Share

Bab 2: Penghinaan besar

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 21:14:21

Di depan kediaman keluarga Hu, suasana semakin tegang. Ji Bao Oek menatap tajam ke arah Hu Chuan, seolah tak percaya bahwa penghinaan seterang ini bisa keluar dari seorang kepala keluarga besar yang terhormat. Sebelum ia sempat menanggapi, terdengar suara lembut namun tegas dari balik pintu.

"Dia memang cacat!"

Suara itu terdengar tenang, namun menambah bara api dalam hati Ji Bao Oek. Sosok seorang gadis muncul dari balik pintu, mengenakan pakaian biru muda yang anggun. Rambutnya tergerai panjang, dan parasnya yang cantik serta penuh percaya diri membuat orang-orang sekitar terdiam sejenak. Ia adalah Hu Ling Lian, putri kebanggaan keluarga Hu yang menjadi alasan lamaran ini dilakukan.

“Apa maksudmu, Hu Socia (nona Hu)?” Ji Bao Oek berbicara dengan nada lebih keras. Ia tidak terima putranya dihina, terutama di hadapan keluarga besar Hu dan para muridnya. Nada suaranya mengandung kemarahan yang tertahan, namun wajahnya masih berusaha tenang.

Namun, Hu Ling Lian tetap tenang. Ia memandang Ji Bao Oek dengan sorot mata dingin. “Silakan tanyakan pada putramu sendiri, Paman Ji. Dia pasti bisa menjelaskan apa yang aku maksud.”

Ji Bao Oek tertegun sejenak, namun tatapannya segera beralih kepada Ji Liong, yang berdiri di sisinya dengan wajah tertunduk. Nalurinya merasakan ada yang tidak beres. Ia meraih bahu putranya dan mengguncangnya lembut. “Liong-er, apa yang sebenarnya terjadi? Jelaskan padaku.”

Ji Liong menggigit bibirnya, terlihat ragu, namun akhirnya ia menghela napas berat. Dengan suara pelan yang penuh dengan penyesalan, ia berkata, “Ayah… aku tidak bisa lagi menggunakan ilmu bela diri. Beberapa nadi penting dalam tubuhku… putus. Bahkan untuk menggunakan biasa pun, aku kesulitan.”

Kata-kata itu bagaikan pukulan keras bagi Ji Bao Oek. Ia terdiam, merasakan tubuhnya gemetar. Ia tak menyangka anaknya yang berbakat dan tangguh ini bisa mengalami nasib yang begitu tragis. Ia bahkan tersurut mundur beberapa langkah, memandang putranya dengan sorot mata penuh kesedihan dan kekecewaan. 

“Bagaimana bisa…? Siapa yang melakukan ini padamu?” ucapnya.

Sebelum Ji Liong sempat menjawab, suara Pendekar Hu  Chuan terdengar dingin. “Apakah aku salah jika membatalkan pernikahan ini, Tuan Ji? Aku tak ingin anakku menghabiskan hidupnya hanya untuk mengurus seseorang yang tak bisa melindunginya, bahkan melindungi dirinya sendiri.”

Kata-kata itu menghantam Ji Bao Oek lebih keras dari serangan apa pun yang pernah ia terima dalam hidupnya. Wajahnya memucat, matanya berkaca-kaca, namun ia menahan air matanya. Ia tidak ingin mempermalukan dirinya lebih jauh. Tanpa berkata lagi, ia membalikkan tubuhnya dan melangkah pergi, memberi isyarat pada para murid dan pengikutnya untuk mengikutinya.

Namun, sebelum ia benar-benar pergi, Ji Liong yang telah menahan emosinya tiba-tiba berteriak dengan suara bergetar, “Aku cacat karena kau, Siauw-moi (adinda)! Mengapa kau begitu tega menghancurkan keluargaku?”

Suara Ji Liong menggema di halaman itu, menarik perhatian semua orang. Hu Ling Lian menatapnya dengan pandangan dingin, seolah tuduhan itu tidak berarti baginya. “Kakak Ji Liong, aku tidak pernah memaksamu melakukannya. Semua kau lakukan dengan sukarela!”

