Share

6

Penulis: Fitri Soh
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-10 14:21:34

"Kenapa kau?" Ia menoleh sekilas saat aku kembali mengusap air mata.

"Gak papa, Om." Masa di gak tahu aku sedih? Atau pura-pura gak tau? Segitunya banget.

"Nanti aku akan langsung ke muara."

"Iya, Om."

Ia memandangku, dan kembali menatap jalanan yang rusak parah membuat tubuhku sesekali terlonjak-lonjak ke atas. Begitu sampai rumah Om Redi langsung mengganti bajunya, setelah itu mengeluarkan motor. Aku memperhatikan sekeliling yang begitu berantakan lalu tatapanku tertuju pada suamiku yang berjalan mendekat. Ia memakai topi dan kaca mata hitam menutupi matanya.

"Kau jangan lelah-lelah. Istirahat sajalah," katanya saat aku mengambil sapu.

"Aku hanya bersihin rumah. Berantakan banget."

Ia mengibaskan tangan. "Tak perlu kau bersihkan, lah. Nanti kita ke muara, lihat rumah di sana."

"Mau pindah ke sana, Om?" tanyaku penasaran.

Ia menoyor kepalaku. Aku mendelik sebal padanya. Dulu sih gak papa ia bersikap begini. Tapi sekarang kan aku istrinya, seharusnya  ia tak bersikap seolah aku anak temannya. Tapi bersikap aku adalah istrinya.

"Ayah kau pasti ngamuk jika rumah itu tak ditinggali. Sudah paham benar aku wataknya si preman itu. Kau jangan lelah-lelah."

"Manggil mertuanya sendiri preman, awas aja nanti kuaduin ayah."

Om Redi tertawa kecil.  "Kenyataannya dia memang preman. Tak lahir kau jika dia bukan preman."

Suasana hatiku langsung berubah murung karena teringat perempuan itu. Sebentar lagi ia akan menikah dan menyuruhku menjadi pagar ayu. Entahlah aku akan datang atau tidak. Aku masih belum bisa memaafkannya karena menelantarkanku dulu.

Seolah mengerti yang kupikirkan, Om  Redi memelukku.

"Kau jangan terus membencinya. Biar bagaimana pun juga dia ibu kau."

Aku tersenyum getir. "Iya, Om."

Ia mengusap perutku, lalu membalikkan badan dan melangkah menuju halaman. Aku mengejarnya saat teringat sesuatu.

"Om."

Ia membalikkan badan. Aku mendekat. "Cium," kataku dengan malu-malu.

Ia terpana. Sesaat kemudian tertawa kecil. "Kau ini."

Aku mencondongkan pipi padanya lalu mengetuk-ngetuk pelan pipi kiriku untuk dicium. Heran, jadi suami kok gak romantis amat, siih? Padahal ayahku, setiap mau pergi ke manapun selalu cium mama. Ayah juga romantis banget. Tapi Om Redi cuek bebek begini.

Aku tersenyum malu-malu saat akhirnya ia menciumku. Dan wajahku menghangat saat ia mendongakkan wajahku, menatap tanpa kedip.

"Wajah kau kenapa merah begini? Kau malu padaku? Hey?" katanya saat aku berpaling dengan wajah menghangat.

"Apaan, sih. Om kan udah jadi suamiku. Harus cium aku tiap mau pergi dan pulang."

Ia mengangguk. "Siap! Kalau tak lupa, aku akan cium kau."

"Ya gak boleh lupa."

"Masih tak habis pikir aku, kau jadi biniku." Ia menepuk jidatnya dengan ekspresi seolah-olah pusing berat kemudian membalikkan badan menuju motornya. Aku melambai-lambaikan tangan sambil tersenyum kecil. Ia cuek saja sama sekali tak membalas. Nyebelin banget, sumpah.

Begitu tubuhnya tak lagi terlihat, aku ke kamar, duduk di depan meja penuh dengan tumpukan kado yang rata-rata dari teman sekelas. Aku meraih dari Nina dan membukanya. Isinya gaun malam berbelah dada dengan manik-manik yang berkilauan lengkap dengan dalaman juga ada alat  KB untuk lelaki. Ada lipatan kertas juga dan aku membukanya.

