Beranda / Rumah Tangga / SETELAH KEMATIAN ISTRIKU / Bab 1. Kabar Mengejutkan

Share

SETELAH KEMATIAN ISTRIKU
SETELAH KEMATIAN ISTRIKU
Penulis: Sity Mariah

Bab 1. Kabar Mengejutkan

Penulis: Sity Mariah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-15 11:06:59

Dering ponsel di atas meja menghentikan gerakan jemariku yang tengah sibuk dengan keyboard laptop. Kuraih ponsel cepat untuk melihat siapa yang memanggil. Ternyata dari nomor yang tidak dikenal. Kuusap layar ponsel untuk menerima panggilannya. Takut penting.

"Hallo …." Suara seorang lelaki terdengar dari ujung sana setelah panggilannya kuterima.

"Iya hallo?" balasku.

"Benar ini dengan Pak Sadewa, suami dari Ibu Kharisma?"

"Iya benar, saya Dewa. Istri saya memang bernama Kharisma. Ini dengan siapa?" Jantungku mulai tak karuan. Takut terjadi sesuatu pada Kharisma, istriku.

"Kami dari Petugas Kepolisian puncak Bogor. Ingin mengabarkan, kalau Ibu Kharisma ditemukan tidak bernyawa di penginapan mewah yang ada di puncak. Kami meminta Anda segera kemari, untuk mempercepat proses penyelidikan kematian istri Anda!"

Seketika tubuhku membeku. Kharisma tewas? Di penginapan mewah daerah puncak? Kharisma memang pergi ke luar kota sejak tiga hari lalu, tapi ke Jakarta, bukan Bogor.

"Bapak jangan bercanda! Bapak salah orang kali!" sangkalku pada lelaki di ujung sana yang mengaku sebagai petugas kepolisian.

"Istri Anda, Kharisma Dwi Felani bukan?"

Deg!

Namanya memang sama dengan nama istriku. Tapi aku tidak percaya dengan kabar yang tiba-tiba ini. Aku menggaruk pelipis.

"Be-be-tul, Pak! Namanya sama dengan nama istri saya!" Terbata aku menjawab.

"Kalau begitu tolong Anda segera kemari! Kami segera share-loc."

"I-i-ya, Pak!"

Klik.

Panggilan diakhiri. Aku menarik nafas panjang. Kututup laptop dan menyambar kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Lekas aku beranjak dan keluar dari ruangan pribadiku. Aku melangkah lebar-lebar. Meninggalkan bangunan caffe yang sudah lama aku kelola.

Kulajukan mobil Fortuner hitam membelah jalanan Kota Bandung yang mulai padat di jam sembilan pagi ini. Pikiranku berkecamuk. Berharap kalau berita yang barusan aku terima ini salah. Berharap itu bukan Kharisma Dwi Felani, istriku.

Meski Petugas Kepolisian tadi mengatakan dengan benar namaku, Sadewa. Aku masih berharap itu bukan Kharisma-ku.

Bisa saja 'kan itu Kharisma istri dari Sadewa yang lain? Ah, tapi apa bisa? Jelas tadi Petugas Kepolisian itu menghubungi nomorku yang sudah pasti ada di ponselnya Kharisma. Mau menyangkal apa lagi?

Ah, entah. Aku pun bingung dengan semua ini.

***

Setelah tiga jam lebih perjalanan Bandung-Bogor. Aku menepikan mobilku di halaman luas sebuah penginapan mewah di daerah puncak. Sesuai share location. Kamar penemuan yang diduga itu Kharisma ada di lantai dua. Kamar nomor 10.

Sebelum turun dari mobil. Aku memakai dulu jaket. Memasang topi lalu masker. Serta kacamata hitam. Setelah siap, aku pun bergegas turun. Penginapan yang kudatangi ini memang termasuk penginapan yang mewah dan terkesan elegan. Aku melangkah pelan. Memperhatikan keadaan di penginapan dari terasnya.

