“Tidak masalah nih, aku cuma bawa ini buat hadiah?” Tanya Edward setelah memarkirkan mobilnya di parkiran rumah keluarga Rose. Menunjukan bingkisan yang berisi sebotol pil warna biru dan sebuah salep cinta.Kedua benda tersebut Edward pilih dari Sitem Harem sebagai hadiah pertemuan dengan orang tua Helena. Tentu saja dia melakukan itu setelah menimbang-nimbang kegunaan dan khasiatnya.Sama seperti yang sudah diketahui, pil biru bisa menambah keperkasaan pria ketika berhubungan dengan pasangan di atas ranjang. Sementara salep guna mempercantik wajah wanita dan bisa memberikan efek awet muda. Wanita mana pun akan terlihat sepuluh tahun lebih muda dari usia aslinya.Helena melirik bingkisan itu sekilas, lalu tersenyum manis kepada Edward. “Tidak masalah kok, justru aku senang karena kamu masih memikirkan hadiah untuk orang tuaku. Terima kasih ya, Ed,” ucapnya.“Jangan sungkan, Helena. Bukankah memberikan hadiah sudah menjadi kewajiban jika kita ingin berkunjung ke rumah orang lain?” Tang
Edward tidak hanya kebingungan kala menghadapi tiga syarat dari Nyonya Rose, bahkan mulutnya sampai tidak sanggup mengeluarkan kata-kata. Dia jelas tidak bisa langsung memberikan jawaban karena masalah tersebut sudah bersangkutan dengan pernikahan sungguhan. Meskipun Helena bisa dibilang sebagai wanita yang sempurna dalam segala hal, Edward masih belum siap jika harus menikahinya sekarang, apalagi ada aturan Sistem Harem yang akan mengikatnya dengan banyak wanita. Entah Dewi Lexia akan mengizinkan atau tidak, pastinya pernikahan sungguhan akan merepotkan bagi Edward atau Helena, terutama Helena yang mungkin saja akan merasa sakit hati begitu tahu Edward punya banyak wanita. Namun, merasa Edward tidak tega jika harus menghancurkan harapan Helena yang ingin membahagiakan keluarganya. Terlebih, respon ibu Helena tampak sangat baik seolah sudah menantikan kedatangan menantunya untuk waktu yang sangat lama. Bimbang? Tentu saja Edward sangat bimbang pada saat ini. Dia tidak bisa mengamb
Di ruang makan keluarga Rose.“Begitu ya? Ternyata kamu masih kuliah, pantas saja kamu terlihat masih muda,” ucap ayah Helena bernama George Heart.“Meski masih kuliah, Edward sudah memiliki jiwa kepemimpinan seperti seorang bos besar. Aku pikir tak akan jadi masalah,” timpa ibu Helena, Liana Rose.“Ibu setuju sama kamu, Liana. Selama kita bisa melatih Edward dengan benar, ibu yakin Edward akan menjadi pendamping luar biasa bagi Helena. Selain itu, ibu merasa Edward lebih pintar dari pria seusianya,” ujar Nyonya Rose.“Hmm … kamu memang pandai memilih pria, sangat layak menjadi pewaris keluarga kita.” Kemudian melontarkan senyum puas kepada Helena.Ketika acara makan malam barusan, Edward menceritakan asal usulnya kepada keluarga Helena dengan jujur. Dia tidak menutupi apa pun termasuk statusnya yang berasal dari keluarga biasa-biasa dan masih duduk di bangku kuliah.Meskipun Edward sempat khawatir pada awalnya, tapi sekarang dia bisa merasa lega karena respon keluarga Helena teramat
Pukul 04.00 waktu setempat. Edward tiba-tiba terbangun karena suara bising alarm dari poselnya, pria itu memang selalu memasang alarm dini hari agar bisa mengerjakan misi harian. Sama seperti kebiasaan pada hari-hari sebelumnya, Edward reflek beranjak dari tempat tidur dan hendak pergi ke kamar mandi untuk buang air kecil. Namun, dia langsung menghentikan langkah begitu melewati cermin rias yang ada di dalam kamar itu. "Tunggu sebentar, kayaknya ada yang aneh," ucap Edward sambil memfokuskan indera pengelihatannya pada cermin. "ASTAGA! APA YANG TERJADI PADAKU? KENAPA AKU TELANJANG?!!!" Dia lalu berseru sangat keras karena terkejut. Tanpa sengaja, suara Edward langsung membangunkan Helena yang masih tertidur di atas ranjang. Wanita itu sontak mengalihkan pandangan kepada Edward di depan cermin. "Kamu kenapa sih, Ed? Kok berisik sekali?" tanya Helena. "Aku telanjang," jawab Edward begitu saja. Helena seketika sadar jika Edward tidak mengingat kejadian tadi malam. Karena efek mab
Dap! Dap! Dap!Langkah kaki Edward terdengar di koridor, pria itu muncul di sana selang 10 menit setelah Jesica dan Gracia menyiapkan alat-alat untuk hukuman. Dia masih belum sadar jika kedua itu akan memberikan hukuman atas perbuatannya.Ceklik!Edward pun membuka pintu kamar kost setelah memutar kunci, lalu masuk begitu saja tanpa rasa curiga sama sekali. Dia pikir tidak ada siapa-siapa di dalam kamarnya karena semua lampu masih mati.“Fiuh ... untung aku bisa pulang tepat waktu,” gumam Edward seraya menekan saklar lampu.Klik!Lampu menyala dengan cepat, menampilkan pemandangan di dalam kamar.Set!Akan tetapi, Edward tidak sempat melihat situasi di dalam kamar dengan jelas, matanya keburu ditutup kain hitam oleh Jesica.“Jangan melawan, atau kami akan marah,” ancam Jesica sambil mengikat kencang kain itu di belakang kepala Edward.“Itu benar! Kami akan marah jika kamu berani melawan,” sambung Gracia, buru-buru menarik Edward hingga pantatnya mendarat di kursi yang sudah disiapkan.
