Share

Sedekat itu?

Author: Sity Mariah
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Alwina benar. Aku terlalu kalut dan shock saat itu. Sehingga aku tidak tahu harus berbuat apa. Bahkan ponsel Kharisma saja baru aku sentuh semalam. Setelah malam kedua kematiannya.

"Apa kamu tahu, sejak kapan mereka mengkonsumsi obat-obatan itu?" tanyaku kemudian.

Alwina menggeleng. "Entah. Aku rasa itu tidak penting. Aku sudah malas mengurusinya. Aku tidak mau membuang waktu dan pikiranku untuk mencari tahu tentang mereka lagi. Ada kantor ini yang lebih memerlukan waktu serta pikiranku, Dewa!" ucapnya dengan sangat tegas. Setiap jawaban yang meluncur bebas dari bibirnya, seakan mampu membuat bibirku ini menjadi kelu.

Baru kali ini, aku bertemu dengan perempuan setangguh Alwina. Meski hatinya telah patah. Tapi semangat hidupnya tetap menyala. Hingga dia mampu berdiri hari ini dengan kepala tegak. Seolah-olah, hanya malam itu saja dia sangat rapuh.

Alwina melihat jam tangannya. "Maaf, Dewa. Sudah waktunya aku bekerja. Aku rasa pembicaraan kita pun sudah selesai," ucapnya.

Aku menganggu
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kekurangan Modal

    Nakula bersama Karina? Sedekat itu? Apa aku tak salah lihat?Segera aku mengulurkan tanganku untuk membuka kaca mobil sebelah kiri. Namun, lampu sudah berganti, sehingga kendaraan di belakangku membunyikan klaskon mereka. Aku pun harus melajukan mobilku dengan segera. Selanjutnya, terpaksa aku menepikan mobilku di depan sebuah swalayan.Setelah mobilku berhenti. Lantas aku menghubungi Ibu."Hallo, Bu?" ucapku setelah panggilanku diterima Ibu."Iya, hallo, Wa?""Bu, Nakula udah lakuin apa yang Ibu suruh ke dia kemarin?""Udah, Wa. Naku kemarin malam bawa uangnya dan dia serahin sama Ibu, tiga ratus lima puluh juta."Mataku membulat mendengar perkataan Ibu. Secepat itu mereka membayar hutangnya setelah dua tahun mereka lalai? Aku rasanya tidak percaya. Apalagi dengan yang barusan kulihat, Nakula bersama Karina. Aku rasa mereka tak akan punya uang sebanyak itu saat ini. "Emm, Ibu yakin mereka bayar?" tanyaku pada Ibu."Maksud kamu, Wa? Kemarin malam, jelas-jelas Nakula setorkan uangnya

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Penting!

    Sontak alisku bertaut mendengarnya. "Kok bisa?""Iya, Pak. Sepertinya modal toko habis dipakai buat bangun rumah baru, Pak," terangnya semakin membuatku tak mengerti."Rumah baru gimana maksudnya, Mas Bud?"Mas Budi menghela nafas panjang. "Gini, Pak, enam bulan yang lalu. Pak Ken ada bangun rumah di komplek perumahan belakang toko ini. Pembangunannya sekitar dua bulananlah, udah beres itu rumah. Setelah rumah itu beres, toko yang kena imbasnya. Barang-barang mulai berkurang, Pak. Gimana pembeli mau belanja, kalo barang yang dibutuhkan ga ada? Padahal toko lagi rame-ramenya loh, Pak."Aku tertegun mendengarnya. Dua tahun mereka tidak membayar uangnya pada Ibu. Tapi mereka membangun rumah di komplek perumahan. Sedangkan barang-barang di toko ini dibiarkan tak terisi karena kemungkinan modalnya habis untuk biaya bangun rumah baru. Jadi, darimana uang yang Nakula bawa dan berikan pada Ibu?"Tunggu tunggu, Mas Bud. Kenapa mereka harus bangun rumah baru? Rumah mereka emangnya kenapa?""Loh

