Share

5

Penulis: Fitri Soh
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-10 14:20:26

"Ayok, kita ke dokter sekarang." Om Redi berdiri yang segera disusul ayah dengan antusias. Ayah ini ya ampun, ngebet banget. Padahal ia dulu marah-marh saat kuberi tahu anaknua ini hamil. Tanganku yang memegang sendok begitu dingin, aku menatap Mama dengan memohon. Tolong aku, Maa, pleasee.

Mama menatapku jengkel. Ia akhirnya memandang suaminya lalu tatapannya pindah ke Om Redi yang menatapnya dengan heran karena mama tiba-tiba tertawa tampak dibuat-buat.

"Kenapa lah kau ini, Cin. Masih waras kan, kau?" Tangan Om Redi mendarat di kening mama dan ayah langsung melotot pada Om Redi.

"Dia mertuamu sekarang. Perbuatanmu tidak sopan," kata ayah protes. Tapi ia juga menatap Mama yang terus tertawa penuh keheranan.

"Apanya yang lucu? Kami sedang panik malah kamu tertawa." Ayah menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat jengkel.

"Yaa aku ngerasa lucu aja, Mas. Kan masih 3 bulan, yaaa belum keliatan lah jenis kelaminnya."

Ayah memicingkan mata. "Siapa yang mau melihat jenis kelaminnya? Kita hanya ingin memastikan apa kandungan Putri baik-baik saja."

"Betul tu. Coba kau lihat, wajah Putri pucat begitu. Apa kamu baik-baik saja?" Om Redi memandangku terlihat khawatir. Aku mengangguk, sedikit tersentak saat tangan suamiku ini tiba-tiba menarikku berdiri.

"Ayo ke dokter sekarang."

Ayah mengangguk setuju. Aku menatap Mama memohon.

Mama mengibaskan tangan pada Om Redi setelah mendelik padaku. "Perempuan hamil tentu wajahnya pucat. Putri, ayo ke ruangan depan mama akan periksa." Lalu, mama memandang Om Redi dan ayah bergantian.

"Aku ini bidan masa kalian lupa. Soal USG, nanti saja setelah tujuh bulan bisa lihat jenis kelaminnya."

Ayah dan Om Redi saling pandang, entah apa yang mereka pikirkan.

Selamaaat, selamat. Aku bisa menghela napas lega begitu berbaring di ruang depan tempat mama membuka praktiknya.

"Anak nakal!" Mama mencubit pinggangku sambil sedikit melotot, mirip seperti ibu tiri kejam dalam dongeng Cinderella.

"Ma-maaa. Sa-kit, ta-uuu." Aku mengerucutkan bibir.

Mama kembali mendelik. "Ini yang terakhir mama membantumu. Kamu harus jujur saja. Cari moment yang tepat untuk jujur. Dengar?"

"Tapi, Ma?"

"Dengar?"

Aku mengangguk lesu. Mama jadi seperti ini padaku pasti sudah ketularan ayah.

"Kamu akan pusing sendiri jika terus berpura-pura."

"Kalau Om Redi marah bagaimana, Ma? Dia itu ngeri banget kalau marah." Ya. Aku memang sering banget dibentak-bentak sama Om Redi saat pergi diam-diam menemui pacarku sebelum meninggal. Kalau sampai ia tahu aku membual ... Aku bergidik sendiri, tak mau membayangkannya.

"Tinggal minta maaf."

Simpel sekali mama berucap. Cukup lama, barulah kami keluar dari kamar. Ayah duduk di kursi menggendong dedek berhadapan dengan Om Redi.

"Bagaimana? Apa kandungan Putri baik-baik saja?" Ayah menatapku terlihat cemas, dan mama tersenyum kecil. Tangannya terjulur kemudian meraih dedek yang mulai mengantuk. Mama mengayun-ayun dengan tangannya. Sangat pelan. Dan ayah menatap keduanya penuh cinta. Apa Om Redi akan seperti ayah yang begitu mencintai mama jika aku punya anak?

Tanpa sadar, tanganku mengusap perut. Kapan, yaa, aku hamil.

Om Redi memperhatikan gerakan tanganku, dan ikut mengusap perutku dengan wajah terlihat lega.