Ji Bao Oek yang mendengar itu tersentak. Ia menoleh dengan tatapan tak percaya, mencari penjelasan dari raut wajah anaknya. “Liong, apa yang sebenarnya terjadi? Jelaskan padaku!”

Sesaat Ji Liong tampak ragu. Ia memandang Hu Ling Lian dan Ji Bao Oek bergantian. Seolah ia ingin mempertegas hatinya, siapa yang harus ia ikuti.

Ji Liong menghela napas panjang, lalu mengangkat wajahnya dengan pandangan sedih yang bercampur kecewa. Ia mengalihkan tatapannya dari wajah ayahnya ke arah Hu Chuan. “Paman Hu, Ayah… beberapa hari yang lalu, aku dan Hu moi-moi melakukan latihan bersama. Hu moi-moi mengatakan bahwa ia sedang mempelajari ilmu tenaga sakti langka, ketika ia hampir celaka aku membantunya,”

Ji Bao Oek menyipitkan matanya, mencoba memahami maksud ucapan putranya. Sementara itu, Hu Ling Lian tetap berdiri dengan tatapan yang dingin dan tenang, tidak menunjukkan sedikit pun rasa bersalah.

“Awalnya, aku tidak merasa curiga,” lanjut Ji Liong, suaranya semakin berat. “Hu moi-moi terlihat kesulitan, dan aku pikir menyalurkan sebagian tenaga dalamku akan membantunya. Namun, saat proses itu berlangsung, aku merasakan tenagaku disedot semakin cepat. Dan sebelum aku menyadari, aliran tenaga dalamku terasa seperti terserap sepenuhnya.”

Hu Ling Lian menyeringai kecil, menatap Ji Liong dengan senyum tipis yang membuat suasana di sekitar semakin mencekam.

“Begitu tenagaku habis, aku terjatuh. Nadi-nadi penting di tubuhku seakan tersumbat, dan aku tak bisa mengumpulkan tenaga dalam lagi,” lanjut Ji Liong, suaranya bergetar menahan kemarahan dan rasa sakit. “Aku kira ia akan berbelas kasih, Tapi nyatanya, hari ini… ia dan keluarganya justru mempermalukan kita di depan orang banyak.”

Mendengar pengakuan putranya, Ji Bao Oek merasa dadanya seperti terbakar amarah. Tiba-tiba ia melangkah maju, tinjunya mengepal, wajahnya merah padam. Sorot matanya berubah tajam, memancarkan kebencian dan tekad untuk membalas penghinaan ini.

“Hu Socia!” teriaknya, suaranya menggema di halaman itu. “Kau sungguh gadis tak tahu diri! Setelah mencelakai anakku, kau masih berani berdiri di sini dengan wajah tanpa rasa bersalah?”

Ji Bao Oek mengangkat tangannya, bersiap menyerang Hu Ling Lian. Namun sebelum serangan itu benar-benar dilepaskan, Hu Chuan, ayah Hu Ling Lian, melangkah cepat dan berdiri di depan putrinya, mengangkat satu tangan untuk menghalangi serangan Ji Bao Oek.

“Tuan Ji, jangan bertindak gegabah!” seru Hu Chuan dengan nada tegas. Matanya memandang langsung ke arah Ji Bao Oek, memperingatkan dengan sorot yang penuh ancaman.

Ji Bao Oek berhenti, tapi sorot matanya penuh dendam. “Putrimu telah menghancurkan masa depan putraku! Ini bukan hanya soal harga diri, Hu Chuan, tapi juga keadilan!”

Namun, sebelum Ji Bao Oek sempat melanjutkan kata-katanya, beberapa sosok mulai berdatangan di halaman kediaman keluarga Hu. Mereka adalah orang-orang sakti dan kerabat terdekat Hu Chuan, masing-masing berdiri dengan tenang namun memancarkan aura kekuatan yang tak terbantahkan. Mereka semua mengenakan pakaian berbeda, menandakan status mereka sebagai pendekar dari berbagai aliran yang memiliki hubungan baik dengan keluarga Hu.

