Rehan, terpaksa menikahi Leona, gadis lumpuh akibat kelalaiannya. Mungkin bukan sepenuhnya salah Rehan, karena dia sudah melakukan prosedur sesuai dengan SOP kedokteran.
Namun gadis itu tetap menuntut tanggung jawab dia sebagai Dokter untuk menikahinya. Atau kalau tidak, dia akan dituntut oleh keluarga Leona. Akhirnya, pernikahan itu pun terjadi dengan perjanjian, kalau Rehan akan menceraikan Leona satu tahun setelah mereka menikah.Awalnya, Papa Leona merasa keberatan dengan perjanjian itu, tapi Leona memaksa karena dia yakin, dia bisa membuat Rehan jatuh cinta padanya sehingga perceraian itu tidak pernah terjadi.Begitu kata “sah” terucap dari para saksi. Rehan langsung memboyong istrinya untuk tinggal di rumah yang dia sediakan.Dia sudah mempunyai rencana yang bagus untuk istrinya, dan dia tidak mungkin melakukannya jika mereka berada di rumah Papa dan Mama Leona.Sampai di rumah mewahnya, Rehan langsung meninggalkan Leona. Dia langsung pergi ke ruang kerjanya.Leona turun dari mobil dibantu oleh ART suaminya. “Mari Non, saya bantu,” ujarnya.“Terima kasih Bi,” sahut Leona.Leona ditempatkan di kamar bawah, karena kondisinya yang tidak mungkin naik turun tangga. Apalagi Rehan juga tidak sudi sekamar dengan wanita yang sudah menjebaknya. Kamar Rehan sendiri ada di atas.Pukul 12 malam, Rehan baru selesai dengan kerjaannya. Dia lalu memasuki kamar istrinya.“Bangun,” sentaknya.Mendengar bentakan suaminya, Leona pun membuka matanya. “Ada apa Kak? Apa Kakak butuh sesuatu?” tanya Leona sambil mengucek matanya.“Pakai ini,” titahnya seraya melempar paper bag di pangkuannya.“Apa ini Kak?” tanyanya.“Tidak usah banyak tanya, pakai aja,” jawabnya.Leona lalu menggeser tubuhnya ke arah kursi roda, dia pun pergi ke kamar mandi untuk berganti baju. Sampai di kamar mandi, rasa takut mulai mendera.Suaminya memberikan sebuah lingeri warna hitam yang mungkin bagi wanita lain suka memakainya, tapi tidak dengan Leona. Dia merasa risih memakai baju kekurangan bahan itu. Apalagi dengan kondisinya yang hanya bisa duduk di kursi roda.Pada akhirnya, Leona keluar. Rehan menatap istrinya seperti singa yang kelaparan.Rehan menggendong Leona ke atas ranjang. Dia pun melepas sabuknya. Leona berpikir, suaminya akan meminta haknya malam ini, tapi ternyata dia salah. Rehan malah memukul kaki, tangan dan juga tubuh Leona dengan ikat pingangnya tadi.“Kak, ampun Kak, apa salahku, kenapa Kakak memukulku. Ampun Kak,” tangis Leona.“Salahmu adalah memaksaku untuk menikahimu, maka dari itu inilah balasannya,” ujar Rehan seraya kembali melayangkan sabuk hitam itu pada tubuh Leona.“Sakit Kak, tolong hentikan, Kakak boleh menceraikanku, asal jangan pukuli Leona Kak,” racaunya dalam tangis.“Terlambat, dari awal aku sudah memintamu untuk melepaskanku. Tapi apa! Kamu malah menyuruh Papa kamu melaporkanku pada polisi,” geram Rehan.“Kak, please Kak, hentikan aku tidak sanggup lagi Kak,” dan akhirnya gadis itu tak sadarkan diri.Rehan menghentikan cambukannya. Dia menatap sinis wajah Leona yang penuh dengan air mata.“Heh, baru segitu aja udah pingsan, cemen banget sih,” gerutunya.Rehan lalu berteriak memanggil ARTnya, “Bibii.”“Ya Tuan,” jawab Bibi sambil berlari tergopoh gopoh.