Pukul 8 pagi.Edward, Jesica dan Gracia akhirnya tiba di parkiran kampus, mereka bertiga akan mengikuti kuliah pagi ini.Setelah melewati permainan panas subuh tadi, hubungan ketiga orang itu pun menjadi lebih dekat seakan masalah sebelumnya tidak berarti apa-apa. Entah apa yang terjadi pada Jesica dan Gracia, mereka tiba-tiba melupakan masalah Helena begitu saja, bahkan terkesan tidak peduli sama sekali. Hal tersebut jelas sangat membantu bagi Edward, karena setidaknya dia tidak perlu repot-repot menjelaskan lebih banyak kepada kedua wanita itu.Oleh karena itu, Edward memutuskan pergi bersama Jesica dan Gracia dengan perasaan tenang dan nyaman. Ada juga banyak keceriaan yang terjadi di antara mereka selama mobil melaju dari kamar kost menuju gedung kampus Roxane.“Aku ada kuliah bu Lisa di gedung B. Kalian di gedung mana?” Tanya Edward sebelum turun dari mobil.“Aku akan ikut kuliah Manajemen Bisnis di gedung A, tapi nanti sih, sekitar jam sembilan,” jawab Jesica.“Kalau aku mau lan
Waktu berlalu.Kini sudah pukul 11.45.Seperti yang sudah Edward bilang tadi pagi, bahwa dia akan menunggu Jesica dan Gracia di kantin belakang. Pria itu tampak sedang duduk di salah satu kursi sambil memaikan ponselnya.[Misi Utama : Anda harus menghentikan perbuatan bunga kampus nakal. Kemudian dapatkan perasaannya dengan benar, dan ambil keperawanannya.]Edward seketika merasa bingung usai membaca misi tersebut, ‘Bunga kampus nakal? Memang ada hal semacam itu di kampus ini?’ Pikirnya. Setelah itu, dia membaca detail misi utama dengan cermat. Betapa terkejutnya perasaan pemuda itu begitu melihat nama keluarga Yoshiko yang tertulis di sana. “Bunga kampus nakal itu, Nona Muda Yosiko?!!!” pekiknya, seketika membayangkan sosok Akira dalam benaknya.‘Sial, kenapa harus dari kelurga Yoshiko sih? Macam sudah tak ada wanita lain di kota ini?’ batin Edward protes, sadar jika misi utama tersebut tidaklah mudah.Pasalnya, sosok Akira saja sudah sangat menyebalkan, tetapi sekarang Edward harus
Pada saat yang sama di dalam ruangan Dekan.BRAKKK!Devan menggebrak meja dengan keras, lalu melempar beberapa kertas yang berisi cetakan foto ciuman antara Edward dan Lisa.“Memalukan! Sungguh memalukan! Bisa-bisanya skandal macam ini tersebar di sosial media?!” teriak Devan dalam kemarahannya, membuat Lisa yang sedang duduk di depannya ketakutan.“Jelaskan padaku, Lisa. Kenapa kamu berani melakukan hal tidak senonoh di ruangan dosen? Apa kamu sengaja ingin mencoreng nama baik para dosen dan kampus ini?” Tuding Devan, sorot matanya sangat tajam seolah bisa menusuk Lisa.“I-Ini ….” Lisa mandek dan tidak tahu harus menjelaskan dengan cara apa, lagian siapa sangka akan ada seseorang yang mengambil foto-foto tersebut. Mana sudah terebar luas di beragam sosial media hingga menjadi viral."Cepat jawab! Kamu jangan menguji kesabaranku, Lisa!" bentak Devan kala melihat Lisa ragu-ragu.Lisa mencoba tenang meski batinnya sangat ketakutan, baru kali ini melihat Devan semarah itu. Trauma di masa
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru