Nuri kembali memejamkan matanya, kemudian menatap mata Bu Asiyah sesaat. Nuri melihat binar harapan pada manik mata ibunya itu. Bu Aisyah hanya menginginkan kebahagiaannya, itu yang selalu dikatakannya pada Nuri. Dan Adit berjanji akan membahagiakannya jika Nuri mau menerimanya. Mungkin ini memang jalan dari-Nya? pikir Nuri. Nuri menghela nafasnya dalam-dalam.“Baiklah Pak ... Bu .... Saya akan memberi jawaban saya sekarang. Bismillahirrahmanirrahim, saya menerima lamaran ini.” Semua yang ada di sana terkesiap mendengar kalimat Nuri. “Alhamdulillah,” ucap mereka serentak.“Terima kasih nNk Nuri, terima kasih.” Bu Safa menghampiri Nuri dan merangkulnya. Sementara Adit terlihat berkaca-kaca mendengar Nuri menerima lamarannya, Pak Wahyu yang duduk di sampingnya merangkul dan menepuk-nepuk pundak putra kesayangannya itu. “Selamat ya, Nak,” kata Pak wahyu pada Adit yang hanya dibalas anggukan oleh Adit.***“Kamu lagi nggak demam kan, Ri” tanya Andin sambil meletakkan punggung tangannya
Nuri tak bisa memicingkan mata memikirkan apa yang baru saja terjadi. Dia baru saja menerima lamaran Adit di hadapan keluarga Adit dan keluarganya. Apakah keputusanku ini sudah benar? Kenapa aku jadi takut menghadapi hari esok? Apakah Adit memang jodoh yang ditakdirkan Allah untuk mejaganya? berbagai pertanyaan timbul dalam benaknya. Nuri tersentak kaget dari lamunannya ketika mendengar ponselnya berdering di atas nakas. Pesan dari Adit.[Selamat tidur, Bidadariku. Mimpi yang indah. Terima kasih telah menerimaku, aku ingin mempimpikanmu malam ini.]Nuri tak membalas pesan Adit. Dia bingung harus membalas apa, Nuri masih belum terbiasa dengan status mereka saat ini.Drrrttt… Drrttttt… ponselnya berdering.“Halo.”“Belum tidur? Kok pesanku nggak dibalas?”“Baru mau tidur, Dit. Suara ponselku membangunkanku.”“Baru mau tidur apa nggak bisa tidur? Jangan terlalu memikirkanku, biar aku saja yang memikirkanmu.”“Apaan sih, Dit. Kamu jadi kayak abege gini. Ingat umur Dit, aku malu diperlakuk
“Ibu punya kelainan jantung, tapi sudah beberapa tahun ini nggak pernah kambuh. Nggak tau deh tadi kenapa ibu tiba-tiba pingsan di rumah. Untung pas ada bapak yang nemanin di rumah.”Adit dan Nuri terus aja berbincang dengan berbisik-bisik.“Untuk sementara pasien harus dirawat inap dulu di sini, kami akan melakukan observasi pada pasien untuk mencari tau penyebab penyakitnya kambuh lagi,” kata dokter.“Baik, Dok,” sahut pak Wahyu.“Hubungi kami jika pasien mengalami sesak nafas atau keluhan lainnya. Dan biarkan pasien beristirahat, jangan terlalu banyak mengajaknya bicara dulu,” kata dokter dan kemudian pamit dari sana diikuti oleh perawat yang menemaninya.“Nuri kok ikut kemari? Siapa yang mengabarimu, Nak?” tanya bu Safa dengan suara lemah.“Adit yang mengabariku, Bu. Ibu istirahat dulu ya. Jangan banyak gerak dan banyak ngobrol dulu, kata dokter tadi ibu harus banyak istirahat” sahut Nuri sambil mengelus punggung tangan bu Safa.“Nuri betul, Bu. Istirahat saja dulu nggak usah men
