Share

SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN
SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN
Author: Silla Defaline

Bab 1

last update Last Updated: 2024-03-11 23:20:22

[Menantumu sakit, Bu Nur? Sayang sekali. Padahal aku suka cara dia bekerja. Terpaksa aku harus cari karyawan lain,]

Suara wanita di rekaman itu terdengar jelas.

[Iya, Amira sudah sebulan hanya bisa berbaring saja. Kedua kakinya lumpuh. Kata dokter gejala stroke ringan. Oleh karena ini aku sangat terpukul. Sedih sekali rasanya, sebab kasihan sekali melihat Habib, karena istrinya sakit begini, Habib harus mengurus dirinya sendiri.]

[Semoga Amira lekas sembuh, ya. Amiin.]

[Amira tidak akan sembuh, Bu Sarah. Dia terserang stroke. Tidak mungkin sembuh lagi. Oleh karena ini aku memilih untuk menyuruh Habib menghalalkan Laila. Aku dan Habib sudah bicara soal ini dan dia setuju. Selanjutnya aku akan membicarakan hal ini pada Amira]

"Ya Allah," Amira mengelus dada, lebih tepatnya ia terkesiap.

[Apa? Menikahi Laila maksudnya?]

[Apalagi kalau bukan? Itu bukan dosa, kenapa kau harus terkejut?]

[Bukan begitu, tapi bagaimana kalau Amira tidak mau bermadukan Laila? Rasanya itu terlalu cepat. Kasihan Amira.]

[Bu Sarah, Amira wanita yang sakit, sehingga tidak bisa menunaikan kewajibannya sebagai istri. Bukankah itu adalah salah satu alasan dihalalkannya poligami? Lalu apa salahnya? Anakku laki-laki, Bu Sarah. Ia membutuhkan wanita yang sehat. Bukan yang sakit. Kalaupun Amira menolak keputusan ini, maka kita sudah tahu jawabannya, wanita yang menolak poligami adalah kufur.]

"Astagaa!" Amira menahan sesak di dada. Ia matikan rekaman itu di ponsel Yoona. Sudah tak sanggup baginya untuk mendengar lebih lanjut.

"Darimana Yoona mendapatkan rekaman ini? Mengapa dia tidak cerita padaku?" batin Amira dengan linangan airmata.

"Begitukah nasib perempuan yang sakit? Jika sudah tidak berguna, dengan mudah akan diganti dengan yang lain? Ya Allah, kuatkan aku untuk ikhlas! Aku ikhlas dan itu harus!" Amira membatin.

Hati wanita itu tergores amat dalam. Bagaimana tidak, sudah dua minggu ia berbaring di rumah sakit ini, Tanpa didampingi suami. Sekarang tiba-tiba mendengar rekaman suara seperti itu. Amira sungguh tak siap dengan ujian bertubi-tubi ini.

Tapi inilah hidup. Kecewa dan sakit adalah takdir. Namun kehendak Tuhan pastilah yang terbaik.

***

"Na, tolong ambilkan ibu minum, Nak!" Suara Amira, istriku terdengar amat lirih. Perintahnya tertuju pada Yoona, putri semata wayang kami. Padahal aku berada lebih dekat dengannya.

"Biar aku yang ambil ya," kilahku.

"Tidak usah, Mas! Biar Yoona saja!"

Karena kedua kakinya terserang stroke sejak satu bulan lalu, wanita ini hanya mampu berbaring di pembaringan. Ia terlihat lemah dan rapuh.

Tatapan matanya pun kosong. Ia bersikap dingin padaku.

Hatiku bertanya-tanya ada apa dengan wanita ini? Apa dia marah denganku? Lalu apa salahku? Sejak tadi aku datang, dia seperti tak menggubris kehadiranku. Apa karena aku baru saja bisa menjenguknya hari ini? Padahal sebelumnya aku sudah memberitahunya bahwa aku akan keluar kota. Apa mesti harus marah atas suatu hal yang sudah ku beritahu? Terkadang aku capek menghadapinya.

"Mau makan?" Tanyaku berusaha ramah padanya.