"Syukurlah anak kita baik-baik saja."

Mama mengangguk. Dedek sudah terlelap dalam gendongannya.

"Perempuan hamil itu wajar kalau pucat. Karena dia berbagi nutrisi Dengan janinnya. Mas, eh, Redi, jaga Putri dengan baik."

"Tentulaah. Aku akan jaga dia dengan baik, Ma-maa," sahut Om Redi dengan ujung kata mama dibuat manja, membuat ayah menatapnya memperingatkan.

"Okelah. Aku dan Putri cabut dulu kalau begitu." Berkata begitu, Om Redi mengulurkan tangan pada Ayah yang membuat ayah langsung terpana. Om Redi cengengesan.

"Kau kan mertuaku sekarang." Ia meraih tangan ayah dan menciumnya, membuat ayah tertawa kecil. Begitu pun mama. Keduanya mengantar kami sampai di depan pintu.

"Red, tolong jaga anakku dengan baik."

"Tentulaah. Kau tak perlu melakukan itu."

"Dan dia sangat manja. Kamu mengerti, kan?"

"Tentulah aku mengerti."

"Dan keras kepala."

Om Redi mengangguk. "Siaap!"

"Dan jangan biarkan putriku terlalu lelah."

"Siap, ayah mertua!"

Ayah langsung meninju pelan bahunya.

"Dan ingat putriku habis pendarahan. Kamu mengerti, kan?"

Om Redi mengangguk-angguk. "Mengerti sekali! Baiklah, ayo Putri, kita cabut."

"Tunggu sebentar." Ayah membalikkan badan, menuju ke kamarnya dengan langkah panjang-panjang. Tak lama kemudian, ia kembali membawa dua amplop. Satunya agak kecil mengembung, satunya lagi ukuran lebar. Mungkin isinya selembar kertas.

"Ini apa, laah?" Om Redi menerimanya saat ayah memberikan dua amplop itu padanya. Dibukannya lalu ditekankannya ke dada ayah sambil menatap ayah dengan wajah marah.

"Ini apalah, In. Kau tak perlu begitu padaku."

Ayah kembali memberikannya ke Om Redi. "Itu sertifikat rumah yang di muara. Kado dariku atas pernikahan kalian."

"Kau tak perlu melakukan ini. Aku pun punya rumah, lah. Kau seperti tak tau saja."

"Itu kado. Kamu tempati saja. Biar kamu mudah juga tidak perlu bolak-balik ke rumahmu ke muara tempat kamu kerja. Satu jam perjalan itu, bisa kamu habiskan bersama Putri."

Ah, ayah. Aku benar-benar terharu memiliki ayah sepertinya yang selalu galak banyak aturan tapi ada sisi baiknya juga. "Lalu ini apa, laah?" Om Redi memandang amplok yang tampak mengembung.

"Uang."

"Kau ini. Kau pikir aku tak ada uang!"  Om Redi mendekat pada ayah, mencengkeram kerah bajunya dan hampir menonjoknya tapi mama langsung melerai.

"Itu uang kado pernikahan dari aku, Mas."

"Kalian seolah-olah melakukan ini untuk menyogokku agar benar-benar mengurus Putri. Begitu?!" Tatapan tak suka terlihat jelas di mata suamiku. Aku menatap keduanya dengan ngeri. Sementara mama menggelengkan kepala.

"Jangan berburuk sangka dong, Mas. Memberi uang untuk anak sendiri itu gak salah."

Ayah mengangguk mengangguk membenarkan. "Aku tahu kamu dapat  uang setiap bulannya dari sawet. Tapi aku sebagai mertua ingin memberi. Sudahlah. Pulang sana!" Tangan ayah terjulur ke arah pintu.

Om Redi terdiam melihat ayah tampak kesal. Gak usah heran. Mereka selalu begini sejak dulu. Tapi gak lama juga pasti baikan.

"Jadi kau usir aku ceritanya?"

"Kamu bilang sendiri kamu harus kerja. Putri, jadi istri harus menurut pada suami. Kamu dengar perkataan ayah?"

Aku mengangguk. "Dengar, Yah."

"Redi, kamu harus penuhi janjimu, Putri habis pendarahan. Dengar?"