Cieee, nikah nih yaa. Harusnya nunggu lulus SMA dulu baru kawin, Put. Payah, hanya nunggu beberapa bulan gak sabaran.

Btw, itu harus digunakan yaa biar gak hamil. Suruh Om Redi pakai. Kamu itu belum pantas punya anak. Love u dari teman kamu yang paling cak em.

Aku mengamati kotak kecil di tangan dan menggelengkan kepala. Yaa gak mungkinlah memakainya, orang aku pengen punya anak.

Aku membuka kado lainnya, isinya ada gelas, piring, hanger bayi, selimut, seprei dan banyak lagi. Setelah semua selesai dibuka, maka kuraup dengan kedua tangan semua kertas kado dan membakarnya di halaman depan. Setelah itu membersihkan rumah karena risih. Saat membuka kulkas, ternyata ada dua ikat kangkung dan aku memutuskan memasaknya. Tak ada blender untuk membuat bumbu, maka bumbunya hanya kuiris tipis. Om Redi pasti lapar saat pulang nanti. Ternyata begini rasanya memulai hidup baru dengan memiliki suami, rasanya itu berbedaaa, banget. Menyenangkan pokoknya.

Om Redi pulang jam 12 siang, memandang sekeliling yang sudah rapi.

"Sudah kubilang kau tak perlu lelah-lelah." Ia mencondongkan tubuh dan mengecup keningku. Aku terharu menatapnya.

"Aku tak lupaa, laah, ucapan kau tadi pagi untuk selalu cium kau tiap pulang dan pergi."

Aku mengangguk kecil, merasa salah tingkah karena ia terus memperhatikan istrinya ini. Om Redi duduk di meja dengan dua piring berisi nasi, sayur juga lauk. Ia menatap ke telur goreng berlama-lama.

"Kau ambil telur di kandang angsa?" Ia meraihnya dengan sendok. Lalu mulai memakannya dengan lahap.

Aku mengangguk. "Karena tak ada lauk."

"Pintar kau."

"Pintar, dong. Ingat, aku selalu juara satu di sekolah." Aku memperingatkannya. Ia selalu memberiku hadiah boneka setiap aku juara satu.

Om Redi menghentikan suapannya, ia memperhatikanku lama, membuatku jadi jengah.

"Kenapa, Om?"

Ia menghela napas terlihat menyesal. "Karena aku, kau jadi berhenti sekolah. Seharusnya aku tak mabuk waktu itu dan menerima realita," katanya penuh sesal. "Cinta itu tak bisa dipaksa. Benar tak? Seharusnya kurelakan Nana."

Aku menelan ludah dengan susah payah, mengangguk gugup.

"Maaf karena aku, kau jadi berhenti sekolah. Seharusnya beberapa bulan lagi kau lulus sekolah."

Aku kembali menelan ludah, lalu mengangguk kecil. Andai Om Redi tahu yang sesungguhnya bahwa wanitanya ini berhenti sekolah karena ulah ayah yang membuat anaknya ini sangat malu pada teman-teman, pasti ia akan marah besar.

"Ayo Om dimakan. Enak, kan?" Aku mengalihkan pembicaraan.

Ia mengangguk. "Enak. Kau pintar masak." Tangannya mengusap-usap kepalaku, tatapannya seperti seorang ayah yang khawatir akan masa depan putrinya, bukan seperti seorang lelaki pada istrinya.

Tapi tak apa-apa. Aku akan membuatnya mencintaiku, hanya boleh memikirkanku selamanya.

Usai salat, kami pun menuju muara. Rumah pemberian ayah itu terletak di pinggir muara berdekatan dengan dua tetangga. Diseberang ada banyak rumah tapi harus menggunakan perahu untuk menyeberang. Tampak dua orang lelaki berkulit eksotis tengah makan di warung dekat rumah kami. Om Redi melambaikan tangan dan menghampirinya.

"Jadi tinggal di sini?" kata lelaki bertubuh tambun saat aku dan Om Redi mendekat.

"Jadi. Bisa ditembak mertuaku jika rumah itu tak ditinggali," sahut Om Redi sambil duduk. Ia memesan dua es teh kemudian mencomot tempe goreng di nampan di atas meja panjang.