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Perempuan Tak Berakhlak

    Selesai sarapan pagi ini. Aku langsung bergegas ke rumah Ibu. Dengan membawa sertifikat toko yang kemarin diberikan Pak Ken. Rumah Ibu hanya terhalang lima rumah lain dari rumahku. Rumah Ibu memiliki dua lantai. Di rumah, Ibu tinggal bersama sepasang suami-istri yang menjadi ART-nya. Juga Nakula.Tapi Nakula jarang di rumah. Dia lebih banyak menghabiskan waktu di outlet miliknya. Nakula menekuni usaha di bidang kaos distro yang dijualnya secara offline juga online.Outlet kaosnya berupa ruko dua lantai. Lantai bawah sebagai tokonya langsung. Sedangkan lantai dua sebagai tempat produksi kaosnya. Dimulai dari pola. Cutting. Sablon. Hingga penjahitan. Semuanya dilakukan di lantai dua.Darah seorang pebisnis turunan dari almarhum Ayah. Sepertinya memang mengalir dalam diriku juga adikku itu. Di usianya yang baru 24 tahun, Nakula sama sepertiku dulu. Sudah berhasil memiliki usaha sendiri. Mengelola bisnis yang diminati. Menggelutinya dan terus mengembangkan. Sampai akhirnya berdiri, berjal

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Senakal-nakalnya Cowok

    BRAKKK!Aku terlonjak bangun. Ketika pintu kamarku dibuka kasar dari luar. Baru saja tubuhku rebah malam ini. Setelah selesai menyesap rokok di teras balkon tadi. Nampak Nakula berdiri di ambang pintu kamar.Dia menatapku tajam. Baru kali ini, tatapannya itu begitu menusuk. Dia berjalan masuk ke dalam kamarku dengan cepat."Apa yang udah lo lakuin sama Karina, Bang?!" hardiknya saat ini di hadapanku.Aku mengernyit mendengarnya. "Lakuin apa maksud kamu?" "Ngapain Abang nemuin dia di depan kantornya? Suruh dia jauhin gue. Ngapain, Bang?! Gara-gara lo, Karina mutusin hubungannya sama gue!" teriaknya.Aku turun dari tempat tidur untuk berdiri di hadapannya. "Jadi bener, kamu ada hubungan sama dia? Ck. Baguslah kalau dia tahu diri untuk mengakhiri hubungannya sama kamu!" ujarku."Lo apa-apaan sih, Bang? Ngapain lo recokin hubungan gue sama Karina?" sentaknya padaku."Kamu adik abang, Naku! Abang ga mau kamu ada hubungan sama Karina. Lagian apa sih yang kamu liat dari Karina? Kurus, aroga

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Mirip Suamimu?

    Pukul 08.00 pagi.Aku keluar dari kamar setelah berpakaian rapi dan bersiap ke cafe meski sekarang weekend. Menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Lalu menuju ruang makan. Sarapan pagi sudah tersaji seperti biasa. Aku menyendok sedikit nasi dan menyiramnya dengan kuah ikan patin."Pak Dewa," sapa Bu Titi sambil menggendong Davina."Iya?" jawabku. Seraya tetap meneruskan sarapan yang tinggal sedikit."Pak, izin jalan-jalan ya. Bu Ti, Bi Ima, mau ke alun-alun, sama Davina juga. Boleh, Pak?" ujar Bu Titi.Sarapaku sudah habis. Aku lantas meneguk segelas air, lalu mengelap sekitar mulut dengan tissue."Kapan, Bu?" tanyaku kemudian."Paling sebentar lagi, Pak.""Naik apa ke sana?""Nanti pesan taksi online.""Ngapain ke sana, Bi?""Yaa, jalan-jalan aja, Pak. Biar ga jenuh gitu Pak di rumah terus. Bawa main Davina juga Pak. Atau Bapak juga ikut? Sekali-sekali quality time sama Davina, Pak."Aku terdiam mendengar ajakan Bu Titi. Quality time bersama Davina? Seperti yang sering Kharisma tu

