Share

Bab 03 || Tinggal Bersama

Penulis: ValiciaClarenda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-13 22:25:40

Rintik gerimis membasahi bumi pertiwi. Di bawah nungan langit malam yang memayungi alam semesta, terlihat lautan manusia yang datang berbondong-bondong memasuki pemakaman guna mengiringi peristirahatan terakhir Alexander Septihan. Siang tadi, kabar duka datang menimpa keluarga besar David Septihan. Pria berusia sekitar 24 tahun yang seharusnya menikah pada hari ini dan akan memulai hidup bahagia bersama dengan wanita yang dicintainya, kini telah pergi untuk selama-lamanya menuju kepangkuan Yang Maha Kuasa.

Banyak yang merasa sedih atas kepergian Alex. Kematian, tidak ada yang tahu kapan ia akan datang menjemput. Kehadiran-nya tiba-tiba tanpa bisa dicegah, kemunculan-nya pun menjadi rahasia di antara ribuan nyawa manusia. Bisa jadi, sekarang kita merasa sehat dan baik-baik saja. Namun, siapa yang tahu satu-dua detik kedepan, raga telah meregang nyawa menyusul mereka yang terlebih dahulu telah pergi.

Sampai pada beberapa saat kemudian, serangkaian proses pemakaman telah selesai dilaksanakan. Satu-persatu dari orang-orang yang ikut mengantar ke pemakanan, mulai berpamitan untuk pulang. Termasuk hal-nya dengan keluarga besar Septihan, Sulistyo dan juga Via.

Duka menyelimuti setiap hati yang ditinggalkan. Bahkan, Bianca, istri Brian dua kali jatuh pingsan sejak kabar duka sampai kepada keluarga mereka. Putra bungsu yang sangat dicintai-nya telah tiada dan pergi untuk selama-lama-nya.

“Aku tidak menyangka, kau akan pergi secepat ini, Alex. Kakek harap, kau tenang di sana,” ucap David dengan sorot mata sendu.  

“Dia pergi dengan harapan yang besar. Semoga kau bahagia, Son.” Brian ikut berujar.

Bianca yang berada di antara David dan Brian mengusap air mata-nya yang terus menetes. “Oh, Alex. Kenapa kamu pergi lebih dulu, Nak? Bukankah kamu sudah berjanji untuk selalu menemani Mama?” tutur Bianca, melahirkan tangisan pilu.

“Tidak ada guna-nya berlarut-larut dalam kesedihan. Kita harus ikhlas,” pungkas David terdengar bijak.

Sedikit bergeser ke samping, Brian yang mengerti dengan maksud dari perkataan sang papa pun segera menenangkan Bianca. “Sudah, Ma. Biarkan Alex tenang di sana. Sekarang sebaik-nya kita pulang. Hujan juga semakin deras, eh?” ajak pria paruh baya itu kepada sang istri.

Melirik sekilas ke arah makam baru yang berada di hadapan-nya, Bianca yang lunglai memilih mengangguk patuh. “Iya, Pa.” Dengan hati yang berat pasangan paruh baya itu pun mulai beranjak pergi keluar arena pemakaman, menyusul para pentakziyah yang lain.

.

.

Semua orang telah pergi meninggalkan pemakaman. Brian, Bianca, David, serta para pentakziyah telah berjalan menuju pintu keluar. Sementara di tempat-nya, Ameera masih mematung dengan pandangan yang tidak luput sedetik pun dari gundukkan tanah bertabur bunga yang baru beberapa saat lalu ditimbunkan.

Gemuruh guntur terdengar saling bersahutan. Perlahan, rintik gerimis jatuh membasahi bumi pertiwi. Meski begitu, sosok bercadar yang berdiri tepat di depan makam Alex masih tidak juga beranjak, hingga membuat ayah dan ibu-nya merasa khawatir.  

“Ameera, ayo kita pulang, Nak. Semua orang sudah pergi.” Tiga langkah di belakang Ameera, Via mencoba mengajak putri-nya itu untuk pulang bersama mereka.

Perempuan dalam balutan baju syar’i itu menggeleng pelan. “Ameera masih mau di sini dulu, Bu. Sebentar lagi. Ameera mau pamitan sama mas Alex.” Sejak mereka memutuskan untuk menikah, Ameera sudah mulai membiasakan diri memanggil Alex dengan sebutan mas seperti saat ini.

“Ya sudah. Kalau begitu, Ayah sama Ibu tunggu di depan sana, ya,” putus Sulistyo menghargai keinginan putri mereka yang meminta waktu sendiri.

“Jangan lama-lama, ya, Nduk. Hujan ini, nanti kamu sakit,” pesan Via lemah-lembut.

Ameera mengangguk kecil hingga nyaris tidak terlihat di gelap-nya malam. “Iya Ayah, Ibu. In syaa Allah, setelah ini Ameera langsung nyusul,” balasnya dengan suara parau.

Setelah suasana di sekitar pemakaman sepi, Ameera duduk seorang diri di sebelah makam Alex. Sementara itu tidak jauh dari tempat perempuan itu berada, Sulistyo dan Via yang belum benar-benar pergi turut memperhatikan gerak-gerik putri mereka. Kedua-nya hanya bisa menghela napas pasrah, dan berharap badai ini akan segera berlalu.

