Home / Romansa / SUAMIKU SAINGANKU / Ketua OSIS Dingin

Share

Ketua OSIS Dingin

Author: Nenghally
last update Last Updated: 2025-02-24 09:58:27

Hari itu adalah hari pertamaku masuk sekolah sebagai murid baru. Dengan langkah mantap, aku turun dari taksi dan memandang gedung sekolah yang megah di depanku. Sekolah ini tidak asing bagiku, aku sudah melihatnya di foto-foto yang kuterima saat pendaftaran. Tapi rasanya berbeda saat aku benar-benar berdiri di depannya.

Aku tak pernah menyangka bisa bersekolah di sini. Sekolah yang hanya bisa di masuki oleh kalangan elite, sekarang menjadi tempatku belajar. Rasa bahagiaku mengalahkan rasa penasaran yang sebelumnya menghantui pikiranku.

Kenapa kedua orang tuaku tiba-tiba memindahkan aku ke sini? Padahal mereka hanya pekerja paruh waktu biasa.

Aku menarik napas panjang dan melirik jam tangan. "Aduh! Kelasku!" Aku mulai panik.

Jam pelajaran pertama hampir dimulai, dan aku belum tahu di mana kelasku. Dengan buru-buru, aku berlari menuju gedung utama, berharap tidak terlambat.

Namun, tiba-tiba saja, langkahku terhenti ketika kakiku tersandung. Aku terjatuh dengan keras ke lantai, map berisi surat-suratku berhamburan. Ketika aku mencoba bangkit, terdengar suara tawa mengejek di belakangku.

"Ups, nggak sengaja," suara seorang perempuan yang jelas-jelas tidak tulus meminta maaf.

Aku mendongak, dan mendapati seorang gadis dengan senyum penuh kepuasan di wajahnya, bersama dua temannya yang ikut tertawa. Salah satu dari mereka, yang berdiri paling dekat denganku, menambahkan...

"Makanya kalau jalan, pakai mata! Jangan pakai dengkul!"

Aku langsung tahu siapa mereka, anak-anak populer di sekolah ini, geng berkuasa yang sudah kudengar dari Yuni, tetanggaku. Katanya, pembullyan masih marak di sini dan kini aku paham maksudnya.

Gadis yang baru saja menjatuhkanku adalah Ericka, sang ratu sekolah yang terkenal di kelas 12. Selain wajah cantiknya yang selalu menjadi pusat perhatian, ia juga dikenal karena sifatnya yang kejam.

Di sampingnya berdiri Siska, tangan kanannya yang selalu menurut tanpa banyak bicara, dan Dinda, si pendiam yang tatapannya seperti ingin membunuh.

Aku mulai mengumpulkan surat-surat yang berceceran, berniat cepat-cepat pergi. Namun saat aku hendak bangkit, Siska mendorongku ke tembok dengan keras.

"Berani banget lo nyuekin kita!" bentaknya, matanya melotot.

"Maaf, saya buru-buru," gumamku, mencoba menghindari konflik.

"Oh, songong banget ya lo! Lo nggak tahu siapa gue?" Ericka mendekat, menarik daguku kasar agar mataku menatap langsung ke arahnya.

"Manusia," jawabku, mencoba tetap tenang, "tapi berhati setan!" lanjutku tanpa pikir panjang.

"Sialan!" Ericka langsung mengangkat tangannya, siap menamparku.

"Dasar anak pindahan gak tahu diri!"

Aku merasakan detak jantungku semakin cepat. Mataku tertutup rapat, sudah siap menerima tamparan itu, tapi... hening. 

Tidak ada apa-apa. Tanganku, yang tadi dicekal oleh Siska dan Dinda, kini terasa bebas. Perlahan, aku membuka mata, penasaran dengan apa yang terjadi.