"Itu berarti baik mertuamu."

"Baik apanya, membuatku darah tinggi iya. Putri, makanlah, kau. Soto atau bakso?" Om Redi memandangku.

"Bakso deh, Om."

Om Redi pun memesan. "Bakso dua."

"Dia siapa?" tanya temannya yang bertubuh kurus sambil memperhatikanku. Om Redi menatapku sekilas, sedikit tersenyum kecil.

"Anak Zain," sahutnya sambil kembali mencomot tempe goreng.

"Anak Zain yang kamu sering ceritakan itu? Sangat bandel dan sering diam-diam menemui pacarnya?" Si lelaki bertubuh kurus bertanya lagi. Ia hanya mengenakan kaus dalam putih kontras dengan kulitnya yang legam.

Om Redi memandangku dan nyengir kecil saat aku memelototinya.

"Dari tadi tak melihat istrimu. Payah nih menikah tak bilang-bilang." Teman Om Redi bertubuh tambun meninju pelan bahunya. Om Redi lagi-lagi tertawa.

"Bagaimana bisa bilang, laah. Ayah mertuaku tiba-tiba bawa penghulu dan anak perempuannya ke rumah, minta aku mengawininya segera. Sudah isi tiga bulan." Om Redi melirikku yang hanya diam menahan gondok. Nyebelin banget, siih.

"Waah, payah. Kalau aku ayah mertuamu, kamu sudah kubunuh."

Om Redi menanggapinya hanya dengan tertawa. Aku menoleh dan menatapnya jengkel. Sebegitunya padaku. Tak bisa apa nengakuiku sebagai istrinya? Nyebelin. Mentang-mentang umur kami selisihnya jauh, gitu?

Selesai makan, Om Redi terus saja mengobrol. Aku semakin tak nyaman dan memutuskan berdiri.

"Om, ke rumah, yuk?"

Dua temannya memperhatikanku. Lalu kata si kurus. "Lengket dia padamu, ya? Mungkin karena dulu sering kau cebokin saat dia eek."

Om Redi nyengir kecil.

"Sering dilap ingusnya juga." Timpal temannya. Aku menatap keduanya dengan tatapan tak suka. Nyebelin banget sih bapak-bapak. Om Redi juga sama nyebelinnya, ia mengangguk dan tertawa terbahak-bahak sambil memegangi perutnya.

"Ha ha. Itu benar. Sering kucebokin dia dulu. Pup sembarangan pula, aku yang bersihkan. Haha!" Ia tertawa lepas seolah mengenang masa lalu. Nggak tahu, apa, istrinya ini malu banget juga gedek? Rasanya pengen tak, hiiiih. Getok kepala Om Redi pakai palu. Sayang aku cinta berat.

"Om, pulang, yuk? Kan mau beres-beres rumah sebelum ditinggalin."

Ia mengibaskan tangan. "Pulang dulu sana, laah. Nanti kususul."

Aku mengentakkan kaki lalu membalikkan badan. Om Redi tertawa di belakangku.  "Haha."

Temannya juga ikut tertawa. "Ha ha ha. Lucu ya anak Zain."

"Ha ha ha."

"Diamlah kalian. Dia itu biniku."

Hening beberapa saat. Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin!

Bab terkait

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    7

    Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin! Aku menoleh ke belakang dengan kesal sebelum melanjutkan langkah menuju rumah, memasukkan anak kunci pada tempatnya kemudian mendorong pintu membuka. Aku terperangah mendapati rumah dalam keadaan bersih dan penuh dengan barang-barang dengan harum masih baru. Ada sofa, lemari, juga fotoku dan Om Redi pas ijab kabul ukuran besar. Saat aku menuju kamar, ranjang juga tampak baru. Aku sering ke sini dan tak pernah melihat barang-barang ini sebelumnya. Ayah sepertinya mempersiapkan semuanya sebelum kami menikah."Zain benar-benar!" Terdengar kesal suara Om Redi. Aku keluar kamar dan bersikap masa bodoh padanya karena kejadian barusan."Kau ngambek padaku?" Ia mendongakkan daguku, memaksa menatapnya saat aku berpaling. Kutepis tangannya sambil terus pura-pura ngambek."Om gak boleh begitu lagi padaku. Itu keterlaluan, tau!"Ia nyengir kecil. "Baiklaaah," katanya sambil menjatuhkan diri di sofa. Aku duduk di sampingnya dengan wajah cemberut.