Orang-orang yang ada di dalam sana saling berbisik. Aku lantas masuk. Terdengar dari mereka membicarakan kondisi perempuan yang ditemukan tewas di kamar penginapan ini.

"Ceweknya cantik, Bro! Tadi pagi, pas pintunya berhasil didobrak. Rame-rame kita masuk. Ternyata dua-duanya OD! Yang paling bikin shock, tubuh mereka polos. Cuma pake selimut!" Aku mencuri dengar obrolan seorang pria dengan tiga pria lainnya.

Apa katanya? OD? Tubuh polos? Astaga. Aku yakin itu bukan Kharisma istriku. Aku kembali melangkah untuk segera bisa memastikan, siapa sebenarnya perempuan yang tewas itu?

Aku setengah berlari menaiki tangga menuju lantai dua. Sampai di tangga terakhir, mataku menangkap garis polisi di seberang sana. Dengan sebagian orang yang masih berkerumun.

Aku melangkah cepat menuju kamar yang dipasang garis polisi itu. Meminta jalan pada orang-orang yang berada di dekat kamar agar bisa masuk. Di ambang pintu, aku melihatnya.

Aku melepas kacamata hitamku. Dua orang berseragam polisi. Satu orang perempuan berdiri di dekat jendela kamar. Bersandar pada dinding sambil menatap keluar jendela. Serta ada dua orang pria lain yang tidak kuketahui.

Sementara di atas kasur beralaskan sprai tosca polos. Aku melihat seperti jasad yang ditutupi dengan selimut berwarna senada.

Aku melangkah pelan, masuk ke dalam kamar lalu melepas masker.

"Permisi, saya Sadewa!" Aku memperkenalkan diri setelah berada dalam ruangan kamar.

Seorang pria berseragam polisi dengan nama yang bertuliskan Hamdan, menghampiriku.

"Selamat siang, Pak Sadewa! Saya Hamdan yang tadi menghubungi Anda," sapanya memperkenalkan diri.

Aku hanya mampu membalasnya dengan anggukan kepala. Langkahku semakin mendekat menuju tempat tidur yang ada di dalam kamar ini.

Hingga kini, aku berada di ujung tempat tidur. Semakin dekat semakin jelas, bahwa jasad di atas tempat tidur ini memang ….berdua?

"Pak Sadewa, saya akan membuka selimut penutupnya. Silahkan Anda perhatikan dengan baik, apa betul ini Kharisma Dwi Felani istri Anda ataukah bukan?" jelas Pak Hamdan.

"Baik … Pak!" jawabku lemah.

Pak Hamdan berjalan menuju sisi tempat tidur. Lalu dengan pelan membuka selimut berwarna tosca itu.

Aku melongo. Susah payah aku menelan saliva. Jantung berdegup lebih cepat dari biasanya. Sekujur tubuh membeku di tempatnya. Paras cantik dengan mata yang tertutup rapat dan kain yang diikatkan di wajahnya itu benar istriku.

Tubuhku limbung. Beruntung ada yang menahan dari belakang. Kepala rasanya jadi berkunang-kunang.

Itu benar Kharisma-ku. Kharisma yang izin pergi ke Jakarta tiga hari lalu untuk urusan kantornya. Kenapa justru ada di penginapan mewah ini? Ini Bogor bukan Jakarta. Apa Kharisma sudah membohongiku?

"Pak Sadewa, benar ini Kharisma istri Anda?" Suara Pak Hamdan menyadarkanku yang tengah bergelut sendiri dengan segala pertanyaan di kepala.

Aku hanya mampu mengangguk lemah. Tenggorokanku rasanya tercekat. Sehingga sulit untuk membuka mulut.

Pak Hamdan hendak menutup kembali selimutnya. Namun, aku menghentikannya.

"Se-se-bentar, Pak! Si-si-apa yang ada di—samping istri saya?" Aku bertanya dengan terbata. Aku masih sangat shock.

"Anda ingin melihatnya juga?" tanya Pak Hamdan.

Aku mengangguk. "Tentu, Pak!"

