💕1,3,4,5,6,7,8,9,10. Sudah benar belum ngitungnya?💕Eh, nggak ada 2 nya ya? Sama seperti kamu dong. Tiada duanya di bumi ini.***"Astaghfirullah, siapa yang ngomong seperti itu?" tanyaku.Bian melepaskan pelukan dan memandangku. "Yang ngomong ke Bian adalah para tetangga yang tadi kesini," sahutnya lirih. "Kata mereka juga para tamu yang datang pasti semua hanya sayang pada adik bayi. Soalnya yang diberikan kado kan cuma adik bayi. Nggak ada yang ngasih kado ke Bian," sambung Bian lirih. Tanpa terasa air mataku meleleh membasahi gamis yang kupakai. Reyhan mendekati kami dan mencium kepala Bian. "Maafkan Papa, Sayang. Mau peluk Papa?" Reyhan merentangkan kedua tangannya ke arah Bian.Bian melepaskan pelukannya dariku dan menghambur ke arah papanya."Bian Sayang, hari ini mau nggak tidur sama Papa?"Bian terdiam dan memandangi mas Reyhan."Nanti Papa dongengin raja hutan."Bian menggeleng."Maunya tidur sama Mama. Kan didongengin Nabi dan Rasul. Boleh ya Pa?" Bian merajuk.Aku d
*kamu tahu nggak perbedaan antara hari Minggu dengan cintaku padamu?*Kalau hari minggu itu weekend, kalau cintaku padamu will never end.***Dengan perlahan, aku turun dari ranjang dan melihat ke arah ruang tamu.Dan aku hanya bisa melongo melihat Anin yang berdiri di depan pintu."Kamu? Kenapa datang malam-malam gini? Sama siapa?"Aku melongokkan kepala kearah pintu yang terhalang oleh badan Anin.Bukannya menjawab, Anin malah menghambur dan memelukku."Rengganis, sepertinya aku dan mas Erick kena karma!" raungnya seraya terisak di pundakku. Aku terkejut. Tapi kubiarkan dia untuk sementara menangis di pelukanku."Siapa sih tamunya malam-malam gi ...,"Suara Reyhan dari belakang punggungku membuatku menoleh dengan tetap memeluk Anin.Reyhan semakin mendekat. "Anin? Ngapain kamu kesini?" tanya Reyhan dengan pandangan mata tak suka. Anin melepaskan pelukanku dan menatap mas Reyhan dengan tatapan memelas."Aku tanya sekali lagi, kenapa kamu kesini?" tanya mas Reyhan dengan suara yang
"Dari Bunda!" Aku bergegas menekan tombol hijau di ponsel dan mendekatkannya ke telinga."Assalamualaikum, Nis. Ayahmu Nis. Ayahmu terjatuh di kamar mandi dan sepertinya sekarang tidak bernafas lagi!"Suara bunda terdengar panik dan terbata dari seberang, membuatku jantungku berdetak lebih kencang."Astaghfirullah!"Peganganku pada ponsel melemah. "Mas, Ayah Mas!"Tangisku berderai. Seraya memegang erat ponselku, aku memeluk erat mas Reyhan."Nggak mungkin Mas. Ayah nggak mungkin meninggal." Aku histeris dan merasa sangat kehilangan. Kucubit berkali-kali pipiku sampai memerah. Sakit. Sangat sakit. Ini bukan mimpi. "Berhenti Nis. Jangan sakiti diri lagi!"Reyhan memelukku semakin erat. Hatiku mencelos. Kakiku seolah tidak menapak lantai rumah lagi."Mas, antar aku ke rumah ayah. Siapkan obat pacu jantung. Nanti kita harus lakukan RJP sebelum ayah dibawa ke rumah sakit."Aku meracau kebingungan dalam dekapan Reyhan."Sst, Sayang. Tenang. Tenang. Nafas panjang perlahan. Mas Ambilkan mi
*Apa kau tahu apa yang lebih sakit daripada cinta yang bertepuk sebelah tangan?*Cinta yang saling berbalas, tapi pasti tidak mungkin saling memiliki.***"Apa ini Rey?" tanya bunda saat melihat Reyhan baru pulang dari dinas."Gudeg Bunda. Sekalian ada thengkleng ini."Reyhan dengan wajah sumringah meletakkan kantung plastik ke atas meja makan."Wah, kamu benar-benar tahu saja kesukaan Bunda. Anak kesayangan banget."Bunda terlihat berseri-seri. Membuatku yang sedang menggendong Dilava tersenyum."Gitu ya? Jadi anak Bunda sekarang Reyhan? Bukan Ganis?"Bunda tertawa. "Ish, kayak anak kecil saja. Semuanya adalah anak Bunda. Kalian berdua, dan juga mas Aris dan mbak Dewi anak Bunda yang terkeren.""Yeeey. Makasih Bunda. Sekarang makan dulu yuk.""Sebentar aku mau ganti baju dan jas. Gerah banget."Reyhan berlalu ke dalam kamar. Sementara aku menyiapkan piring dan minuman."Bian sayang. Tolong ajak Dinova kesini ya. Kita makan sama-sama.""Ya Ma!"Tak lama kemudian keluarlah Bian dan mb