“Ambil salep di kotak obat, lalu kamu obati dia,” titahnya.Bibi melihat keadaan Nyonyanya. Kemudian berlari melakukan apa yang disuruh oleh Tuannya. Dia pun mengambil air hangat dan juga kotak obat itu.Bibi mulai membersihkan luka bekas cambukan itu dengan air hangat. Setelah tidak ada bekas da*ah, Bibi pun mengoleskan salep untuk mengurangi rasa sakit dan perih.Setelah melakukan tugasnya, Bibi lalu menutupi tubuh majikannya dengan selimut. Karena tidak ingin mengganggu tidurnya, Bibi pun keluar dari kamar itu.Keesokannya, Leona terbangun, dia merasa sekujur tubuhnya sakit semua. Dia bahkan tidak sanggup menggeser tubuhnya, sedangkan dia sudah tidak tahan untuk buang air kecil.Leona pun berteriak memanggil ART disana. “Bibiii.”Mendengar suara teriakan majikannya membuat ART bertubuh tambun itu lari tergopoh gopoh.“Ya Non,” jawab Bibi.“Bi tolong bantu aku ke kamar mandi aku tidak sanggup bergerak Bi,” keluhnya.Bibi lalu menggendong tubuh majikannya ke dalam kamar mandi. Untungnya, badan majikannya ramping, kalau badannya seperti dia, tidak akan ada yang sanggup menggendongnya.“Nanti kalau sudah selesai, Nona panggil Bibi lagi aja,” ujarnya.“Makasih Bi,” balas Leona.Setelah selesai dengan hajatnya, Leona sebenarnya ingin mandi, tapi ketika lukanya terkena air, rasa perih dan sakit tak sanggup dia tahan.Leona lalu memanggil Bibi kembali. Dia mengurungkan mandinya. Wanita cantik itu kembali digendong oleh Bibi kembali ke kamar.“Non, butuh apa lagi?” tanya Bibi.“Ambilkan pakaian Bi, saya mau ganti baju,” titahnya.“Baik Non,” ujar Bibi.Setelah memakai pakaiannya, Leona ingin merebahkan tubuhnya, tapi dia tidak sanggup menahan sakit, karena lukanya berada di sekujur punggung, tangan dan kakinya.Bibi datang kembali membawakan Leona makanan, tapi, ketika akan menyuapi sang majikan, Rehan datang dan mengusir Bibi.“Pergi, dan taruh makanan itu di meja,” bentaknya.Karena takut dengan sang majikan, Bibi akhirnya menuruti perintahnya. Meski kasihan dengan kondisi Leona, tapi dia tidak berani memberontak. Bibi berharap Leona sanggup menaklukkan sang Tuan Besar sehingga wanita malang itu tidak akan terus disiksa olehnya.Leona memandang Rehan ketakutan, “Kak, jangan pukul aku lagi. Luka yang kemaren masih belum sembuh Kak, aku mohon,” ibanya.Sementara Rehan, dia tak menggubris ucapan Leona. Lelaki itu terus mendekat dengan senyuman licik.“Kenapa? Takut?” tanya Rehan seraya terus mengikis jarak diantara mereka.“Please Kak, seluruh tubuhku masih sakit Kak,” tangisnya.Bukannya memukul seperti yang Leona bayangkan, tiba tiba saja, Rehan memeluk tubuh Leona. Dia juga membelai rambut Leona.“Sekarang kamu minum obat ini, besok, kamu sudah harus sembuh, karena jika tidak, maka aku akan membuat lebih banyak lagi cambukan di tubuhmu,” titah Rehan.Leona bernafas lega karena Rehan tidak kembali memukulnya. Dia juga bingung dengan sifat Rehan sekarang ini. Kenapa dia menjadi baik? Apa dia punya dua kepribadian, pikirnya. Tak ingin dipukuli lagi, Leona segera memakan sarapan yang dibawa Bibi tadi, kemudian meminum obat yang diberikan oleh Rehan.Rehan tersenyum puas saat Leona telah meminum obatnya. Entah obat apa itu, hanya dia yang tahu.Sorenya, tubuh Leona sudah lebih baik, rasa sakit di tubuhnya berangsur menghilang. Bekas lukanya juga tak terasa perih jika dipegang. Leona sudah bisa mandi sore ini. Sepertinya obat