Pak Hamdan membiarkan wajah Kharisma terlihat. Lalu meraih ujung selimut yang menutupi sosok di sebelah Kharisma yang tengah terbujur kaku.

Tangan Pak Hamdan kemudian membukanya. Sehingga aku dapat melihatnya kini.

Jlebbb!

Aku menatap tak percaya. Bagaimana bisa ini terjadi? Dia? Sosok yang kini sama terbujur kaku seperti Kharisma.

Aku begitu mengenalinya.

Dia sahabatku dan Kharisma. Lebih tepatnya kita bertiga bersahabat.

"Guntur?" Seketika bibirku berucap.

Mengucapkan nama sosok lelaki yang terbujur kaku itu.

"Apa Anda juga mengenalnya?" Pak Hamdan kembali bertanya.

Aku cuma bisa mengangguk.

"Kalau begitu, kami akan membawa jenazah istri Anda ke rumah sakit kepolisian, untuk diperiksa terkait kondisinya saat tadi ditemukan. Dugaan sementara istri Anda tewas akibat overdosis," jelas Pak Hamdan.

"Emm … silahkan, Pak!" balasku pasrah. Tungkaiku sudah lemas akibat lutut yang gemetar. Aku mundur seketika hingga terduduk pada sofa yang ada di kamar ini.

Aliran oksigen di otak rasanya menipis. Membuat pikiran buntu. Tak dapat berpikir lagi. Menerka pun sia-sia. Hanya akan menambah sesak dalam dada.

Kharisma istriku ditemukan tewas di kamar ini bersama Guntur? Dan diduga karena overdosis? Astaga. Kenyataan macam apa ini?

Bab terkait

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Bab 2. Terlalu Menyakitkan

    Aliran oksigen di otak rasanya menipis. Membuat pikiran buntu. Tak dapat berpikir lagi. Menerka pun sia-sia. Hanya akan menambah sesak dalam dada.Kharisma istriku ditemukan tewas di kamar ini bersama Guntur? Dan diduga karena overdosis? Astaga. Kenyataan macam apa ini?Aku menyandarkan kepala pada badan sofa. Menengadah, menatap langit-langit kamar di penginapan ini. Dadaku terasa sesak. Kuatur nafas yang tak beraturan.Kucoba untuk berpikir dengan jernih. Apa yang sudah Kharisma perbuat sebenarnya hingga bisa tewas bersama Guntur di dalam kamar ini.Dari ujung mataku. Jasad Kharisma sudah dibawa dalam kantung jenazah. Pun dengan jasad Guntur. Petugas membawanya keluar dari dalam kamar ini.Aku mendesah.Apa yang harus aku katakan pada orang tuanya nanti? Bagaimana aku memberitahu orangtua Kharisma, bahwa Kharisma sudah meninggal?Ibu ku juga. Apa yang harus kujelaskan pada Ibu mengenai menantu kesayangannya itu?Aku meremas rambutku seraya menundukkan kepala. Saat tadi Pak Hamdan me

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Bab 3. Sering Ke Club'?

    Jam 7 malam, aku mengendarai kembali Fortuner hitamku membelah jalanan untuk segera kembali ke Bandung. Tepat di depanku, mobil ambulance tanpa sirine, hanya menyalakan lampu rotator, membawa jenazah Kharisma. Setelah pemeriksaan jasad Kharisma selesai. Pengurusan fardhu kifayah, aku serahkan pada pihak rumah sakit kepolisian. Setelah semuanya selesai. Aku menyewa satu ambulance untuk membawa jasad Kharisma. Sedangkan aku, sendirian di dalam mobil."Aarrrkkhhh!" Kupukuli stir mobil dengan kepalan tangan. Kepala rasanya ingin meledak saat ini juga.Hasil visum dari jasad Kharisma benar-benar membuatku terpukul. Bulir bening mulai berjatuhan dari mataku.Kugigit bibir bawah dengan kuat. Menahan supaya tangisku tidak tumpah."Jangan menangis, Dewa! Jangan! Dia tidak pantas kamu tangisi!" gumamku pada diri sendiri.Dengan cepat, aku menyeka butiran bening yang tadi sempat membahasi pipiku."Aku tidak boleh—menangis! Tidak ..." parau aku berucap. Suaraku rasa tertahan di tenggorokan.Kupa

