Beberapa saat sebelumnya.Di kamar Jesica.[“Jika begitu, kamu harus mandiin aku.”]Jesica langsung senyum-senyum sendiri usai membaca pesan balasan Edward. Hatinya kian bahagia karena Edward selalu bisa membuatnya tersenyum.[“Ya sudah, kita akan mandi bersama nanti. Tapi, kamu jangan nakal, oke?”] Jesica membalas pesan Edward, lalu mendekap ponselnya di dalam pelukan.Sambil rebahan seperti itu, benak Jesica tak henti-henti membayangkan sosok Edward, terutama bentuk tubuhnya yang begitu atletis.“Huh … kamu seksi seksi sekali sih, Ed. Kok bisa kamu punya badan sebagus itu?” gumam Jesica semakin larut dalam lamunan. Namun, sosok ular besar dan berbisa tiba-tiba terbayang di dalam benaknya. Ular yang telah merenggut kesuciannya kemarin malam.“Aduh, aku suka ngeri jika ingat kepunyaan Edward. Aku pikir benda itu terlalu besar untuk ukuran pria normal,” gumam Jesica lagi, mau tak mau mengingat momen ketika dirinya mendapatkan puncak pelepasan setelah ular itu bersarang di lubangnya.M
Keesokan harinya.Sekitar pukul 08.00 di halaman kediaman keluarga Lee, Distrik Utara, kota Noxus.Edward datang kemari bersama semua pesanan Tuan Lee sebelumnya, yaitu 100 karton Mie Cup dan 100 kartun Air Mineral. Dia mengantar barang-barang itu menggunakan jasa kurir mobil yang disewa dari tempat kostnya.“Semua pesanannya sudah diturunkan, kakek. Silakan diperiksa dulu,” ucap Edward sambil membuka salah satu karton yang berisi air mineral.Tuan Lee dan tiga patriak keluarga lainnya langsung tersenyum cerah ketika melihat botol air mineral di tangan Edward. Mereka pun bergegas membuka salah satu karton yang berjejer di belakang Edward.“A-Apa saya boleh mencoba air ini, Tuan Lee?” tanya Song Ye, tangannya sudah membuka sebotol air mineral.“Silakan minum saja, Tuan Ye. Kau tak perlu sungkan sepert itu,” sahut Tuan Lee, dia juga segera membuka satu botol.Jin Xiao Han dan James Wade juga ikut mengambil botol air mineral, mereka lalu meneguknya bersama Tuan Lee dan Song Ye.Glup!Glu
“Irene, apa kamu bisa menghubungkan earphone kasat mata dengan suara Bu Lisa? Aku ingin mendengar percakapan mereka,” pinta Edward, yang kini sedang mengendarai mobilnya untuk mengejar mobil listrik yang sudah membawa Lisa pergi. “Seharusnya bisa jika wanita bernama Lisa itu ada di dalam daftar misi. Kenapa Master tidak mencobanya saja?” sahut Irene sekaligus menyarankan. Edward mengangguk tanda mengerti, kemudian memfokuskan indera pendengarannya sambil membayangkan sosok Lisa. Berharap usahanya akan berhasil meski belum yakin dosen killer itu ada di dalam daftar misi Sistem Harem. “Kamu jangan gila, Kevin. Aku tak mau melakukan hal menjijikan semacam itu. Lebih baik aku mati saja!” “Bodoh! Apa kamu pikir bisa mati semudah itu? Ingat, dulu kamu pernah berjanji akan mengabulkan satu permintaanku. Sekarang, aku hanya ingin menagihnya.” “Tapi, aku tidak serius untuk janjiku waktu itu. Tolong jangan seperti ini, Kevin.” “Hahaha! Janji tetaplah janji, Lisa. Aku tidak peduli meski ka