Melihat Rehan, Andrew pun langsung berdiri mengulurkan tangan.“Perkenalkan, namaku Andrew, aku adalah sepupu Leona,” ujarnya yang tak ingin suami sepupunya salah paham.Rehan hanya mengangguk tanpa membalas uluran tangan Andrew. Rehan menatap Andrew dengan tatapan membunuh membuat Andrew takut sendiri.“Sayang, kita pulang yuk, aku kangen banget sama kamu, dan aku ada hadiah untuk kamu dari luar kota,” ajak Rehan dengan tatapan menghunus tajam pada sang istri.Leona yang paham maksud suaminya langsung mengangguk. “Kak Andrew, aku pamit dulu, lain kali kita bertemu lagi,” ujar Leona.“Hati hati Leona, kabari aku jika kamu ada waktu. Byee,” sahutnya.Rehan mendorong kursi roda Leona sampai ke parkiran. Sementara Andrew menatap kepergian sepupunya dengan raut wajah penuh kekecewaan.Sudah lama Andrew mencintai Leona, hanya saja, gadis itu hanya menganggapnya sebagai Kakak.“Bibi, kamu pulang dengan sopir, biar Leona pulang sama aku,” titah Rehan.“Baik Tuan. Non, Bibi pulang du
Setelah mandi dan berganti pakaian, Rehan menunggu Leona sadar sambil memainkan gadgetnya. Biasanya, dia akan selalu meninggalkan keysa begitu mereka selesai bermain. Namun entah mengapa, dia tak ingin beranjak dari sisi Leona, dia ingin ada disamping istrinya ketika Leona membuka matanya.Pukul 11, Leona baru terjaga, seluruh tubuhnya remuk redam gara gara ulah suaminya. Leona melihat tubuhnya yang masih polos.“Sarapan dulu, kamu butuh tenaga untuk bisa ke kamar mandi,” suara bariton milik Rehan mengagetkannya.Dia berpikir, Rehan sudah pergi meninggalkannya, tapi ternyata, dia masih ada disini. Tak ingin membuat masalah, Leona menurut, sambil memegangi selimut untuk menutup tubuhnya, Leona memakan sarapan yang sudah dipesan Rehan.“Sudah?” tanyanya.Leona mengangguk, dia memberikan piring itu pada suaminya. Rehan lalu menaruhnya di atas nakas.“Setelah ini lekas mandi, aku ada operasi jam 1. Aku akan mengantarkanmu pulang terlebih dahulu,” kata Rehan.Leona menggeser tubuh
Rehan sudah sampai di rumah, dia sudah bersiap siap untuk menghukum istrinya yang berani membangkang padanya. Begitu sampai dii kamar, dia melihat sang istri tengah tertidur pulas. Rehan lalu menggoyang goyangkan tubuh istrinya.“Bangun.”Leona pun membuka matanya. Dia berpikir, dia sedang berkhayal suaminya pulang.“Kenapa kamu ada disini, bukankah kamu sedang bersenang senang dengan kekasihmu itu. Kenapa masih disini?” racaunya lalu kembali merebahkan tubuhnya.“Hei wanita cacat, bangun, siapa yang menyuruh kamu pulang duluan,” hardik Rehan.Sepertinya, Leona sedang mengigau sekarang. “Aku pulang duluan karena aku kesel sama kamu, baru juga bercocok tanam denganku, eh sekarang malah dengan kekasihmu. Coba kamu bayangin, bagaimana perasaanku. Hatiku sedih, sakit, kecewa jadi satu, membayangkan suamiku bercinta dengan wanita lain,” Leona masih setia dengan racauannya.Rehan jadi semakin kesal karena tidak diindahkan oleh istrinya. Rehan pun menggendong tubuh Leona kemudian mem