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Bab 4. Tuduhan

    Jasad Kharisma sudah dikuburkan. Dapat kudengar tangisan orang-orang terdekat Kharisma. Kedua orangtua juga adiknya. Begitu juga ibuku. Ibu yang duduk di kursi roda, akibat asam uratnya yang naik, tetap ikut mengantar Kharisma hingga ke peristirahatan terakhir, setelah semalam tidur di rumahku.Mereka semua menangis tersedu. Meratapi kepergian Kharisma yang tiba-tiba. Tidak ada yang menyangka bahwa wanita dengan tinggi 175 cm itu, pergi secepat ini.Aku berdiri di bawah pohon kamboja. Terhalang dua makam lain dari tanah kuburan dimana jasad Kharisma dikubur. Penguburan jasad Kharisma kuserahkan semuanya pada pengurus jenazah di komplek rumahku.Aku menolak ikut turun ke dalam liang lahat. Sedikitpun, aku tak menyentuh jasad itu. Aku jijik. Hatiku terlalu sakit. Aku pun menyaksikan penguburan jasadnya dari sini. Tidak berniat mendekat sama sekali.Kulihat mereka semua terisak. Papa mertuaku, terlihat memeluk papan nisan kuburan anak pertamanya itu. Papa mertua menangis. Begitu pun Mama

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Bab 5. Apa Karina Sudah Tahu?

    Plukk!Karina melempar tepat mengenai wajahku, surat keterangan kepolisian yang diremasnya. "Semua ini karena elo, Bang!" ucapnya lantang seraya berdiri.Aku yang tersulut emosi, juga berdiri. "Apa-apaan kamu hah?" tanyaku geram."Kak Risma selingkuh itu, gara-gara elo, Bang! Elo gak bisa jadi suami idaman! Elo gak bisa bahagiain kakak gue! Elo itu lemah di atas ranjang! Bukan Kakak gue yang murahan. Tapi elo yang nggak bisa puasin dia! Makanya dia selingkuh dari elo!" pungkas Karina menyudutkanku.Tanganku mengepal mendengar ucapan Karina barusan.Apa Karina sudah tahu kalau Kharisma itu selingkuh? Sialan!"Elo itu payah dalam urusan ranjang, Bang! Jadi bukan salah Kharisma, kalau dia cari kepuasan dari pria lain!" hardik Karina kembali.PLAKKK!Amarah yang sudah di ubun-ubun, membuatku akhirnya menampar adik ipar tidak punya etika seperti Karina ini."Kamu anak kecil, nggak usah sok tahu dengan urusan rumah tangga orang!" ucapku seraya menunjuk wajah Karina.Karina memegangi pipinya

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-16
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kenyataan Apalagi?

    "Dewa ...." Aku melihat Ibu masuk ke dalam kamar. Aku yang baru saja merebahkan tubuh setelah selesai merokok dari balkon. Tidak berniat bangun.Pasti ibu ingin membahas tentang kebenaran yang tadi aku sampaikan.Ibu dipapah Bi Ima untuk duduk di tepi tempat tidur. Bi Ima gegas pergi. Meninggalkanku berdua dengan Ibu."Dewa, ibu mau bicara!" seru Ibu."Silahkan, Bu!" jawabku singkat. Aku masih diposisi rebahan."Mertua dan adik ipar kamu, pergi ke klinik. Dahi dan pelipis Karina ternyata robek, Dewa!" ujar Ibu.Aku tak menanggapi. Bocah tengil seperti Karina memang pantas mendapatkannya. Itulah akibat dari mulutnya yang asal cuap.Menuduh dan menghinaku di depan mertua dan ibuku sendiri. Luka robek itu masih bisa diobati. Tapi luka hatiku, karena pengkhianatan kakaknya juga tuduhannya tadi, entah kapan akan terobati."Dewa, apa benar, semua yang tadi kamu katakan? Rasanya, ibu nggak percaya!" tanya dan ungkap ibu kemudian.Aku menghela nafas. Lalu bangkit dan duduk menghadap ibu."Bu,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-26
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Menyakitkan