Om Redi meletakkan tangan ke dahinya. "Dengar ayah mertua!"

"Ini untuk kalian, kado pernikahan dariku dan Cinta." Ayah kembali menyodorkan amplop itu. Om Redi mendesah kesal, dan ayah memaksanya. Lalu ayah merogoh sakunya, memberi 4 lembar ratusan ribu padaku.

"Uang jajanmu."

Om Redi menatap ayah jengkel. Tangannya langsung menyambar tanganku yang hendak meraih uang dari ayah.

"Kau itu, In. Dia sudah jadi biniku sekarang. Tak perlu lagi kau beri dia uang jajan. Ayo kita pulang. Ayah kau buatku jadi darah tinggi!" Om Redi menarik tanganku.

"Redi, kamu harus tepati janjimu."

Om Redi tak menyahut.

"Dia menantu yang tak berbakti." Terdengar gerutuan ayah di belakang kami yang membuat Om Redi langsung bersungut-sungut.

"Tapi dia dari dulu selalu melindungi Putri."

"Iya itu benar."

Suara mereka tak lagi terdengar saat On Redi menutup pintu mobil dengan kesal begitu aku masuk. Mobil melaju pelan membelah jalanan yang sunyi. Aku sesekali melirik ke arah Om Redi yang masih tampak jengkel.

"Kenapa, Om?"

"Tak apa-apa lah. Hanya masih kesal pada ayah kau itu."

"Ayah memang begitu."

Ia membuang napas. "Sebagai ayah mertua katanya? Kita seumuran."

"Om kan nikah sama aku. Otomatis, ayah jadi mertuanya Om."

Ia menoleh, tangannya terjulur dan menarik pipiku. "Kau itu sungguh nakal. Bisa-bisanya kau suka padaku buatku jadi terjebak situasi seperti ini."

Aku berpaling karena malu. Dan akhirnya aku kembali memandangnya.

"Apa Om gak suka sama aku?"

"Ha ha ha. Hahaha." Ia langsung terbahak. Satu tangannya memegangi Perutnya. "Putri, kau itu jangan melawak, laah. Geli aku ini dengarnya. Kau itu sudah kuanggap anakku dari dulu."

Sesuatu yang menyakitkan menyeruak ke dadaku. Kami bahkan sudah tidur bersama sadar dengan sadar. Wajah Om Redi yang tampak mengejek membuatku menarik napas panjang, mencoba mengenyahkan rasa berat dan menyakitkan di dada.

"Apa Om mau belajar mencintaiku?" Aku menatapnya penuh harap.

Om Redi terpaku. Tampak ia menelan ludah.

"Om."

"Putri, jangan kau libatkan perasaan dalam pernikahan kita. Kau tau sendirilah, aku nikahi kau karena apa."

Karena anak dalam kandunganku. Sangat menyakitkan memikirkannya.

Om Redi terheran-heran saat aku mengusap air mata.

"Kenapa kau nangis? Kau tau hal itu sejak kita belum nikah."

Aku menelan ludah dengan susah payah. "Iya."

Tak ada percakapan lagi di antara kami. Hanya keheningan sepanjang jalan. Om Redi sesekali melirikku. Sungguh dia memang tak peka. Tuhan, tolong bisa tidak bisa, jadikan dia jodohku sampai mati.

Bab terkait

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    6

    "Kenapa kau?" Ia menoleh sekilas saat aku kembali mengusap air mata."Gak papa, Om." Masa di gak tahu aku sedih? Atau pura-pura gak tau? Segitunya banget."Nanti aku akan langsung ke muara.""Iya, Om."Ia memandangku, dan kembali menatap jalanan yang rusak parah membuat tubuhku sesekali terlonjak-lonjak ke atas. Begitu sampai rumah Om Redi langsung mengganti bajunya, setelah itu mengeluarkan motor. Aku memperhatikan sekeliling yang begitu berantakan lalu tatapanku tertuju pada suamiku yang berjalan mendekat. Ia memakai topi dan kaca mata hitam menutupi matanya."Kau jangan lelah-lelah. Istirahat sajalah," katanya saat aku mengambil sapu."Aku hanya bersihin rumah. Berantakan banget."Ia mengibaskan tangan. "Tak perlu kau bersihkan, lah. Nanti kita ke muara, lihat rumah di sana.""Mau pindah ke sana, Om?" tanyaku penasaran.Ia menoyor kepalaku. Aku mendelik sebal padanya. Dulu sih gak papa ia bersikap begini. Tapi sekarang kan aku istrinya, seharusnya ia tak bersikap seolah aku anak t