Seorang pria berdiri di depanku, tubuhnya tinggi dan berotot, meski tidak terlalu besar. Tangannya menahan tangan Ericka yang hampir mengenai wajahku. Ia menepis tangannya dengan tenang, lalu menatap gadis itu dingin.

"Berhenti," katanya singkat, tapi penuh wibawa.

Ericka, yang biasanya mendominasi, tampak kehilangan keberaniannya seketika. Dengan enggan, dia menarik tangannya dan mengajak kedua temannya pergi tanpa sepatah kata lagi. Aku berdiri diam, tidak percaya apa yang baru saja terjadi.

"Terima kasih," ucapku pelan, merasa lega.

Pria itu hanya menatapku sekilas, senyumnya tipis dan dingin. Tanpa membalas ucapanku, dia berbalik dan pergi begitu saja, seakan aku tidak penting. Aku terdiam di tempat, merasa aneh. Campuran antara perasaan berterima kasih dan... dicampakkan?

Aku menggeleng, berusaha mengusir pikiran aneh itu, dan melanjutkan langkahku menuju ruang kelas. Namun, sosok pria itu terus berputar di kepalaku.

Begitulah pertemuan pertamaku dengan Arga, si Ketua OSIS jenius dan dingin. Siapa sangka, dia akan menjadi sainganku di sekolah ini, dan entah bagaimana, dia adalah suamiku sekarang.

..

..

"Sial, jam berapa ini..." suara terkejut Agra membangunkanku dari mimpi buruk.

Ya, aku berharap pernikahan kami ini hanyalah mimpi buruk dalam tidurku. Namun kenyataannya, ini adalah mimpi buruk yang harus kujalani sepanjang hidup.

Kehidupan baru sebagai pasangan suami istri dimulai dengan semangat pagi yang lebih seperti kekacauan. Alarm pagi membangunkan kami dari tidur yang nyenyak, dan aku langsung merasakan ketegangan. Aku melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh, dan panik menyergapku. 

Aku melompat dari tempat tidur dan menuju kamar mandi dengan cepat, hanya untuk menemukan Arga yang sudah berada di sana. Kami saling bertatap muka melalui kaca pintu kamar mandi yang tertutup, dan tanpa perlu berkata banyak, kami tahu bahwa kami berada dalam situasi yang sama sekali tidak nyaman.

"Aku belum siap!" teriakku panik dari luar kamar mandi, suaraku bergema di lorong rumah.

Arga hanya mendesah, suaranya berat namun terkontrol, lalu memutar kunci kamar mandi. Ia keluar dengan rambut basah yang masih menetes, mengenakan handuk yang disampirkan di bahu, dan memandangku dengan ekspresi datar.

"Cepat, kita sudah telat," katanya, nadanya terdengar sedikit tajam, tapi penuh kepastian.

Aku langsung menyelinap masuk ke kamar mandi, menyambar peralatan mandi dan melakukan semuanya dengan kecepatan kilat. Di luar, terdengar langkah-langkah kaki Arga yang mondar-mandir di kamar. Setiap detik seolah berlomba melawan waktu, dan aku hampir bisa merasakan ketegangan menebal di udara.

"Cepatlah, kita tidak punya waktu untuk drama pagi ini," suara Arga dari balik pintu terdengar datar, namun menambah tekanan.

Selesai dengan mandi, aku segera berpakaian secepat mungkin. Aku berlari menuju dapur, berharap bisa mendapatkan sarapan meskipun hanya seteguk susu putih.

Arga sudah ada di sana, berdiri sambil mengunyah roti bakar dengan ekspresi serius di wajahnya. Tangannya yang kuat menyandarkan tubuhnya pada meja dapur, dan matanya melirik jam dinding dengan penuh kecemasan.

"Kita benar-benar harus cepat," ulangnya, kali ini suaranya lebih tenang, tapi jelas-jelas menyimpan kekesalan tersembunyi.