Dia diam saja. Hanya kepalanya saja yang menggeleng. Wanita ini memang keras kepala. Sudah sakit, rewel pula.

Aku mendengkus. Sejak Amira sakit, aku begitu kerepotan. Tidak ada yang mengurus semua keperluanku. Jadi otomatis semua kuurus sendiri. Yoona sama sekali tak cekatan seperti ibunya. Alasannya dia ingin mengurus Amira, ibunya.

Diam-diam aku jadi sangat mempertimbangkan ucapan ibuku di beberapa waktu belakangan ini. Dan aku berpikir, memang aku membutuhkan itu.

Tapi aku bingung bagaimana caraku mengutarakan niat ini pada Amira. Aku tahu Amira wanita yang baik dan paham pasal hal itu. Tapi tetap saja. Aku sedikit agak kurang tega. Karena ketidakberdayaanku, aku sudah mendiskusikannya dengan ibuku. Mungkin saja ibu sudah terlebih dahulu bicara padanya.

"Amira," aku mendekat padanya.

"Ya," jawabnya datar.

"Apa ibu sudah bicara padamu?" aku memulai.

"Ya." Jawabnya singkat. Aku menatap langit-langit. Ooh, pantasan dia bersedih. Ternyata ibu sudah membicarakan perihal rencana itu. Sekarang aku tahu mengapa sikapnya berubah. Tak apa, tugasku sekarang adalah menghibur hatinya.

"Aku sangat mengharap supaya kamu cepat sembuh, Amira. Supaya kita bisa seperti biasanya lagi." Aku memulai.

Dia masih diam, tapi tak menatapku.

"Mira, kau dengar aku, kan?" Aku menatapnya.

"Ya, aku dengar, Mas."

Aku menarik nafas. Menyusun kata untuk ku ucap.

"Aku tahu mungkin saja ucapan ibu bisa melukaimu. Tapi aku tak bermaksud buruk padamu. Lagipula ibu berkata cukup sopan, bukan? Jadi kurasa itu tidak masalah."

Amira menatapku datar. Kuharap dia mencerna ucapanku dari sudut pandang positif.

"Selama ini kamu telah melayaniku sedemikian rupa. Sampai-sampai aku tak pernah merasa kurang suatu apapun."

Lagi-lagi aku menarik nafas.

"Kamu istri terbaik yang pernah kutemui. Kamu paham agama bahkan melebihi aku. Aku salut padamu. Tapi sayangnya sekarang keadaanmu tidak memungkinkan untuk menunaikan kewajiban itu."

"Maaf kalau sekarang aku tak bisa melayanimu seperti sebelumnya!" ujarnya memotong. Tapi suaranya teramat datar.

Aku menatapnya lebih lekat.

"Mir," kulembutkan suara.

"Ya,"

"Maafkan aku, Mir." Aku mendekat dan menggenggam tangannya.

"Sebelumnya aku minta maaf sekaligus mengucapkan terimakasih banyak padamu, Mira"

"Bicaralah terus terang! Jangan terlalu bersimpang siur. Nanti aku jadi tak mengerti apa yang sebenarnya ingin Mas katakan." Ia berkata.

"Baiklah,"

Aku terdiam beberapa saat. Menyiap kata agar tetap terkesan baik di telinganya. Dia wanita paham agama, bukan? Jika dia beriman pada tuhannya, tentu ia menerima niat ini.

"Kemarin pak haji Hasbullah datang ke rumah kita membawa serta Laila."

Kuperhatikan mimik wajahnya. Terlihat tenang, bahkan ketika aku menyebut nama Laila.

"Pak Haji Hasbullah, kau tahu dia Haji tersohor di pesantren Arrahmah, kan? Nah melihat keadaanmu sekarang, kemarin beliau datang bermaksud menghalalkan Laila untuk rumah tangga kita."

"Laila bisa membantu merawatmu dan membantu kita. Laila juga menjadi penghalang bagiku untuk menjaga pandanganku dari wanita lain. Dan jika Allah menghendaki, dari Laila kita bisa dikaruniai anak laki-laki yang sudah sejak lama kita idam-idamkan. Bukankah itu merupakan sebuah berkah yang patut disyukuri?" Ucapku.

Aku berkata sepelan mungkin. Ya Tuhaan, mengapa dia diam saja?

Kuharap ia mengerti kemana arah pembicaraanku.

"Sebelumnya maaf, Amira. Aku tidak bermaksud menyakitimu. Kau wanita hebat. Ladang pahala menunggumu. Berbaktilah pada Yang Maha Kuasa dengan keikhlasan. Allah tak melarang niatku ini. Bahkan Rasul menyunnahkannya. Iklhas dalam iman lebih hebat dibanding melawan kehendak Allah, Amira. Aku insyaallah sampai akhirat nanti meridhoimu. Kau bisa memilih pintu surga yang manapun kau suka."

Amirah diam. Hanya sesekali ia menarik nafas agak panjang. Aku kira ucapanku sudah sangat baik, kan? Tak ada yang menyinggung sama sekali. Tapi kenapa wanita ini masih diam? Kenapa dia terlihat tenang? Tidakkah ia marah?

Amirah memang wanita hebat. Terbukti ia tak membantah ucapan imamnya.

"Amira, tentu kamu masi ingat hadis ini, kan?"

"لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِغَيْرِ اللَّهِ ، لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ

لِزَوْجِهَا

"Kalau aku (harus) memerintah seseorang untuk bersujud kepada selain Allah, aku akan perintahkan perempuan untuk bersujud kepada suaminya."

"Aku yakin kau salah satu dari wanita sholehah itu."

Amira meraih air minum di sampingnya. Ia masih belum bicara juga. Ekspresi wajahnya tetap sama seperti tadi. Tak ada yang berbeda. Apa dia tak kaget dengan ucapanku? Mengapa ia tak melakukan sesuatu? Menangis misalnya.

"Mas, nikahilah Laila. Aku tidak mengapa." ucapnya.

Astaga! Apa katanya? Nikahilah Laila?

Aku tak menyangka ia akan berkata begitu. Terlebih lagi ucapannya sangatlah ringan. Semudah itu.

"Pikiranmu benar, Mas. Aku tak bisa melayanimu dalam keadaan sakit begini. Semoga Laila bisa menggantikan peranku."

Dia bilang pemikiranku, apa dia tahu apa yang aku pikirkan. Ah Ibu memang hebat. Dengan mendengar ucapan ibu, Amira bisa berlapang dada sehebat ini.

"Maafkan aku, Amira!"

"Tidak apa. Pulanglah, dan segeralah urus pernikahanmu dan Laila."

Aku terlonjak, bisa karena bahagia ataupun haru. Baru saja aku akan memeluknya, tiba-tiba Yoona datang dengan sorot mata tajam seakan ingin menyerangku.

"Tak usah sentuh ibuku!"

Ada apa dengan anak ini?

Aku sengaja mengabaikan sorot mata Yoona yang masih terlihat tak menyukaiku. Apa tadi dia mendengar ucapanku pada ibunya? Tak mungkin. Dia baru saja datang. Tapi medkipun benar itupun tak apa, anak itu tak masalah, anak itu bukan ancaman.. Memang apa yang bisa dia perbuat untuk melawan keputusanku?

Related chapters

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 2

    "Amira, bulan ini aku bisa kasih uang tiga ratus ribu. Semoga bisa cukup untuk peganganmu dan Yoona di sini kalau ada kebutuhan mendadak. Untuk makan kurasa tidak ada kendala, rumah sakit selalu menyiapkan makan tiga kali sehari untuk pasien." ucapku sembari mengeluarkan tiga lembar uang merah di depan Amira. "Taruh saja di sana atau serahkan pada Yoona. Atau jika kau lebih membutuhkan, kau boleh menyimpannya lagi."Aku mendengkus. Terkadang perempuan susah sekali untuk dimengerti. "Apa kau tidak ingin menerima uang ini? Apa kau anggap ini kurang? Atau kau ingin lebih banyak? Jangan begitu, Amira! Syukuri apa yang ada. Hargai pemberian suamimu!" ujarku.Wanita itu melihatku."Sudah kubilang, letakkan saja di sana, atau berikan pada Yoona. Dia yang mengurus segala sesuatunya. Tolong jangan terlalu menekanku! Kepalaku pusing dan kau membuat keadaanku semakin buruk. Keluarlah dan urus segera pernikahanmu dan Laila." ucapnya."Apa kau cemburu pada Laila? Apa kau tak rela aku menikahiny

