Ziva tersesat karena kecerobohannya sendiri. Dia merutuki nasib sialnya. Mungkin saat ini kawan-kawannya tengah kebingungan mencarinya kesana kemari. Ini semua karena anjing hitam yang selalu mengikuti kemanapun Ziva pergi. Dan anehnya hanya dia yang melihatnya sedangkan keempat kawannya tidak.
Karena hanya dia yang terusik anjing hitam aneh itu. Sedangkan keempat kawannya terlihat biasa saja dan santai. Ziva berjalan mengingat dari arah mana dia datang. Namun dia seolah hanya terpaku satu tempat. Dia tandai dengan ranting dan selaku kembali pada ranting itu. Begitu erus menerus hingga menjelang senja.
"Duh gimana nih. Lama-lama aku bisa kemalaman di tengah hutan. Mami maafin Ziva ya. Gara-gara maksa buat kesini Ziva jadi tersesat."
Karena kelelahan akhirnya Ziva duduk di sebuah pohon besar dan tinggi. Matanya memandang sekeliling. Yang ada hanyalah pohon yang menulang tinggi. Apalagi saat ini tengah senja. Keadaan menjadi sedikit gelap. Hanya kemilau cahaya keemasan yang menembus rimbunnya pepohonan dari arah barat.
"Semoga ada yang lewat. Penduduk atau apapun."
SREK. Suara langkah yang lumayan cepat dari balik semak-semak membuat Ziva waspada.
"Aaaargghhhh...!" Ziva reflek berteriak sangat kencang saat langkah itu kian mendekat.
Ziva menutup matanya rapat. Namun tak ada lagi pergerakan. Hingga dia mencoba membuka matanya. Netranya melihat seekor anjing hitam yang tengah berdarah terkena anak panah.
"Lho kamu kan anjing yang ngikutin aku tadi." Ziva bergumam seraya memandang sang anjing dengan hati iba.
Dia merasa kasihan apalagi anjing itu terlihat sangat kesakitan. Ziva segera mencabut anak panah itu. Dan anehnya sang anjing hanya diam pasrah. Mungkin karena rasa sakit yang dialaminya membuatnya lemah.
"Biar kuobati lukamu." Ucap Ziva mengambil obat merah dan kain kasa yang selalu dia bawa.
Setelah membebat luka Ziva memberikan anjing itu roti dan air minum.
"Kasihan sekali. Minumlah. Kau pasti sangat haus dan lapar setelah terluka." Ziva tersenyum melihat hewan itu minum dan makan dengan lahapnya.
"Anjing yang manis. Walaupun kau sangat menyeramkan tapi kau manis juga." Ziva terus saja mengajak anjing itu bicara seolah temannya.
"Terima kasih." Suara pria mengema seolah sangat dekat dengannya. Ziva berjingkat kaget dan memindai sekeliling.
"Siapa kamu?" Tanya Ziva. Namun hanya keheningan yang menyapanya.
"Apakah itu hantu? Hiii." Bulu kuduk Ziva meremang. Dia merinding luar biasa. Ziva membelakangi anjing itu mencari suara siapa barusan. Namun tidak ada siapa-siapa.
Hingga sebuah suara membuatnya berjingkat kaget.
"Terima kasih nona." Sesosok pria tampan berdiri dibelakangnya.
"Si-siapa kau? Darimana kau datang?" Tanya Ziva,kakinya refleks mundur hingga terpentok batang pohon.
"Saya adalah jelmaan dari anjing yang anda tolong tadi."
"Kau gila? Jangan membuat lelucon." Jawab Ziva frustasi.
"Aku memang jelmaan dari anjing. Jika anda tak percaya biar kutunjukkan. Semoga tidak mebuat anda pingsan."
Dan tidak berapa lama pria tampan itu berubah menjadi anjing hitam. Sontak saja membuat Ziva jatuh pingsan.