Pasangan paruh baya itu bisa memaklumi dan turut merasakan kehilangan yang Ameera rasakan. Meskipun telah ditinggal oleh calon suami sekaligus laki-laki yang diam-diam dicintainya, Ameera tidak meratap atau menangis tersedu-sedu. Perempuan itu, nampak tegar seolah-olah telah mengikhlaskan semuanya dan menerima apa yang ditakdirnya untuknya hingga membuat Sulistyo dan Via terkagum.

“Aku tahu, tidak pantas rasanya aku menangisi kamu, Mas Alex. Saat ini, kita masih belum menjadi pasangan yang sah. Aku cuman mau ngucapin terima kasih karena kamu sempat memberikan impian indah untuk-ku. Semoga segala urusan Mas dipermudah,” ucap Ameera dengan tulus.

Sekalipun dia berusaha terlihat tegar. Namun, percaya-lah, jika jauh di dalam hati-nya, Ameera tengah begitu tidak berdaya. Manusiawi untuk merasa sedih dan terpukul. Hanya saja, Ameera mencoba agar tidak terlalu berlarut. Bagaimanapun juga, semua adalah kehendak yang di atas. Sehungga, sekuat apa pun kita para manusia mencoba menyusun rencana, kalau Allah belum berkehendak, maka tidak ada arti-nya.

Di antara keheningan yang tercipta, tanpa disadari seseorang berjalan menghampiri Ameera dan berhenti tepat di belakang-nya. “Mau sampai kapan kamu duduk di situ?” Suara berat yang mengalun, berhasil menyentak sang empunya nama.

Menoleh ke arah sumber suara dan mendongakkan kepalanya sedikit ke atas, perempuan bercadar di bawah sana terbelalak tatkala mendapati siapa sosok jangkung yang berdiri di belakang dan tengah menatapnya dengan ekspresi wajah sedingin mungkin. “M-mas Alvan?” gumam Ameera dengan suara tercekat. Ada terkejut sekaligus gugup yang mendera hati-nya melihat kehadiran Alvan di sana.

Sembari memasukkan sebelah tangan ke dalam saku celana, Alvan berdecak gerah. “Ck, benar-benar menyebalkan!” umpat-nya dengan suara rendah. Dia tidak menyukai respon Ameera yang menurut-nya sangat lamban itu.

Di tempat-nya, Ameera mengerjap polos. “Mas Alvan bilang apa?” beo perempuan itu, bingung. Pasal-nya gumaman Alvan terlalu rendah hingga nyaris tidak terdengar.

Bukan-nya menjawab, sosok jangkung itu justru mendengkus kasar. “Astaga, selain menyebalkan, ternyata dia juga bodoh!” Berjalan satu langkah ke depan sosok jangkung itu menatap Ameera dengan raut wajah tanpa ekspresi. Angin malam yang berhembus menjadi saksi bisu dari rahasia dua hati yang bersatu.

Lalu, dalam sekejap mata Alvan sudah mengangkat tubuh Ameera. Tak pelak, hal tersebur membuat sang empu terkejut. “Mas Alvan? Apa yang Mas lakukan? Turunkan aku, Mas!” pekik Ameera seraya berusaha turun dari gendongan Alvan.

Meskipun mereka telah sah sebagai pasangan suami-istri. Namun, Ameera masih belum terbiasa berinteraksi langsung dengan Alvan seperti ini. Belum lagi, laki-laki itu selalu bersikap dingin sejak pertama kali mereka bertemu. Lalu, baru saja secara tiba-tiba dia mengangkat tubuh Ameera dan membuat perempuan itu terkejut sekaligus gugup.

“Hujan semakin deras. Aku enggak mau Papa dan Kakek marah cuman karena kelakuan kekanak-kanakan kamu itu,” cetus Alvan menohok.

Mengerti dengan kekhawatiran sang suami, Ameera menundukkan kepalanya dalam-dalam, menyesal. “M-maaf.” Ia memberingsut kemudian menyembunyikan wajahnya pada dada bidang Alvan.

Menghela napas berat, Alvan mulai melangkah pergi menuju pintu keluar dengan Ameera yang berada di dalam gendongannya. “Pegang erat-erat. Kalau jatuh, aku itu di luar tanggung jawabku!” peringat laki-laki itu kemudian mempercepat laju langkahnya.

Tidak berani menentang, Ameera segera mengalungkan kedua lengannya pada leher jenjang Alvan. Rintikan hujan yang masih setia turun, kini berubah menjadi deraian yang cukup deras. Di sela-sela langkahnya, Alvan merundukkan sedikit tengkuk-nya ke bawah guna melindungi wajah Ameera agar tidak terkena air hujan. Namun, sepersekian detik kemudian, Alvan tersadar dengan perbuatan bodoh-nya, segera menegakkan leher-nya dan membiarkan rintikan hujan membasahi wajah Ameera yang tertutup kain cadar.

‘Shit! Untuk apa aku peduli padanya?’

***

Di luar pemakaman, David dan yang lain tengah menunggu di mobil. Sudah lebih dari lima belas menit, Alvan dan Ameera masih belum kunjung keluar juga. Padahal, hujan yang turun sudah semakin deras.

“Di mana mereka? Bukankah Alvan bilang, dia akan menjemput Ameera?” kata David diiringi batuk-batuk kecil. Tubuh senja-nya, sedikit rentan dengan hawa dingin yang menusuk.

Sampai pada beberapa saat kemudian, Brian tersenyum begitu melihat Alvan yang baru saja keluar pemakaman sembari menggendong Ameera. “Hey, Alvan. Ada apa dengan Ameera? Kenapa kamu menggendongnya seperti itu?”