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    POV NAKULA

    POV NAKULA*****[Kita putus!] Pesan singkat yang dikirim Karina seakan meruntuhkan dunia yang tengah kujejaki.Tidak ada angin, tidak ada hujan. Namun pesan singkat itu bak petir yang menggelegar. Segera aku menelponnya, sesaat setelah pesan itu masuk ke nomorku magrib tadi.Ternyata Karina tak terima. Bang Dewa mendatanginya di depan kantor sore tadi. Bang Dewa meminta Karina menjauhiku. Bang Dewa menyamakan Karina dengan Kharisma, kakaknya. Karina pun kukuh ingin putus denganku.Terpaksa aku ke rumah Bang Dewa dan memintanya untuk berhenti mengganggu hubunganku dengan Karin. Dia memang adik Kharisma. Tapi bukan berarti Bang Dewa berhak menilai Karina seperti Kakaknya.Karina perempuan apa adanya. Dia tidak suka berdandan seperti Kharisma. Karina terkesan tomboy dan ceplas ceplos. Tapi, dia bagai langit dan bumi jika disandingkan dengan Kakaknya.Karina tidak pernah mau kuajak bersenang-senang di klub malam. Berbeda dengan Kharisma, yang sering kujumpai ada di klub malam. Bahkan ent

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kabar dari Ibu

    Selesai sarapan pagi ini. Aku masih duduk di kursi meja makan. Tidak buru-buru beranjak untuk menyesap rokok seperti kebiasanku. Selesai merokok. Aku akan segera meluncur ke cafe.Tapi pagi ini, aku putuskan untuk di rumah. Meski sudah dua hari dan menjadi tiga hari dengan hari ini. Aku tidak pergi ke cafe."Jangan terlalu sibuk, Dewa. Kamu itu Bos-nya. Kamu itu owner. Kalau kamu sibuk, apa gunanya kamu punya banyak pekerja dan juga kekuasaan kamu?""Harusnya kamu bisa agak santai dan menikmati waktu kamu lebih banyak bersama Davina di rumah. Kamu ke cafe kalau weekend saja, gunakan waktu kamu untuk membersamai Davina!""Aku saja ada di kantor sampai jam makan siang. Sisanya aku serahkan urusan kantor sama wakilku. Dari siang hingga malam, aku di rumah. Menemani Naga. Meski Naga juga punya pengasuh. Tapi aku ngga mau melewatkan masa tumbuh kembangnya, Dewa!"Petuah yang Alwina berikan saat kami bertemu di alun-alun kota kemarin lusa. Benar-benar membuka pikiranku. Pemikirannya sangat

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Semoga Begitu

    "Uhukkk uhukkk!!!" Tenggorokanku langsung tersedak mendengarnya."Uhukk uhukk!" Masih terbatuk aku bergegas ke ruang makan untuk meneguk segelas air.Menikah? Nakula mau menikah? Dengan siapa? Lalu menyerahkan pengelolaan toko pada istrinya? Segala pertanyaan tiba-tiba memenuhi pikiranku.Setelah tenggorokanku rasa membaik. Aku kembali menemui Ibu yang masih bersama Davina. Menghenyakan bobot kembali di atas karpet bulu yang empuk.Aku berdehem. "Bu, emang Nakula ada bilang sama Ibu kalau dia mau me-nikah?" tanyaku hati-hati.Ibu mengangguk cepat. "Ada, Wa. Dia katanya udah punya calon istri," jawab Ibu seraya tersenyum."I-ibu tahu calon istrinya?"Ibu terlihat menggeleng. "Belum, Wa. Ibu belum tahu. Tapi secepatnya mau dia bawa ke rumah, mau dia kenalin sama Ibu!"Glek!Aku menelan saliva dengan susah payah. Semoga Karina cukup sadar diri dan sudah menjauh dari adik lelakiku itu. Dan semoga calon istri yang akan Nakula kenalkan pada Ibu bukanlah Karina."Ibu ngga dikasih tahu juga s