    "Wa?!" Suara Argi menyandarku dari kebekuan. Argi terlihat mengibaskan tangannya di depan wajahku."I ... iya ... iya, Gi? Kenapa?" Aku tergagap menjawabnya."Kok, kenapa? Ada juga lo yang kenapa, Wa? Lo beneran nggak tahu, pernikahan sahabat lo sendiri?" Lagi-lagi, Argi tidak percaya, kalau aku memang tidak tahu pernikahan Guntur."Sumpah, Gi! Gue nggak tahu! Lo salah kali, yang nikah tiga tahun lalu bukan si Guntur!" sanggahku."Ck, bentar!" Argi mendecak. Lantas mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Kemudian memainkan ponselnya itu.Aku kembali menyulut sebatang rokok, dan menyesapnya dalam-dalam lalu mengepulkan asapnya melalui mulut. Ah, menenangkan sekali."Lo liat, Wa! Itu foto waktu nikahan si Guntur!" ujarnya, seraya menyodorkan ponsel miliknya.Aku memperhatikan. Ku perbesar foto di layar ponselnya itu. Seketika dahiku mengerut. Karena foto di ponsel Argi yang kuamati sekarang, memang foto pernikahan Guntur."Gue dikirimin foto itu sekitar tiga tahun yang lalu.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Lingerie?

    Kini, aku sudah berada di depan rumahku, masih diam di dalam mobil. Aku memilih pulang dari cafe.Kulihat di depan pintu rumah sana, Bi Ima tengah berbicara dengan seorang pria berjaket kulit hitam. Entah siapa aku tidak tahu. Pria itu terlihat menyerahkan sebuah koper pada Bi Ima.Aku memicingkan mata. Itu seperti koper milik Kharisma, yang dibawanya saat izin pergi waktu itu. Bi Ima menerimanya, setelah itu, si pria tadi bergegas pergi dari teras rumahku.Setelah pria tadi benar-benar meninggalkan rumahku. Segera aku turun dari mobil. dan melangkah menuju teras rumah."Bi Ima!" seruku secepatnya dari ambang pintu. Bi Ima menghentikan langkahnya. Lalu berbalik. "Iya, Pak Dewa?"Aku melangkah masuk ke dalam rumah. Berjalan ke arah Bi Ima yang berdiri sambil memegangi dorongan koper."Pak, tadi ada yang mengantar koper ini. Katanya ini milik Bu Risma, yang lupa diserahkan pada Bapak," jelasnya, tanpa aku tanya. Bi Ima menyerahkan koper itu padak. Jadi benar, koper ini memang milik Kha

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27
  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Ini Rumahku!

    Kuularkan tangan untuk menyentuh lipatan kain berwarna merah menyala itu, dan menariknya ke atas."Lingerie?"Nafasku terasa memburu. Kurentangkan kain merah menyala, yang aku duga adalah lingerie.Ya, ternyata memang benar. Setelah aku merentangkannya. Terpampang di hadapanku, lingerie dengan aksen renda di bagian depannya. Dengan belahan dada super rendah.Jika dipakai oleh Kharisma yang tinggi semampai. Maka lingerie itu hanya sampai menutupi lututnya. Otomatis akan memperlihatkan, kaki jenjangnya yang putih dan mulus.Lingerie merah menyala, sangat kontras di kulit Kharisma yang putih. Jika Kharisma memakainya, tentu akan memperindah lekuk tubuhnya.Aku menelan saliva dengan susah payah. Tenggorokanku tercekat. Tanganku yang masih memegangi lingerie, terasa gemetar. Lekas kulempar dengan asal, benda itu dari tanganku.Aku melanjutkan memeriksa barang lain yang masih di dalam koper. Sejenak aku tertegun. Karena setelah lingerie merah menyala itu ku singkiran dari tumpukan isi kope

