia berdiri di sana menemaninya. Beberapa kali lelaki itu menarik nafas panjang kemudian mengembuskannya kembali dengan kasar. Begitu banyak masalah pelik yang membebani pikirannya saat ini
Andri hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar penjelasan putranya, sedangkan Bu Susi hanya diam menyimak percakapan ayah dan anak itu.Rizal, Andin dan Nuri yang sedang berbincang di ruang tengah langsung menuju ke ruang tamu ketika mendengar Andri dan Bu Susi mengucapkan salam.“Silakan duduk,” ucap Nuri pada Andri. Sedangkan Bu Susi sudah diajak Nanda ke ruang tengah untuk memamerkan mainan barunya pada neneknya itu.“Selamat ya atas pernikahan kalian,” ucap Andri pada Rizal dan Andin setelah mereka semua duduk di ruang tamu.Rizal dan Andin saling menatap mendengar Andri mengucapkan selamat kepada mereka berdua.“Kenapa baru ngucapin sekarang? Kami kan udah lama menikah?” tanya Andin heran.“Aku baru mengingat semuanya.”“Jadi ingatan mu sudah kembali?” seru Andin takjub dengan suara nyaringnya.“Iya.”“Kamu kok nggak kaget, Ri?” tanya Andin pada Nuri.“Aku sudah tau.”“Wah … wah … jadi kamu udah ingat kalau wanita cantik soleha dan baik hati yang ada di depanmu ini sudah bu
“Nggak ada persiapan apa-apa, Kak.”“Kudengar dari Adit, ibunya menginginkan agar hubungan kalian segera diresmikan.”“Iya, Kak. Itu keinginan Bu Safa. Aku dan Adit hanya mengikuti maunya beliau aja ”“Andri sudah tau?”“Sudah, Kak. Aku nggak tau dia tau dari mana dan dari siapa. Aku juga tidak punya kewajiban untuk melaporkan semua tentangku padanya.”Rizal tersenyum pada adiknya itu. Rizal memahami satu hal bahwa semakin keras adiknya itu menjauh dan menghindari Andri, makin terlihat di mata Rizal bahwa adiknya itu malah semakin menyiksa batinnya sendiri.“Semoga kamu bisa benar-benar menemukan kebahagiaanmu, Dek.”Mereka semua terkejut ketika Andri keluar dari kamar Aldy dengan terburu-buru. Lelaki itu masih meletakkan ponselnya di dekat kupingnya dan sepertinya sedang menelpon. Nuri memicingkan mata melihat ekspresi yang ditunjukkan Andri, dia tau Andri sedang dalam kondisi panik, Nuri masih sangat hafal semua tentang lelaki itu. Andri terlihat buru-buru menghampiri Bu Susi yang m
“Apakah dia tidak mengalami kekurangan apapun, Dok?” tanya Andri lagi. Dia pernah mengalami kondisi koma dan kemudian terbangun dengan kehilangan sebagian ingatannya, Andri khawatir kejadian serupa menimpa Rini.“Sejauh ini tidak ada yang mengkhawatirkan selain kondisi pasien yang masil lemah dan tekanan darahnya yang masih jauh di atas normal.”“Pak Andri ... Mbak Nuri ... Ibu ….” Suara lirih Rini hampir tak terdengar.“Saya pamit dulu, kami akan terus memantau kondisi pasien. Silahkan memanggil petugas medis jika terjadi sesuatu pada pasien ” pamit dokter dan perawat yang memeriksa Rini.“Baik terima kasih, Dok.”“Apa aku boleh melihat bayiku?” tanya Rini lirih. Andri menghampirinya dan mengusap pipinya. Sedangkan Nuri dan Bu Susi hanya berdiri di sampingnya.“Bayimu cantik, Rin. Dia mirip sepertimu. Aku akan mencoba bicara pada perawat apakah kamu bisa melihat bayimu,” ucap Andri lembut masih sambil mengusap pipi Rini.Nuri tertunduk melihatnya.“Aku ke ruang rawat Bilqis dulu, ya,
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe