185Bima menatap tak percaya. Matanya berkaca-kaca. Tak percaya rasanya wanita itu memaafkan dirinya. Padahal ia sengaja menyimpan lama rahasia ini karena takut Mentari membencinya.βApa yang sudah Kakak lakukan selama ini untukku dan anak-anak, lebih dari cukup untuk menebusnya. Kebaikan Kakak lebih banyak daripada kesalahanmu. Aku bahkan berhutang terlalu banyak sama Kakak. Hutang yang mungkin nggak bisa aku bayar. Tanpa bantuan Kakak selama ini, bahkan nyawa pun mungkin aku sudah tidak punya.ββJangan berlebihan, Dek.ββItu kenyataannya, Kak Bim. Kakak ingat saat aku pendarahan menjelang melahirkan? Jika bukan Kakak yang cepat datang menolong, mungkin aku dan anak-anak hanya tinggal nama saja. Sekali lagi aku berhutang banyak sama Kakak. Dan disadari atau tidak, kami sudah sangat bergantung sama Kakak. Apa Kakak setega itu ninggalin kami di saat anak-anak bahkan tidak mengenal orang lain selain Kakak?βMentari menatap nanar. Pun dengan Bima yang dadanya dipenuhi keharuan dan kebaha
186[Lusa shooting perdana film Keluarga Tak Selamanya Surga, apa kamu mau menyaksikan?]Mentari membaca pesan dari Bima di sela-sela kegiatannya mengetik novel.[Kalau mau, besok aku jemput. Pulangnya aku janji ajak kalian jalan-jalan.]Pesan kedua masuk bahkan sebelum ia membalas pesannya yang pertama.[Siapin keperluan kembar lebih banyak. Nanti aku booking hotel untuk kalian beberapa hari menginap di sini. Jangan buru-buru pulang seperti kemarin.][Izinkan aku mengajak kalian jalan-jalan dan bersenang-senang dulu di sini.]Mentari menarik napas panjang dan membuang perlahan. Satu lagi rasa haru menyeruak. Bima begitu tinggi rasa ingin membuat ia dan anak-anaknya senang, padahal laki-laki itu tak memiliki kewajiban apa pun atas dirinya dan juga si kembar.Namun, untuk saat ini fokus Mentari proses perceraian dulu. Belum memikirkan apa pun walaupun itu untuk bersenang-senang. Toh, jika nanti ia sudah bercerai dan mereka berjodoh, akan memiliki banyak waktu untuk pergi bersenang-senan
187βMbak Ratri β¦ apa kabar?β Mentari memekik dan langsung memeluk wanita di hadapannya. Tadi begitu mengenali siapa tamu yang berkunjung, ia meminta Mbak Rumi membuka pagar.Tentu saja Mentari mengenal wanita itu. Selama berumah tangga dengan Samudra, ia tahu jika wanita itu asisten setia sang mertua. Di mana pun ia bertemu Nenek Widya, maka akan ada Ratri di sana. Termasuk saat ibu mertua mengunjunginya di apartemen Samudra, Ratri akan ikut serta.Walaupun tidak pernah terlibat perbicaraan dengan wanita tiga puluh tahunan dengan ciri khas pakaian berwarna gelap itu, karena Ratri memang jarang bicara selama menjadi asisten sang mertua, tetapi Mentari cukup mengenalnya. Yang ia tahu, Ratri wanita sederhana yang apa adanya. Yang mencolok adalah, loyalitas dan kesetiaannya yang tinggi hingga ibu mertuanya memperkerjakannya dalam waktu lama.Kini, saat wanita itu datang, rasanya bagai dikunjungi kerabat yang lama tidak bersua. Karena selama ia tinggal di sana tidak pernah ada yang berkun
188βSebelum meninggal, Bu Widya berpesan agar saya menikah dengan Pak Samudra. Beliau kacewa dengan Nona. Beliau ingin setelah kepergiannya, anaknya mendapatkan kebahagiaan. Entah kenapa Bu Widya meminta saya yang mendampingi anaknya. Saya tidak bisa menolak karena ini permintaan terakhir beliau. Mohon Nona Mentari tidak membenci saya karena hal ini.ββSaya bicara ini sekarang agar Nona tidak terlalu kaget jika kelak mendengar berita ini. Apa pun yang pernah dan akan terjadi, semoga keridhoan menyertai hati kita semua karena kami akan segera menikah.ββSaya tidak bermaksud membuat Pak Samudra berpaling dari Nona, dan Pak Samudra pun tidak bermaksud membuat Nona terluka, kami hanya menjalankan amanat terakhir Ibu sebelum beliau pergi.ββSemoga Nona memaklumi semua ini. Dan semoga Nona selalu berbahagia dengan kehidupan yang baru.βSemua kalimat yang terucap dari mulut Ratri dengan tenang, lugas dan tertata itu, terus terngiang-ngiang di telinga Mentari. Padahal sudah beberapa hari lal
189Mentari membuang muka setelah beberapa lama memperhatikan interaksi Samudra dengan kedua anaknya. Ada rasa perih yang menjalari hati, bahkan menyebar hingga seluruh inci tubuh. Andai saja tidak ada kejadian laknat malam itu, mungkin ini bukan kali pertama ketiganya terlihat seperti ini. Kedua anaknya sebenarnya berhak mendapatkan kasih sayang yang utuh dari kedua orang tua. Kedua anaknya berhak mendapat kasih sayang ayah kandungnya sejak dalam kandungan.Sayang sekali karena kejadian itu, keduanya tak pernah merasakan dibelai saat masih berada di dalam perutnya. Tak diazdani sang ayah kandung, dan tak mendapat pendampingan saat tumbuh kembang.Rasa bersalah pada kedua anaknya karena tak dapat memberikan kasih sayang utuh sering disesalinya. Namun, ia tak berdaya. Hatinya terlanjur sakit diperlakukan nista keluarga itu. Hatinya hancur tidak dipercaya suami sedemikia rupa.Mentari menarik napas dalam-dalam untuk membunuh sesak yang meraja. Ternyata, begitu sulit membuang kenangan me
190 βAku pikir dulu Bapak segera mendaftarkan perceraian kita setelah malam itu. Aku menunggu surat panggilan dari pengadilan agama, atau lebih bagusnya menunggu akta cerai turun, tapi itu tak kunjung terjadi. Hingga akhirnya hubungan kita terkatung-katung. Status kita tidak jelas, dan masalah kita menggantung. Andai dulu Bapak keberatan melakukannya, mungkin aku sendiri yang akan melakukan. Sayangnya, aku tidak membawa semua dokumen pernikahan karena berpikir Bapak yang akan menyelesaikan semuanya.β Mentari menjeda kalimat untuk menguatkan hatinya. Bohong jika ia baik-baik saja membicarakan perihal perceraian yang menyakitkan. Jika pun ia terlihat dan terdengar tegar, semua hanya kamuflase semata. Hanya untuk menjaga harga dirinya yang sudah diinjak-injak Samudra dan keluarganya. βAku tidak tahu alasan apa yang membuat Bapak mencabut gugatan dulu, dan aku juga tidak mau tahu. Yang ingin aku tahu dan yakinkan sekarang, siapa yang akan menggugat? Jika Bapak masih belum ada waktu kare
191βMaaf.β Entah sudah berapa kali kata itu terdengar Mentari. Pria di hadapannya terus saja mengucapkan kata itu dengan penuh penyesalan.Entah sudah berapa kali juga Mentari menarik napas panjang dan meyakinkan dirinya jika pertemuan mereka ini agar urusan di antara mereka cepat selesai. Agar tidak perlu ada pertemuan intim seperti ini lagi antara dirinya dan Samudra.Jangan sampai karena tersulut emosi, pertemuan ini tidak membuahkan hasil dan hubungan mereka semakin terkatung-katung. Ia tidak mau Ratri mengecap dirinya sengaja mengulur waktu agar pernikahan mereka diundur.Sebenarnya, sulit mempercayai jika mereka akan segera menikah atas amanat Widya. Namun, segala hal memang bisa terjadi selama kurun waktu satu setengah tahun. Mungkin, setelah ia pergi dari rumah itu, mereka memang melakukan penjajakan, atau mungkin mereka sudah menjalin hubungan layaknya orang berpacaran.Apa ia marah? Cemburu? Tidak sama sekali. Mentari sudah tidak lagi peduli apa pun yang terjadi dengan pria
192Samudra berjalan tergesa sesaat setelah turun dari mobil. Ia langsung menuju ke perusahaan untuk menemui Ratri. Pria itu sangat yakin jika ada seseorang yang menyampaikan kebohongan kepada Mentari. Dan Ratri satu-satunya tersangka di matanya.Mentari tidak mau mengatakan apa pun. Bahkan setelah ia mendesaknya. Wanita itu malah terus menuntut untuk segera menyelesaikan proses cerai.Samudra kesal, tetapi tak dapat melakukan apa pun. Ia harus menahan diri jika tak ingin semua semakin berantakan. Bagaimana pun, kesalahanya di sini sangat besar. Hancurnya pernikahan mereka tentu saja andil besar dirinya. Karena jika dirinya tetap percaya pada Mentari meski sebesar apa badai dari luar, tentu hal ini tidak akan sampai terjadi. Karena kebodohan dirinyalah nasib pernikahannya berada di ujung tanduk. Jika sekarang semakin banyak aral menghadang niat baiknya memperbaiki hubungan, tentu tugasnya untuk menyingkirkan semua aral itu.Entahlah, kenapa semakin ke sini ia merasa semakin banyak ora