Latest chapter

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Satu Setengah Tahun kemudian (END)

    Satu setengah tahun kemudian…...Aku berdiri di depan pagar rumahku. Menatap bangunan dua lantai yang ada di seberang rumah ini.Bangunan yang sudah satu tahun terakhir, menjadi kaffe baru milik Dewa.Setelah melalui perundingan dan pemikiran yang matang. Aku dan Dewa akhirnya mencapai kesepakatan.Aku resmi keluar dari Gwyna Group. Aku menjual saham serta kantor itu pada adik iparku. Juga rumah mewah peninggalan Mas Guntur pun, telah aku jual.Aku dan Dewa sepakat. Akan memulai hidup baru. Benar-benar baru. Tanpa sedikitpun jejak masa lalu.Begitu juga dengan Dewa. Empat bangunan kaffe miliknya, berhasil ia jual dengan harga tinggi.Dia lalu memilih bangunan rumah di seberang rumah kami, untuk dijadikan caffe miliknya.Dewa memulai bisnis kafe dari awal lagi. Bahkan dari nol. Kafe dengan nama baru, akan tetapi dia masih memperkerjakan Haris, orang kepercayaannya di kafe yang lama.Dia memilih membangun kafe di seberang rumah ini, agar dia tak perlu lagi meninggalkan keluarga kecil

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kehangatan Di bawah Selimut

    *********Aku melakukan apa yang Dewa inginkan. Dia telah melucuti celana training yang dipakainya. Kedua tanganku, bergerak menyentuh lalu menggenggam pusaka miliknya. Bergerak mengurut dari ujung hingga pangkal. Setelahnya, lantas meremas bagian pangkalnya. Hingga pusaka itu mulai menggeliat untuk berdiri.Dewa menegakkan tubuhnya cepat, untuk melepas kaos oblong yang melekat. Hingga sekarang, tubuh atasnya telah polos. Dewa kembali membungkuk lalu menyambar kembali bibirku. Kedua tangannya, mencoba menarik baju yang masih menutupi tubuhku. Hingga sampai di bagian dada, kami melepas cumbuan kami sejenak, agar bajuku terlepas.Kami melanjutkan cumb*an yang terhenti. Dewa dengan tubuhnya yang sudah polos, dan tubuh atasku yang hanya terbalut bra.Entah kenapa, cumb*an sore ini, terasa begitu panas. Kulit tubuh bagian atas tubuh kami, saliing bersentuhan. Tak ada jarak.Dewa menurunkan cumb*annya ke leher, lalu kedua bahuku yang polos. Turun ke bagian dada. Dan membuatku cukup terlena.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Langsung Praktek

    Pagi ini, aku tidak bangun terlambat lagi. Jam lima pagi, aku sudah berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk Naga dan juga aku. Sementara Dewa, dia hanya meminta untuk dibuatkan roti kupas isi selai seperti biasa. Tak ketinggalan, segelas cappucino hangat sebagai teman rotinya.Aku tengah membuat sup ayam. Juga nasi yang sudah kutanak menggunakan magic com. Aku memang membiasakan Naga untuk langsung makan nasi saat sarapan.Aku mematikan kompor. Saat sup ayam buatanku sudah mendidih dan matang. Aku menuangkan sedikit kuahnya pada sendok, lalu mencicipinya. Dan rasanya, selalu pas.Selesai membuat sup ayam. Lantas aku menanak air dalam panci kecil. Untuk menyeduh cappucino pesanan Dewa. Aku masih tidak mengerti, apa dia kenyang sarapan roti dan kopi seperti ini? Hanya dua lembar roti dan segelas kopi. Dan dia baru akan makan makanan berat, pada jam 11 siang nanti. Apa dia akan memiliki tenaga?Sedangkan sependek yang aku tahu, sarapan itu penting. Karena setelah semalaman kita tidur