Sontak, pertanyaan Brian tersebut berhasil menarik perhatian banyak pasang mata. Termasuk dengan, Sulistyo dan Via yang juga berada di sana, turut menoleh dan memperhatikan pasangan muda yang tengah berjalan ke arah mereka. ‘Ada apa dengan Ameera? Kenapa Alvan menggendongnya?’ Via dan Sulistyo beryanya-tanya dalam hati.

Alih-alih langsung menjawab, Alvan memilih mengitari mobil miliknya yang terparkir tepat di depan mobil sang papa kemudian mendudukkan Ameera di kursi samping kemudi. “Mulai malam ini, dia akan tinggal bersaamaku,” putus laki-laki itu seketika membuat Ameera dan semua yang mendengarnya terkesiap.

David mengangkat satu alisnya ke atas. Sementara Via dan Sulistiyo yang juga masih berada di sana saling berpandangan bingung, begitu juga dengan Brian dan Bianca, yang juga tidak bisa langsung menyimpulkan keputusan putra mereka.

“Kau yakin dengan keputusanmu itu, Son?” tanya Brian memastikan.

Hm.”

“Lalu, bagaimana dengan Ameera. Apa kau sudah membicarakan hal ini dengan istrimu?”

Untuk sesaat, Alvan bergeming. Diliriknya perempuan bercadar yang sudah duduk di dalam mobil dengan pandangan tak yakin. Namun, beberapa detik kemudian Alvan yang sempat ragu mengangguk singkat. “Hm.” Lagi-lagi, sosok jangkung itu hanya berdeham.

“Itu ....” Ameera hendak menyela. Namun, perempuan itu segera mengatupkan kedua bibir-nya tatkala mendapati, Alvan yang tengah menatapnya dengan penuh intimidasi.

“Pernikahan sudah terjadi. Aku mau, dia ikut denganku. Bukankah begitu seharus-nya? Pasangan yang sudah menikah tinggal bersama,” tandas Alvan penuh arti. Sementara pandangan-nya tidak lepas menatap Ameera. Seolah-olah, sorot mata tajam itu hendak menguliti perempuan lemah di dalam mobil hidup-hidup.

Sulistyo berpandangan dengan sang istri sebelum kemudian manggut-manggut kecil. “Baiklah. Kami menghargai keputusanmu, nak Alvan. Hanya saja ....” Pria paruh baya itu nampak ragu untuk melanjutkan kalimat-nya.

Seakan paham dengan apa yang dikhawatirkan oleh Sulistyo, Alvan tersenyum tipis. “Ayah tenang saja, Ameera sudah setuju dengan keputusan ini. Kami memang berniat untuk tinggal bersama,” tukas Alvan sembari memberi isyarat kepada Ameera agar tidak bertindak gegabah dan membuat diri-nya marah.

Meneguk salivanya susah payah, Ameera yang tidak memiliki pilihan pun mengangguk kecil. “I-iya, Ayah. Mas Alvan benar. Kami memang berniat tinggal bersama.” Akhir-nya, mau tidak mau Ameera hanya bisa pasrah dan menyetujui keputusan tinggal bersama dengan keluarga suami-nya.

Via menghela napas lega mendengar keputusan putri mereka. “Kalau memang seperti itu, Ayah dan Ibu cuma bisa mendukung keputusan kalian.” Sebagai seorang ibu, Via hanya bisa mendukung kebahagiaan putri-nya.

“Terima kasih atas kelapangan-nya, Ayah, Ibu. Kalau begitu, saya dan Ameera permisi dulu.” Setelah membungkuk sekilas, Alvan pun segera masuk ke dalam mobil dan mulai membawa kendaraan beroda empat itu melaju meninggalkan pemakaman dengan kecepatan rata-rata.

“Kenapa Ibu merasa khawatir ya, Pak?”

“Tenang, Bu. Semua ini sudah keputusan mereka. Kita do’akan saja yang terbaik untuk Ameera.” Sulistyo mencoba menenangkan sang istri.

Menghela napas panjang, Brian keluar dari dalam mobil dan menghampiri pasangan paruh baya yang kini telah menjadi keluarga-nya itu. “Kalian berdua tenang saja. Ameera pasti akan baik-baik saja. Alvan, dia memang kelihatan dingin dan keras. Tetapi, dia cukup sensitif. Ameera pasti bisa mengetuk dinding di hati-nya,” ujar Brian, meyakinkan.

Meski masih dirundung keraguan, Sulistyo dan Via mencoba mempercayai Brian. Terlebih lagi, saat ini David tengah memandangi mereka dari dalam mobil. Sehingga, Sulistyo dan Via tidak bisa leluasan dalam bertindak, atau mereka akan mendapat masalah bila membuat keluarga Septihan tersinggung.

***

Sebuah mobil berjalan cepat membelah jalanan malam. Rintik hujan mulai mereda, menyisakan genangan air di celah aspal basah berwarna hitam. Di sepanjang perjalanan, Ameera terus memperhatikan pemandangan di luar jendela.

Sembari menggenggam seat belt yang melingkar di tubuhnya yang ramping, sesekali perempuan itu melirik ke samping tempat di mana Alvan berada, dan memperhatikan-nya dengan lekat. ‘Jadi, seperti ini rupa suamiku kalau dilihat dari dekat,’ gumam Ameera dalam hati.

Sosok jangkung yang sedang mengemudi itu terlihat begitu tenang dalam diam. Pandangannya fokus menatap jalanan di depan sana. Seolah-olah bidikan di penghujung jalan akan melesat jika ia menggeser mutiara pekat milik-nya barang sekejap saja.

“Bicara saja. Aku tau, sejak tadi kamu hendak mengatakan sesuatu sampai terus menatap-ku seperti itu,” pungkas Alvan tiba-tiba, menyentak Ameera. 

Berdeham pelan, perempuan bercadar itu cukup terkejut dengan kepekaan Alvan. Juga tentang laki-laki itu yang bisa membaca apa yang berada di dalam pikirannya. ‘Dari mana Mas Alvan tahu kalau ada sesuatu yang mau aku katakan?’ batin Ameera bertanya-tanya.

“Sebelum aku ikut Mas, apa aku boleh pulang dulu ke rumah Ayah dan Ibu? Aku harus ambil barang-barangku dulu di sana.” Takut-takut, Ameera membeberkan apa yang sedari tadi mengganggu pikirannya.

 Melirik sekilas ke arah Ameera dan kembali memperhatikan jalan, Alvan menggeleng singkat. “Tidak perlu. Aku sudah menyuruh seseorang untuk mengambil semua barang-barang milik-mu dan membawanya ke mansion,” jawab-nya tidak bersahabat.

“Tapi ....” Kata-kata Ameera menggantung beberapa saat. “Ada sesuatu yang harus aku ambil. Aku khawatir, Ayah dan Ibu enggak akan tahu di mana aku meletakkan-nya.”

Ck, menyebalkan sekali!” decak Alvan tanpa mempedulikan keinginan Ameera.

“Mas?” panggil Ameera dengan suara lembut,

“Kamu tidak dengar? Kita ke mansion. Kalau ada yang mau kamu ambil, bicara saja dengan Palve. Dia yang akan membawakan-nya untukmu!” cetus Alvan paten.

Tidak berani membantah, Ameera pun memilih mengalah dan menutup mulut-nya rapat-rapat. Kembali, dia menyandarkan punggung-nya pada sandaran kursi serta menahan diri atas apa yang ia inginkan. Sementara itu, di tempat-nya, Alvan hanya menghela napas melihat Ameera yang tertunduk lesu. Sebenar-nya, apa yang perempuan itu sembunyikan dari-nya? Mengapa dia tidak mau memberitahu apa yang hendak diambil-nya? Entahlah, Alvan memilih tidak menghiraukan dan kembali fokus mengemudi.

***

“Mas Alvan mau ke mana lagi?” Ameera bertanya pada Alvan. Sosok jangkung yang berdiri beberapa langkah di hadapan-nya itu nampak terburu-buru seperti hendak pergi, padahal mereka baru saja sampai di mansion keluarga Septihan.

Melirik sekilas ke arah Ameera, Alvan mengambil jas baru dari dalam mobil kemudian segera memakai-nya. “Ke mana aku pergi, itu enggak ada urusan-nya sama kamu!” Sembari mengancing jas hitam yang dikenakan, laki-laki itu membalas dengan ketus.

“Tapi, Mas ... ini sudah malam.” Ragu-ragu, Ameera mengingatkan. Selain karena sudah malam, mereka baru saja menikah. Apa yang orang-orang katakana jika mereka mengetahui tentang pasangan baru yang langsung berpisah dengan melewatkan malam pertama mereka?

Gerakan mengancing Alvan berhenti. Membalikkan tubuh-nya, ia menatap Ameera dengan sinis. Tentu saja, dia tidak suka dengan ucapan perempuan itu yang dianggap terlalu berlebihan. “Aku paling membenci wanita cerewet dan suka ikut campur!”

Meneguk saliva-nya berat, Ameera merasa termpar oleh kata-kata Alvan. Meski begitu, ia berusaha mengenyahkan rasa takut-nya dan mencoba bersikap tenang seperti biasa. “M-mas pulang jam berapa?” Berdeham pelan, Ameera berjalan menghampiri sang suami. “Biar aku bisa nyambut Mas ....”

“Susah sekali dibilangin! Aku tidak suka kamu ikut campur urusanku. Kenapa kamu tidak mengerti juga?!” tandas Alvan dengan berang.

Tersentak, Ameera segera menunduk dalam. “M-maaf, Mas. Aku enggak bermaksud ikut campur urusan Mas Alvan,” cicit perempuan itu menyesal.

Huuh, dasar perempuan menyebalkan!” kesal Alvan gerah, “ngapain kamu berdiri terus di situ? Minggir!” 

“Iya, Mas.”

Tidak sabar menunggu Ameera beranjak, Alvan segera menerobos dan mendorong-nya hingga membuat perempuan itu mundur beberapa langkah ke belakang. Sesampai-nya di depan mobil, Alvan menghentikan langkah jenjang-nya, dan menoleh sedikit ke belakang. “Sebaiknya, kamu tidak perlu menungguku kembali. Atau kamu akan berakhir kecewa,” tukas sosok jangkung itu lalu masuk ke dalam mobil.

Mengerjapkan mata-nya beberapa kali, Ameera merasa bingung dengan maksud dari ucapan Alvan. Tidak perlu menunggu-nya? Apakah suami-nya itu berniat tidak akan kembali mala mini?

Namun, selagi bertanya-tanya dalam hati, suara klakson berhasil menyentak lamunan Ameera. “Tin!” Kendaraan beroda empat yang dinaiki suami-nya itu mulai melaju pergi meninggalkan Ameera yang masih termangu seorang diri di teras mansion yang luas.

“Apa maksud Mas Alvan? Kenapa dia bicara seperti itu?”

Bab terkait

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 04 || Sikap Dingin Alvan

    “Mas Alvan ke mana, ya? Kok jam segini belum pulang?” Sembari melipat sajadah, Ameera yang baru selesai melakukan ritual shalat malam, bergumam.Sejak pertama kali datang di kediaman baru-nya ini, perempuan itu tidak bisa tenang lantaran terus menunggu kepulangan Alvan. Namun, sampai lewat tengah malam hingga masuk permulaan pagi, suaminya itu masih belum kunjung kembali. Karena tidak tidak juga bisa tidur, Ameera memutuskan untuk mengambil air wudhu dan melaksanakan shalat dua raka’at dengan tujuan mencari ketenangan diri. Dan terbukti, sekarang dia sudah merasa jauh lebih tenang dari sebelum-nya. “Seperti-nya, Mas Alvan beneran enggak pulang malam ini,” monolog Ameera begitu teringat dengan kata-kata Alvan sebelum pergi tadi.“Sebaiknya, kamu tidak perlu menungguku kembali. Atau kamu akan berakhir kecewa.”Diletakkan-nya sajadah yang telah dilipat ke atas nakas, pandangan Ameera kemudian teralih pada botol air kosong yang juga berada di atas sana. Tiba-tiba saja, sebuah ide melintas

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-13
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 05 || Merasa Bersalah

    Dinginnya udara terasa begitu menusuk. Waktu telah menunjukkan pukul 05 pagi, setelah shalat subuh, Ameera berniat keluar kamar. Namun, pandangannya berlabuh pada sosok Alvan yang tengah tertidur di kursi kerja di sudut kamar. Sepulang dari kantor dini hari tadi, ia tidak langsung beristirahat. Alvan kembali berkutaat dengan pekerjaan-nya dan berakhir ketiduran.Menyadari hal tersebut, Ameera menghela napas panjang. Ia meraih selimut tebal yang terlipat rapi di sisi tempat tidur, lalu membawanya menuju tempat di mana suaminya berada. “Kasihan sekali Mas Alvan. Pasti kedinginan ketiduran di situ.” Dibentangkan-nya selimut yang tadi diambil, kemudian digunakan untuk menyelimuti tubuh suaminya, bertujuan menjaganya tetap hangat. “Sebaiknya sekarang aku turun dan membantu membuat sarapan pagi.” Ameera melirik sosok jangkung yang tengah terlelap itu sekilas, sebelum kemudian berjalan keluar kamar menuju dapur.Bagaimanapun juga, ini adalah hari pertamanya menjadi seorang istri. Sebuah peran

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-13
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 06 || Kelelahan

    Di bawah langit biru yang cerah, Ameera menggantungkan pakaian terakhir yang sebelumnya telah dicuci pada tali jemuran. Sembari mengusap keringat di dahinya, perempuan bercadar itu kemudian membawa atensinya ke sekeliling.Seperti biasa, mansion keluarga Septihan yang luas itu selalu dipelihara oleh tangan-tangan terampil para pekerja yang sudah terbiasa dengan rutinitas masing-masing. Lihat saja, betapa lantai marmer di setiap sudut itu nampak berkilau, begitu juga dengan halaman-nya yang bersih tanpa satupun daun yang berserakan.Namun hari ini, Ameera harus mengambil alih semua tugas-tugas tersebut. Tentu saja, semua itu Ameera lakukan bukan karena dia tidak percaya pada kemampuan para pekerja, melainkan karena merupakan perintah khusus dari Bianca. Mertuanya itu cukup sulit untuk dihadapi. Sosoknya tegas serta memiliki standar tinggi dalam segala hal, termasuk dengan menantu yang akan berbagi nama dan tempat tinggal dengan-nya.Ameera tahu betul, untuk mendapatkan sedikit pengakuan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 07 || Perasaan Rumit

    Setelah berganti pakaian, Alvan berjalan menuju sofa panjang. Setelan kaos hitam polos dengan celana pendek selutut dia pilih sebagai pakaian bersantai, nampak pas membalut tubuh jangkungnya. Sampai di dekat sofa, Alvan hendak berbaring di sana guna merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku dan pegal. Namun, niatnya tersebut menjadi urung tatkala ia teringat dengan Ameera.Melirik sekilas ke arah tempat tidur, Alvan mendapati Ameera yang masih terpejam, padahal sudah cukup lama baginya tidak sadarkan diri. Alih-alih memanggilkan doker, ia memilih untuk tidak peduli dan segera berbaring. Namun, sangat disayangkan. Sekeras apapun Alvan mencoba untuk tidak menghiraukan, tetap tidak bisa. Akhirnya, dengan perasaan berat ia berjalan menghampiri tempat tidur untuk mengecek kondisi Ameera.“Masih belum bangun juga.” Kening Alvan berkerut, saat menyadari siklus napas Ameera yang berat. “Sepertinya, penutup wajah itu membuatnya kesulitan bernapas. Haruskah aku melepasnya?” Alvan nampak ragu un

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-17
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 08 || Prasangka

    Sinar matahari menyelinap masuk, menerangi setiap ruang di kediaman keluarga Septihan. Sekalipun kehangatan menyapa pagi hari. Namun, tidak cukup untuk mencairkan suasana dingin di meja makan. Bianca, yang duduk di posisi ujung meja memasang ekspresi masam, sementara kedua matanya menyapu seisi ruangan seolah tengah mencari sasaran empuk untuk melampiaskan kekesalan-nya. Sampai pada beberapa saat kemudian, pandangan wanita itu tertuju pada sosok Ameera yang sedang berjalan sedikit tertatih memasuki ruangan.“Melihatmu berjalan seperti itu, hanya akan membuat aku berpikir kalau kamu sedang berpura-pura sakit, Ameera. Sengaja bersikap lemah, agar bisa menghindari membuat sarapan dan pekerjaan rumah tangga. Benar-benar akting yang menakjubkan!” cibir Bianca menohok. Sorot matanya yang tajam, seolah siap menguliti Ameera hidup-hidup. Tidak peduli dengan suami, ayah mertua dan putranya yang juga berada di sana, wanita paruh baya itu tidak sungkan untuk langsung menyerang Ameera dengan kata-

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 09 || Bekal Makan Siang

    Ameera berjalan memasuki kamar lalu mendudukkan dirinya di sisi tempat tidur. Sebelah tangannya tergerak untuk menyeka keringat di keningnya. Baru saja, ia menyelesaikan pekerjaan di mansion, sebagai tugas yang diberikan oleh Bianca. Sekalipun sedikit kelelahan, Ameera merasa jauh lebih baik dari sebelumnya. Mungkin, hal itu dikarenakan semalaman ia telah beristirahat dan meminum obat.Alih-alih membaringkan diri di kasur, pandangan Ameera tanpa sengaja berlabuh pada sebuah handuk kecil yang berada di atas nakas. Senyum tipis terukir di bibir merah muda Ameera begitu teringat dengan Alvan yang telah merawatnya semalam. “Aku masih enggak nyangka, semalam Mas Alvan akan merawatku,” gumamnya pelan.Membahas tentang Alvan, Ameera teringat jika Saat ini, suaminya itu sedang sibuk bekerja dan entah kapan akan kembali. “Aku dengar dari Papa, katanya Mas Alvan sangat sibuk mengurus pekerjaan di kantor dan sering melewatkan jam makan. Sepertinya, membuatkan bekal makan siang untuknya bukanlah i

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-19
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 10 || Perasaan Aneh

    Ameera berlari sekuat tenaga meninggalkan ruangan pribadi Alvan. Sementara Jay yang masih berdiri di depan pintu, hanya bisa menahan napas atas apa yang baru saja terjadi. Tanpa bisa dicegah, air mata perempuan itu mengalir dengan begitu deras membasahi pipi pucatnya yang tertutup kain cadar. Kekecewaan dan rasa sakit seketika memenuhi relung hatinya begitu bayangan kurang menyenangkan yang ia lihat beberapa detik lalu kembali melintas di kepalanya.Napasnya terasa sesak, dadanya panas dan sakit. Ameera tidak pernah menyangka bahwa takdir hidupnya akan membawanya sampai ke titik ini. Titik di mana hatinya terasa hancur berkeping-keping menyaksikan suaminya bermesraan dengan wanita lain tepat di depan matanya sendiri.“Seharusnya aku menyadarinya. Mas Alvan memang suamiku, tetapi hatinya bukan untuk-ku. Dia sudah memiliki kekasih jauh sebelum kami menikah,” gumam Ameera sembari mengusap air matanya dengan sedikit kasar.Dalam keadaan bingung dan sedih, Ameera tidak menyadari ke mana dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-20
  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 11 || Realisasi Menyakitkan

    “Mas Alvan, lepasin. Mas mau bawa aku ke mana?” pinta Ameera seraya berusaha melepasakan cekalan tangan Alvan yang begitu kuat.Namun, alih-alih segera melepaskan, sosok jangkung itu justru menulikan pendengaran-nya. Ia terus menarik perempuan itu pergi bersamanya. Tidak peduli dengan Ameera yang kesulitan dalam mengimbangi langkah lebarnya hingga terseok.Beberapa orang yang mereka lewati, nampak terkejut melihat kejadian tersebut. Tidak sedikit pula yang bertanya-tanya mengenai siapakah wanita bercadar yang bersama Alvan itu. Berbagai macam spekulasi mulai bermunculan, menantikan kabar panas yang mungkin akan beredar dikeesokan hari dan tersebar di forum gossip.Walau demikian, Alvan tidak peduli. Saat ini, pikiran-nya kacau, begitu juga dengan perasan-nya yang terasa tidak karuan. Dia terus menarik Ameera, membawanya ke ruangan pribadinya.Jay dan Gled yang masih berada di sana nampak mengernyitkan kening melihat Alvan yang kembali bersama Ameera. Namun, belum sempat keduanya bertan