Tanpa menanggapi, aku hanya mengangguk sambil meraih roti yang tergeletak di meja dan menyesap sedikit susu dingin. Kami makan dalam diam, dan suasana terasa tegang, seperti ada banyak hal yang belum terucap namun dipendam. Pikiranku berlari, mencoba mengejar waktu sambil menenangkan perasaan tak nyaman di dada.

Setelah beberapa menit, kami akhirnya melesat keluar pintu dan berlari ke mobil. Suara langkah kami di trotoar bergema dalam keheningan pagi, menciptakan suasana yang makin canggung di antara kami.

Sebelum masuk ke mobil, Arga berbisik pelan. "Ingat, kita akan berpisah sebelum sampai di gerbang sekolah. Jangan sampai ada yang tahu kita datang bersama. Mereka akan curiga."

"Suami macam apa kamu..."

Arga mengangkat tangannya, meletakkan jari telunjuknya di bibirku. "Bukan waktunya untuk berdebat, Ny. Arga!"

Related chapters

  • SUAMIKU SAINGANKU   Terikat Tanpa Cinta

    Saat bel pertama berbunyi, aku baru saja melangkah memasuki gerbang sekolah. Aku segera berlari menuju ruang kelas dan melihat Arga berdiri di depan pintu, dengan ekspresi yang sama cemasnya. Kami saling bertatapan, seolah tidak percaya bahwa kami terlambat untuk pertama kalinya."Kita tidak terlambat, kan?" tanyaku, berusaha mengurangi rasa malu."Menurutmu?" jawab Arga sambil menatap jam tangannya dengan serius. "Sepertinya kita akan kena hukuman.""Ah, aku tidak pernah terlambat seperti ini," keluhku dengan kesal."Ya, semua gara-gara kamu," jawab Arga, nada suaranya penuh ketegangan. "Kalau saja kamu tidak menghabiskan waktu terlalu lama di kamar mandi, kita tidak akan terlambat."Aku menatapnya dengan tak percaya. "Aku? Lagipula, kamu juga tidak memberikan penjelasan tentang berapa lama kamu akan berada di kamar mandi."Arga menghela napas, wajahnya menunjukkan frustrasi. "Aku juga tidak tahu kamu akan berganti pakaian sebanyak itu. Ada cara lebih cepat untuk siap pergi, kamu tah

    Last Updated : 2025-02-26
  • SUAMIKU SAINGANKU   Bayangan di Antara Kita

    Aku kembali ke kelas, tapi pikiran dan hatiku masih tertinggal di ruang UKS. Elang. Namanya terus terngiang di kepalaku, membayangi setiap langkahku. Berbicara tentangnya seolah tak pernah ada ujungnya, karena dia adalah satu-satunya orang yang selalu perhatian padaku sejak awal masuk sekolah.Setiap tatapan, senyum, dan caranya memperlakukan aku dengan lembut, selalu membuatku merasa istimewa. Aku teringat saat pertama kali bertemu dengannya, bagaimana dia tanpa ragu menawarkan bantuan ketika aku kebingungan mencari kelas.Sejak saat itu, perhatian-perhatiannya tak pernah surut. Entah itu sekadar menyapaku di koridor atau memastikan aku baik-baik saja di tengah hiruk pikuk sekolah, Elang selalu ada.Dan sekarang, setelah insiden tadi di lapangan, aku semakin tak bisa menghilangkan bayangannya dari pikiranku. Cara dia dengan mudah menyuapiku dan tatapan hangatnya saat aku merasa lemah tadi... apakah dia hanya bersikap baik padaku? Atau memang ada sesuatu yang lebih dari sekadar perhat