Ji Bao Oek menyadari bahwa situasinya semakin genting. Meski hatinya membara oleh kemarahan, ia juga tahu bahwa jika pertarungan ini berlanjut, ia tidak hanya membahayakan dirinya, tapi juga para murid serta kedua anaknya yang berada di sini. Mata Ji Bao Oek berkaca-kaca, memandang putranya yang terluka dan menghadapi kenyataan pahit ini. Dengan berat hati, ia merendahkan tangannya yang sudah terangkat.

“Baiklah, Hu Chuan,” katanya dengan suara yang bergetar. “Kau boleh merasa menang hari ini. Tapi ingat, penghinaan ini tak akan aku lupakan!”

Dengan pandangan penuh kebencian, Ji Bao Oek membalikkan badan dan memberi isyarat pada murid-muridnya untuk mengikuti. Para pengikutnya tampak cemas namun tetap setia mengikuti langkahnya meninggalkan halaman kediaman keluarga Hu.

Namun, sebelum benar-benar pergi, Ji Liong yang berada di belakang rombongan menoleh dan menatap Hu Ling Lian dengan tatapan penuh kesedihan dan kekecewaan. Ia menggelengkan kepalanya pelan, seolah menyadari bahwa cinta dan kepercayaannya selama ini hanyalah angannya belaka.

“Akan kuingat hari ini Hu Socia. Dan kujamin kau akan menyesalinya,” ucap Ji Liong kemudian meninggalkan tempat mengikuti rombongannya. Kemarahan nampak pada dirinya sehingga mengganti panggilan Siauw-moi menjadi Socia.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Dewo Bumi
ko masih mau melamar aneh sudah tau dikhianati ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 3 - Harga Diri yang Terinjak

    Setelah peristiwa memalukan di kediaman Pendekar Hu, Ji Bao Oek dan rombongannya kembali ke Kim Kiam Pay. Wajah-wajah muridnya tampak muram, menyiratkan luka batin yang mereka alami. Ji Bao Oek memutuskan untuk tidak lagi membahas kejadian itu, berharap agar perlahan peristiwa itu menghilang dari ingatan semua orang. Namun, harapan itu sirna. Entah siapa yang membocorkan aib mereka, kabar tentang kekalahan dan penghinaan yang diterima dari keluarga Hu menyebar cepat ke seluruh desa Hongye. Kabar tersebut menghancurkan Ji Liong. Setiap kali ia berjalan di sekitar desa, ia harus menghadapi pandangan mengejek dari orang-orang, sering kali diiringi bisikan-bisikan tajam yang menusuk batinnya. Beberapa warga bahkan terang-terangan mengatai dirinya sebagai pemuda yang tak berguna, tak lebih dari sampah. Kata-kata itu berulang kali terngiang dalam pikirannya, seperti racun yang perlahan-lahan merusak harga dirinya.Suatu hari, ketika Ji Liong berjalan di sekitar desa bersama adiknya, Ji Xi

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 4 - Bangkitnya sebuah kekuatan

    Sosok bertopeng yang tinggi dan berotot mendekati Ji Liong dan Ji Xiu Yan yang tengah terduduk tak berdaya. Wajahnya yang tersembunyi di balik topeng hanya menampilkan sepasang mata tajam yang memancarkan sinar ejekan dan keangkuhan. Bibirnya menyeringai, dan tangannya terulur, nyaris menyentuh wajah Ji Xiu Yan yang pucat karena luka dan kelelahan. Di balik sisa-sisa kekuatannya, Xiu Yan menatapnya dengan tatapan penuh kebencian.Namun, sebelum tangan kotor itu berhasil menyentuhnya, Ji Liong dengan sisa-sisa tenaganya menepisnya sambil melepaskan pukulan yang ditujukan ke wajah pria bertopeng tersebut. Sayangnya, pukulan itu bahkan tidak menggores sedikit pun kulit lawan. Sebaliknya, pria bertopeng itu dengan santai mengayunkan lengan bajunya, menyentil tangan Ji Liong hingga pemuda itu terlempar ke tanah. Ji Liong terjatuh keras, merasa seluruh tubuhnya nyeri dan pandangannya berkunang-kunang.Melihat kakaknya tersungkur dengan mudah, Xiu Yan tidak bisa menahan amarahnya. Dengan sis

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 5: Cincin Kaisar Langit

    Beberapa hari setelah kejadian penyerangan, suasana di Perguruan Pedang Emas masih dibayangi kecemasan. Ji Bao Oek, sang ketua, akhirnya pulang setelah menyelesaikan urusannya di sebuah kota terdekat. Kedatangannya segera disambut dengan wajah lega oleh para murid dan pengurus perguruan. Mereka semua merasa lebih tenang, mengira bahwa kehadiran ketua mereka akan mampu menjaga kedamaian yang sempat terusik.Namun, ketika Ji Bao Oek menuruni tangga aula utama, tatapan matanya penuh kekhawatiran. Sebelum sempat menanyakan apa yang terjadi, Ji Xiu Yan, putrinya, sudah menghampirinya dengan wajah yang masih pucat. "Thia (ayah)... Kau harus mendengarkan ceritaku. Beberapa waktu lalu kami diserang. Lima orang berilmu tinggi menyerang perguruan ini dan nyaris membuat kami semua tewas."Mendengar hal ini, Ji Bao Oek langsung menajamkan pandangannya. Ia memandang putrinya dengan sorot penuh perhatian, seolah-olah ingin menangkap setiap detail dari cerita yang hendak disampaikan. "Teruskan, Yan-

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 6: Ketegangan dan Rahasia yang Tersembunyi

    Beberapa hari telah berlalu sejak penyerangan di kediaman Ji Bao Oek, namun bayang-bayang ancaman masih terasa menggelayuti seisi perguruan Kim Kiam Pay. Para murid senior dan tetua mulai berjaga lebih ketat, senantiasa waspada terhadap setiap gerakan mencurigakan. Para pendekar muda yang biasanya berlatih di pelataran utama kini berlatih dalam diam, setiap pukulan mereka mengandung ketegangan yang tak biasa, seolah-olah mereka tengah mempersiapkan diri menghadapi badai yang lebih besar. Di tengah hiruk pikuk persiapan itu, Ji Liong, putra tertua Ji Bao Oek, tampak sering melamun. Tubuhnya hadir di pelataran latihan, namun pikirannya seakan jauh terbang meninggalkan Kim Kiam Pay. Matanya kosong, menatap jauh ke arah gunung dan lembah di kejauhan, seakan mencari sesuatu yang tak bisa ia temukan. Ji Xiu Yan, adik angkatnya, menyaksikan perubahan pada Ji Liong dengan perasaan sedih yang dalam. Di benaknya, ia menduga bahwa kegalauan hati Ji Liong disebabkan oleh kegagalannya memena

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 7: Tiga Hantu Pedang dari Sungai Kuning

    Suasana di perguruan Pedang Emas terasa damai, dengan para murid yang sibuk berlatih di lapangan luas yang terbuka. Ji Bao Oek, ketua perguruan, sedang duduk di beranda dekat ruang latihan, matanya memandangi para muridnya yang tengah berlatih dengan tekun. Meskipun cuaca cerah dan angin berhembus sepoi-sepoi, suasana dalam dirinya tampak tegang, seperti ada yang mengganjal.Suara pelan dari Ji Liong yang berdiri di sampingnya terdengar nyaris tak terdengar, "Ada orang yang datang untuk mengacau."Ji Bao Oek menoleh sejenak. Suara putra angkatnya yang terdengar begitu ringan hampir tak membuatnya merasa waspada. Namun, dengan ketajaman indera yang dimilikinya, ia menatap ke arah pintu gerbang perguruan. Tak ada yang tampak mencurigakan."Apakah kau yakin?" Ji Bao Oek bertanya, sedikit mengernyitkan dahi. "Aku tidak mendengar apa-apa."Namun, meskipun suara Ji Liong pelan, entah mengapa ada ketegangan yang menggelayuti hati Ji Bao Oek. Ia menganggap dirinya lebih berpengalaman, lebih t