* Mungkin bagimu, kamu itu insan yang banyak kekurangan dan kelemahan. Tapi bagiku, kamu adalah segalanya.***"Bapak Reyhan mengalami kecelakaan menabrak pembatas jalan karena menghindari mobil yang berisi pemuda dan pemudi mabuk dan sekarang ...,"Tidak mungkin! Mendadak pandangan mataku menggelap."Bu ..., Bu ...."Terdengar suara dari seberang. Aku segera memejamkan mata dan menarik nafas panjang.Beristighfar sebanyak mungkin. Jantungku berdentam lebih cepat, sampai aku menduga kalau jantungku hendak keluar dari tempatnya.Kupejamkan mata lama, kemudian kubuka perlahan, berulang kali. Lalu aku menarik nafas panjang dari hidung dan keluar lewat mulut."Sebentar Pak," bisikku lirih.Aku meraba di bawah kasur. Biasanya aku menyimpan freshc*re di sana.Dapat! Aku langsung membuka tutupnya dan menciumnya lalu mengoleskannya ke kepala.Aroma dan sensasi mint yang segar membuat perlahan-lahan pandanganku pulih seperti sedia kala. "Pak, bagaimana kondisi suami saya?" tanyaku serak. Tanp
💕Jika aku disuruh melupakanmu, aku akan segera pergi ke kantor kelurahan, untuk membuat surat keterangan tidak mampu. ***"Hai Rengganis, lama ya tidak berjumpa!"Aku menoleh dengan terkejut. "Kamu?!""Ya aku. Kamu kangen?" tanya Erick penuh percaya diri sambil menyedekapkan kedua tangan di depan dadanya."To the point saja. Ada perlu apa kemari. Kamu tidak mungkin sakit kan?" tanyaku dengan pandangan mata menyelidik.Erick tertawa. "Kamu benar. Aku memang kesini karena sakit malarindu tropikangen. Hanya kamu yang bisa mengobatinya," kata Erick menyeringai sambil menarik kursi di hadapanku dan mendudukinya.Aku berdiri dari duduk dan menuding wajah Erick. "Jangan kurang ajar ya! Kamu kira saya perempuan apa! Masing-masing dari kita sudah mempunyai keluarga, kamu harus sadar akan hal itu!""Kalem aja Nis." Erick tersenyum pongah."Oke gini, aku minta maaf ya kalau dulu aku pernah berniat jahat padamu, tapi ...,""Haduh! Itu lagi yang kamu ulang. Aku bosen tahu. Sudah berapa tahun ber
* Cintaku padamu seperti ompol. Orang lain hanya bisa melihat celana yang basah, tapi kitalah yang bisa merasakan kehangatan akibat air pipisnya.***Berhasil! Reyhan telah mengangkat mangkok kecil itu dan terkejut saat melihat benda apa yang ditutupi olehnya!Sebuah kotak mungil terbuat dari bahan beludru berwarna biru navy dikeluarkannya dari dalam mangkok."Apa ini?" tanya Reyhan menatapku yang tersenyum penuh cinta padanya."Buka saja. Biar tahu!" sahutku seraya mengedikkan bahu.Alis Reyhan terangkat, tapi tak urung juga dia membuka kotak itu."Ya Tuhan, apa ini Nis?" tanyanya membekap mulutnya sendiri."Jam tanganlah. Masak iya itu bantal guling!" sahutku manyun.Reyhan melepas jam tangan dari kotak dan langsung mencobanya di tangannya.Jam tangan dengan tali warna hitam itu sangat sesuai di pergelangan tangannya."Kamu suka nggak?" tanyaku sambil mengunyah nasi perlahan."Wah, ini lebih dari sekedar suka. Makasih banget Sayang!" serunya seraya meraih punggung tanganku diatas me
*Kamu tahu nggak apa persamaanmu dengan kamera Hp? Sama-sama membuatku ingin tersenyum terus saat memandangimu.***Karena disitu jelas tertulis hasil laboratorium pasien bahwa pasien mengalami B20 , atau pasien mengidap HIV!Haduh!"Kamu adik almarhumah kan?" tanyaku sambil memandang ke arah lelaki muda di depanku. Dia duduk di antara ibunya dan dukun beranak yang menolong persalinan kakaknya.Aku melirik nama yang tertera di depan buku KIA, Lili. Lelaki itu mengangguk pelan. "Kamu tahu nggak apa yang tertulis di buku ini?" tanyaku seraya mengambil pensil di meja periksa dan melingkari tulisan B20 .Lelaki muda yang duduk bersebelahan dengan perempuan berusia lebih dari setengah abad itu berpandangan lalu serempak menggeleng."Astaghfirullahal 'adziim." Aku beristighfar dalam hati. "Kapan almarhumah pulang dari luar kota?" tanyaku penuh selidik."Sekitar sebulan lalu," jawab ibu pasien lirih. "Dan kenapa ibu tidak menyuruh anak ibu untuk kontrol kehamilan pada tenaga medis atau ru