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    7

    Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin! Aku menoleh ke belakang dengan kesal sebelum melanjutkan langkah menuju rumah, memasukkan anak kunci pada tempatnya kemudian mendorong pintu membuka. Aku terperangah mendapati rumah dalam keadaan bersih dan penuh dengan barang-barang dengan harum masih baru. Ada sofa, lemari, juga fotoku dan Om Redi pas ijab kabul ukuran besar. Saat aku menuju kamar, ranjang juga tampak baru. Aku sering ke sini dan tak pernah melihat barang-barang ini sebelumnya. Ayah sepertinya mempersiapkan semuanya sebelum kami menikah."Zain benar-benar!" Terdengar kesal suara Om Redi. Aku keluar kamar dan bersikap masa bodoh padanya karena kejadian barusan."Kau ngambek padaku?" Ia mendongakkan daguku, memaksa menatapnya saat aku berpaling. Kutepis tangannya sambil terus pura-pura ngambek."Om gak boleh begitu lagi padaku. Itu keterlaluan, tau!"Ia nyengir kecil. "Baiklaaah," katanya sambil menjatuhkan diri di sofa. Aku duduk di sampingnya dengan wajah cemberut.

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    8

    "Silau aku ini. Si-lau. Gantilaah." Ia masih menatapku dengan jari-jari yang direnggangkan lalu pura-pura kejang lagi. Ih nyebelin banget, sumpah. "Om, apaan siiih!" Aku mencubit perutnya kuat. Ia akhirnya berhenti bertingkah konyol, tapi masih tetap menatap dengan jari-jari tangan yang direnggangkan. Ya percuma, kan? Tetap aja kelihatan. Dia kira lucu, apa? Aku mendengkus sebal."Janganlah berpakaian seperti itu, Put. Silau aku in-nii."Aku mengerutkan kening, heran sekali padanya. Hei, lelaki normal pasti harusnya seneng kan yaa lihat yang segar-segar? Pasti ada yang tak beres dengannya. Tapi tentu saja dia normal karena kami waktu itu melakukannya."Emang apa salahnya? Om kan udah jadi suami a-kuuu." Aku beringsut mendekat padanya, ia langsung menutup mata, membuatku mencubit perutnya berkali-kali. "Salah, laah. Aku ini normal, laah. Kau memancingku itu namanyaa."Aku yang mulanya kesal kini tersenyum penuh kemenangan. "Ya gak papa, dong. Kan udah sah, Om. Nggak dosa dapet pahal

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    9

    Oh, iya juga, yaa? Kenapa aku tak memikirkannya, ya? A-duuh, kenapa ruwet sekali bohong ituu.Aku memutar otak. A-haaa, aku tersenyum saat ide cantik merasuk ke benak. Itu hal yang gampang ternyata. Aku bisa pinjam pengganjal perut yang waktu itu kupakai untuk drama kelulusan kakak kelas. Tapi itu ada di rumah Nina. Baiklah, nanti menghubunginya setelah di rumah."Aku takut, jangan-jangan perkembangan dia ini terganggu." Om Redi mengusap perutku.Aku melotot padanya. Ih, amit-amit, jangan sampai lah. Aku pun ikut mengusap perut, dan tersenyum geli teringat ini hanya anak hayalan. Jadi kenapa aku tiba-tiba kesal? Kutatap suamiku yang terlihat risau. Aku pun menggeleng."Ya gak lah, Om. Nanti juga besar sendiri." Aku kembali mengusap perut. "Ini hanya belum besar aja. Nanti juga besar.""Mungkin karena tubuh kau mungil kali." Ia memandangku.Aku mengangguk-angguk. "Ya mungkin kali, Om. Emp, antar aku ke rumah nenek ya, Om? Aku ada perlu dengan temanku.""Baiklah. Aku juga ada perlu deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    10