Andri pun kembali buru-buru melangkah ke ruang UGD. Sementara Nuri masih terdiam bingung, ada keinginannya untuk ikut ke dalam dan menengok Rini namun kemudian dia memilih melangkah meninggalkan rumah sakit itu menuju parkiran mobilnya.Setelah mandi dan berganti pakaian, Nuri masih terus memikirkan keadaan Rini yang tadi dijelaskan oleh Andri padanya. Menurut perkiraan Nuri, usia kehamilan Rini saat ini sudah memasuki usia trimester ketiga, tapi mengapa dia masih mengalami muntah-muntah? Sedangkan menurut pengalamannya yang sudah dua kali mengandung dan melahirkan, dia hanya merasakan mual dan muntah di awal-awal usia kehamilannya. Berbagai pertanyaan terlintas di benak Nuri, ada penyesalan di hatinya kenapa tadi tidak memilih menyusul Andri dan melihat kondisi wanita itu. Nuri pun memutuskan menanyakan keadaan Rini pada Andri.[Assalamualaikum, Mas. Bagaimana keadaan Rini?]Pesan Nuri terkirim dan langsung terbaca oleh Andri ditandai dengan centang biru yang terlihat di layar ponsel
“Assalamualaikum.” Nuri masuk dan menyapa Rini dan Meli yang ada di sana.“Walaikumsalam,” sahut Rini dan Meli.“Hai mbak Nuri, kok tau Rini di sini?” tanya Rini dengan suara lemah.“Tau dari mas Andri, Rin.”“Pak Andri?”“Iya. Kemarin kebetulan aku ketemu mas Andri di sini. Gimana keadaanmu?”“Aku baik-baik saja, Mbak.”“Tidak, Rin. Kamu tidak sedang baik-baik saja. Lihat ini kakimu bengkak.”“Mmmm ... maaf, Mbak, waktu Mbak Nuri dulu hamil nggak bengkak gini kakinya? Aku pikir semua ibu hamil memang seperti ini. Aku mau nanya pada Bi Sum sedangkan beliau sendiri belum pernah menikah.”“Kamu nggak rutin memeriksakan kehamilanmu, Rin?”“Nggak, Mbak. Selama hamil cuma tiga kali aku memeriksakan kandungan.”“Ya Allah, Rin. Kenapa jadi teledor gitu. Mas Andri nggak cerewet nyuruh periksa tiap bulan?”Rini tampak diam dan melamun.Sepertinya aku salah ngomong, batin Nuri. Dia sudah mendengar pengakuan dari Andri jika lelaki itu tak pernah begitu peduli selama Rini mengandung.“Nggak, Mbak,
“Tunggulah sebentar lagi kak Rizal ke sini,” kata Nuri setelah menutup telpon.“Terima kasih, Mbak.”Tak berapa lama kemudian pintu diketuk. Rizal dan Andri muncul di depan pintu.“Silakan masuk, Kak,” kata Nuri pada Rizal setelah berbalas salam.Rizal masuk dan berdiri di samping Nuri, sedangkan Andri memilih duduk di sofa memperhatikan semua yang terjadi di sana.“Maafkan aku,” ucap Rini lirih pada Rizal.“Kamu nggak salah, Rin. Akulah yang seharusnya meminta maaf,” jawab Rizal.“Maafkan atas semua kesalahpahaman yang terjadi selama ini, maafkan atas sumpah serapah yang pernah kuucapkan padamu, maafkan aku. Aku menyesal.” air mata Rini berderai.“Tenang, Rin. Jangan menangis, nggak baik untuk kesehatnmu.” Nuri kembali mengusap air mata Rini. Andri yang menyaksikannya dari sofa pun terharu melihat pemandangan di depannya, betapa luasnya hati seorang Nuri menyayangi Rini seperti itu. Makin bertambah rasa kagumnya pada wanita yang telah memberinya 2 orang anak itu.“Apa aku boleh meman
“Ibu hanya takut nggak bisa menyaksikanmu menikah, Nak.” “Bu, ibu nggak akan kenapa-kenapa. Ibu akan baik-baik saja. Nuri baru saja menerima pinanganku, Bu. Terlalu cepat jika ibu meminta kami menikah dalam waktu dekat ini.” “Nuri, bagaimana pendapatmu, Nak? Ibu benar-benar ingin melihat kalian menikah secepatnya.” “Bu, jangan berpikir yang tidak-tidak dulu. Terus terang Nuri belum siap jika secepat ini, Bu. Banyak yang harus Nuri persiapkan, terutama mental anak-anak Nuri.” “Tunggu apa lagi, Nak. Kamu sudah menerima lamaran Adit. Dan kami semua menyayangi anak-anakmu, mereka nggak akan kekurangan kasih sayang. Malah anak-anakmu akan mendapatkan lebih banyak limpahan kasih sayang lagi jika kalian menikah.” Hening sejenak. “Tolong kabulkan permintaan ibu, Nak. Ibu hanya ingin melihat Adit bahagia. Dan hanya nuri yang bisa membuatnya bahagia, ibu yakin itu.” “Jangan mendesak Nuri, Bu. Kasian Nuri. Adit bahagia, Bu. Nuri menerima pinangan Adit aja, Adit sudah sangat bahagia, Bu. Be