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 3

    Yoona meraih ponsel yang berdering di atas nakas. Melihat siapa yang menelpon, Yoona menjadi muak."Halo, ada apa, Oma?""Kenapa lama sekali angkat telpon?""Kami sibuk disini. Tidak sempat lihat handphone.""Oh ya? Hmm, di ruangan mana ibumu di rawat? Aku mau kesana."Mendengar ucapan itu, Yoona merasa janggal. Sebab selama sebulan ibunya sakit,tak sekalipun sang Oma datang membezuk. Sekarang tiba-tiba mau datang, pasti ada maksud. Seketika Yoona teringat bagaimana ucapan Omanya pada Bu Sarah beberapa hari yang lalu. Yoona mulai menerka-nerka maksud Oma-nya alias ibu dari ayahnya tersebut."Ada perlu apa Oma mau kemari?""Kenapa bertanya begitu? Ketus sekali caramu. Ini bukan urusanmu, aku hanya ingin bicara pada ibumu. Katakan di ruangan apa ibumu dirawat! Aku malas sibuk bertanya di sana nanti." Yoona menarik nafas agak panjang. Memang wanita paruh baya yang ia panggil oma tersebut telah merenggut habis rasa hormat Yoona. Semua disebabkan oleh sikap oma-nya itu sendiri yang dimat

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 4

    Habib"Mas, aku tidak apa-apa menjadi wanita pendampingmu, meski bukan yang pertama. Jujur aku rela demi agamaku."Kulihat Laila berkata dengan mata memandang ke kejauhan. Dari dulu aku tahu dia wanita baik. Tak heran jika cintaku padanya kian tumbuh."Iya, Dik Laila. Terkadang aku sangat capek dengan keadaan ini. Amira benar-benar tidak bisa menunaikan kewajibannya. Kuharap dia mengerti dengan keadaanku dan lekas menerimamu dengan ikhlas, sebagaimana dulu Aisyah R.A menerima Siti Zainab."Kucurahkan semuanya pada Laila. Di sisinya aku menemui kehangatan. Dengannya aku merasa lebih nyaman. Sedangkan Amira, wanita itu sangat tak bisa diharapkan lagi.Sikap Laila yang jauh lebih baik seolah menyihirku. Laila selalu ada ketika aku butuh kenyamanan. Ia selalu menemaniku jika aku merasa kesepian, dan bisa mendengar setiap keluh kesahku dengan segenap perhatian. Tak heran setiap aku merasa jenuh, sedangkan rumah terasa dingin, maka Laila lah satu-satunya wanita yang bisa memahami, menghib

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 5

    "Mas, kalau kita benar-benar hidup bersama, bagaimana dengan istrimu, si Amira?" Dengan nada datar Laila bertanya.Hmm, aku sedikit gelagapan. Bukankah tadi Laila sudah bilang jika dia berkenan menjadi istriku? Mengapa sekarang malah bertanya tentang Amira? Apakah sebenarnya dia mengharapkan aku menceraikan Amira? Sebenarnya aku tak keberatan jika harus menceraikan wanita itu. Tapi yang aku takutkan adalah prosedurnya yang lama bisa menghambat prosesi pernikahanku dengan Laila nantinya."Aku sudah tak tahan hidup bersama dengan Amira, Dik Laila. Tapi untuk menceraikannya aku rasa itu butuh proses yang akan memakan waktu, sedangkan pernikahan kita tidak akan lama lagi, bukan? Aku tidak ingin semuanya tertunda hanya karena mengurus hal-hal yang tidak perlu.""Tapi kamu tidak perlu khawatir, kalau kamu menginginkannya aku bisa segera menceraikan Amira," ucap Habib."Jangan, Mas! Tolong jangan ceraikan dia sekarang! Dia istrimu yang sedang sakit. Aku tidak setuju apabila kamu menceraikan