    "Putri! Jaga bicaramu!"Aku mengangguk. Hubunganku dan bibi mulai berubah sejak ia memutuskan Om Redi. Dulu, Om Redi selalu curhat tentang hubungannya dan bibi. Om Redi terlihat sangat bahagia saat bibi menerima lamarannya. Tapi bibi membuang Om Redi demi mantan suami mama. Dan yang terjadi waktu itu, bibi menangis histeris setelah malam pertama. Entah apa yang terjadi. Yang kutahu dari mama, bibi ditalak tiga."Maafin aku ya, Bi." Aku mengulurkan tangan pada bibi yang segera disambutnya. Aku diajari oleh ayah agar tak sungkan meminta maaf jika merasa salah. Setelah itu, aku melangkah cepat menuju dapur. Aku makan sambil tangan kiri mengetik pesan.Udah sampai mana, Nin?Ini lagi di jalan. Bawel, deh. Oh ya, persiapkan diri Put. Aku datang gak sendiriJantungku berdetak kencang. Jangan-jangan, Nina datang bersama teman-teman sekelas, lagi. Hanya 7 orang yang tahu kalau aku menikah satu di antaranya adalah Nina. Namun, hanya Nina yang menghadiri pernikahan siriku. Ya, aku dan Om Redi m

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    11

    Linda mengernyit memandang ke arah perginya Om Redi. "Lucu ya, Om ituu?"Aku hanya menggaruk kepala. Om Redi marah gak, yaa?Linda menatap jam di tangan kanannya. Gadis bertubuh langsing itu menepuk dahinya lalu berucap, "Aduh emakku bisa marah nih kalau dia pulang dari kebun aku belum beres-beres rumah. Pulang dulu ya, Put."Aku mengangguk, seharusnya dari tadi, kek. Begitu teman-teman pulang, kutelpon Om Redi, tapi dimatikan terus. Sepertinya ngambek deh Om Redi. Aku masuk ke dalam dan meminta bibi mengantarku ke rumah ayah dengan alasan nomer Om Redi tak bisa dihubungi. Bibi langsung menolak, namun nenek membujuk agar mengantarku. Untunglah, Om Redi ada di rumah ayah. Motornya terparkir di halaman. Aku melambaikan tangan pada bibi lantas menuju rumah. Kudengar kesal suara suamiku."Parah anak kau, In. Dia bilang aku ini siapa di depan teman-temannya? Katanya, aku ni teman ayahnya."Tuuh, kan, Om Redi beneran marah. Aku membuka pintu sedikit, Wajahnya tampak sangat kesal. Sementar

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-21
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    12

    Angin sepoi-sepoi membelai tubuh menambah syahdu suasana. Om Redi mendekat lalu mendongakkan daguku. Ditatapnya aku tanpa kedip. Aku perlahan memejamkan mata saat ia kembali mendekat, mencium bibirku lembut. Sumpah rasanya, aku deg deg kan banget, juga sangat bahagia seperti terbang di awang-awang. Caranya mencium lebih pintar dari Rizal.Wajahku menghangat saat ciuman kami berakhir dan kami hanya bersitatap dalam diam."Apaan sih, Om!" kataku saat ia tiba-tiba tersenyum. Sebelah matanya mengerling jail."Tak." Ia menggeleng. Lalu kembali mengemudi menuju jalan pulang. Aku sedikit mencondongkan tubuh hingga telapak tanganku menyentuh dinginnya air keruh namun jernih ketika dipercikkan ke udara dan terus mengayun-ayunkan air ke udara. Ciuman barusan sungguh membuat suasana hatiku membaik."Kau ingin kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu?" Ia sepertinya juga terlihat salah tingkah. Wajahnya bersemu malu saat tatapan kami bertemu."Terserah Om aja.""Baiklah, kita mampir ke kebun j