Andri ditemani Bu Susi dan Meli menunggu dengan gelisah di depan ruang operasi. Bu Susi baru tiba dari Medan sore tadi untuk menemani putranya menunggu kelahiran anak ketiganya. Sudah satu jam lamanya mereka menunggu di depan ruang operasi namun lampu indikator di depan ruangan itu masih menyala yang menandakan bahwa operasinya belum selesai.Andri terus saja mondar – mandir sedangkan Bu Susi dan Meli hanya duduk diam di kursi yang ada di sana. Beberapa kali Andri terlihat mengusap kasar wajahnya, selain memikirkan keselamatan Rini dan bayinya, pikirannya juga masih diganggu oleh percakapan Nuri dan Adit yang tadi didengarnya dari ruangan Bu Safa. Andri meremas rambutnya sendiri sambil memejamkan matanya.“Jangan panik begitu, Nak. Lebih baik banyak berdoa agar proses operasinya lancar serta istri dan anakmu selamat dan sehat,” bujuk bu Susi yang meilhat begitu frustasinya putranya itu. Bu Susi menganggap Andri terlihat frustasi karena menantikan istri dan anaknya. Andri hanya tersen
“Bang, pulang yuk! Kita nggak dianggap di sini. Dunia serasa milik mereka berdua tuh.” Andin menyebikkan bibirnya sambil menoleh pada Rizal.“Jangan pulang dulu dong, Ndin. Aku boleh minta sesuatu nggak?” tanya Nuri.“Apaan? Asal jangan meminta bayi dalam kandunganku. Kamu kan udah dapat bonus bayi dari Mas Andri.”“Sayang!” Rizal menegur lembut istrinya sambil menggelengkan kepalanya. Dia takut Andri tersinggung dengan ucapan istrinya.“Nggak apa-apa. Aku sangat terhibur dengan kalian berdua,” ucap Andri yang mengerti maksud Rizal.“Jadi minta apa, Ri?” tanya Andin.“Untuk beberapa hari kedepan bisa nggak kalian menginap di sini dulu menemani Ibu dan anak – anak.”“Maksud kamu, Ri?”“Aku dan Mas Andri berencana untuk berlibur keluar kota beberapa hari.”“Jadi kamu setuju, Dik?” tanya Andri dengan tatapan berbinar –binar.“Iya, Mas. Semoga anak-anak juga mengizinkan, ya.”“Wuihhh, aku cemburu pada kalian berdua. Yang pengantin baru siapa yang bulan madu siapa!” Andin kembali mengerucu
“Tapi kita bukan pasangan pengantin baru, Mas.” Protes Nuri. Wajahnya sedikit bersemu merah menerima tatapan menggoda dari suaminya.“Bagiku kita adalah pengantin baru, Sayang. Dan akan selalu begitu. Kita akan menjalani hari-hari kedepan seperti pengantin baru setiap harinya. Kamu mau kan?” Andri menarik mengencangkan pelukannya di bahu Nuri yang membuat tubuh wanita itu masuk kedalam dekapannya. Andri mencium pucuk kepala Nuri. “Boleh minta lagi nggak?” tanyanya mengedipkan mata.“Aku ke sini buat manggil sarapan, Mas. Ayo, sepertinya yang lain sudah menunggu kita.” Nuri menjauhkan tubuhnya. Dia pun sebenarnya susah payah menahan hasratnya untuk tetap berada dalam dekapan hangat suaminya.“Ah, padahal aku ingin sarapan yang lain.” Andri masih menggodanya.“Udah ah, Mas!”“Makanya kamu ambil cuti ya, Dik. Kita liburan berdua.”“Kita bicarakan nanti ya, Mas. Yuk, sarapan dulu.” “Morning kiss dulu, dong,” pinta Andri memajukan bibirnya.Cup! Nuri mengecupnya sekilas. Mata Andri berbin