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-21

Bab terbaru

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 71 || Rencana Kejutan

    Cahaya lampu kamar temaram, menciptakan bayangan lembut di dinding berwarna gading. Aroma melati dari diffuser berbaur dengan harum kain yang baru saja disetrika. Ameera berdiri di depan cermin, ujung jarinya dengan luwes merapikan kerudungnya yang menjuntai anggun.“Santi, tolong ambilkan gamis navy di lemari.”Santi yang sejak tadi sibuk menata selimut segera menghampiri lemari kayu jati di sudut kamar. Tangannya meraba lembut kain yang Ameera maksud, lalu mengeluarkannya dengan hati-hati. Gamis itu jatuh dengan anggun, warnanya pekat seperti langit malam tanpa bintang.“Ini, Nyonya Muda.”Ameera menerimanya dengan senyum tipis. Jari-jarinya meraba tekstur kain yang lembut dan sejuk di kulit. Sembari mengenakann-ya, ia mengikat tali kecil di bagian belakang, memastikan baju itu pas membingkai siluetnya tanpa berlebihan.Santi memperhatikan sejenak. “Anda ada janji, Nyonya Muda?” tanyanya sedikit penasaran.“Eum.” Ameera mengangguk. “Mas Alvan bilang ada undangan penting yang harus d

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 70 || Pembicaraan Serius

    Matahari senja menggantung rendah di ufuk barat, menaburkan cahaya keemasan yang menyelimuti taman rumah sakit dengan kilau lembut. Angin berembus sepoi, membawa serta aroma bunga yang tengah bermekaran. Ameera mendorong kursi roda Alvan dengan penuh kelembutan, membiarkan suaminya menikmati udara segar setelah sekian lama terkurung di dalam kamar perawatan.“Maa syaa Allah, pemandangan di sini indah sekali, ya, Mas,” ujar perempuan bercadar itu riang. Matanya bebinar penuh kekaguman, sementara suaranya terdengar seperti alunan angin yang membelai dedaunan.Alvan tak segera menanggapi. Tatapannya terarah padanya, bukan pada hamparan bunga atau pepohonan rindang di sekeliling mereka. Senyum tipis tersungging di bibirnya, seolah ada sesuatu yang tengah ia pikirkan.Ameera menghentikan langkah, lalu setengah berlutut di hadapan suaminya dengan dahi berkerut. Tubuhnya merendah seolah ingin menyatu dengan bayangan di tanah. “Kenapa Mas Alvan tersenyum seperti itu? Apa ada yang salah dengan

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 69 || Perasaan Yang Tertuang

    Ruangan ICU terasa sunyi, hanya suara monitor jantung yang berdetak pelan, menciptakan ritme monoton di antara keheningan. Aroma antiseptik memenuhi udara, bercampur dengan hawa dingin dari pendingin ruangan. Alvan terbaring di atas ranjang dengan berbagai kabel sensor menempel di dadanya. Wajahnya pucat, napasnya masih berat, dan kelopak matanya bergerak samar, seolah sedang berjuang di antara kesadaran dan ketidaksadaran.Di sisi ranjang, Ameera duduk dengan jemari menggenggam tangan Alvan yang terasa dingin. “Mas Alvan ….” Ia mengeratkan genggaman tangan-nya, seolah takut kehilangan. “Kapan Mas bangun?” Matanya berkaca-kaca mengamati wajah suaminya yang masih lemah. Setelah sempat mengalami guncangan hebat, akhirya kondisi suaminya kembali stabil. Meski begitu, tidak serta merta mengurangi perasaan khawatir dan cemas di dada Ameera.Sementara itu, di tempatnya, Alvan merasakan sensasi berat yang menekan sekujur tubuh, seolaah ada sesuatu yang menariknya ke dalam kegelapan. Perlahan

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 68 || Cemas

    Di rumah sakit, ketegangan terasa begitu kuat. Alvan tengah berada di dalam ruang operasi. Seperti kata Gled, peluru sangat dekat dengan tulang belakang, sehingga butuh operasi segera untuk mengeluarkan-nya.Ameera terpaksa menunggu di luar ruang operasi. Tangan-nya mencengkeram erat ujung gamis yang dikenakan, dadanya naik turun karena cemas. Ruangan itu terasa begitu sunyi, hanya suara langkah dokter dan suara mesin-mesin medis yang sesekali berbunyi. Pikiran-nya dipenuhi ketakutan, bayangan tentang Alvan yang selalu tegas dan dingin, kini terbaring lemah membuat hatinya mencelos.“Aku ikut operasi. Doakan kami berhasil.” Begitu kata-kata Gled sebelum memasuki ruang operasi dengan mengenakan baju bedah. Saat itu, Ameera hanya bisa memandang punggungnya menghilang di balik pintu yang tertutup rapat.Monitor detak jantung Alvan berbunyi dengan cepat saat operasi dimulai, menunjukkan kondisinya yang sangat kritis. Ameera hanya bisaa menahan napas. Dalam diam, ia berdo’a tanpa henti, me

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 67 || Peran Ameera

    Satu pekan sebelum kejadian …Di luar mansion keluarga Septihan, suasana semakin mencekam. Angin malam berembus dingin, menggugurkan dedaunan kering yang berserakan di jalan setapak. Lampu-lampu jalan yang redup menciptakan bayangan panjang, seakan menambah ketegangan yang telah menggantung di udara.Beberapa waktu lalu, sebelum semua memuncak, Ameera mulai merasakan ada yang aneh. Langkah-langkah samar di kejauhan, tatapan yang seakan menembus punggungnya, dan perasaan seolah-olah setiap gerak-geriknya diawasi. Bayangan itu mengikuti di mana pun ia berada, mengintai dalam kegelapan, menunggunya lengah.Ia tidak ingin Alvan khawatir. Namun, firasat buruk itu terus mengusiknya, merayapi pikirannya seperti racun yang perlahan menyebar. Hingga akhirnya, ia menemui Jay, untuk mencari jawaban."Itu hanya perasaan Anda saja, Nyonya Muda. Anda tidak perlu terlalu memikirkan-nya," kata pria itu santai. Namun, Ameera tidak melewatkan ada sesuatu yang bersembunyi dalam sorot matanya yang menyir