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 8. Kemunculan Dewa Pedang, Naga Pelindung Utara Tian Gong Pai

    Di tengah lapangan, ketegangan terasa begitu mencekam. Mata Yu Lang menyorotkan rasa puas sekaligus angkuh, merasa dirinya lebih unggul. Dengan ilmu dan pengalaman yang jauh melampaui kebanyakan ahli persilatan, terlebih kemampuan seratus tahunnya dalam dunia pedang aliran hitam, ia memandang rendah Ji Bao Oek yang masih berani menantangnya.Ji Bao Oek paham betul betapa berbahayanya Tiga Hantu Pedang Sungai Kuning ini. Ia sudah mendengar kisah bahwa bahkan murid-murid utama aliran Butong sekalipun merasa gentar menghadapi mereka. Namun, demi harga diri Perguruan Pedang Emas dan perlindungan murid-muridnya, ia tak punya pilihan lain. Hatinya menguatkan tekadnya untuk bertahan, apapun yang terjadi.Yu Lang menyeringai, lalu mengangkat pedangnya, menyulut aura pedang tajam yang langsung menyasar ke arah Ji Bao Oek. Hawa pedang yang menakutkan melesat cepat, menghantam bagaikan gelombang badai. Ji Bao Oek mengangkat pedang pusakanya, mencoba menahan kekuatan itu. Namun, sambaran hawa pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 9: Ampunan dan Tebusan Harga Diri

    Langit malam menyelimuti perbukitan, membiaskan cahaya bintang yang seolah-olah menyaksikan pertemuan tak terduga di bawahnya. Di hadapan sebuah halaman terpencil Kim Kiam Pay, suasana yang mencekam terasa melingkupi saat tiga sosok berjubah hitam dengan ekspresi tegang berdiri di hadapan sosok berwibawa berpakaian merah, dialah Dewa Pedang. Seorang tokoh misterius dari Sekte Istana Langit dengan jabatannya sebagai Naga Pelindung Utara.Ketiga Hantu Pedang Sungai Kuning, Yu Lang, Guang He, dan San Pu tidak tampak seperti tiga pendekar yang pernah dikenal dunia persilatan. Mereka yang biasa mendatangkan malapetaka dengan senyuman menyeringai kini justru menunduk, keringat dingin mengalir di wajah mereka, sementara tatapan Dewa Pedang mengawasi mereka dengan tajam, memeriksa setiap detik kepatuhan yang mereka tunjukkan.“Dengarkan baik-baik,” suara Dewa Pedang terdengar dalam dan penuh kuasa. “Jika kalian tidak berjanji untuk meninggalkan Kim Kiam Pay dan bersumpah tidak akan mengganggu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02
  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 10: Perjalanan Menuju Butong Pai

    Ji Liong menggelengkan kepalanya. “Entahlah, Thia. Aku sama sekali tidak bisa mengingatnya,” jawab pemuda itu. “Memang aku merasa seperti dekat dengan orang itu, tapi sama sekali aku tidak bisa mengingatnya.”“Baiklah nak, aku percaya suatu saat kau bisa mengingat dan tahu siapa dirimu sebenarnya. Sebaiknya sekarang kau istirahat! Mungkin dalam waktu dekat, aku akan melakukan perjalanan ke Butong Pai. Aku akan mengajakmu dan Xiu Yan serta, siapa tahu guru besar di sana bisa membantumu.”Kamar Ji Liong tampak sunyi, hanya terdengar deru nafasnya yang teratur di bawah sinar rembulan yang menerobos masuk melalui jendela kayu. Cahaya itu menyorot tepat pada wajahnya yang tampak teduh namun penuh misteri. Ia memejamkan mata, berusaha keras menggapai sekilas bayangan yang melintas dalam benaknya. Sesosok pria bertubuh gagah, berambut panjang, berdiri tegak di atas puncak gunung bersalju, sembari menatap ke arah Ji Liong dengan tatapan penuh arti. Sosok itu tampak mengulurkan tangannya, se