Kembali Andri dan Nuri tak sanggup menahan keharuan ketika mereka bersujud dalam salat, sajadah keduanya basah dengan air mata penuh rasa syukur atas semua yang sudah mereka lalui.“Aku mencintaimu, Nuri-ku. Perasaanku tidak pernah berkurang meski takdir memisahkanku darimu,” ucap Andri lembut dan memberi kecupan pada kening Nuri setelah mereka melewati malam panjang berdua.“Aku juga mencintaimu, Mas,” jawab Nuri manja sambil menyandarkan kepalanya di dada lelaki yang tak pernah pergi dari hatinya itu.“Sarapan apa pagi ini, Bi?” tanya Nuri pada Bi Ina yang sedang sibuk di dapur.“Ini lagi bikin nasi goreng, pancake dan roti bakar, Bu.”“Ooh, ada yang pesan nasi goreng, Bi? Nggak biasanya sarapan nasi goreng.”“Nggak ada yang pesan, Bu. Bibi hanya membuat nasi goreng kesukaan Pak Andri.”Nuri tersenyum. Beruntung sekali dia dulu menerima Bi Ina ketika seorang keluarga jauhnya merekomendasikan Bi Ina saat Nuri sedang mencari tenaga ART. Bi Ina orang yang jujur, baik dan sangat menyaya
Andri mengetuk pintu kamar Nuri kemudian membukanya perlahan. Nuri yang sedang merapikan beberapa barang diatas meja riasnya menoleh ke arah pintu dan tersenyum melihat kehadiran Andri di sana.“Silakan masuk, Mas. Maaf aku masih merapikan beberapa barang yang tadi berantakan di sini,” ucapnya.“Mau kubantu, Dik?” tanya Andri.“Nggak usah, Mas. Sebentar lagi beres kok. Oiya, ibu masih nginap di sini?”“Ibu sudah pulang ke rumah, Dik. Katanya nggak bawa baju ganti jadi tadi minta antar pulang. Maaf nggak sempatin pamit, tadi ibu nyari kamu untuk berpamitan tapi sepertinya kamu sedang mandi tadi.”“Oh, nggak apa-apa, Mas. Insya Allah besok kita jemput ibu lagi ke sana. Kasian beliau sendirian di sana.”“Iya, Dik. Besok aku ada janji dengan perawat Bilqis juga dan ibu juga ingin ikut menengok Bilqis.”Nuri mengangguk tersenyum. “Besok kita ke sana bersama-sama ya, Mas.”“Teririma kasih, Sayang,” ucap Andri dengan suara serak. Nuri tersipu malu mendengar kata ‘sayang’ bibir lelaki itu. P
Rizal tersenyum bahagia melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah Nuri. 'Aku akan menebus kesalahanku padamu dengan menjaga Nuri, Ayah. Aku melihat senyummu di balik senyumannya,' batin Rizal. Setelah tamu satu persatau mulai meninggalkan rumah Nuri, Andri dan Nuri yang sedang duduk bersantai di ruang tengah terkejut dengan kemunculan Bi Ina dengan deraian air mata di sana.Bi Ina sedari tadi tidak kelihatan diantara para tamu karena sibuk di belakang. Dengan deraian air matanya, Bi Ina memberi selamat pada kedua majikan yang begitu dihormatinya itu.“Bi Ina kok nangis gitu? Nggak suka saya balik ke rumah ini lagi?” tanya Andri sengaja bercanda. Dia tau Bi Ina dari dulu sangat berharap dia kembali ke rumah ini. Bi Ina bahkan beberapa kali menangis memohon padanya agar majikannya itu kembali bersama seperti dulu lagi.“Tidak, Pak. Justru sebaliknya saya sangat bahagia. Saya bahagia melihat keluarga Pak Andri dan Bu Nuri kembali bersatu. Ini adalah impian saya selama ini. Saya hanya
Andri dan Nuri serta Aldy dan Nanda masih berkeliling menyapa semua keluarga mereka yang hadir di rumah Nuri. Bu Susi yang dari tadi hanya diam menyaksikan semua yang terjadi di sana memeluk Nuri dengan erat ketika Nuri dan Andri serta kedua anak mereka menghampirinya.Tak ada kata yang keluar dari bibir wanita tua itu, hanya terdengar tangisan lirih membungkus keharuan yang dirasakannya. Nuri pun kembali menitikkan air mata harunya dalam dekapan ibu mertuanya itu.“Ibu tak bisa berkata apa-apa, Nak. Kebahagiaan yang ibu rasakan tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Pemandangan ini membuat perasaan ibu sesak dengan rasa bahagia. Sayang sekali Bapak dan adikmu Nindya tak bisa menyaksikan ini,” ucap Bu Susi sambil menyeka air matanya.“Iya, Bu. Kita akan mengabari Bapak dan Nindya nanti,” sahut Nuri lembut.“Terima kasih, Bu. Andri yakin ini semua juga tak lepas dari doa – doa ibu selama ini. Terima kasih untuk selalu meminta kebahagiaan anakmu ini dalam setiap doamu Ibu,” ucap Andri d