    Last Updated : 2025-02-26
  • SUAMIKU SAINGANKU   Sisi Lain Arga

    Aku segera meletakkan tasku di sofa dan mencoba mengalihkan suasana yang canggung."Ibu, maafkan Arga, dia pasti lelah," kataku, berusaha tersenyum. "Ibu mau minum apa? Aku bisa buatkan teh atau kopi."Ibu Arga menatapku dengan lembut, meski matanya sedikit sayu. "Tidak apa-apa, Rila. Aku mengerti sifat Arga." Dia menghela napas pelan. "Teh saja, ya."Aku mengangguk dan bergegas menuju dapur. Sambil menyiapkan teh, pikiranku berkecamuk. Rasanya hubungan ini begitu jauh dari apa yang aku bayangkan ketika menikah dengan Arga. Hubungan yang semula kuharapkan membawa kebahagiaan kini malah dipenuhi jarak yang dingin dan pertengkaran yang seolah tiada habisnya.Saat kembali dengan secangkir teh hangat, ibu Arga masih duduk di sana, menatap kosong ke arah tangga tempat Arga tadi menghilang. Aku duduk di sebelahnya, meletakkan cangkir di atas meja."Ibu, aku benar-benar minta maaf soal Arga. Aku tahu ini tidak mudah..."Ibu Arga menoleh padaku, kali ini dengan senyum yang tidak biasa. "Tidak

    Last Updated : 2025-02-26
  • SUAMIKU SAINGANKU   Pesan Tak Terjawab

    Arga melepaskan ciumannya dan menatapku dengan ekspresi campur aduk. "Bau apa ini?" tanyanya, matanya melotot dengan heran.Aku langsung mendorongnya, merasa tersinggung. "Apa maksudmu? Aku tidak sebau itu!" kataku tegas sambil cepat-cepat mencium bau tubuhku.Mungkin aku memang tidak wangi, tapi tidak seburuk itu, kan?"Rilla!!"Teriakan Arga mengalihkan perhatianku. Dia melesat ke dapur, matanya lebar penuh kekhawatiran saat melihat api yang menyala dari kompor."Astaga!" teriakku, mengikuti langkahnya. Di dalam dapur, asap mulai memenuhi ruangan, dan panik menjalar di antara kami.Arga segera berusaha memadamkan api yang semakin membesar, tangannya bergerak cepat. Aku meraih sekop di sudut dan menyiramkan air dari wadah yang ada, berusaha membantu."Cepat, Rilla! Di sebelah kiri!" Arga memberi instruksi, suaranya tegas meski terlihat stres."Oke, oke!" jawabku, berusaha tetap fokus. Kami bekerja sama, meski ada rasa canggung setelah momen sebelumnya.Setelah beberapa menit yang pen

    Last Updated : 2025-03-12
  • SUAMIKU SAINGANKU   Pernikahan yang Tak Diinginkan

    "Saudara Arga, apakah Anda menerima Rila sebagai istri Anda dengan sepenuh hati?" suara penghulu menggema di ruangan.Ruangan ini, yang seharusnya penuh kebahagiaan, malah terasa seperti penjara bagiku. Suara gemerincing perhiasan dan bisik-bisik tamu hanya jadi latar belakang dari ketegangan yang kualami saat ini.Arga berdiri di depan altar dengan sikap tenang dan tampan. Dia mengenakan jas hitam yang pas, dan tatapannya tetap dingin, seolah pernikahan ini cuma rutinitas yang harus dijalani.Aku tidak bisa menahan rasa kesal saat memandangnya. Rasanya Arga lebih seperti lawan hidupku daripada calon suami."Ya, saya terima," jawab Arga, suaranya tegas dan tanpa emosi.Giliran aku tiba. Tangan penghulunya meraih tangan Arga, dan dia menatapku dengan tatapan dingin seolah pernikahan ini tidak ada artinya. Aku merasa seperti boneka yang dipindahkan dari satu panggung ke panggung lainnya.Penghulu mulai melafalkan ijab qabul. "Saudari Rila, apakah Anda menerima Arga sebagai suami Anda, d

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • SUAMIKU SAINGANKU   Pesan Tak Terjawab