"Padahal aku sudah bilang." Gumam pria itu setelah merubah diri ke manusia lagi. Dia memandangi gadis di pangkuannya,cantik dan bersih.
Dua jam lamanya Ziva pingsan. Saat tersadar dia sudah ada di sebuah kamar mewah. Ziva segera mereba pakaiannya. Dan merasa lega karena ternyata dia masih memakai pakaiannya tadi pagi.
"Anda sudah bangun nona?" Pria itu tiba-tiba muncul di hadapan Ziva membawa nampan.
"Astaga. Ka-kau...jadi bukan mimpi?" Ziva membelalakkan matanya bertanya sambil menunjuk pria itu
"Bukan." Jawab sang pria santai seraya meletakkan nampan.
"Jam berapa sekarang? Lalu dimana teman-temanku?"
"Ini sudah pagi. Teman-teman anda sudah kuberitahu. Dan mungkin sudah kembali ke kota anda."
"Astaga. Lalu gimana caraku pulang? Bagaimana kalau mami mencariku lalu mengutukku menjadi batu?"
"Hahaha. Anda lucu sekali nona. Anda bukan Malin Kundang."
"Hei jelmaan gukguk. Kau tahu betapa menyeramkannya mami? Gara-gara aku memaksa kesini tanpa ijin dari mami. Aku kenal sial dan bertemu dengan makhluk jejadian sepertimu."
"Pantas saja. Aku mencium aroma durhaka dari tubuh anda?"
"Benarkah? Apakah durhaka juga mempunyai aroma? Seperti apa aromanya?" Refleks Ziva mengendus bau tubuhnya sendiri. Tapi yang ia temui hanyalah bau tubuhnya yang sudah tidak karuan.
"Pfth. Tentu saja tidak ada."
"Ish kau ini menyebalkan sekali ya dasar gukguk aneh."
"Walaupun begitu bukankah yang anda lakukan adalah hal yang salah? Tetap pergi meski sudah dilarang oleh orang tua?"
"Ya maka dari itu aku ingin segera pulang dan meminta maaf pada mami."
"Baiklah. Sebaiknya anda mandi lalu sarapan. Aku sudah menyiapkan roti dengan berbagai macam rasa dan juga minuman yang berbeda-beda. Karena aku tak tahu anda suka roti rasa apa atau minuman apa."
Pria itu membawa nampan dihadapan Ziva. Segera saja Ziva melihat isi nampan. Ada roti selai cokelat,kacang,keju,blueberry,stawbery,butter. Ada kopi,susu,sirup,cokelat panas,teh hijau,teh camomile.
"Astaga. Kau benar-benar membuat 6 macam roti? Dan 6 macam minuman?" Hahaha lucu juga ya."
"Ini sebagai ungkapan terima kasih karena anda sudah menyelmatkan saya dari kutukan Sang Hyang Wenang."
"Maksudmu?"
"Makanlah terlebih dahulu. Aku ingin memasak untuk makan siang."
"Wah kau juga pandai memasak?"
"Tentu saja. Aku mantan seorang Chef restoran sunda. Bahkan memiliki usaha rumah makan sunda di daerah Sukabumi."
Ziva menganggukkan kepalanya. Mulutnya sibuk mengunyah roti selai cokelat.
"Anda ingat kisah legenda sangkuriang?"
"Ya. Karena aku suka cerita legenda dari Indonesia. Sejak kecil mami akan membacakan buku cerita yang bermacam-macam."
"Aku adalah jelmaan anjing seperti Si Tumang dalam cerita itu. Hanya saja kesalahanku berbeda. Aku mencintai manusia. Hingga nekat ke mayapada meninggalkan tugasku. Karena itu Sang Hyang Wenang menghukumku. Dia mengutukku menjadi seekor anjing dan kutukanku akan sirna jika terkena panah petapa sakti dan dicabut oleh keturunan Dewi Sri."
"Lalu?"