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 6

    Aku menyusuri ruang demi ruang, tibalah dimana ruangan Amira dirawat. Aku masuk, Laila di sampingku. Jilbab syar'i yang menutupi kepalanya menambah kesan sholehah pada dirinya. Ada semacam rasa bangga di dampingi wanita seperti ini.Tapi ketika aku masuk, di dalam sana tidak ada Amira. Kemana dia? "Bu, kemana pasien yang tadi dirawat di sini?" Aku bertanya kepada salah-satu pasien di sana."Bukannya Mbak Amira masih di ruangan ICU?" Jawabnya Ya Tuhaan. Aku lupa kalau istri tuaku itu kemarin di bawa ke ruang ICU."Oh iya, terimakasih, Bu." kataku. Ibu itu mengangguk.Aku kembali berjalan menyusuri koridor, mencari ruangan ICU.Tiba-tiba di ujung sana kulihat Yoona tengah duduk sendiri beralaskan tikar kecil. Didepannya tersaji sebungkus nasi. Nah, kan, nampak sekali keborosan ibunya menurun pada anak itu. Kalau dia mau berhemat, lebih baik dia masak sendiri daripada harus membeli nasi bungkus seperti itu. Itu lebih mahal tentunya.Tapi ya sudahlah. Yang namanya tabiat tentu tak akan

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 7

    "Bu, ijab kabul akan dilangsungkan minggu depan. Bagaimana menurut ibu, apa Amira sebaiknya hadir di pernikahanku nanti?" Ujarku pada ibu."Tidak usah. Hadirnya dia akan memperkeruh keadaan. Aku tak ingin acara pernikahan kalian di rusak olehnya. Apalagi Yoona, anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat tidak sopan." Komentar ibu terhadap Yoona sangat aku benarkan. Yoona memang demikian adanya. Dia pembangkang, tidak punya sikap sopan sedikitpun. "Tidak ada jalan lain, Habib, sebaiknya kau ceraikan Amira! Dia hanya akan menjadi bebanmu dan Laila nantinya." "Menceraikan Amira?" Aku melirik ibu."Iya. Apa kau keberatan?""Tidak. Sangat tidak. Tapi Laila melarangku untuk menceraikan Amira." Jawabku.Ibu melihatku dengan heran."Melarang? Kenapa? Bukankah hidup kalian akan lebih tentram tanpa dihanggu oleh wanita strooke itu?" ucap itu."Itulah yang aku pikirkan, Bu. Tapi bagi Laila tidaklah demikian. Laila khawatir hidup Amira akan terbengkalai jika kuceraikan. Dia khawatir siapa yang

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 8

    YoonaInginku bersujud lebih lama, agar Tuhan memberikan jawaban atas doaku, aku sangat mengharapkan Yang Kuasa memberikan keajaiban, yaitu kesembuhan ibuku tercinta.Aku tak punya siapa-siapa lagi selain Ibu yang menyayangiku. Aku punya ayah, tapi cintanya padaku sungguh tidak lebih besar daripada cintanya terhadap Laila, wanita yang sebentar lagi menjadi istri keduanya. Aku muak pada laki-laki yang kupanggil "Ayah";tersebut. Ketika ibu sakit, dia tak berpikir bagaimana caranya agar ibu bisa sembuh, malah ia menjadikan itu sebagai alasan agar bisa menikahi Laila. Aku benci ayahku.Aku menyeka Air mata yang jatuh. Untuk sekarang ini, tidak ada yang lebih aku harapkan selain dari kesembuhan ibu. Aku melepas mukena, melipat kembali, lalu menyimpannya di sisi ibuku. "Bu," aku menggenggam tangan ibu."Ya, Nak.""Yoona pergi menjual kue dulu ya, Bu. Pagi-pagi begini biasanya agak ramai. Do'akan semoga laris ya, Bu." Aku mencium kening ibu. Beliau mengangguk.Sebagai rutinitasku di pagi