"Leona," Rehan buru buru kembali memakai celananya, entah kenapa hatinya tidak tenang melihat tangisan Leona tadi. Dia segera menyusul Leona yang hendak pergi tapi Keysa menahan tangannya."Biarkan saja dia sayang, kita lanjutkan saja permainan kita," ujar wanita itu yang kembali menarik tubuh Rehan.Rehan langsung mendorong tubuh Keysa. "Jangan coba coba untuk mendikteku," bentaknya lalu pergi meninggalkan ruangannya. Tanpa menghiraukan teriakan wanita itu, Rehan berlari mencari keberadaan sang istri.Rehan bernafas lega ketika melihat sang istri yang masih mengantri di depan lift. "Sayang, kita harus bicara," ujar Rehan.Lelaki itu langsung mendorong kursi roda sang istri. Dia bawa wanita itu ke taman rumah sakit."Dengarkan aku dulu, maaf, aku khilaf. Keysa menggodaku tadi, dan aku..," Rehan bingung harus menjelaskan apa."Aku tahu Kak, di hatimu memang dialah ratunya. Pernikahan kita ini hanyalah sebagai bentuk tanggung jawabmu saja. Pergilah, t
"Kak, siang nanti, aku ingin bertemu Andrew sepupuku. Dia mengajakku bertemu Bibi, karena dia sangat merindukanku. Boleh Kak?" tanyanya seraya menyisir rambut sang suami yang saat ini tidur di pangkuannya.Mereka sering melakukan pillow talk sebelum tidur sejak hubungan mereka membaik."Kenapa harus pergi keluar? Apa Bibimu tidak mau datang ke rumah ini?" tanya Rehan dengan sedikit amarah."Apa boleh?" harap Leona."Tidak," jawab Rehan singkat padat dan jelas.Leona mendengus kesal. "Kalau begitu, boleh ya aku pergi makan siang bersama mereka?" pinta Leona.Rehan tampak berpikir, namun sedetik kemudian lelaki tampan itu pun mengangguk. Leona tersenyum girang melihatnya. Dia pun spontan mencium bibir sang suami sekilas.Namun, sepertinya, ini tidak akan berhenti disitu saja. Rehan akhirnya mengajak sang istri berperang hingga hari menjelang siang. Rehan baru berhenti ketika dia mendapat panggilan darurat dari rumah sakit."Aku pergi dulu sayang, jam be
"Leona, apa suamimu memperlakukanmu dengan baik?" tanya Bibi tiba tiba.Entahlah, perasaannya mengatakan kalau hubungan mereka tidak baik baik saja."Kenapa Bibi bertanya seperti itu?" kata Leona."Tidak, hanya saja, Bibi takut kalau suamimu memperlakukanmu dengan buruk," sahut Bibi."Tidak, suamiku sangat baik, dia bahkan menyuruhku memberikan oleh oleh untuk Bibi sebelum pulang," bohong Leona."Benarkah?" tanya Bibi tidak percaya."Benar, sebentar, biar aku ambilkan," kata Leona.Wanita cantik itu pun mendorong kursi rodanya ke kamar. Karena baju yang akan dia berikan itu letaknya berada di lemari paling atas, Leona tak sanggup menggapainya. Leona pun memanggil Bibi ARTnya."Bibi," teriaknya.Hingga tiga kali memanggil, Bibi tak kunjung datang. Bibi Andrew yang mendengar teriakan Leona jadi khawatir akan sang keponakan. Wanita paruh baya itu akhirnya menyuruh Andrew untuk melihatnya."Coba kamu lihat, barangkali dia butuh apa apa."Andre
"Bangun," teriak RehanMelihat Keysa yang hanya menggeliat, dia merasa kesal melihatnya. Lelaki tampan itu pun menyiram wajah Keysa dengan air.Byuur"Hah, hah, hah. Apa sih sayang, kenapa kamu menyiramku dengan air?" omel Keysa."Bangun, dan segera pergi dari sini," titah Rehan."ini masih pagi, aku juga masih ngantuk, kenapa kamu kemarin bermain kasar? Badan aku sakit semua nih," keluhnya."Bangun, atau aku seret kamu keluar," bentak Rehan dengan wajah yang sudah tidak sedap dipandang.Keysa pun bangun, dia lalu memunguti pakaiannya yang berserakan di lantai. Setelah memakainya, wanita itu pun duduk di ranjang."Ada apa sih sayang?" ocehnya."Apa pendengaranmu sudah tidak berfungsi dengan baik? Pergi dari sini," usir Rehan."Tapi sayang," Keysa masih ingin protes. "Pergii kataku!!" teriak Rehan kesetanan.Keysa yang ketakutan mendengar lengkingan suara Rehan, terpaksa pergi meninggalkan rumah mewah itu.Rehan lalu pergi ke dapur unt