"Ya nona mungkin salah satu keturunan Dewi Sri. Sedangkan petapa sakti itu memang sengaja ingin membebaskanku."
"Hmmm,aku mengerti."
Setelah membersihkan tubuhnya. Ziva segera keluar kamar. Dia memandang takjub ruangan demi ruangan yang dilewatinya. Pasti perabot dirumah ini sangat mahal. Gumamnya. Namun sejak tadi dia tak mendapati satupun foto keluarga.Ziva melangkah menyusuri setapak demi setapak dan hanya mengikuti kemana kaki membawanya pergi. Hingga sampailah di dapur. Dia melihat Yudhistira sibuk di dapur."Harumnya." Ziva memuji aroma masakan yang mengganggu indra penciumannya.Pria itu hanya menoleh sebentar lalj kemudian asyik kembali dengan pisau dan talenan di depannya."Siapa namamu tuan koki?" Tanya Ziva pada pria dihadapannya."Namaku Yudhistira." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan."Nama yang indah. Seperti dalam tokoh pewayangan." Ucap Ziva tersenyum"Ya memang benar. Yudhistira adalah anak dari Maharaja Pandhu dan Dewi Kunti." Jelasnya dengan tenang."Kenapa namamu bukan Arjuna saja? Kau lebih tepat bernama Arjuna. Tampan nan rupaw
Saat tersadar Ziva sudah berada di kamarnya. Dia melihat pakaiannya sudah berganti piyama. Namun pikirannya masih dihari yang sama. Momorinya penuh dengan Yudhistira. Dia sedih karena harus meninggalkan Yusdhistira sendirian lagi. Hingga akhirnya maminya masuk kedalam kamarnya."Ternyata aku sudah pulang ya?" Gumamnya dalam hati."Sayang apa kau sudah baikan?" Tanya mami seraya memegang keningnya. Ziva tersenyum."Iya mam. Ziva sudah baikan kok." Jawabnya ceria. Dia tidak ingin membuat maminya khawatir."Oya pria yang mengantarmu kemari menitipkan ini." Mami menyerahkan selembar kertas pad Ziva."Apa ini mami?" Tanya Ziva."Sepertinya surat. Masih ada saja ya yang nulis surat begini di jaman modern." Mami terkekeh lalu melangkah pergi meninggalkan Ziva."Hehe iya ya mi.""Kalau gitu segera turun dan mandi ya sayang. Mami akan siapkan sarapan spesial buat kamu." Pinta maminya sebelum keluar kamat."Iya mi."Z
Sebulan sejak kejadian aneh. Ziva menjadi penyendiri. Dia tak pernah lagi berkumpul dengan kawan-kawannya. Pikirannya hanya ada pada Yudhistira. Bahkan di rumah pun dia hanya mengurung di dalam kamar.Hingga malam itu. Saat bulan purnama Ziva terbangun dari mimpinya. Dia melihat sosok Yusdhistira di jendela kamarnya. Segera saja Ziva berlari membuka jendela. Dan benar,Yudhistira tersenyum seraya melambaikan tangan."Hai,apa kabarmu?" Zia tersenyum menyapa pria di hadapannya."Yah beginilah. Boleh aku masuk?" Tanya Yudhistira meminta izin."Tapi jendela ini terhalang teralis besi. Kau tak mungkin menembusnya." Ziva memgang teralis besinya."Mudah saja. Aku akan melakukan teleportasi. Tunggulah." Pinta Yudhistira. Ziva tak mengerti.Dalam sekejap tubuh Yusdhistira sudah ada di hadapan Ziva. Dai ternganga tidak percaya. Hingga tepukan Yudhistira menyadarkannya."Wow,amazing. Kau melakukan sulap?""Hahaha tidak juga. Se