Andri terpaku mendengar ucapan Nuri, ucapan Nuri membuatnya merasa terbang ke awan – awan. Hatinya yang tadinya sesak dengan kepedihan kini berganti sesak dengan kebahagiaan.Begitu mudahnya Allah membolak – balikkan keadaan dan hati seseorang, maka sesungguhnya kita hanya perlu berpasrah pada ketentuan-Nya. Kun Fayakun, tidak ada satu hal pun yang mustahil bagi Allah jika Dia menghendakinya.Setelah semuanya setuju, Andri duduk dengan gagahnya menggantikan posisi yang tadinya diisi Adit. Kemeja kuning pucat hadiah dari Nuri yang dikenakannya tampak serasi dengan kebaya putih kombinasi kuning gading yang digunakan Nuri.Jika dilihat sekilas, tidak akan ada yang menyangka jika posisi Andri ada di sana untuk menggantikan Adit. Semua tampak serasi, seperti telah direncanakan dengan sempurna. Ya, semua rencana Allah. Itulah yang membuat semua terlihat sempurna.“Andri Firmansyah, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid d
Ayah Andin, yang merupakan pemuka agama khusus datang dari Kalimantan memenuhi undangan anak dan menantunya untuk memberi khutbah dan wejangan pada calon pengantin. Jantung Adit berdegup kencang ketika tiba saatnya Rizal menatap tajam padanya dan menggenggam erat tangannya, sedangkan Nuri hanya duduk tertunduk di sampingnya sambil sesekali menghela napas pelan.“Danis Raditya, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan adik kandung saya yang bernama Nuri Wulandari binti Muhammad Rasyid dengan maskawinnya berupa uang sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah dan seperangkat alat sholat dibayar TUNAI!”Hening. Tidak ada jawaban dari Adit. Ujung mata pria itu melirik pada sesosok pria di sudut ruangan yang tertunduk dengan bahu terguncang naik turun sambil memangku gadis kecil yang terlihat heran melihat pria itu menangis. Bola mata Adit menatap tajam pada Rizal kemudian kembali melirik ke sudut ruangan lalu melirik Nuri yang hanya menunduk dan menunggunya mengucapkan ijab kabul.Rizal menyipitkan m
Andri membuka lemari pakaiannya dan memilih kemeja berwarna kuning pucat yang merupakan kemeja favoritnya. Kemeja itu menjadi hadiah ulang tahun terakhir yang dihadiahkan Nuri padanya sebelum akhirnya takdir memisahkan mereka. Bu Aisyah, Aldy dan beberapa kerabat Nuri menyambut kehadiran Bu Susi dan Andri ketika mereka ibu dan anak itu tiba di sana. Bu Aisyah tampak ramah seperti biasanya mengajak Bu Susi mengobrol membicarakan beberapa hal. Sementara perhatian beberapa orang yang ada disana terpusat pada Andri ketika pria itu datang. Nuri hanya mengundang beberapa keluarga dekatnya, dan mereka semua yang ada disana mengetahui siapa Andri. Aldy yang menyambut kedatangan papanya mengajak Andri masuk kedalam rumah dan memilih menemani papanya itu duduk di pojok ruangan. Beberapa orang terlihat hilir mudik mempersiapkan keperluan acara. Rizal menghampiri Andri ketika melihat lelaki itu duduk di pojok ruangan ditemani Aldy. Rizal dan Andri terlibat perbincangan ringan beberapa saat sebe