"Ayra … Nevan … apa yang kalian lakukan?" teriak Raina penuh amarah.Kedua orang itu pun langsung menjauh. Mereka sama sama menunduk karena takut dimarahi oleh sang mama."Maafkan kami Ma. Tolong jangan salah paham. Nevan cuma pamit aja tadi. Dan itu, ciuman perpisahan," jujur Ayra.Nevan merutuki kebodohannya yang tak bisa menahannya tadi. Harusnya dia tidak melakukan itu."Maaf Ma. Nevan yang salah. Bukan Ayra. Kami tidak ada hubungan apa-apa kok," aku Nevan.Raina pun menyuruh kedua remaja itu duduk. Dia pun menjelaskan kemungkinan yang terjadi kalau mereka berhubungan. Dan dia tidak ingin, apa yang dia alami dengan Rehan dan Revan, terulang kembali pada Ayra dan juga Nevan."Sekarang kalian paham kan maksud Mama?" tanya Raina pada dua remaja di hadapannya ini.Keduanya pun mengangguk secara bersamaan. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Di kamar, Raina mendengus kesal pada sang suami. Lelaki tampan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia menyuruh sang istri duduk di
"Lah, kok malah pingsan," gumam Revan.Lelaki itu tidak terlihat panik saat sang istri jatuh pingsan. Dia dengan santainya menggendong tubuh istrinya kemudian menidurkannya di ranjang.Beberapa jam kemudian, Raina sadar. Dia melihat putra sulungnya ada di sampingnya sambil tersenyum manis."Ngapain kamu senyum-senyum?" Kesal Raina."Hehehe, akhirnya, adik Varo udah jadi. Ternyata, tak sia-sia aku kemarin meminta Papa membuat Mama hamil," celetuk remaja tampan itu.Raina pun bangkit dan menjewer telinga sang putra. "Jadi, semua ulah kamu dan Papa ya. Gara-gara kalian, Mama hamil lagi. Kalian pasti yang menukar obat yang biasa Mama minum," omelnya."Aduh Ma, ampun, sakit Ma. Bukan Varo yang melakukan itu. Varo cuma menyuruh Papa supaya Mama bisa hamil," aku remaja itu."Sama saja, kalian telah bersekongkol rupanya," kesal Raina.Wanita itu pun melepaskan tangannya. Dia juga tak tega menyakiti putranya. Mungkin, memang sudah takdirnya harus memiliki anak lagi. Namun, dia masih harus meng
"Astaga Nevan? Kenapa kamu bisa ada di kamar Papa? Kenapa tidak ketuk pintu dulu saat masuk?" amuk Revan.Bocah kecil itu langsung menundukkan kepalanya. Dia tidak pernah dibentak oleh Mamanya. Maka dari itu, dia takut saat mendengar suara Revan yang meninggi.Raina yang mengerti pikologis Revan langsung menyenggol lengan suaminya.Raina pun menarik selimut sampai menutupi tubuhnya. "Sayang, maaf, Mama belum sempat bicara sama Papa. Sekarang, kamu tunggu Papa dan Mama di luar. Setelah ini, kami akan mengantarkanmu mendaftar sekolah," ujar Raina penuh kelembutan.Bocah kecil itu pun mengangguk, lalu keluar masih dengan kepala menunduk. Raina menghela nafas panjang."Pa, jangan terlalu keras sama Nevan. Dia itu belum pernah dibentak sama Nayumi. Wanita itu mungkin terlalu menyayanginya hingga tak pernah memarahinya. Kita didik dia secara perlahan. Nayumi tidak memiliki suami, tentu dia bisa dengan bebas masuk kamar mamanya," nasehat Raina."Ahh iya, aku lupa. Nanti aku akan meminta maaf