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Apalah Arti Sebuah Panggilan

    ********Setelah aku berhasil menemukan Dewa di rooftop kafe miliknya semalam. Aku dan Dewa, akhirnya sama-sama pulang ke rumah baru kami.Dan pagi ini.Aku kembali mendatangi pusara Davina, tentu bersama Dewa.Laki-laki dengan tatapan mata bak elang itu. Saat ini masih berjongkok di sisi gundukan tanah yang masih dipenuhi kelopak bunga tabur.Dia juga menaruh buket bunga mawar putih, di dekat papan nisan yang tertancap. Tangan besarnya, meraba, mengusap dan menelisik tulisan yang tertera di papan nisan tersebut.Kemudian, ia menempelkan keningnya, pada papan nisan. "Bagaimana pun, kamu pernah menjadi satu-satunya pelipur dalam hidup ini. Meski kenyatannya, kita bukanlah siapa-siapa. Semoga kamu selalu berada dalam kedamaian, Sa—yang. Tenanglah, dan berbahagialah di sana!" ucapnya setengah berbisik. Namun, masih dapat kutangkap. Sebab, aku berada dekat di sampingnya.Dan terakhir. Ia mencium papan nisan itu cukup lama. Hingga menyudahinya, dan mengajakku kembali ke rumah baru kami.**

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Sangat Berarti

    Davina telah kembali pada pangkuan Sang Khaliq. Ia telah pergi menuju kedamaian yang abadi. Pusaranya dipenuhi kelopak bunga tabur. Di sisi papan nisan yang terukir namanya, Bu Titi menangis sesenggukan. Dengan tangan kirinya yang masih dipasangi arm sling.Bu Titi, aku serta Bi Ima. Masih terpekur di samping pusara, tempat peristirahatan terakhir anak kecil manis nan menggemaskan itu. Sama seperti Bu Titi, Bi Ima pun menangis pilu di sebelahku.Sekuat hati, aku menahan agar tak menangis. Tetapi, lelehan air mataku, bak tanggul yang bisa jebol kapan saja. Tangisku pun tak dapat dibendung."Bu, maapkan saya, Bu. Gara-gara saya, Davina jadi meninggal. Pak Dewa pasti marah sekali sama saya, Bu … Saya sudah membuat anaknya meninggal …." ujar Bu Titi di sela isakan tangisnya.Aku mengusap wajahku yang basah. Lalu mengusap-usap bahu Bu Titi. Perempuan seusia Bi Ima, yang tengah meratapi kepergian putri asuhnya ini."Nggak, Bu! Ini bukan karena Ibu. Kematian itu pasti datang. Semua ini, suda

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Jati Diri Davina

    Tiba di RS Harapan. Aku serta Dewa buru-buru mencari keberadaan Davina. Setelah sebelumnya, menanyakan informasi tentangnya.Sampai di depan kamar dimana Davina ditangani. Bi Ima pun sudah ada di sana. Ia bangkit dari duduknya dan berhambur memelukku. Bi Ima terisak begitu saja."Gimana Davina sekarang, Bi? Kalian mau pergi kemana? Kenapa nggak hubungi saya kalau kalian mau pergi? Aghh!" Dewa melayangkan kepalan tangannya di udara.Sedangkan Bi Ima, tak berucap apa pun. Dia masih terisak dalam pelukanku. Aku pun hanya bisa mengusap-usap lengannya, agar ia sedikit tenang dan mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.Klek!Pintu ruangan terbuka. Berbarengan dengan seorang dokter wanita yang keluar."Bagaimana? Sudah ada keluarga dari Ananda Davina? Korban harus segera mendapat transfusi darah," ujar sang dokter.Dewa maju dengan sigap ke hadapan dokter tersebut. "Saya ayahnya, Dok. Ambil darah saya. Selamatkan Davina, Dok!" ucap Dewa memohon.Dokter itu mengangguk cepat. "Baik. Mari