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-27

Bab terbaru

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Satu Setengah Tahun kemudian (END)

    Satu setengah tahun kemudian…...Aku berdiri di depan pagar rumahku. Menatap bangunan dua lantai yang ada di seberang rumah ini.Bangunan yang sudah satu tahun terakhir, menjadi kaffe baru milik Dewa.Setelah melalui perundingan dan pemikiran yang matang. Aku dan Dewa akhirnya mencapai kesepakatan.Aku resmi keluar dari Gwyna Group. Aku menjual saham serta kantor itu pada adik iparku. Juga rumah mewah peninggalan Mas Guntur pun, telah aku jual.Aku dan Dewa sepakat. Akan memulai hidup baru. Benar-benar baru. Tanpa sedikitpun jejak masa lalu.Begitu juga dengan Dewa. Empat bangunan kaffe miliknya, berhasil ia jual dengan harga tinggi.Dia lalu memilih bangunan rumah di seberang rumah kami, untuk dijadikan caffe miliknya.Dewa memulai bisnis kafe dari awal lagi. Bahkan dari nol. Kafe dengan nama baru, akan tetapi dia masih memperkerjakan Haris, orang kepercayaannya di kafe yang lama.Dia memilih membangun kafe di seberang rumah ini, agar dia tak perlu lagi meninggalkan keluarga kecil

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Kehangatan Di bawah Selimut

    *********Aku melakukan apa yang Dewa inginkan. Dia telah melucuti celana training yang dipakainya. Kedua tanganku, bergerak menyentuh lalu menggenggam pusaka miliknya. Bergerak mengurut dari ujung hingga pangkal. Setelahnya, lantas meremas bagian pangkalnya. Hingga pusaka itu mulai menggeliat untuk berdiri.Dewa menegakkan tubuhnya cepat, untuk melepas kaos oblong yang melekat. Hingga sekarang, tubuh atasnya telah polos. Dewa kembali membungkuk lalu menyambar kembali bibirku. Kedua tangannya, mencoba menarik baju yang masih menutupi tubuhku. Hingga sampai di bagian dada, kami melepas cumbuan kami sejenak, agar bajuku terlepas.Kami melanjutkan cumb*an yang terhenti. Dewa dengan tubuhnya yang sudah polos, dan tubuh atasku yang hanya terbalut bra.Entah kenapa, cumb*an sore ini, terasa begitu panas. Kulit tubuh bagian atas tubuh kami, saliing bersentuhan. Tak ada jarak.Dewa menurunkan cumb*annya ke leher, lalu kedua bahuku yang polos. Turun ke bagian dada. Dan membuatku cukup terlena.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Langsung Praktek

    Pagi ini, aku tidak bangun terlambat lagi. Jam lima pagi, aku sudah berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk Naga dan juga aku. Sementara Dewa, dia hanya meminta untuk dibuatkan roti kupas isi selai seperti biasa. Tak ketinggalan, segelas cappucino hangat sebagai teman rotinya.Aku tengah membuat sup ayam. Juga nasi yang sudah kutanak menggunakan magic com. Aku memang membiasakan Naga untuk langsung makan nasi saat sarapan.Aku mematikan kompor. Saat sup ayam buatanku sudah mendidih dan matang. Aku menuangkan sedikit kuahnya pada sendok, lalu mencicipinya. Dan rasanya, selalu pas.Selesai membuat sup ayam. Lantas aku menanak air dalam panci kecil. Untuk menyeduh cappucino pesanan Dewa. Aku masih tidak mengerti, apa dia kenyang sarapan roti dan kopi seperti ini? Hanya dua lembar roti dan segelas kopi. Dan dia baru akan makan makanan berat, pada jam 11 siang nanti. Apa dia akan memiliki tenaga?Sedangkan sependek yang aku tahu, sarapan itu penting. Karena setelah semalaman kita tidur