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    8

    "Silau aku ini. Si-lau. Gantilaah." Ia masih menatapku dengan jari-jari yang direnggangkan lalu pura-pura kejang lagi. Ih nyebelin banget, sumpah. "Om, apaan siiih!" Aku mencubit perutnya kuat. Ia akhirnya berhenti bertingkah konyol, tapi masih tetap menatap dengan jari-jari tangan yang direnggangkan. Ya percuma, kan? Tetap aja kelihatan. Dia kira lucu, apa? Aku mendengkus sebal."Janganlah berpakaian seperti itu, Put. Silau aku in-nii."Aku mengerutkan kening, heran sekali padanya. Hei, lelaki normal pasti harusnya seneng kan yaa lihat yang segar-segar? Pasti ada yang tak beres dengannya. Tapi tentu saja dia normal karena kami waktu itu melakukannya."Emang apa salahnya? Om kan udah jadi suami a-kuuu." Aku beringsut mendekat padanya, ia langsung menutup mata, membuatku mencubit perutnya berkali-kali. "Salah, laah. Aku ini normal, laah. Kau memancingku itu namanyaa."Aku yang mulanya kesal kini tersenyum penuh kemenangan. "Ya gak papa, dong. Kan udah sah, Om. Nggak dosa dapet pahal

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    9

    Oh, iya juga, yaa? Kenapa aku tak memikirkannya, ya? A-duuh, kenapa ruwet sekali bohong ituu.Aku memutar otak. A-haaa, aku tersenyum saat ide cantik merasuk ke benak. Itu hal yang gampang ternyata. Aku bisa pinjam pengganjal perut yang waktu itu kupakai untuk drama kelulusan kakak kelas. Tapi itu ada di rumah Nina. Baiklah, nanti menghubunginya setelah di rumah."Aku takut, jangan-jangan perkembangan dia ini terganggu." Om Redi mengusap perutku.Aku melotot padanya. Ih, amit-amit, jangan sampai lah. Aku pun ikut mengusap perut, dan tersenyum geli teringat ini hanya anak hayalan. Jadi kenapa aku tiba-tiba kesal? Kutatap suamiku yang terlihat risau. Aku pun menggeleng."Ya gak lah, Om. Nanti juga besar sendiri." Aku kembali mengusap perut. "Ini hanya belum besar aja. Nanti juga besar.""Mungkin karena tubuh kau mungil kali." Ia memandangku.Aku mengangguk-angguk. "Ya mungkin kali, Om. Emp, antar aku ke rumah nenek ya, Om? Aku ada perlu dengan temanku.""Baiklah. Aku juga ada perlu deng

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    10

    "Putri! Jaga bicaramu!"Aku mengangguk. Hubunganku dan bibi mulai berubah sejak ia memutuskan Om Redi. Dulu, Om Redi selalu curhat tentang hubungannya dan bibi. Om Redi terlihat sangat bahagia saat bibi menerima lamarannya. Tapi bibi membuang Om Redi demi mantan suami mama. Dan yang terjadi waktu itu, bibi menangis histeris setelah malam pertama. Entah apa yang terjadi. Yang kutahu dari mama, bibi ditalak tiga."Maafin aku ya, Bi." Aku mengulurkan tangan pada bibi yang segera disambutnya. Aku diajari oleh ayah agar tak sungkan meminta maaf jika merasa salah. Setelah itu, aku melangkah cepat menuju dapur. Aku makan sambil tangan kiri mengetik pesan.Udah sampai mana, Nin?Ini lagi di jalan. Bawel, deh. Oh ya, persiapkan diri Put. Aku datang gak sendiriJantungku berdetak kencang. Jangan-jangan, Nina datang bersama teman-teman sekelas, lagi. Hanya 7 orang yang tahu kalau aku menikah satu di antaranya adalah Nina. Namun, hanya Nina yang menghadiri pernikahan siriku. Ya, aku dan Om Redi m

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-19
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    11

    Linda mengernyit memandang ke arah perginya Om Redi. "Lucu ya, Om ituu?"Aku hanya menggaruk kepala. Om Redi marah gak, yaa?Linda menatap jam di tangan kanannya. Gadis bertubuh langsing itu menepuk dahinya lalu berucap, "Aduh emakku bisa marah nih kalau dia pulang dari kebun aku belum beres-beres rumah. Pulang dulu ya, Put."Aku mengangguk, seharusnya dari tadi, kek. Begitu teman-teman pulang, kutelpon Om Redi, tapi dimatikan terus. Sepertinya ngambek deh Om Redi. Aku masuk ke dalam dan meminta bibi mengantarku ke rumah ayah dengan alasan nomer Om Redi tak bisa dihubungi. Bibi langsung menolak, namun nenek membujuk agar mengantarku. Untunglah, Om Redi ada di rumah ayah. Motornya terparkir di halaman. Aku melambaikan tangan pada bibi lantas menuju rumah. Kudengar kesal suara suamiku."Parah anak kau, In. Dia bilang aku ini siapa di depan teman-temannya? Katanya, aku ni teman ayahnya."Tuuh, kan, Om Redi beneran marah. Aku membuka pintu sedikit, Wajahnya tampak sangat kesal. Sementar

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-21
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    12

    Angin sepoi-sepoi membelai tubuh menambah syahdu suasana. Om Redi mendekat lalu mendongakkan daguku. Ditatapnya aku tanpa kedip. Aku perlahan memejamkan mata saat ia kembali mendekat, mencium bibirku lembut. Sumpah rasanya, aku deg deg kan banget, juga sangat bahagia seperti terbang di awang-awang. Caranya mencium lebih pintar dari Rizal.Wajahku menghangat saat ciuman kami berakhir dan kami hanya bersitatap dalam diam."Apaan sih, Om!" kataku saat ia tiba-tiba tersenyum. Sebelah matanya mengerling jail."Tak." Ia menggeleng. Lalu kembali mengemudi menuju jalan pulang. Aku sedikit mencondongkan tubuh hingga telapak tanganku menyentuh dinginnya air keruh namun jernih ketika dipercikkan ke udara dan terus mengayun-ayunkan air ke udara. Ciuman barusan sungguh membuat suasana hatiku membaik."Kau ingin kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu?" Ia sepertinya juga terlihat salah tingkah. Wajahnya bersemu malu saat tatapan kami bertemu."Terserah Om aja.""Baiklah, kita mampir ke kebun j

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-23
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    13

    "Kenapa, laah, a-yok." "Kan gak boleh Om, nanti pendarahan takutnya." Aku beralasan. Ini yang selalu ia katakan saat aku menggodanya."Kau ini, plin plan kali laah. Kemarin kau goda aku. Cinta bilang tadi, tak apa." Om Redi kembali mendekat mengikis jarak, membuatku jadi semakin ketakutan saja. Aku nyengir kecil. Dia mengungkit-ungkit aku menggodanya pula. Kulihat wajah suamiku tampak begitu memginginkannya, ini kesempatan aku beneran hamil anak nyata. Tapi gimana kalau ketahuan? A-duuh. Gak seharusnya tadi pakai pengganjal perut. Gimana, niih?"Yok.""Emmp, tapi gak usah dibuka ya, Om?" kataku akhirnya, menatapnya harap-harap cemas. Semoga saja ia setuju.Ia mengernyit memandangku. "Hahaha. Memang bisa? Aneh kau ini." Tangannya bergerak ke arah bajuku."Maksudku, baju aku gak usah dibuka, gi-tuu.""Bukalaah." Ia beringsut mendekat.Kedua tanganku terjulur lurus ke depan menghalanginya lebih dekat ke arahku. "Bentar. Aku ...." Putar otak. Putar otak."Aku kayaknya pengen pipis deh,

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-24
  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    1

    "Kenapa kau keluar darah?" Om Redi menatapku curiga. Tatapannya tertuju pada sprei tempat barusan kami memadu kasih.Jantungku berdetak kencang dan aku tiba-tiba menjadi sangat tegang. Bagaimana cara aku menjelaskannya? Jelas aku tak mungkin mengatakan padanya yang sebenarnya. Ia pasti akan sangat marah jika tahu aku masih perawan.Om Redi mengernyit heran saat tatapannya kembali tertuju pada darah di sprei. Kami baru saja menikah.Om Redi menatapku dengan wajah semakin curiga saja. Tatapannya padaku yang mulanya biasa saja kini berubah menakutkan. "Apa jangan-jangan, kau bohongi aku?!" Lelaki berbadan tegap ini mengikis jarak, masing-masing tangannya mendarat di pundakku. Ia menggeretakkan gigi dan terlihat sangat marah. Wajar, jika dia sangat marah. Aku mendapatkan lelaki seusia ayahku ini dengan cara curang. Aku mencintainya tapi dia hanya menganggapku anaknya. Maka kepada ayahku, aku bilang bahwa aku dan Om Redi telah tidur bersama saat Om Redi mabuk karena ditinggal bibi menikah

    Terakhir Diperbarui : 2023-10-10

Bab terbaru

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    13

    "Kenapa, laah, a-yok." "Kan gak boleh Om, nanti pendarahan takutnya." Aku beralasan. Ini yang selalu ia katakan saat aku menggodanya."Kau ini, plin plan kali laah. Kemarin kau goda aku. Cinta bilang tadi, tak apa." Om Redi kembali mendekat mengikis jarak, membuatku jadi semakin ketakutan saja. Aku nyengir kecil. Dia mengungkit-ungkit aku menggodanya pula. Kulihat wajah suamiku tampak begitu memginginkannya, ini kesempatan aku beneran hamil anak nyata. Tapi gimana kalau ketahuan? A-duuh. Gak seharusnya tadi pakai pengganjal perut. Gimana, niih?"Yok.""Emmp, tapi gak usah dibuka ya, Om?" kataku akhirnya, menatapnya harap-harap cemas. Semoga saja ia setuju.Ia mengernyit memandangku. "Hahaha. Memang bisa? Aneh kau ini." Tangannya bergerak ke arah bajuku."Maksudku, baju aku gak usah dibuka, gi-tuu.""Bukalaah." Ia beringsut mendekat.Kedua tanganku terjulur lurus ke depan menghalanginya lebih dekat ke arahku. "Bentar. Aku ...." Putar otak. Putar otak."Aku kayaknya pengen pipis deh,

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    12

    Angin sepoi-sepoi membelai tubuh menambah syahdu suasana. Om Redi mendekat lalu mendongakkan daguku. Ditatapnya aku tanpa kedip. Aku perlahan memejamkan mata saat ia kembali mendekat, mencium bibirku lembut. Sumpah rasanya, aku deg deg kan banget, juga sangat bahagia seperti terbang di awang-awang. Caranya mencium lebih pintar dari Rizal.Wajahku menghangat saat ciuman kami berakhir dan kami hanya bersitatap dalam diam."Apaan sih, Om!" kataku saat ia tiba-tiba tersenyum. Sebelah matanya mengerling jail."Tak." Ia menggeleng. Lalu kembali mengemudi menuju jalan pulang. Aku sedikit mencondongkan tubuh hingga telapak tanganku menyentuh dinginnya air keruh namun jernih ketika dipercikkan ke udara dan terus mengayun-ayunkan air ke udara. Ciuman barusan sungguh membuat suasana hatiku membaik."Kau ingin kita langsung pulang atau jalan-jalan dulu?" Ia sepertinya juga terlihat salah tingkah. Wajahnya bersemu malu saat tatapan kami bertemu."Terserah Om aja.""Baiklah, kita mampir ke kebun j

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    11

    Linda mengernyit memandang ke arah perginya Om Redi. "Lucu ya, Om ituu?"Aku hanya menggaruk kepala. Om Redi marah gak, yaa?Linda menatap jam di tangan kanannya. Gadis bertubuh langsing itu menepuk dahinya lalu berucap, "Aduh emakku bisa marah nih kalau dia pulang dari kebun aku belum beres-beres rumah. Pulang dulu ya, Put."Aku mengangguk, seharusnya dari tadi, kek. Begitu teman-teman pulang, kutelpon Om Redi, tapi dimatikan terus. Sepertinya ngambek deh Om Redi. Aku masuk ke dalam dan meminta bibi mengantarku ke rumah ayah dengan alasan nomer Om Redi tak bisa dihubungi. Bibi langsung menolak, namun nenek membujuk agar mengantarku. Untunglah, Om Redi ada di rumah ayah. Motornya terparkir di halaman. Aku melambaikan tangan pada bibi lantas menuju rumah. Kudengar kesal suara suamiku."Parah anak kau, In. Dia bilang aku ini siapa di depan teman-temannya? Katanya, aku ni teman ayahnya."Tuuh, kan, Om Redi beneran marah. Aku membuka pintu sedikit, Wajahnya tampak sangat kesal. Sementar

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    10

    "Putri! Jaga bicaramu!"Aku mengangguk. Hubunganku dan bibi mulai berubah sejak ia memutuskan Om Redi. Dulu, Om Redi selalu curhat tentang hubungannya dan bibi. Om Redi terlihat sangat bahagia saat bibi menerima lamarannya. Tapi bibi membuang Om Redi demi mantan suami mama. Dan yang terjadi waktu itu, bibi menangis histeris setelah malam pertama. Entah apa yang terjadi. Yang kutahu dari mama, bibi ditalak tiga."Maafin aku ya, Bi." Aku mengulurkan tangan pada bibi yang segera disambutnya. Aku diajari oleh ayah agar tak sungkan meminta maaf jika merasa salah. Setelah itu, aku melangkah cepat menuju dapur. Aku makan sambil tangan kiri mengetik pesan.Udah sampai mana, Nin?Ini lagi di jalan. Bawel, deh. Oh ya, persiapkan diri Put. Aku datang gak sendiriJantungku berdetak kencang. Jangan-jangan, Nina datang bersama teman-teman sekelas, lagi. Hanya 7 orang yang tahu kalau aku menikah satu di antaranya adalah Nina. Namun, hanya Nina yang menghadiri pernikahan siriku. Ya, aku dan Om Redi m

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    9

    Oh, iya juga, yaa? Kenapa aku tak memikirkannya, ya? A-duuh, kenapa ruwet sekali bohong ituu.Aku memutar otak. A-haaa, aku tersenyum saat ide cantik merasuk ke benak. Itu hal yang gampang ternyata. Aku bisa pinjam pengganjal perut yang waktu itu kupakai untuk drama kelulusan kakak kelas. Tapi itu ada di rumah Nina. Baiklah, nanti menghubunginya setelah di rumah."Aku takut, jangan-jangan perkembangan dia ini terganggu." Om Redi mengusap perutku.Aku melotot padanya. Ih, amit-amit, jangan sampai lah. Aku pun ikut mengusap perut, dan tersenyum geli teringat ini hanya anak hayalan. Jadi kenapa aku tiba-tiba kesal? Kutatap suamiku yang terlihat risau. Aku pun menggeleng."Ya gak lah, Om. Nanti juga besar sendiri." Aku kembali mengusap perut. "Ini hanya belum besar aja. Nanti juga besar.""Mungkin karena tubuh kau mungil kali." Ia memandangku.Aku mengangguk-angguk. "Ya mungkin kali, Om. Emp, antar aku ke rumah nenek ya, Om? Aku ada perlu dengan temanku.""Baiklah. Aku juga ada perlu deng

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    8

    "Silau aku ini. Si-lau. Gantilaah." Ia masih menatapku dengan jari-jari yang direnggangkan lalu pura-pura kejang lagi. Ih nyebelin banget, sumpah. "Om, apaan siiih!" Aku mencubit perutnya kuat. Ia akhirnya berhenti bertingkah konyol, tapi masih tetap menatap dengan jari-jari tangan yang direnggangkan. Ya percuma, kan? Tetap aja kelihatan. Dia kira lucu, apa? Aku mendengkus sebal."Janganlah berpakaian seperti itu, Put. Silau aku in-nii."Aku mengerutkan kening, heran sekali padanya. Hei, lelaki normal pasti harusnya seneng kan yaa lihat yang segar-segar? Pasti ada yang tak beres dengannya. Tapi tentu saja dia normal karena kami waktu itu melakukannya."Emang apa salahnya? Om kan udah jadi suami a-kuuu." Aku beringsut mendekat padanya, ia langsung menutup mata, membuatku mencubit perutnya berkali-kali. "Salah, laah. Aku ini normal, laah. Kau memancingku itu namanyaa."Aku yang mulanya kesal kini tersenyum penuh kemenangan. "Ya gak papa, dong. Kan udah sah, Om. Nggak dosa dapet pahal