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Pendengar Setia

    Kutarik napas dalam sepenuh dadaku."Semalam. Saat kita melakukan hubungan suami istri. Dan kamu udah duluan sampai ke puncak. Aku saat itu, sama sekali belum merasakan apa-apa. Aku nggak merasa terpuaskan sama sekali …."Senyum di bibir itu seketika lenyap. Setelah aku berucap demikian.Keningnya melipat. Tatapan matanya meredup dan raut wajahnya penuh tanya menatapku."Maksudnya?" tanyanya pelan.Aku menelan saliva. Mengumpulkan segenap kekuatan. Otakku berputar, mencari kata-kata yang tepat agar maksudku tersampaikan tapi tidak mwmbuat Dewa tersinggung.Kembali aku menarik napas sepenuh dada."E—eu—m … I—i—iyyaa … jadi … aku belum mencapai klimaks saat milik kamu sudah selesai …." Hati-hati dan pelan aku mengutarakan apa yang aku rasakan semalam.Dewa nampak terdiam. Semoga aku tidak salah berucap dan Dewa mengerti apa yang kusampaikan."Apa kamu mau menuduhku lemah syahw*t juga, seperti yang Karina lakukan?" tanyanya dengan tatapan mendelik.Sontak netraku membeliak mendengarnya.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Perlu Bicara

    *****Jam delapan malam.Aku sedang menyisir rambutku. Duduk di depan meja rias. Aku masih berdua di rumah baruku bersama Dewa ini.Malam ini. Lingerie hitam dengan belahan dada agak rendah, membalut tubuhku. Panjangnya hanya sampai lutut. Dua utas tali dibagian pundak, hanya sebagai penyangga. Membiarkan pundakku terekspos.Aku rasa, penampilanku saat ini sudah cukup menggoda. Harusnya bisa membangkitkan dan membuat gairah Dewa lebih dari kemarin.K l e k!Pintu kamar dibuka. Berbarengan dengan Dewa yang masuk ke dalam kamar ini. Pandangan mata kami bertemu, dalam pantulan cermin di hadapanku.Dewa menutup pintu kembali. Lantas dia berjalan mendekat. Dan kali ini, memang berjalan ke arahku. Dewa menghenyakkan bobotnya di ujung meja rias di hadapanku. Dia menatapku. Aku lantas menunduk, tak kuat untuk lama-lama menatap mata elangnya.Daguku disentuh ujung jarinya, lalu diangkat. Hingga tatapan kami bersirobok. Mau tak mau, aku pun harus kembali menatapnya."Kamu nggak dingin pakai baj

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Butuh Rasa Peka

    ****Apa yang barusan terjadi antara aku dan suamiku itu?Dia sudah merebahkan tubuhnya di sampingku dengan napasnya yang terengah. Sedangkan aku, masih belum mencapai puncak yang kuinginkan. Bahkan milikku saja masih berdenyut tak karuan di bawah sana.Oh. Ya, ampun. Ada apa ini?Aku masih telentang dengan pandangan lurus menatap langit-langit kamar baruku ini.Aku beranikan diri menoleh pada Dewa yang sudah berbaring tepat di sebelahku. Dia masih terjaga. Dadanya nampak naik turun. Lantas, dia pun menoleh padaku dan tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya.Cup.Dia mengecup keningku sekilas, dan kembali ke posisinya semula. Sambil menarik selimut dengan kakinya, untuk menutupi tubuhnya. Dia juga membenahi selimut itu, agar menutupi tubuhku. Kemudian, matanya mulai ia pejamkan.Dia tidur?Aku memalingkan wajahku kembali.Apa ini? Apa yang terjadi pada Dewa? Apa dia sudah mencapai klimaksnya saat penyatuan tadi?Kepalaku disergap berbagai pertanyaan. Sedangkan inti bawah tubuhku masih

DMCA.com Protection Status