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-02

Bab terbaru

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 038: Mo Zai Hong, Sang Iblis Pembawa Petaka

    “Mo Zai Hong…,” ucap Wu Jing Yu lirih.Kemunculan Mo Zai Hong, si Iblis Petaka Merah, benar-benar mengejutkan Wu Jing Yu. Seluruh dunia persilatan mengenal nama besar gembong iblis itu sebagai salah satu tokoh nomor satu dari aliran hitam. Sosoknya, dengan jubah merah yang tampak seperti api berkobar, memancarkan aura mengerikan. Wajah Mo Zai Hong, yang dihiasi garis-garis tegas dan mata setajam elang, menatap Wu Jing Yu dengan intensitas yang memaku langkah siapa pun.Yang lebih mengejutkan Wu Jing Yu adalah ketika Mo Zai Hong perlahan berlutut dan memberi penghormatan kepadanya. Tindakan itu dilakukan dengan sungguh-sungguh, tanpa ada sedikit pun kesan pura-pura. Angin dingin Gobi berembus kencang, tapi suasana di pelataran itu terasa panas membara oleh kehadiran tokoh aliran hitam yang ditakuti ini.“Wu Jing Yu, aku menghormatimu karena kau adalah ayah dari Tuan Muda Wu Kiang,” ujar Mo Zai Hong dengan suara berat yang bergema. “Aku datang bukan untuk bertarung, melainkan menyampaika

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 037. Prahara Gunung Gobi

    Wu Jing Yu, salah satu guru utama dari Kong Tong Pai, melangkah mantap di depan lima muridnya yang mengikuti di belakang. Mereka berjalan menyusuri jalur pegunungan berbatu menuju Gobi Pai, sebuah perguruan ternama yang terkenal dengan ajaran bela diri berbasis keseimbangan dan keharmonisan.Langit senja mewarnai perjalanan mereka, dan angin dingin pegunungan menyapu wajah para murid yang penuh semangat. Wu Jing Yu, meski usianya telah memasuki setengah abad, masih tampak gagah dengan tubuh tegap dan mata tajam. Ia mengenakan jubah abu-abu dengan bordiran simbol Kongtong di bagian dadanya. “Jangan lengah,” katanya dengan suara rendah namun tegas. Para murid mengangguk serempak, menunjukkan sikap hormat mereka.Setibanya di pelataran Gobi Pai, suasana terasa berbeda dari yang mereka harapkan. Bukannya sambutan ramah, belasan murid Gobi Pai menghadang mereka dengan ekspresi tidak bersahabat.“Wu Jing Yu dari Kong Tong Pai datang untuk berbicara dengan Guru Besar Gobi Pai,” ujar Wu Jing

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 036. Pertarungan Jenderal Naga Merah

    Tiba-tiba, terdengar suara gemuruh dari kejauhan. Sebuah bayangan besar muncul di balik kabut medan perang. Semua mata tertuju ke arah itu. Dari balik kabut, seorang lelaki berpakaian perang merah dengan jubah bersulam naga emas muncul melayang diudara. Rambut panjangnya berkibar, dan matanya memancarkan aura kebesaran yang luar biasa."Jenderal Naga Merah!" seseorang berteriak menunjukkan keterkejutannya.Sosok itu adalah Jenderal Naga Merah Tian Gong Pai, seorang pendekar sakti yang dikenal karena kekuatannya yang luar biasa. Satu dari sepuluh pendekar terbaik di Sekte Istana Langit. "Naga meluruk bumi!" pekiknya, mengayunkan pedangnya ke udara.Seketika, sebuah gelombang energi besar melesat ke arah musuh. Gelombang itu menghantam kerumunan hewan berbisa, membubarkan mereka seperti daun-daun kering tertiup angin. Para anggota Sekte Lima Racun yang berada di dekatnya terpental jauh, beberapa dari mereka tak sadarkan diri akibat serangan itu.Kemunculan Jenderal Naga Merah mengubah