"Jadi kau menolakku?""Maaf. Aku tak bisa denganmu.""Sudah kuduga. Padahal aku berharap kau menerima lamaranku." Kekehnya pelanZiva memandang wajah yang tampak kecewa di hadapannya."Yah baiklah. Berarti kau harus melupakanku. Aku akan melakukan brainwash padamu.""Apa maksudmu?""Aku tak bisa membiarkan manusia mengetahui rahasiaku. Untuk itu aku akan menghapus ingatanmu.""Jadi aku tidak akan mengenalmu?""Ya tentu saja.""Walaupun aku melihat sebuah gelang emas ada di lengan kirimu?""Apa? Jadi selama ini...?""Ya,aku melihatnya. Ini." Tunjuk Ziva pada lengan kiri Yudhis."Kalau begitu pikirkanlah tawaranku. Aku tak bisa melepaskanmu begitu saja.""Ta-tapi.""Kutunggu jawabanmu di bulan purnama berikutnya.""He-hei tunggu!" Teriak Ziva memanggilnya. Namun Yudhis sudah hilang dari pandangannya begitu saja.Angin malam menerpa wajah ayunya. Ziva menikmati semilir
Setelah resepsi yang menguras tenaga dan waktu. Ziva dan Yudhistira diantarkan ke rumah mereka. Mami terlihat menangis memeluk Ziva anak semata wayangnya."Baik-baiklah disini sayang." Mami memeluk erat tubuh anak gadisnya."Iya mami pasti. Mami juga ya. Nanti Ziva akan sering-sering main kesana.""Yudhis.""Ya mami.""Titip anak mami ya.""Pasti mam."Setelah beramah tamah. Ziva merebahkan dirinya di ranjang king size. Entah ratusan atau mungkin ribuan orang yang hadir dalam resepsi pernikahannya. Sedangkan suaminya terakhir kali dilihatnya diruang tamu bersama keluarga besar Ziva.Ziva hampir saja terlelap. Hingga benda kenyal dan dingin itu menyentuh keningnya cukup lama. Lalu turun ke hidung dan hinggap dibibir ranumnya. Yudhis begitu lihai memainkan bibir Ziva. Mereka berpagutan. Saling menuntut. Ziva menikmati setiap sentuhan yang diterimanya. Bahkan mungkin dia menginginkan lebih."Bukalah gaunmu." Pin
"Ziva,lo mau ikut ngga?" Ajak Rina pada gadis berkuncir satu yang tengah menikmati cilok itu."Kemana? Kalau ke mall aku malas." Jawab gadis itu datar."Ih,ngapain ke mall. Kita mau hiking nih. Ke Gunung Tangkuban Perahu." Azel menimpali seraya membidikan kamera pada gadis tomboy itu."Wah boleh tuh. Aku ikut." Ujarnya semangat wajahnya berbinar karena senang."Yaudah hari sabtu besok kita siap-siap ya." Ucap Rina mengomando."Oke. Naik bus atau kereta?" Tanya Ziva pada kedua gadis di depannya."Bus ajalah." Azel memberi saran."Siap. Kalau begitu aku balik dulu ya. Takut dicariin Mami." Ziva pamit pada kedua temannya."Dasar anak mami." Cibir Azel mencebik. Ziva hanya tersenyum kuda."Oya siapa aja yang ikut?" Tanya Ziva kemudian."Kayaknya Ada 5 orang. Roy sama Wawan bilang mau ikut." Rina menjawab sambil menulis nama-nama anak yang ikut di bukunya."Wah asik juga nih ada Roy." Ujar Azel girang."G