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Apalah Arti Sebuah Panggilan

    ********Setelah aku berhasil menemukan Dewa di rooftop kafe miliknya semalam. Aku dan Dewa, akhirnya sama-sama pulang ke rumah baru kami.Dan pagi ini.Aku kembali mendatangi pusara Davina, tentu bersama Dewa.Laki-laki dengan tatapan mata bak elang itu. Saat ini masih berjongkok di sisi gundukan tanah yang masih dipenuhi kelopak bunga tabur.Dia juga menaruh buket bunga mawar putih, di dekat papan nisan yang tertancap. Tangan besarnya, meraba, mengusap dan menelisik tulisan yang tertera di papan nisan tersebut.Kemudian, ia menempelkan keningnya, pada papan nisan. "Bagaimana pun, kamu pernah menjadi satu-satunya pelipur dalam hidup ini. Meski kenyatannya, kita bukanlah siapa-siapa. Semoga kamu selalu berada dalam kedamaian, Sa—yang. Tenanglah, dan berbahagialah di sana!" ucapnya setengah berbisik. Namun, masih dapat kutangkap. Sebab, aku berada dekat di sampingnya.Dan terakhir. Ia mencium papan nisan itu cukup lama. Hingga menyudahinya, dan mengajakku kembali ke rumah baru kami.**

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Sangat Berarti

    Davina telah kembali pada pangkuan Sang Khaliq. Ia telah pergi menuju kedamaian yang abadi. Pusaranya dipenuhi kelopak bunga tabur. Di sisi papan nisan yang terukir namanya, Bu Titi menangis sesenggukan. Dengan tangan kirinya yang masih dipasangi arm sling.Bu Titi, aku serta Bi Ima. Masih terpekur di samping pusara, tempat peristirahatan terakhir anak kecil manis nan menggemaskan itu. Sama seperti Bu Titi, Bi Ima pun menangis pilu di sebelahku.Sekuat hati, aku menahan agar tak menangis. Tetapi, lelehan air mataku, bak tanggul yang bisa jebol kapan saja. Tangisku pun tak dapat dibendung."Bu, maapkan saya, Bu. Gara-gara saya, Davina jadi meninggal. Pak Dewa pasti marah sekali sama saya, Bu … Saya sudah membuat anaknya meninggal …." ujar Bu Titi di sela isakan tangisnya.Aku mengusap wajahku yang basah. Lalu mengusap-usap bahu Bu Titi. Perempuan seusia Bi Ima, yang tengah meratapi kepergian putri asuhnya ini."Nggak, Bu! Ini bukan karena Ibu. Kematian itu pasti datang. Semua ini, suda

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Jati Diri Davina

    Tiba di RS Harapan. Aku serta Dewa buru-buru mencari keberadaan Davina. Setelah sebelumnya, menanyakan informasi tentangnya.Sampai di depan kamar dimana Davina ditangani. Bi Ima pun sudah ada di sana. Ia bangkit dari duduknya dan berhambur memelukku. Bi Ima terisak begitu saja."Gimana Davina sekarang, Bi? Kalian mau pergi kemana? Kenapa nggak hubungi saya kalau kalian mau pergi? Aghh!" Dewa melayangkan kepalan tangannya di udara.Sedangkan Bi Ima, tak berucap apa pun. Dia masih terisak dalam pelukanku. Aku pun hanya bisa mengusap-usap lengannya, agar ia sedikit tenang dan mau menceritakan apa yang sebenarnya terjadi.Klek!Pintu ruangan terbuka. Berbarengan dengan seorang dokter wanita yang keluar."Bagaimana? Sudah ada keluarga dari Ananda Davina? Korban harus segera mendapat transfusi darah," ujar sang dokter.Dewa maju dengan sigap ke hadapan dokter tersebut. "Saya ayahnya, Dok. Ambil darah saya. Selamatkan Davina, Dok!" ucap Dewa memohon.Dokter itu mengangguk cepat. "Baik. Mari