    Last Updated : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 9

    Aku memasuki ruangan dimana ibu dirawat. Cepatlah sehat, Bu. Biar kita lalui hari-hari lebih berwarna. Aku yakin Tuhan akan mengakhiri semua ujian berat ini.Disana kulihat Pak Rangga tengah berbincang dengan Dokter Albert, dokter yang menangani penyakit ibu. Kenapa Pak Rangga bisa berada di sini? "Yoona, hari ini ibumu dipindahkan ke ruangan perawatan biasa." ucap dokter Albert memberitahuku."Iyakah, Dok?" Aku sumringah."Tentu saja."Aku senang bukan kepalang dengan kabar itu. Artinya ibu ada perkembangan yang lebih baik. "Kalau begitu, aku akan membantu membawa ibu ke ruang biasa." ujarku tak sabar."Tenang, Yoona. Ibumu sudah dipindahkan sejak tadi." ucap Pak Rangga."Iya, Yoona. Tadi Pak Rangga juga turut membantu." senyum Dokter Albert.Aku terenyuh. Ditengah-tengah kesendirianku dan ibu, ternyata masih ada yang peduli. Terimakasih Tuhaan, telah mengirimkan orang-orang baik untuk kami."Kalau begitu terimakasih banyak, Pak." Aku menatap keduanya."Sama-sama.""Anak hebat, j

    Last Updated : 2024-04-26

Latest chapter

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 45

    Bab 45Seharian ini pikiran tak tenang. Bayang-bayang Amira bersama seorang pria yang kulihat kemarin terus menghantui. Ada semacam rasa tak rela melihat kebersamaan tersebut. Aku tahu ini adalah perasaan yang salah, aku dan Amira sudah bercerai. Jadi tentu tidak ada hak bagiku untuk melarangnya Bersama siapapun yang dia sukai. Tapi masalahnya tidak sesingkat itu, jujur rasanya aku masih belum bisa berdamai dengan hati. Terlepas dari kesalahan apa yang telah Amira lakukan terhadap kami, rasa cinta masih tersisa untuknya.Amira memang sudah banyak berubah sekarang. Dan apakah dia memang mempunyai hubungan spesial dengan dokter tersebut atau tidak aku tidak tahu pasti. Tapi dari penglihatanku memang ada sebuah kedekatan di antara mereka. Hingga menyalakan api kecemburuan di hatiku. Memang aku mengetahui siapa Amira, dan rasanya susah dipercaya apabila seorang dokter bisa mencintai seorang wanita seperti Amira.Namun, jauh daripada itu aku harus mengakui jika Amira cukup bisa dise

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 44

    Bab 44Sebenarnya aku ingin mengejar jejak langkah Amira. Tetapi lagi-lagi satpam sialan ini mencegah. "Amira ini adalah mantan istriku! Kamu tidak berhak untuk masuk ke dalam ranah pribadiku!" Aku menggertak."Kalau benar-benar masalah pribadi yang ingin anda bahas, sebaiknya jangan bahas di! Karena keamanan wilayah perkantoran ini berada dalam tanggung jawabku. Jadi tentu saja aku akan berusaha maksimal untuk turut menciptakan keamanan di sini!""Silakan pulang!" Satpam tersebut mengusir. Aku terpaksa menyingkir. Aku menelan saliva pikiran ini sungguh dibuat campur aduk.Melihat Amira yang meninggalkanku begitu saja, sungguh diri ini merasa tak berharga. Bahkan seseorang yang dulu takluk padaku pun sekarang sudah tak menganggap keberadaanku lagi. Amira benar-benar keterlaluan.Terasa semua usahaku hari ini sia-sia. Bayang Ibu melintas di pelupuk mata. Maafkan anakmu ini Bu, belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Hati Amira amatlah busuk, bahkan untuk berbagi uang dari ruma