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    13

    "Kenapa, laah, a-yok." "Kan gak boleh Om, nanti pendarahan takutnya." Aku beralasan. Ini yang selalu ia katakan saat aku menggodanya."Kau ini, plin plan kali laah. Kemarin kau goda aku. Cinta bilang tadi, tak apa." Om Redi kembali mendekat mengikis jarak, membuatku jadi semakin ketakutan saja. Aku nyengir kecil. Dia mengungkit-ungkit aku menggodanya pula. Kulihat wajah suamiku tampak begitu memginginkannya, ini kesempatan aku beneran hamil anak nyata. Tapi gimana kalau ketahuan? A-duuh. Gak seharusnya tadi pakai pengganjal perut. Gimana, niih?"Yok.""Emmp, tapi gak usah dibuka ya, Om?" kataku akhirnya, menatapnya harap-harap cemas. Semoga saja ia setuju.Ia mengernyit memandangku. "Hahaha. Memang bisa? Aneh kau ini." Tangannya bergerak ke arah bajuku."Maksudku, baju aku gak usah dibuka, gi-tuu.""Bukalaah." Ia beringsut mendekat.Kedua tanganku terjulur lurus ke depan menghalanginya lebih dekat ke arahku. "Bentar. Aku ...." Putar otak. Putar otak."Aku kayaknya pengen pipis deh,

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-24

Bab terbaru

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    13

    "Kenapa, laah, a-yok." "Kan gak boleh Om, nanti pendarahan takutnya." Aku beralasan. Ini yang selalu ia katakan saat aku menggodanya."Kau ini, plin plan kali laah. Kemarin kau goda aku. Cinta bilang tadi, tak apa." Om Redi kembali mendekat mengikis jarak, membuatku jadi semakin ketakutan saja. Aku nyengir kecil. Dia mengungkit-ungkit aku menggodanya pula. Kulihat wajah suamiku tampak begitu memginginkannya, ini kesempatan aku beneran hamil anak nyata. Tapi gimana kalau ketahuan? A-duuh. Gak seharusnya tadi pakai pengganjal perut. Gimana, niih?"Yok.""Emmp, tapi gak usah dibuka ya, Om?" kataku akhirnya, menatapnya harap-harap cemas. Semoga saja ia setuju.Ia mengernyit memandangku. "Hahaha. Memang bisa? Aneh kau ini." Tangannya bergerak ke arah bajuku."Maksudku, baju aku gak usah dibuka, gi-tuu.""Bukalaah." Ia beringsut mendekat.Kedua tanganku terjulur lurus ke depan menghalanginya lebih dekat ke arahku. "Bentar. Aku ...." Putar otak. Putar otak."Aku kayaknya pengen pipis deh,

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    12

    Angin sepoi-sepoi membelai tubuh menambah syahdu suasana. Om Redi mendekat lalu mendongakkan daguku. Ditatapnya aku tanpa kedip. Aku perlahan memejamkan mata saat ia kembali mendekat, mencium bibirku lembut. Sumpah rasanya, aku deg deg kan banget, juga sangat bahagia seperti terbang di awang-awang. Caranya mencium lebih pintar dari Rizal.Wajahku menghangat saat ciuman kami berakhir dan kami hanya bersitatap dalam diam."Apaan sih, Om!" kataku saat ia tiba-tiba tersenyum. Sebelah matanya mengerling jail."Tak." Ia menggeleng. Lalu kembali mengemudi menuju jalan pulang. Aku sedikit mencondongkan tubuh hingga telapak tanganku menyentuh dinginnya air keruh namun jernih ketika dipercikkan ke udara dan terus mengayun-ayunkan air ke udara. Ciuman barusan sungguh membuat suasana hatiku membaik."Kau ingin kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu?" Ia sepertinya juga terlihat salah tingkah. Wajahnya bersemu malu saat tatapan kami bertemu."Terserah Om aja.""Baiklah, kita mampir ke kebun j