Restoran El Pinto. Lagi-lagi Edward datang tempat makan ini, tapi kali ini dia datang bersama dosen killer yang paling ditakutinya, Lisa Grayfold. "Tolong buatkan dua steak wagyu A5, ya? kematangannya medium saja." Edward langsung memesan makanan kepada pelayan begitu pantatnya mendarat di salah satu kursi restoran itu. "Tuan ingin pesan apa untuk minumannya?" tanya pelayan di samping Edward. "Aku kopi dingin, kalau Nona cantik itu susu melon dingin," jawab Edward sambil menunjuk Lisa."Baik, Tuan. Jadi pesanannya dua steak wagyu A5 dengan kematangan medium. Sedangkan minumannya satu kopi dingin dan susu melon dingin," ucap pelayan memastikan pesanan Edward. Edward hanya menangguk sebagai tanggapan. Pelayan itu pun bergegas pergi menuju dapur untuk mengeksekusi pesanan. "Kok bisa?" tanya Lisa menatap Edward dengan heran. "Bisa dong, kenapa memangnya?" Edward bertanya balik. "Pakai nanya segala, jelas kamu tuh aneh banget, Edward. Perlu kamu tahu ya, kecuali kedua orang tuak
“Ehem … apa kamu serius dengan permintaan itu? Tidakkah ini terlalu cepat?” Tanya Edward, masih menolak percaya dengan permintaan sembrono dosen killer itu.“Tentu saja, apa aku terlihat sedang bercanda?” Balas Lisa, tampak acuh tak acuh.“Pokoknya, hanya itu saja syarat dariku. Jika setuju, kita bisa melakukannya sekarang juga,” lanjutnya sambil menunjuk ke arah hotel yang terlihat jelas dari dalam restoran El Pinto.Edward langsung berpikir keras, benar-benar tidak paham dengan pola pikir Lisa. Dia kira wanita itu memiliki sikaf kaku dan membosankan. Siapa sangka, karakter aslinya penuh akan hasrat dan gaurah yang memburu.Lisa sendiri sebenarnya merasa sangat malu ketika meminta hal semacam itu kepada Edward. Namun, dia sudah terlanjur memintanya dan tidak mungkin ditarik kembali.Selain itu, Lisa memang sudah memiliki minat kepada Edward sejak dulu. Pria yang menurutnya biasa-biasa saja tapi sangat tekun, rajin dan setia.Makanya Lisa langsung kecewa begitu tahu Edward telah berub
Dua jam kemudian. Sekarang tepat pukul 14.00. Pada akhirnya tidak ada kelanjutan di antara Edward dan Lisa setelah kejadian memalukan itu. Mereka memutuskan untuk menunda proses penyatuan hingga semuanya benar-benar siap. Pasalnya, Lisa tiba-tiba teringat kejadian buruk di masa lalu ketika melihat kepunyaan Edward yang teramat besar dan panjang. Trauma pun tak bisa dihindari lagi sehingga dosen killer itu pingsan begitu saja. Lisa juga menolak bantuan Edward setelah tersadar, bahkan langsung mengusir Edward dari kamar hotel tanpa memberikan alasan yang jelas. Meski demikian, Lisa masih sempat memberitahu Edward tentang indentitas Nona Muda dari keluar Xander. Dia adalah Gracia Xander, mahasiswi semester tiga jurusan bisnis. Dia juga merupakan salah satu bunga kampus, khususnya untuk setiap klub olahraga kampus. Karena Gracia gemar sekali olahraga sejak masih kecil, membuatnya selalu diandalkan untuk setiap perlombaan, baik ketika di sekolah dasar hingga di kampus sekarang. Apa
“PAHLAWAN?!!!”Semua pejantan tangguh itu berseru serempak. Mula-mula menatap wajah Gracia, kemudian berpaling menuju Edward dan Akira. Mereka pikir salah satu dari mereka adalah pahlawan yang dimaksud oleh biadadari tim basket itu. ‘Buset! Jangan bilang, Akira pahlawannya?’ terka Edward di dalam benaknya, merasa sangat terkejut akan perubahan situasi ini. “Cepat bangun, Akira. Kau dipanggil Gracia tuh,” lanjut Edward sambil menepuk pundak pria gendut itu. “Masa sih?” Gumam Akira mendongak kepalanya kepada Edward. “Apa kau serius, Aniki?” Edward mengangguk meski tidak begitu yakin. “Sepertinya begitu. Kau coba tanggapi saja dulu,” ujarnya. Akira buru-buru bangkit dari posisi berlutut sesuai perintah Edward. Pandangannya segera tertuju kepada Gracia, yang masih menatap ke arahnya dari sisi lapangan basket. Karena tidak menemukan keanehan dari gadis cantik dengan buah dada besar itu, Akira pun mengeluarkan suaranya begitu saja.“Kita memang sudah bertunangan, tapi itu terjadi kare
Priiiit!Ronde pertama latih tanding antara tim basket wanita Universitas Roxane melawan tim basket wanita Universitas Graham akhirnya dimulai. Wasit pun melempar tinggi-tinggi bola basket di tengah lapangan.“Ambil itu, Gracia!” Teriak ketua tim basket Roxane.“Jangan kalah, Xena.” Balas ketua tim basket Graham.Wushhh!Wushhh!Kedua Ace dari masing-masing tim melompat bersamaan. Momentum mereka seimbang, begitu pula dengan kekuatan lompatannya.Bam!Kedua tangan mereka mengenai bola basket bersamaan. “Naif, apa kamu pikir bisa mengambil ini dariku?” Xena tampak mencibir seraya menggerakan satu tangannya lagi.Hap!Dengan gerakan cepat, bola berhasil didapatkan Xena ketika masih di udara. Dia lalu mendribbling melewati Gracia setelah menginjakan kakikanya lagi.“Ayo maju,” teriak Xena mengajak rekan-rekan timnya. Dua orang pun segera membuat pergerakan ke samping kiri dan kanan, sementara ketua mereka menerobos ke belakang pertahanan musuh.“DEFENSE!” Ketua tim basket Roxane tak ing
Edward menatap dengan cermat sosok pria yang baru saja bangkit dengan tenaga luar biasa. Meskipun dia mengaku telah sembuh berkat obat Edward, ekspresi wajah pria itu menunjukkan kekhawatiran mendalam. “Ayah, kamu benar-benar baik-baik saja?” tanya Aluna, penuh rasa syukur dan cemas bersamaan. “Tenang, Nak. Aku baik-baik saja sekarang,” jawab pria itu sambil mengamati tim medis yang sudah berusaha menolongnya. Edward merasa lega, tetapi rasa ingin tahunya semakin membara. Dia berusaha menyusun strategi untuk menghadapi ancaman di balik serangan bom tersebut. “Aluna, ayo kita bicara sebentar,” ajak Edward, menarik Aluna ke samping, jauh dari kerumunan. “Ada apa, Ed? Kenapa serangan ini bisa terjadi?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Edward mencoba menganalisis situasi. “Ada kemungkinan bahwa serangan ini bukan hanya sekadar aksi teroris. Menurut informasi yang aku dapat, keluarga Everdeen mungkin sudah menjadi target lama. Ada beberapa kelompok yang bisa melakukan hal ini,
Edward merasa gelisah dan khawatir usai mendengar kabar buruk dari Aluna. Dia segera kembali ke meja Clara dengan wajah yang penuh kekhawatiran."Ada apa, Ed?" tanya Clara, tampak penasaran.Edward menjelaskan situasi yang sedang terjadi kepada Clara, tentang pengeboman di perusahaan ayah Aluna. Clara terkejut mendengarnya dan merasa prihatin dengan keadaan Aluna dan keluarganya."Kita harus segera pergi ke tempat Aluna. Dia butuh dukungan kita di saat-saat seperti ini," ujar Clara tegas.“Tidak, kamu tak perlu pergi kesana. Kamu masih punya masalah yang harus diselesaikan,” tukas Edward, diam-diam mengeluarkan sebotol air dari sistem harem.“Minumkan ini pada ibumu, lalu kabari aku reaksinya. Cukup satu gelas saja, jangan berlebihan,” jelasnya sambil memberikan botol air itu pada Clara.“Air mineral? Untuk apa air mineral, Ed?” Clara bingung sendiri, menatap air itu dan tidak mengerti.Edward tersenyum tipis, “Percayalah, air itu bisa mengatasi masalahmu. Aku yakin ibumu aka
Edward menatap Aluna dengan ekspresi serius, mengangguk pelan. "Dua triliun, ya? Baiklah, aku akan membantu kamu," ujarnya, mengambil ponsel Aluna dan mulai melakukan transfer.Aluna menatap Edward dengan mata berkaca-kaca, terharu dengan kesediaan Edward yang membantu keluarganya. "Terima kasih, Edward," ucapnya, suaranya bergetar.Edward hanya tersenyum, menepuk bahu Aluna dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih, Aluna. Kita adalah pasangan, dan pasangan harus selalu membantu satu sama lain," ujarnya, menenangkan Aluna.Setelah selesai transfer, Edward mengembalikan ponsel Aluna. "Ok, masalahnya beres. Aset keluarga Everdeen sudah aman sekarang," ujarnya, tersenyum tulus.Aluna menatap Edward dengan mata berbinar, penuh rasa terima kasih. "Kamu benar-benar menyelamatkan kami, Edward. Aku tidak tahu bagaimana cara membalas budi baikmu," ucapnya, suaranya penuh rasa haru.Edward hanya tersenyum, menggelengkan kepalanya. "Tak perlu membalas apa-apa, aku hanya melakukan apa yang seh
Edward termenung cukup lama usai membaca pesan Irene, benar-benar bingung dan tak tahu harus mengambil keputusan apa."Sarapannya sudah siap, Ed. Ayo kesini," teriak Aluna dari arah dapur, sontak membuyarkan lamunan Edward."Oke, sebentar ...." Edward menanggapi sambil mengenakan pakaiannya. Mencoba melupakan Helena sejenak dan berusaha fokus pada Aluna.Tak lama berselang, Edward tiba di ruang makan, tampak beragam makanan yang sudah tersaji di atas meja."Wah, kamu jago masak ternyata. Kelihatannya makananmu enak-enak," ujar Edward, memuji usaha Aluna.Wajah Aluna pun memerah, jelas senang dengan pujian Edward."Silakan dicoba, Ed. Semoga kamu tidak kecewa," ujarnya.Edward tersenyum kecil mendengarnya, "Kenapa aku harus kecewa? Aku pikir makananmu terasa lezat.", kemudian dia menyantap makanan itu. Mulai dari daging hingga sayur sop bening.Namun, yang paling menggugah selera Edward adalah sambal buatan Aluna. Siapa sangka, wanita secantik dia sangat pandai membuat sambal."Ini ena
Pagi berikutnya.Edward dan Aluna terbangung dalam keadaan telanjang, mereka tampak masih lelah usai melakukan persetubuhan panas tadi malam.Aluna sendiri sangat menikmati hal tabu tersebut meski sudah pernah merasakannya. Dia pikir Edward terlalu perkasa sehingga berhasil membuatnya melalang buana berulang kali. Ini juga merupakan pengalaman baru bagi wanita dewasa itu.Entah berapa kali Aluna mendapatkan pelepasan tadi malam, pastinya sangat sering sampai dia tak bisa menghitungnya pakai jari lagi.“Uh ... aku sepertinya akan kesulitan berjalan,” ujar Aluna masih dengan mata mengantuk.Dia lalu menyentuh ranah kewanitaannya, dan ternyata masih ada sisa-sisa cairan di sana.“Aduh, aku langsung tidur semalam, aku tak sempat membersihkannya. Kira-kira Edward benci wanita kurang teliti seperti aku tidak ya?” Aluna tampak cemas, jelas takut akan hal tersebut.“Mana mungkin aku membencimu, jusru aku menyukai wanita seperti kamu,” sahut Edward, langsung membawa Aluna ke dalam pelukannya.