"Siapkan alat pacu jantung," titah Revan pada perawatnya.Lelaki itu pun menempelkan alat itu pada dada sang putra. Dua kali kejut, tubuh Revan masih belum menunjukkan reaksi. Padahal, Revan sudah dua kali menaikkan tenaga listriknya."Sus, naikkan lagi," titahnya."Dok, ini sudah yang paling tinggi," ucap perawat itu.Revan pun mengangguk. "Kita coba sekali lagi," ujarnya.Revan akhirnya bernafas lega, saat terlihat garis halus di layar monitor jantung. Tubuhnya pun merosot ke lantai, karena tak sanggup lagi menahan bebannya. Andai dia bisa, dia ingin menggantikan putranya yang sedang terbaring lemah itu.Raina pun membantunya berdiri. Wanita itu terus mengusap punggung sang suami, supaya lelaki itu lebih kuat."Kita tunggu Nevan di sana ya," bujuk sang istri sambil menggiring suaminya ke sofa.Revan pun menurut, lelaki itu membenamkan kepalanya di bahu sang istri. Tangisnya kembali pecah, karena dia mengetahui, kemungkinan sembuh putranya sangat kecil."Sabar Kak, kita doakan saja y
"Hai Boy, gimana kabarmu?" tanya Revan saat dia berada di ruangan sang putra."Baik Pa," jawab bocah kecil itu dengan lesu.FlashbackBegitu mereka turun dari bandara, Revan sudah menunggunya dengan ambulan. Dan langsung dia bawa ke rumah sakit tempat Raina dirawat.Dahi lelaki itu mengerut saat membaca laporan kesehatan yang dilampirkan oleh dokter dari rumah sakit sebelumnya."Kenapa sudah sampai separah ini Nayumi tidak memberi tahunya. Apa wanita itu sudah tidak menganggapnya lagi?" batin Revan kesal.Lelaki itu pun mencari dokter terbaik untuk Nevan. Dia bahkan mencari donor hati, seandainya Nevan memerlukannya.Flashback off"Papa sangat merindukanmu Boy," ucap Revan."Nevan juga Pa. Sekarang, Nevan bahagia, bisa di sini bersama Papa," ucap bocah itu.Tak lama, pintu terbuka, datang Raina sambil menggendong putranya didorong oleh sang mami."Sayang, kenapa kemari? Apa kamu sudah baikan?" tanya Revan khawatir.Melihat raut wajah sang papa yang berubah saat kedatangan wanita canti
"Papa ….""Ayo Mami, semangat. Papa di sini menemani Mami," bisik lelaki itu.Revan terus menciumi kening istrinya sebagai penyemangat sang istri. Setelah meraup oksigen. Raina akhirnya mengejan hingga terdengarlah suara tangisan bayi yang melengking.Oweek oweek oweekRevan tersenyum bahagia saat melihat putranya lahir dalam keadaan sehat dan selamat."Mami hebat! I Love You Mami," bisiknya.Tak lama, Raina pun memejamkan matanya. Tenaganya sudah habis hingga membuat dia tak sanggup untuk membuka mata."Sus, istri saya kenapa? panik Revan saat melihat sang istri yang hanya terdiam.Dokter itu pun memeriksa keadaan Raina. Wanita itu kembali tersenyum dan berkata, "Ibu hanya kelelahan Pak. Nanti juga bangun."Revan bernafas lega. Dia sudah berpikir yang tidak tidak tadi. Sungguh, dia tak sanggup jika harus kehilangan orang yang dia cintai untuk kedua kalinya.Raina sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Revan terus menggenggam tangan sang istri. Sesekali dia menciumnya."Mi, ayo bangun!