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    11

    Linda mengernyit memandang ke arah perginya Om Redi. "Lucu ya, Om ituu?"Aku hanya menggaruk kepala. Om Redi marah gak, yaa?Linda menatap jam di tangan kanannya. Gadis bertubuh langsing itu menepuk dahinya lalu berucap, "Aduh emakku bisa marah nih kalau dia pulang dari kebun aku belum beres-beres rumah. Pulang dulu ya, Put."Aku mengangguk, seharusnya dari tadi, kek. Begitu teman-teman pulang, kutelpon Om Redi, tapi dimatikan terus. Sepertinya ngambek deh Om Redi. Aku masuk ke dalam dan meminta bibi mengantarku ke rumah ayah dengan alasan nomer Om Redi tak bisa dihubungi. Bibi langsung menolak, namun nenek membujuk agar mengantarku. Untunglah, Om Redi ada di rumah ayah. Motornya terparkir di halaman. Aku melambaikan tangan pada bibi lantas menuju rumah. Kudengar kesal suara suamiku."Parah anak kau, In. Dia bilang aku ini siapa di depan teman-temannya? Katanya, aku ni teman ayahnya."Tuuh, kan, Om Redi beneran marah. Aku membuka pintu sedikit, Wajahnya tampak sangat kesal. Sementar

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    10

    "Putri! Jaga bicaramu!"Aku mengangguk. Hubunganku dan bibi mulai berubah sejak ia memutuskan Om Redi. Dulu, Om Redi selalu curhat tentang hubungannya dan bibi. Om Redi terlihat sangat bahagia saat bibi menerima lamarannya. Tapi bibi membuang Om Redi demi mantan suami mama. Dan yang terjadi waktu itu, bibi menangis histeris setelah malam pertama. Entah apa yang terjadi. Yang kutahu dari mama, bibi ditalak tiga."Maafin aku ya, Bi." Aku mengulurkan tangan pada bibi yang segera disambutnya. Aku diajari oleh ayah agar tak sungkan meminta maaf jika merasa salah. Setelah itu, aku melangkah cepat menuju dapur. Aku makan sambil tangan kiri mengetik pesan.Udah sampai mana, Nin?Ini lagi di jalan. Bawel, deh. Oh ya, persiapkan diri Put. Aku datang gak sendiriJantungku berdetak kencang. Jangan-jangan, Nina datang bersama teman-teman sekelas, lagi. Hanya 7 orang yang tahu kalau aku menikah satu di antaranya adalah Nina. Namun, hanya Nina yang menghadiri pernikahan siriku. Ya, aku dan Om Redi m

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    9

    Oh, iya juga, yaa? Kenapa aku tak memikirkannya, ya? A-duuh, kenapa ruwet sekali bohong ituu.Aku memutar otak. A-haaa, aku tersenyum saat ide cantik merasuk ke benak. Itu hal yang gampang ternyata. Aku bisa pinjam pengganjal perut yang waktu itu kupakai untuk drama kelulusan kakak kelas. Tapi itu ada di rumah Nina. Baiklah, nanti menghubunginya setelah di rumah."Aku takut, jangan-jangan perkembangan dia ini terganggu." Om Redi mengusap perutku.Aku melotot padanya. Ih, amit-amit, jangan sampai lah. Aku pun ikut mengusap perut, dan tersenyum geli teringat ini hanya anak hayalan. Jadi kenapa aku tiba-tiba kesal? Kutatap suamiku yang terlihat risau. Aku pun menggeleng."Ya gak lah, Om. Nanti juga besar sendiri." Aku kembali mengusap perut. "Ini hanya belum besar aja. Nanti juga besar.""Mungkin karena tubuh kau mungil kali." Ia memandangku.Aku mengangguk-angguk. "Ya mungkin kali, Om. Emp, antar aku ke rumah nenek ya, Om? Aku ada perlu dengan temanku.""Baiklah. Aku juga ada perlu deng

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    8

    "Silau aku ini. Si-lau. Gantilaah." Ia masih menatapku dengan jari-jari yang direnggangkan lalu pura-pura kejang lagi. Ih nyebelin banget, sumpah. "Om, apaan siiih!" Aku mencubit perutnya kuat. Ia akhirnya berhenti bertingkah konyol, tapi masih tetap menatap dengan jari-jari tangan yang direnggangkan. Ya percuma, kan? Tetap aja kelihatan. Dia kira lucu, apa? Aku mendengkus sebal."Janganlah berpakaian seperti itu, Put. Silau aku in-nii."Aku mengerutkan kening, heran sekali padanya. Hei, lelaki normal pasti harusnya seneng kan yaa lihat yang segar-segar? Pasti ada yang tak beres dengannya. Tapi tentu saja dia normal karena kami waktu itu melakukannya."Emang apa salahnya? Om kan udah jadi suami a-kuuu." Aku beringsut mendekat padanya, ia langsung menutup mata, membuatku mencubit perutnya berkali-kali. "Salah, laah. Aku ini normal, laah. Kau memancingku itu namanyaa."Aku yang mulanya kesal kini tersenyum penuh kemenangan. "Ya gak papa, dong. Kan udah sah, Om. Nggak dosa dapet pahal