    Arga melepaskan ciumannya dan menatapku dengan ekspresi campur aduk. "Bau apa ini?" tanyanya, matanya melotot dengan heran.Aku langsung mendorongnya, merasa tersinggung. "Apa maksudmu? Aku tidak sebau itu!" kataku tegas sambil cepat-cepat mencium bau tubuhku.Mungkin aku memang tidak wangi, tapi tidak seburuk itu, kan?"Rilla!!"Teriakan Arga mengalihkan perhatianku. Dia melesat ke dapur, matanya lebar penuh kekhawatiran saat melihat api yang menyala dari kompor."Astaga!" teriakku, mengikuti langkahnya. Di dalam dapur, asap mulai memenuhi ruangan, dan panik menjalar di antara kami.Arga segera berusaha memadamkan api yang semakin membesar, tangannya bergerak cepat. Aku meraih sekop di sudut dan menyiramkan air dari wadah yang ada, berusaha membantu."Cepat, Rilla! Di sebelah kiri!" Arga memberi instruksi, suaranya tegas meski terlihat stres."Oke, oke!" jawabku, berusaha tetap fokus. Kami bekerja sama, meski ada rasa canggung setelah momen sebelumnya.Setelah beberapa menit yang pen

  • SUAMIKU SAINGANKU   Sisi Lain Arga

    Aku segera meletakkan tasku di sofa dan mencoba mengalihkan suasana yang canggung."Ibu, maafkan Arga, dia pasti lelah," kataku, berusaha tersenyum. "Ibu mau minum apa? Aku bisa buatkan teh atau kopi."Ibu Arga menatapku dengan lembut, meski matanya sedikit sayu. "Tidak apa-apa, Rila. Aku mengerti sifat Arga." Dia menghela napas pelan. "Teh saja, ya."Aku mengangguk dan bergegas menuju dapur. Sambil menyiapkan teh, pikiranku berkecamuk. Rasanya hubungan ini begitu jauh dari apa yang aku bayangkan ketika menikah dengan Arga. Hubungan yang semula kuharapkan membawa kebahagiaan kini malah dipenuhi jarak yang dingin dan pertengkaran yang seolah tiada habisnya.Saat kembali dengan secangkir teh hangat, ibu Arga masih duduk di sana, menatap kosong ke arah tangga tempat Arga tadi menghilang. Aku duduk di sebelahnya, meletakkan cangkir di atas meja."Ibu, aku benar-benar minta maaf soal Arga. Aku tahu ini tidak mudah..."Ibu Arga menoleh padaku, kali ini dengan senyum yang tidak biasa. "Tidak

  • SUAMIKU SAINGANKU   Bayangan di Antara Kita

    Aku kembali ke kelas, tapi pikiran dan hatiku masih tertinggal di ruang UKS. Elang. Namanya terus terngiang di kepalaku, membayangi setiap langkahku. Berbicara tentangnya seolah tak pernah ada ujungnya, karena dia adalah satu-satunya orang yang selalu perhatian padaku sejak awal masuk sekolah.Setiap tatapan, senyum, dan caranya memperlakukan aku dengan lembut, selalu membuatku merasa istimewa. Aku teringat saat pertama kali bertemu dengannya, bagaimana dia tanpa ragu menawarkan bantuan ketika aku kebingungan mencari kelas.Sejak saat itu, perhatian-perhatiannya tak pernah surut. Entah itu sekadar menyapaku di koridor atau memastikan aku baik-baik saja di tengah hiruk pikuk sekolah, Elang selalu ada.Dan sekarang, setelah insiden tadi di lapangan, aku semakin tak bisa menghilangkan bayangannya dari pikiranku. Cara dia dengan mudah menyuapiku dan tatapan hangatnya saat aku merasa lemah tadi... apakah dia hanya bersikap baik padaku? Atau memang ada sesuatu yang lebih dari sekadar perhat

  • SUAMIKU SAINGANKU   Terikat Tanpa Cinta

    Saat bel pertama berbunyi, aku baru saja melangkah memasuki gerbang sekolah. Aku segera berlari menuju ruang kelas dan melihat Arga berdiri di depan pintu, dengan ekspresi yang sama cemasnya. Kami saling bertatapan, seolah tidak percaya bahwa kami terlambat untuk pertama kalinya."Kita tidak terlambat, kan?" tanyaku, berusaha mengurangi rasa malu."Menurutmu?" jawab Arga sambil menatap jam tangannya dengan serius. "Sepertinya kita akan kena hukuman.""Ah, aku tidak pernah terlambat seperti ini," keluhku dengan kesal."Ya, semua gara-gara kamu," jawab Arga, nada suaranya penuh ketegangan. "Kalau saja kamu tidak menghabiskan waktu terlalu lama di kamar mandi, kita tidak akan terlambat."Aku menatapnya dengan tak percaya. "Aku? Lagipula, kamu juga tidak memberikan penjelasan tentang berapa lama kamu akan berada di kamar mandi."Arga menghela napas, wajahnya menunjukkan frustrasi. "Aku juga tidak tahu kamu akan berganti pakaian sebanyak itu. Ada cara lebih cepat untuk siap pergi, kamu tah

  • SUAMIKU SAINGANKU   Ketua OSIS Dingin

    Hari itu adalah hari pertamaku masuk sekolah sebagai murid baru. Dengan langkah mantap, aku turun dari taksi dan memandang gedung sekolah yang megah di depanku. Sekolah ini tidak asing bagiku, aku sudah melihatnya di foto-foto yang kuterima saat pendaftaran. Tapi rasanya berbeda saat aku benar-benar berdiri di depannya.Aku tak pernah menyangka bisa bersekolah di sini. Sekolah yang hanya bisa di masuki oleh kalangan elite, sekarang menjadi tempatku belajar. Rasa bahagiaku mengalahkan rasa penasaran yang sebelumnya menghantui pikiranku.Kenapa kedua orang tuaku tiba-tiba memindahkan aku ke sini? Padahal mereka hanya pekerja paruh waktu biasa.Aku menarik napas panjang dan melirik jam tangan. "Aduh! Kelasku!" Aku mulai panik.Jam pelajaran pertama hampir dimulai, dan aku belum tahu di mana kelasku. Dengan buru-buru, aku berlari menuju gedung utama, berharap tidak terlambat.Namun, tiba-tiba saja, langkahku terhenti ketika kakiku tersandung. Aku terjatuh dengan keras ke lantai, map beris

  • SUAMIKU SAINGANKU   Pernikahan yang Tak Diinginkan

    "Saudara Arga, apakah Anda menerima Rila sebagai istri Anda dengan sepenuh hati?" suara penghulu menggema di ruangan.Ruangan ini, yang seharusnya penuh kebahagiaan, malah terasa seperti penjara bagiku. Suara gemerincing perhiasan dan bisik-bisik tamu hanya jadi latar belakang dari ketegangan yang kualami saat ini.Arga berdiri di depan altar dengan sikap tenang dan tampan. Dia mengenakan jas hitam yang pas, dan tatapannya tetap dingin, seolah pernikahan ini cuma rutinitas yang harus dijalani.Aku tidak bisa menahan rasa kesal saat memandangnya. Rasanya Arga lebih seperti lawan hidupku daripada calon suami."Ya, saya terima," jawab Arga, suaranya tegas dan tanpa emosi.Giliran aku tiba. Tangan penghulunya meraih tangan Arga, dan dia menatapku dengan tatapan dingin seolah pernikahan ini tidak ada artinya. Aku merasa seperti boneka yang dipindahkan dari satu panggung ke panggung lainnya.Penghulu mulai melafalkan ijab qabul. "Saudari Rila, apakah Anda menerima Arga sebagai suami Anda, d

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status