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    7

    Lalu mereka tertawa bersamaan. Nyebelin. Nyebeliin! Aku menoleh ke belakang dengan kesal sebelum melanjutkan langkah menuju rumah, memasukkan anak kunci pada tempatnya kemudian mendorong pintu membuka. Aku terperangah mendapati rumah dalam keadaan bersih dan penuh dengan barang-barang dengan harum masih baru. Ada sofa, lemari, juga fotoku dan Om Redi pas ijab kabul ukuran besar. Saat aku menuju kamar, ranjang juga tampak baru. Aku sering ke sini dan tak pernah melihat barang-barang ini sebelumnya. Ayah sepertinya mempersiapkan semuanya sebelum kami menikah."Zain benar-benar!" Terdengar kesal suara Om Redi. Aku keluar kamar dan bersikap masa bodoh padanya karena kejadian barusan."Kau ngambek padaku?" Ia mendongakkan daguku, memaksa menatapnya saat aku berpaling. Kutepis tangannya sambil terus pura-pura ngambek."Om gak boleh begitu lagi padaku. Itu keterlaluan, tau!"Ia nyengir kecil. "Baiklaaah," katanya sambil menjatuhkan diri di sofa. Aku duduk di sampingnya dengan wajah cemberut.

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    6

    "Kenapa kau?" Ia menoleh sekilas saat aku kembali mengusap air mata."Gak papa, Om." Masa di gak tahu aku sedih? Atau pura-pura gak tau? Segitunya banget."Nanti aku akan langsung ke muara.""Iya, Om."Ia memandangku, dan kembali menatap jalanan yang rusak parah membuat tubuhku sesekali terlonjak-lonjak ke atas. Begitu sampai rumah Om Redi langsung mengganti bajunya, setelah itu mengeluarkan motor. Aku memperhatikan sekeliling yang begitu berantakan lalu tatapanku tertuju pada suamiku yang berjalan mendekat. Ia memakai topi dan kaca mata hitam menutupi matanya."Kau jangan lelah-lelah. Istirahat sajalah," katanya saat aku mengambil sapu."Aku hanya bersihin rumah. Berantakan banget."Ia mengibaskan tangan. "Tak perlu kau bersihkan, lah. Nanti kita ke muara, lihat rumah di sana.""Mau pindah ke sana, Om?" tanyaku penasaran.Ia menoyor kepalaku. Aku mendelik sebal padanya. Dulu sih gak papa ia bersikap begini. Tapi sekarang kan aku istrinya, seharusnya ia tak bersikap seolah aku anak t

  • SUAMIKU SANGAT MARAH SAAT TAHU AKU MASIH PERAWAN    5

    "Ayok, kita ke dokter sekarang." Om Redi berdiri yang segera disusul ayah dengan antusias. Ayah ini ya ampun, ngebet banget. Padahal ia dulu marah-marh saat kuberi tahu anaknua ini hamil. Tanganku yang memegang sendok begitu dingin, aku menatap Mama dengan memohon. Tolong aku, Maa, pleasee.Mama menatapku jengkel. Ia akhirnya memandang suaminya lalu tatapannya pindah ke Om Redi yang menatapnya dengan heran karena mama tiba-tiba tertawa tampak dibuat-buat."Kenapa lah kau ini, Cin. Masih waras kan, kau?" Tangan Om Redi mendarat di kening mama dan ayah langsung melotot pada Om Redi."Dia mertuamu sekarang. Perbuatanmu tidak sopan," kata ayah protes. Tapi ia juga menatap Mama yang terus tertawa penuh keheranan."Apanya yang lucu? Kami sedang panik malah kamu tertawa." Ayah menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat jengkel."Yaa aku ngerasa lucu aja, Mas. Kan masih 3 bulan, yaaa belum keliatan lah jenis kelaminnya."Ayah memicingkan mata. "Siapa yang mau melihat jenis kelaminnya? Kita hanya

DMCA.com Protection Status