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    7

    Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin! Aku menoleh ke belakang dengan kesal sebelum melanjutkan langkah menuju rumah, memasukkan anak kunci pada tempatnya kemudian mendorong pintu membuka. Aku terperangah mendapati rumah dalam keadaan bersih dan penuh dengan barang-barang dengan harum masih baru. Ada sofa, lemari, juga fotoku dan Om Redi pas ijab kabul ukuran besar. Saat aku menuju kamar, ranjang juga tampak baru. Aku sering ke sini dan tak pernah melihat barang-barang ini sebelumnya. Ayah sepertinya mempersiapkan semuanya sebelum kami menikah."Zain benar-benar!" Terdengar kesal suara Om Redi. Aku keluar kamar dan bersikap masa bodoh padanya karena kejadian barusan."Kau ngambek padaku?" Ia mendongakkan daguku, memaksa menatapnya saat aku berpaling. Kutepis tangannya sambil terus pura-pura ngambek."Om gak boleh begitu lagi padaku. Itu keterlaluan, tau!"Ia nyengir kecil. "Baiklaaah," katanya sambil menjatuhkan diri di sofa. Aku duduk di sampingnya dengan wajah cemberut.

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    6

    "Kenapa kau?" Ia menoleh sekilas saat aku kembali mengusap air mata."Gak papa, Om." Masa di gak tahu aku sedih? Atau pura-pura gak tau? Segitunya banget."Nanti aku akan langsung ke muara.""Iya, Om."Ia memandangku, dan kembali menatap jalanan yang rusak parah membuat tubuhku sesekali terlonjak-lonjak ke atas. Begitu sampai rumah Om Redi langsung mengganti bajunya, setelah itu mengeluarkan motor. Aku memperhatikan sekeliling yang begitu berantakan lalu tatapanku tertuju pada suamiku yang berjalan mendekat. Ia memakai topi dan kaca mata hitam menutupi matanya."Kau jangan lelah-lelah. Istirahat sajalah," katanya saat aku mengambil sapu."Aku hanya bersihin rumah. Berantakan banget."Ia mengibaskan tangan. "Tak perlu kau bersihkan, lah. Nanti kita ke muara, lihat rumah di sana.""Mau pindah ke sana, Om?" tanyaku penasaran.Ia menoyor kepalaku. Aku mendelik sebal padanya. Dulu sih gak papa ia bersikap begini. Tapi sekarang kan aku istrinya, seharusnya ia tak bersikap seolah aku anak t

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    5

    "Ayok, kita ke dokter sekarang." Om Redi berdiri yang segera disusul ayah dengan antusias. Ayah ini ya ampun, ngebet banget. Padahal ia dulu marah-marh saat kuberi tahu anaknua ini hamil. Tanganku yang memegang sendok begitu dingin, aku menatap Mama dengan memohon. Tolong aku, Maa, pleasee.Mama menatapku jengkel. Ia akhirnya memandang suaminya lalu tatapannya pindah ke Om Redi yang menatapnya dengan heran karena mama tiba-tiba tertawa tampak dibuat-buat."Kenapa lah kau ini, Cin. Masih waras kan, kau?" Tangan Om Redi mendarat di kening mama dan ayah langsung melotot pada Om Redi."Dia mertuamu sekarang. Perbuatanmu tidak sopan," kata ayah protes. Tapi ia juga menatap Mama yang terus tertawa penuh keheranan."Apanya yang lucu? Kami sedang panik malah kamu tertawa." Ayah menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat jengkel."Yaa aku ngerasa lucu aja, Mas. Kan masih 3 bulan, yaaa belum keliatan lah jenis kelaminnya."Ayah memicingkan mata. "Siapa yang mau melihat jenis kelaminnya? Kita hanya

DMCA.com Protection Status