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Pendengar Setia

    Kutarik napas dalam sepenuh dadaku."Semalam. Saat kita melakukan hubungan suami istri. Dan kamu udah duluan sampai ke puncak. Aku saat itu, sama sekali belum merasakan apa-apa. Aku nggak merasa terpuaskan sama sekali …."Senyum di bibir itu seketika lenyap. Setelah aku berucap demikian.Keningnya melipat. Tatapan matanya meredup dan raut wajahnya penuh tanya menatapku."Maksudnya?" tanyanya pelan.Aku menelan saliva. Mengumpulkan segenap kekuatan. Otakku berputar, mencari kata-kata yang tepat agar maksudku tersampaikan tapi tidak mwmbuat Dewa tersinggung.Kembali aku menarik napas sepenuh dada."E—eu—m … I—i—iyyaa … jadi … aku belum mencapai klimaks saat milik kamu sudah selesai …." Hati-hati dan pelan aku mengutarakan apa yang aku rasakan semalam.Dewa nampak terdiam. Semoga aku tidak salah berucap dan Dewa mengerti apa yang kusampaikan."Apa kamu mau menuduhku lemah syahw*t juga, seperti yang Karina lakukan?" tanyanya dengan tatapan mendelik.Sontak netraku membeliak mendengarnya.

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Perlu Bicara

    *****Jam delapan malam.Aku sedang menyisir rambutku. Duduk di depan meja rias. Aku masih berdua di rumah baruku bersama Dewa ini.Malam ini. Lingerie hitam dengan belahan dada agak rendah, membalut tubuhku. Panjangnya hanya sampai lutut. Dua utas tali dibagian pundak, hanya sebagai penyangga. Membiarkan pundakku terekspos.Aku rasa, penampilanku saat ini sudah cukup menggoda. Harusnya bisa membangkitkan dan membuat gairah Dewa lebih dari kemarin.K l e k!Pintu kamar dibuka. Berbarengan dengan Dewa yang masuk ke dalam kamar ini. Pandangan mata kami bertemu, dalam pantulan cermin di hadapanku.Dewa menutup pintu kembali. Lantas dia berjalan mendekat. Dan kali ini, memang berjalan ke arahku. Dewa menghenyakkan bobotnya di ujung meja rias di hadapanku. Dia menatapku. Aku lantas menunduk, tak kuat untuk lama-lama menatap mata elangnya.Daguku disentuh ujung jarinya, lalu diangkat. Hingga tatapan kami bersirobok. Mau tak mau, aku pun harus kembali menatapnya."Kamu nggak dingin pakai baj

  • SETELAH KEMATIAN ISTRIKU    Butuh Rasa Peka

    ****Apa yang barusan terjadi antara aku dan suamiku itu?Dia sudah merebahkan tubuhnya di sampingku dengan napasnya yang terengah. Sedangkan aku, masih belum mencapai puncak yang kuinginkan. Bahkan milikku saja masih berdenyut tak karuan di bawah sana.Oh. Ya, ampun. Ada apa ini?Aku masih telentang dengan pandangan lurus menatap langit-langit kamar baruku ini.Aku beranikan diri menoleh pada Dewa yang sudah berbaring tepat di sebelahku. Dia masih terjaga. Dadanya nampak naik turun. Lantas, dia pun menoleh padaku dan tersenyum, kemudian mendekatkan wajahnya.Cup.Dia mengecup keningku sekilas, dan kembali ke posisinya semula. Sambil menarik selimut dengan kakinya, untuk menutupi tubuhnya. Dia juga membenahi selimut itu, agar menutupi tubuhku. Kemudian, matanya mulai ia pejamkan.Dia tidur?Aku memalingkan wajahku kembali.Apa ini? Apa yang terjadi pada Dewa? Apa dia sudah mencapai klimaksnya saat penyatuan tadi?Kepalaku disergap berbagai pertanyaan. Sedangkan inti bawah tubuhku masih

DMCA.com Protection Status