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 43

    Bab 43Siapa gerangan yang berani diam-diam menggadai rumahku?Oh ya Tuhaan, aku melupakan sesuatu selama ini. Aku lupa bahwa sertifikat rumahku hilang. Aku memang ceroboh. Tapi siapa yang lancang mencuri sertifikat tersebut? Selama ini hanya beberapa orang saja yang bisa bebas keluar masuk di rumah.Yang pertama adalah ibuku. Apa ibuku yang mengambilnya? Tidak mungkin l! Ibuku bukan pencuri. Yang kedua Elia, tapi sama seperti Ibu Elia bukan pencuri.Lalu Laila, Aku ragu bila menuduh Laila yang mengambilnya. Toh dulu ketika mengetahui sertifikat itu hilang Laila juga turut bersamaku mencari sertifikat tersebut. Jadi Laila aku skip dari daftar orang-orang yang patut dicurigai.Kemudian orang berikutnya adalah Yoona dan Amira. Sesuai dugaan awal, kecurigaan ku tetap jatuh pada mereka berdua. Menemui mereka adalah sebuah pilihan yang tepat. Mereka tidak bisa semaunya menggadai rumah orang. Tidak tahu diri sekali mereka.Tapi jika aku menemui mereka sekarang juga, bagaimana dengan ibu

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 42

    Bab 42"Tutup mulutmu Laila! Aku tak suka kamu mengatakan Ibuku seperti ini! Apa kamu menyumpahi agar Ibuku cepat meninggal? Haaa?" Aku sudah tak tahan lagi menahan kemarahan ini."Aku dan Aliya sibuk-sibuk di rumah sakit mengurus ibu yang tengah kesakitan memperjuangkan rasa sakit. Sedangkan kamu Ternyata sedang senang senang di sini! Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku! Di mana nuranimu!" Bibirku terus berkata. Amarahku benar-benar memuncak sekarang. Perbuatan Elia benar-benar sudah keterlaluan. "Kamu marah Aku di sini di rumah orang tuaku? Tidak bisa, Mas! Kamu tidak bisa mencegahku untuk pergi ke rumah orang tuaku! Kamu tidak bisa memaksaku hanya untuk mengurus keluargamu saja!" Laila malah melawanku dengan tidak menunjukkan rasa segan sedikitpun. Melihat kelakuannya saat ini, Aku sungguh dibuat murka. Dia adalah cerminan seorang istri yang tidak bisa menghormati suami dengan cara yang patut."Aku tidak memaksamu! Tapi kamu sendiri tidak ada inisiatif sedikitpun untuk me

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 41

    Bab 41Ibu mertuaku stroke? Aduh ini tidak bisa kubayangkan. Tentu saja aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Sebab, jika mertuaku sakit, suamiku pasti akan menghabiskan waktu lebih banyak Bersama sang ibu. Dan juga tentu kami akan kerepotan sekali. Ini nih definisi orang tua merepotkan.Dalam kekacauan ini, mataku mendapati satu sepeda motor berhenti tepat di depan rumah.Elia? Dia ke sini? Apa maunya? Ck ck ck"Ada apa El?" Tanyaku cepat."Mbak, keadaan Ibu semakin memburuk. Dokter bilang kita terlambat membawanya ke rumah sakit. Oleh karena ini kita sebagai anak beliau, mau tidak mau harus saling topang menopang untuk membiayai ibu. Supaya beliau bisa kembali sehat seperti sedia kala."Apaa? Dia bilang harus topang menopang dalam membiayai ibunya?"El, Mbak tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini. Karena Mbak sendiri tidak mempunyai cukup uang. Kamu tahu sendiri kalau selama ini kakakmu itu nganggur. Tentu saja kami tidak punya apa-apa. Jadi bagaimana mungkin kami bisa ikut mem

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 40

    "Ibuuuu...!" Kekhawatiranku sedikit mulai berkurang ketika aku lihat ibu telah bisa membuka kelopak mata."Bu, Ibu sudah siuman. Syukurlah...," aku memeluknya erat.Namun sesaat kemudian, aku menyadari bahwa Ibu tidak menanggapi ucapanku. Aku menatap Ibu beberapa saat."Ha... Habib....," suara Ibu terdengar aneh.Mataku menyipit tatkala kudapati kenyataan bahwa wajah Ibu terlihat tidak simetris. Bicaranya tidak terdengar sempurna, tidak jelas, dan yang pasti ini tidak seperti biasanya."Ibuuu?" Kepanikanku mulai naik satu tingkat lagi.Sepertinya Ibu ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya terlihat tidak bisa menyampaikan keinginan beliau."Kita harus membawa ibu ke rumah sakit!" ucap ucapku cepat. "Bawa saja, Mas!" tanggap Laila."Kamu ikut?""Tidak."Aku kembali dibuat termangu."Kenapa tak ikut, Dik? Kalau kamu tak ikut bagaimana aku bisa membawa ibu ke rumah sakit? Siapa yang akan membantuku nantinya?ujarku padanya."Kamu bisa minta bayar taksi, Mas! Di rumah sakit ada dokter, p