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 035. Ancaman Sian Jie Sin Kang Palsu

    Ji Liong memandang lelaki tua itu dengan penuh kewaspadaan. Udara di sekitar mereka terasa semakin tegang, seakan-akan kehadiran lelaki tua itu membawa sesuatu yang berat dan penuh misteri."Namaku Yo Han Chu, seorang pengelana," kata lelaki tua itu dengan suara tenang namun tajam. Ia melangkah maju, tangannya menggenggam tongkat bambu yang terlihat sederhana, namun memancarkan aura sakti yang membuat Ji Liong merasa waspada."Yo Han Chu?" Ji Liong mengulangi nama itu, mencoba mengingat apakah ia pernah mendengarnya sebelumnya. Namun, tak ada ingatan yang muncul. "Aku belum pernah mendengar namamu. Bolehkah aku tahu siapa sebenarnya dirimu dan apa gelarmu di dunia persilatan?"Yo Han Chu tersenyum tipis. "Gelarku sudah lama terkubur bersama waktu. Yang perlu kau tahu hanyalah bahwa aku adalah keturunan sepasang rajawali yang dulu pernah merajai dunia persilatan. Meskipun namaku tidak penting, apa yang akan kukatakan padamu sangatlah penting."Ji Liong memperhatikan lelaki tua itu deng

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 034. Topeng Giok Naga Sang Ketua Sekte

    Ong Kiat dan Bu Jiaw telah menyelesaikan persiapan mereka. Dengan pekik lantang, keduanya melesat bersamaan ke arah Ji Liong, menyerang dari dua sisi dengan kekuatan penuh. Angin dari serangan mereka menciptakan tekanan besar, membuat tanah di sekitar mereka retak-retak.Namun, Ji Liong tetap tidak bergerak. Tubuhnya memancarkan hawa hangat yang perlahan mengalahkan tekanan panas dari Sin Kang Naga Langit. Tepat ketika serangan Ong Kiat dan Bu Jiaw hampir mengenainya, kekuatan sakti di tubuhnya memancar kuat bagaikan sebuah ledakan cahaya.Ledakan tenaga itu membuat Ong Kiat dan Bu Jiaw terhenti di tengah jalan. Kekuatan dahsyat itu menghantam mereka tanpa ampun, melemparkan tubuh mereka jauh ke belakang. Tubuh mereka menghantam tanah keras, menciptakan lubang besar di tempat mereka jatuh.Ong Kiat dan Bu Jiaw terkapar, napas mereka tersengal-sengal. Tubuh mereka penuh luka akibat benturan, namun yang lebih mencengangkan adalah ekspresi di wajah mereka. Mereka tidak hanya kalah secara

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 033. Pertarungan Tingkat Tinggi

    Ji Liong berdiri dengan tenang, menatap dua lelaki di hadapannya tanpa sedikit pun rasa gentar. Angin sore di atas bukit berembus pelan, menyibakkan ujung jubah putih yang ia kenakan, menambah kesan anggun dan tak tertandingi.Ong Kiat, si Jenderal Naga Merah, memicingkan mata. “Siapa kau, anak muda? Apa hakmu untuk melarang kami?” tanyanya dengan suara tegas namun penuh kewaspadaan. Mata tajamnya memperhatikan setiap gerakan Ji Liong, mencari celah untuk mengukur kekuatan lawannya.Ji Liong tersenyum tipis. “Aku hanyalah seorang pengembara yang tidak ingin melihat darah orang-orang tak bersalah mengalir tanpa alasan. Jika kalian membantu Sekte Lima Racun, itu berarti kalian mengkhianati kemanusiaan dan keadilan.”Bu Jiaw, si Jenderal Naga Ungu, yang sejak tadi memperhatikan dengan saksama, mengerutkan kening. “Kemanusiaan dan keadilan? Itu kata-kata besar untuk seorang pemuda sepertimu. Apa yang kau tahu tentang dunia ini?”Ji Liong melangkah maju, matanya memancarkan keteguhan. “Aku

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 032. Keputusan di Tengah Badai

    Ruangan rumah makan mendadak menjadi sunyi. Semua mata tertuju pada Ji Liong, yang kini duduk diam memandang pria muda yang terluka parah di hadapannya. Suara napas tersengal dari lelaki itu menggema, menambah suasana tegang yang memenuhi tempat tersebut.Ji Liong menghela nafas pelan, lalu berdiri dengan tenang. Langkahnya perlahan namun mantap menghampiri pria yang tergeletak di lantai. Beberapa orang menatap dengan penuh harap, sementara yang lain berdoa dalam hati. Tanpa banyak bicara, Ji Liong berlutut di samping pria itu dan meletakkan tangannya di atas dada korban.Dengan satu tarikan nafas panjang, Ji Liong mulai mengerahkan Butong Sinkang. Hawa hangat yang kuat langsung menyebar dari telapak tangannya, menyelimuti tubuh pria itu. Para pendekar di sekelilingnya dapat merasakan kekuatan yang luar biasa itu, membuat mereka terperangah. Racun dan luka dalam yang mengancam nyawa pria muda itu perlahan menghilang. Warna wajahnya yang sebelumnya pucat mulai kembali normal, dan nafas

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 031. Pertemuan di Rumah Makan

    Rumah makan itu berdiri kokoh tepat beberapa tombak dari gerbang kota Beihai. Bangunan kayunya yang sederhana namun terawat tampak mengundang siapa saja yang melewatinya. Lampu-lampu minyak menerangi ruangan dengan cahaya lembut, memantulkan bayangan hangat pada dinding-dinding yang dihiasi ukiran naga dan awan. Suasana ramai memenuhi tempat itu, dipenuhi oleh suara tawa, percakapan serius, dan denting mangkuk serta sumpit.Di salah satu sudut ruangan, tampak beberapa pendekar berbaju hitam yang duduk dengan sikap waspada. Mereka adalah anggota klan Pedang Merah, Klan kecil yang tak jauh jaraknya dari Gunung Gobi, Tempat berdirinya perguruan besar yang terkenal dengan jurus pedang kilatnya. Di meja lain, dua orang biksu dari Kongtong Pai tengah bercakap-cakap sambil menyeruput teh hangat. Ada pula seorang perempuan berusia paruh baya, mengenakan jubah ungu dengan bordiran bunga teratai, yang tampak sedang mengamati keadaan sekeliling dengan mata tajam.Guo Liang melangkah masuk ke r

  • SIAN JIE SIN KANG (TENAGA SAKTI ALAM DEWA)   Bab 030. Kota Beihai

    “Tuan muda Ji… a-aku!” ucapan Bai Xue Ling tergagap, ia tidak menyangka pembicaraannya didengar oleh Ji Liong. Namun ucapan itu sia-sia. Ji Liong sudah tidak ada di tempat itu.Gadis itu berniat mencari Ji Liong, namun dicegah ayahnya. “Anak itu telah jauh meninggalkan tempat ini, kau tidak bisa menyusulnya,” ucap Bai Ji Cheng. “Aku memang sama sekali tidak bisa mengetahui siapa jati diri anak itu.” ucapnya lagi memberi penegasan kepada putrinya.Bai Xue Ling berdiri mematung di depan pintu rumah. Angin malam meniup lembut rambutnya yang terurai, membawa aroma rumput basah setelah hujan. Namun, ketenangan malam tidak mampu meredakan gelisah yang menggerogoti hatinya.Bayangan Ji Liong yang dingin dan penuh teka-teki terus terbayang di benaknya. Ia memutar ulang kejadian tadi sore, mencoba menemukan kata-kata yang seharusnya ia ucapkan untuk mencegahnya pergi. Tetapi semua terasa sia-sia."Xue Ling," suara lembut Bai Ji Cheng memanggilnya. Pria paruh baya itu berdiri di ambang pintu,

DMCA.com Protection Status