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 66 || Akhir Dari Segalanya

    "Cepat berlutut, dan serahkan semua surat kuasa yang kau miliki, juga aset keluarga ini!" ujar Eldome bergema seperti gelegar petir, menciptakan bayangan ketakutan yang menyelinap di antara deretan pilar marmer.Alvan menggeram, kepalan tangan-nya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih. Pandangan-nya melirik sekilas ke arah Brian, Bianca, dan David yang ditahan di sudut ruangan. Dilema menyayat hatinya. Melepaskan semua yang telah ia bangun dengan susah payah atau menyaksikan keluarganya menderita?Eldome melangkah maju, sorot matanya tajam seperti pisau yang menusuk. "Baiklah, karena kau memilih untuk menentangku, aku akan melenyapkanmu, sekarang!" Dengan satu isyarat tangan, puluhan pria berpakaian hitam muncul dari balik bayangan, mengepung setiap sudut mansion. Senjata berlaras panjang mereka terangkat, siap membidik.Kedua mata Alvan terbelalak. Napasnya memburu menyadari dirinya yang telah kalah telak. Alvan mulai menghubungi sahabatnya guna meminta bantuan. Namun, koneks

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 65 || Asa Dalam Rasa

    Eldome menyandarkan tubuhnya pada kursi tinggi berlapis beludru, jemarinya mengetuk-ngetuk sandaran tangan dengan ritme santai, kontras dengan ketegangan yang menggantung di udara. Senyumannya sinis, mata kelamnya menyipit penuh perhitungan. "Ayolah, Alvan," lanjut Eldome, bersenandung ringan seolah menikmati permainan. "Bukankah ini yang kau inginkan? Membalaskan dendam pada orang-orang berdosa ini?"Ia mengedik-kan dagu ke arah Brian dan Bianca yang kini terikat di kursi. "Aku harap kau masih ingat, bagaimana mereka membiarkanmu menderita, menyaksikanmu diusir dari keluarga ini tanpa membela sedikit pun. Dan lihatlah kau sekarang, datang seperti seorang pahlawan."Pria paruh baya dengan sentuhan topi fedora yang melingkar di kepala itu mendekat, setiap ucapan-nya terdengar seperti bisikan yang menggerayangi sisi gelap di hati Alvan. "Jangan lupa, Alvan ... siapa yang selama ini membentukmu, dan membuatmu menjadi kuat sampai kau bisa berada di puncak. Bukankah hanya aku? Aku yang mem

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 64 || Reuni Keluarga?

    Begitu pintu kamar tertutup, Ameera membuka mata perlahan. Seketika, keheningan menyergap, menciptakan ruang bagi nyeri yang masih bersarang di tubuhnya. Detak jam di dinding terdengar lebih lambat dari biasanya, seakan waktu ikut merasakan kesakitan yang ia derita. Butuh waktu bagi dirinya untuk menahan-nya sampai suaminya pergi.Dengan gerakan hati-hati, Ameera bangkit, tubuhnya terasa lebih berat dari sebelumnya. Setiap langkah menuju kursi di dekat jendela terasa seperti berjalan di atas pecahan kaca. Begitu punggungnya menyentuh sandaran, rasa perih menyergap kuat."Sshh ...." Desahan lirih lolos dari bibirnya. Jemarinya bergetar saat menyingsingkan lengan bajunya. Saat melihat kulitnya sendiri, Ameera tercekat. Memar ungu kebiruan menghiasi permukaan, luka-luka kecil terbuka di antara lebam, beberapa bahkan masih tampak segar. Bekas amukan Eldome begitu nyata, seolah baru saja terjadi. Gurat luka di sikunya—hasil sayatan pisau—mengingatkannya pada teror yang ia alami saat dalam p

  • SUAMI PENGGANTI Untuk Wanita Islami   Bab 63 || Kecupan Penuh Kasih

    “Kau yakin temanmu itu dokter terbaik, Gled? Kenapa dia begitu lama di dalam?” Alvan melontarkan pertanyaan dengan nada tajam, nyaris mendidih dalam ketidak sabaran-nya.Sosok jangkung itu terus mondar-mandir di depan pintu kamar, langkahnya berat, menggema di lantai marmer yang dingin. Rahangnya mengeras, sorot matanya gelap, menggambarkan badai yang bergejolak di dalam dirinya. Sekujur tubuhnya tegang, setiap urat nadi di lengannya mencerminkan betapa keras ia menahan diri.Di benaknya, kecurigaan perlahan merayap. Dokter wanita yang dibawa Gled—benarkah dia bisa dipercaya? Sesuatu terasa janggal. Mengingat betapa tertutupnya Ameera, ia yang bersikeras agar sahabatnya mencari dokter perempuan untuk memeriksanya. Namun, tetap saja, ini terlalu lama sejak pemeriksaan dimulai.Gled menghela napas panjang, seakan memahami kegelisahan yang menguar dari tubuh Alvan. “Tentu saja. Dia punya segudang sertifikat, dan kemampuannya tak perlu diragukan. Tenanglah, kau tidak perlu khawatir,” ucapn

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status