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 39

    Satu lagi kekecewaanku bertambah terhadap Laila. Aku sanggup menjual perhiasan ibuku demi untuk memberinya uang, akan tetapi ternyata Laila menggunakan uang-uang tersebut dengan membeli barang-barang yang menurutku tidak terlalu penting.Seumur-umur Aku menikah dengan Amira, Amira tidak pernah menghambur-hamburkan uang secara berlebihan seperti yang dilakukan oleh Laila.Ini bukan maksud membanding-bandingkan. Akan tetapi antara Laila dan Amira memang memiliki perbedaan yang kentara. Aku berkata begini karena aku memang merasakan perbedaan tersebut.Aku tahu Laila memang cantik, tapi tidak seharusnya dia berlaku kurang ajar. Apalagi sampai memberi perintah pada orang tuaku seolah orang tuaku bukan sosok yang harus dihormati. Apabila ku tegur, dia malah main mengancam dengan membawa-bawa nama abahnya. Ini yang membuat situasiku sulit. Mengapa ya kalau dipikir-pikir rasanya hidup bersama Laila lebih membuatku kesusahan daripada ketika dulu masih bersama Amira. Dulu memang Amira tidak

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 38

    HabibKutatap ponsel ini dengan hati yang menanggung pilu. Aku tahu status ini sudah bercerai, tapi apakah pantas seorang Amira berkata demikian padaku? Mengapa Amira tidak menerimaku bekerja di sana? Padahal seandainya saja Amira mau berpikir lebih panjang, mungkin dia tak akan lupa akan jasa yang pernah kuberikan padanya. Walau bagaimanapun buruknya dia memandangku saat ini, tapi dia pernah menggantungkan hidup denganku. Apa dia lupa masa-masa itu?Tidak patut bagi seorang Amira mengabaikan aku dengan cara seburuk ini. Dia tak mengerti bagaimana kondisiku sekarang yang bisa dikatakan dalam kondisi sulit. Sudah sekian lama aku mencari pekerjaan belum ada yang cocok sama sekali, lebih tepatnya belum diterima. Seharusnya sebagai seorang yang pernah menjalani hidup bersama, Amira harus punya hati untuk menerima lamaran kerja aku. Sebegitu sulitnya bagi Amira untuk melakukan hal kecil tersebut? Benar-benar tidak mempunyai rasa terima kasih.Padahal sebelumnya kupikir Amira tidak akan b

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 37

    "Yoona kamu habis bicara sama siapa?" Aku bertanya."Sama ayah," Yoona menjawab.Aku memperhatikan raut wajahnya yang nampak muram."Ibu lihat Yoona tampak sedih, memang apa yang telah ayah katakan?" aku kian menyelidiki."Rupanya Laila memberikan laporan palsu pada Ayah, hingga membuat ayah marah besar padaku," anak itu menjelaskan dengan raut wajah yang jauh dari kata ceria."Lalu? Apa kamu sudah coba jelaskan pada ayahmu tentang kebenarannya?""Sudah Bu. Tapi ayah lebih percaya perempuan itu," Sudah kuduga. Beginilah sifat laki-laki kebanyakan, selalu menukarkan anak di urutan kedua atau bahkan yang terakhir dalam prioritas hidupnya. Mau mengatakan sedih tapi ini memang kenyataan. Aku merangkul pundaknya. Aku kenal betul bagaimana kondisi anak ini ketika sedang dilanda kesedihan. "Bisa Yoona ceritakan kesedihan Yoona sama ibu?" Aku berujar lembut.Yoona menggangguk."Tentu,"Mulailah Yoona bicara. Menceritakan dari awal hingga akhir penggalan cerita yang menjadi sebab musabab ke

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status