Masih jelas di ingatannya senyum ceria saat lelaki itu berlutut di hadapannya untuk kembali melamarnya."Maafkan Mami Dad. Hanya saja, Mami takut dan trauma dengan kehilangan. Dan sekarang, Daddy malah pergi meninggalkan Mami, Selamat Jalan Dad. Cinta Mami untuk Daddy akan tetap ada di sini," batin Raina.Sementara gadis kecil itu, hanya menangis sesenggukan di samping makam sang ayah."Daddy, maafkan Ay. Ay sayang sama Daddy. Meski kebersamaan kita tidak lama. Namun kasih sayang Ay pada Daddy sangat besar. I Love You Dad," lirihnya.Saat Rayyan hendak membantu tubuh Raina berdiri, wanita itu mendadak limbung dan tak sadarkan diri.Rayyan lalu menggendong tubuh adiknya ke dalam mobil. Ryu memeriksanya, setelah sang ayah mengangguk. Mereka pun membawanya pulang ke rumah.Raina sudah membuka matanya, tangisnya kembali pecah kala mengingat apa yang dia alami saat ini. Rasanya, baru kemarin lelaki itu tersenyum bersamanya. Kini, dia harus kehilangan senyum itu.Raina baru menyadari kalau c
"Daddy, berdiri," ujar Raina setengah berbisik."Tidak, aku tidak akan berdiri sebelum kamu menerimaku," kekeh Rehan.Raina berdecak. "Baiklah, aku menerimamu, sekarang berdirilah," ujar Raina.Sorak sorai bergema di taman kolam renang itu. Senyum menghiasi wajah Rehan. Namun, senyum itu pudar saat mendengar ucapan dari mantan istrinya."Daddy, aku menerimamu hanya karena tidak ingin kamu merasa malu di hadapan mereka. Daddy kan tahu, aku tidak ingin menikah lagi."Rehan hanya mengangguk saja. Benar kata Raina, dia pasti akan malu kalau wanita itu menolaknya mentah-mentah.Acara pun dilanjutkan kembali. Yang laki-laki memilih membakar daging, ayam, sosis dan juga pentol. Sementara yang wanita menyiapkan saus dan makanan lainnya.Semua bahagia hari itu, kecuali Rehan. Lelaki yang hari ini bertambah usia itu hanya bisa menghela nafas panjang mengingat ucapan Raina tadi. Ayra duduk di samping sang ayah. Gadis itu seolah tahu kegundahan hati ayah kandungnya."Dad, kenapa murung gitu?" tany
Entah berapa lama Raina tak sadarkan diri. Wanita itu bangun kala adzan subuh telah terdengar. Raina segera melaksanakan kewajibannya sebagai seorang muslim.Selepas salam, dia ingin membantu sang mama membuat sarapan. Namun tiba-tiba tubuhnya mendadak limbung. Dunia terasa berputar-putar. Hingga wanita itu pun kembali tak sadarkan diri.Wanita itu terbangun, dia menghembuskan nafas kasar kala melihat dirinya berada di rumah sakit kembali. Raina melirik ke samping. Makin kesal lagi saat dia melihat mantan suaminya ada di samping."Apa tidak ada orang lain? Kenapa mesti menyuruh dia menungguku di sini?" gerutu Raina dalam hati.Wanita itu pun membalikkan tubuhnya. Melihat ranjang yang bergetar membuat Rehan membuka matanya."Rai, kamu sudah sadar?" tanyanya."Huumm," jawab Raina singkat."Ada yang kamu inginkan?" tanya Rehan lagi."Aku ingin pulaaang. Kenapa aku dibawa kesini lagi? Kalau di rumah, kan aku bisa melihat semua barang peninggalan kak Revan, hiks, hiks," tangis Raina."Rai,