“Edward, apa kamu baik-baik saja?” tegur Aluna kala Edward semakin larut dalam lamunannya.Edward tidak langsung menanggapi, hanya mentapa wajah cantik Aluna dengan sayu. Dia tiba-tiba ragu untuk menuntaskan misi utama sistem harem dengan wanita itu.Aluna seketika menyadari sesuatu dari ekspresi Edward, namun dia tidak ingin berhenti di sini setelah memantapkan hatinya untuk Edward. Dengan berani, dia pun mendekati Edward sambil melepas pakaiannya secara perlahan.“Ini mungkin bukan yang pertama bagiku, tapi aku percaya kemampuanku bisa mengilangkan semua keraguanmu. Aku harap kamu tidak keberatan, supaya kita bisa lanjut ke tahap yang lebih serius,” ujar Aluna, kini sudah telanjang bulat di depan Edward. Dia sangat berharap Edward akan langsung menyerangnya setelah disuguhkan pemandangan indah semacam itu.Glup!Edward menelan salivanya, bersamaan dengan naiknya gairah yang secara perlaan. Tidak mau jadi orang munafi, dia memang sudah terangsang oleh Aluna saat ini.“Tolong lihat ak
Malam semakin larut, bahkan hampir mendekati pagi.“Maaf, urusan kakekku benar-benar merepotkan. Kamu jadi terlibat dalam hal-hal aneh yang selalu dirasakan kakekku selama ini,” ujar Aluna begitu tiba di depan pintu apartemennya, kemudian dia membuka pintu itu dan membiarkan Edward masuk.“Silakan masuk, Edward. Anggap saja tempat tinggal sendiri,” ujarnya.“Terima kasih, Aluna,” balas Edward, tersenyum tulus. Kakinya lalu melangkah ke dalam kamar apartemen itu.Wusssh!Aroma sangat wangi langsung menyambut Edward di sana, apalagi kamar ini terasa sangat feminim karena hampir seluruhnya didekorasi warna merah muda.“Apa kamu sangat menyukai warna pink?” tanya Edward, cukup penasran jadinya, tanpa sadar menoleh ke arah selangkangan Aluna, mengira di dalam sana juga isinya berwarna merah muda. “Tentu saja, bukankah warna ini penuh dengan romansa?” Aluna tersenyum cerah, sepertinya paham maksud tatapan Edward.“Begitu ya?” Edward lanjut berjalan memasuki kamar, melihat-lihat ke sekitar.
Edward melihat Peter dengan penuh kekhawatiran. "Kakek, apa yang harus kita lakukan sekarang? Bagaimana kita bisa melawan vampir?" tanyanya.Peter mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sendiri sebelum menjawab. “Pertama-tama, kita harus mencari tahu lebih banyak tentang vampir, terutama kelemahan dan cara melawan mereka,” ujarnya.Edward mengangguk, ia juga berusaha menenangkan dirinya sendiri. "Tapi dari mana kita bisa menemukan informasi itu? Apa ada di buku yang aku bawa?" tanyanya lagi.Peter mengingat-ingat sambil merenung sejenak. "Ada satu tempat di kota ini yang mungkin memiliki jawabannya. Perpustakaan kuno. Mereka memiliki koleksi buku langka dan mungkin ada yang berkaitan dengan vampir," jawabnya.“Perputakaan itu lagi?” Edward terkejut mendengarnya.“Ya, hanya di sana satu-satunya tempat yang bisa digunakan untuk melawan vampir.” Peter tampak yakin dan tegas.“Ayo bergerak sekarang, kita tak boleh membuang waktu,” ajaknya.Kemudian, kedua pria beda usia i
Edward dan Aluna tiba di rumah sakit jiwa setelah beberapa saat berkendara. Aluna tampak gugup dan khawatir, sedangkan Edward mencoba untuk tetap tenang dan bijaksana.Mereka lalu berjalan menuju ke ruangan tempat kakek Aluna dirawat, letaknya di lantai atas gedung tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, kakek Aluna akhirnya muncul di depan mereka. Dia tampak lemah dan pucat, namun masih bisa tersenyum lembut pada cucunya.“Aluna, kamu pasti cucuku, Aluna, ‘kan?” Sapa kakek itu, sepertinya masih bisa mengenali Aluna.“Ya, kakek.” Aluna langsung memeluk kakeknya dengan erat.“Salam kenal, kakek. Aku Edward Lewis,” ucap Edward segera memperkenalkan dirinya dan memberikan salam hormat pada kakek Aluna.Kakek Aluna pun memperkenalkan dirinya sebagai Peter Everdeen, seorang ahli dalam dunia ilmu hitam dari keluarga Everdeen.‘Ahli ilmu hitam?’ Ulang Edward dalam benaknya, rasanya agak akrab dengan hal-hal semacam ini.“Hahaha! Aku suka ekspresimu, Edward. Kau sepertinya sudah pernah beru