Setelah resepsi yang menguras tenaga dan waktu. Ziva dan Yudhistira diantarkan ke rumah mereka. Mami terlihat menangis memeluk Ziva anak semata wayangnya."Baik-baiklah disini sayang." Mami memeluk erat tubuh anak gadisnya."Iya mami pasti. Mami juga ya. Nanti Ziva akan sering-sering main kesana.""Yudhis.""Ya mami.""Titip anak mami ya.""Pasti mam."Setelah beramah tamah. Ziva merebahkan dirinya di ranjang king size. Entah ratusan atau mungkin ribuan orang yang hadir dalam resepsi pernikahannya. Sedangkan suaminya terakhir kali dilihatnya diruang tamu bersama keluarga besar Ziva.Ziva hampir saja terlelap. Hingga benda kenyal dan dingin itu menyentuh keningnya cukup lama. Lalu turun ke hidung dan hinggap dibibir ranumnya. Yudhis begitu lihai memainkan bibir Ziva. Mereka berpagutan. Saling menuntut. Ziva menikmati setiap sentuhan yang diterimanya. Bahkan mungkin dia menginginkan lebih."Bukalah gaunmu." Pin
"Jadi kau menolakku?""Maaf. Aku tak bisa denganmu.""Sudah kuduga. Padahal aku berharap kau menerima lamaranku." Kekehnya pelanZiva memandang wajah yang tampak kecewa di hadapannya."Yah baiklah. Berarti kau harus melupakanku. Aku akan melakukan brainwash padamu.""Apa maksudmu?""Aku tak bisa membiarkan manusia mengetahui rahasiaku. Untuk itu aku akan menghapus ingatanmu.""Jadi aku tidak akan mengenalmu?""Ya tentu saja.""Walaupun aku melihat sebuah gelang emas ada di lengan kirimu?""Apa? Jadi selama ini...?""Ya,aku melihatnya. Ini." Tunjuk Ziva pada lengan kiri Yudhis."Kalau begitu pikirkanlah tawaranku. Aku tak bisa melepaskanmu begitu saja.""Ta-tapi.""Kutunggu jawabanmu di bulan purnama berikutnya.""He-hei tunggu!" Teriak Ziva memanggilnya. Namun Yudhis sudah hilang dari pandangannya begitu saja.Angin malam menerpa wajah ayunya. Ziva menikmati semilir
Sebulan sejak kejadian aneh. Ziva menjadi penyendiri. Dia tak pernah lagi berkumpul dengan kawan-kawannya. Pikirannya hanya ada pada Yudhistira. Bahkan di rumah pun dia hanya mengurung di dalam kamar.Hingga malam itu. Saat bulan purnama Ziva terbangun dari mimpinya. Dia melihat sosok Yusdhistira di jendela kamarnya. Segera saja Ziva berlari membuka jendela. Dan benar,Yudhistira tersenyum seraya melambaikan tangan."Hai,apa kabarmu?" Zia tersenyum menyapa pria di hadapannya."Yah beginilah. Boleh aku masuk?" Tanya Yudhistira meminta izin."Tapi jendela ini terhalang teralis besi. Kau tak mungkin menembusnya." Ziva memgang teralis besinya."Mudah saja. Aku akan melakukan teleportasi. Tunggulah." Pinta Yudhistira. Ziva tak mengerti.Dalam sekejap tubuh Yusdhistira sudah ada di hadapan Ziva. Dai ternganga tidak percaya. Hingga tepukan Yudhistira menyadarkannya."Wow,amazing. Kau melakukan sulap?""Hahaha tidak juga. Se
Saat tersadar Ziva sudah berada di kamarnya. Dia melihat pakaiannya sudah berganti piyama. Namun pikirannya masih dihari yang sama. Momorinya penuh dengan Yudhistira. Dia sedih karena harus meninggalkan Yusdhistira sendirian lagi. Hingga akhirnya maminya masuk kedalam kamarnya."Ternyata aku sudah pulang ya?" Gumamnya dalam hati."Sayang apa kau sudah baikan?" Tanya mami seraya memegang keningnya. Ziva tersenyum."Iya mam. Ziva sudah baikan kok." Jawabnya ceria. Dia tidak ingin membuat maminya khawatir."Oya pria yang mengantarmu kemari menitipkan ini." Mami menyerahkan selembar kertas pad Ziva."Apa ini mami?" Tanya Ziva."Sepertinya surat. Masih ada saja ya yang nulis surat begini di jaman modern." Mami terkekeh lalu melangkah pergi meninggalkan Ziva."Hehe iya ya mi.""Kalau gitu segera turun dan mandi ya sayang. Mami akan siapkan sarapan spesial buat kamu." Pinta maminya sebelum keluar kamat."Iya mi."Z
Setelah membersihkan tubuhnya. Ziva segera keluar kamar. Dia memandang takjub ruangan demi ruangan yang dilewatinya. Pasti perabot dirumah ini sangat mahal. Gumamnya. Namun sejak tadi dia tak mendapati satupun foto keluarga.Ziva melangkah menyusuri setapak demi setapak dan hanya mengikuti kemana kaki membawanya pergi. Hingga sampailah di dapur. Dia melihat Yudhistira sibuk di dapur."Harumnya." Ziva memuji aroma masakan yang mengganggu indra penciumannya.Pria itu hanya menoleh sebentar lalj kemudian asyik kembali dengan pisau dan talenan di depannya."Siapa namamu tuan koki?" Tanya Ziva pada pria dihadapannya."Namaku Yudhistira." Jawabnya tanpa mengalihkan pandangan."Nama yang indah. Seperti dalam tokoh pewayangan." Ucap Ziva tersenyum"Ya memang benar. Yudhistira adalah anak dari Maharaja Pandhu dan Dewi Kunti." Jelasnya dengan tenang."Kenapa namamu bukan Arjuna saja? Kau lebih tepat bernama Arjuna. Tampan nan rupaw
Ziva tersesat karena kecerobohannya sendiri. Dia merutuki nasib sialnya. Mungkin saat ini kawan-kawannya tengah kebingungan mencarinya kesana kemari. Ini semua karena anjing hitam yang selalu mengikuti kemanapun Ziva pergi. Dan anehnya hanya dia yang melihatnya sedangkan keempat kawannya tidak.Karena hanya dia yang terusik anjing hitam aneh itu. Sedangkan keempat kawannya terlihat biasa saja dan santai. Ziva berjalan mengingat dari arah mana dia datang. Namun dia seolah hanya terpaku satu tempat. Dia tandai dengan ranting dan selaku kembali pada ranting itu. Begitu erus menerus hingga menjelang senja."Duh gimana nih. Lama-lama aku bisa kemalaman di tengah hutan. Mami maafin Ziva ya. Gara-gara maksa buat kesini Ziva jadi tersesat."Karena kelelahan akhirnya Ziva duduk di sebuah pohon besar dan tinggi. Matanya memandang sekeliling. Yang ada hanyalah pohon yang menulang tinggi. Apalagi saat ini tengah senja. Keadaan menjadi sedikit gelap. Hanya kemila
"Ziva,lo mau ikut ngga?" Ajak Rina pada gadis berkuncir satu yang tengah menikmati cilok itu."Kemana? Kalau ke mall aku malas." Jawab gadis itu datar."Ih,ngapain ke mall. Kita mau hiking nih. Ke Gunung Tangkuban Perahu." Azel menimpali seraya membidikan kamera pada gadis tomboy itu."Wah boleh tuh. Aku ikut." Ujarnya semangat wajahnya berbinar karena senang."Yaudah hari sabtu besok kita siap-siap ya." Ucap Rina mengomando."Oke. Naik bus atau kereta?" Tanya Ziva pada kedua gadis di depannya."Bus ajalah." Azel memberi saran."Siap. Kalau begitu aku balik dulu ya. Takut dicariin Mami." Ziva pamit pada kedua temannya."Dasar anak mami." Cibir Azel mencebik. Ziva hanya tersenyum kuda."Oya siapa aja yang ikut?" Tanya Ziva kemudian."Kayaknya Ada 5 orang. Roy sama Wawan bilang mau ikut." Rina menjawab sambil menulis nama-nama anak yang ikut di bukunya."Wah asik juga nih ada Roy." Ujar Azel girang."G