Share

Bab 4

Penulis: Silla Defaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-11 23:21:58

Habib

"Mas, aku tidak apa-apa menjadi wanita pendampingmu, meski bukan yang pertama. Jujur aku rela demi agamaku."

Kulihat Laila berkata dengan mata memandang ke kejauhan. Dari dulu aku tahu dia wanita baik. Tak heran jika cintaku padanya kian tumbuh.

"Iya, Dik Laila. Terkadang aku sangat capek dengan keadaan ini. Amira benar-benar tidak bisa menunaikan kewajibannya. Kuharap dia mengerti dengan keadaanku dan lekas menerimamu dengan ikhlas, sebagaimana dulu Aisyah R.A menerima Siti Zainab."

Kucurahkan semuanya pada Laila. Di sisinya aku menemui kehangatan. Dengannya aku merasa lebih nyaman. Sedangkan Amira, wanita itu sangat tak bisa diharapkan lagi.

Sikap Laila yang jauh lebih baik seolah menyihirku. Laila selalu ada ketika aku butuh kenyamanan. Ia selalu menemaniku jika aku merasa kesepian, dan bisa mendengar setiap keluh kesahku dengan segenap perhatian.

Tak heran setiap aku merasa jenuh, sedangkan rumah terasa dingin, maka Laila lah satu-satunya wanita yang bisa memahami, menghibur dan menyejukkanku dengan kata-katanya. Tak munafik, wajahnya yang teramat cantik sangat menarik hatiku..

Sedangkan Amira, istriku, justru adalah seorang dalang yang menciptakan kejenuhan itu sendiri, bayangkan saja, ketika sudah terbaring lemah saja dia masih bisa bertingkah, apalagi ketika sehat. Wanita itu selalu dingin padaku. Mungkin dengan sakit itulah Tuhan menghukumnya.

"Kadang aku jenuh memikirkan Amira!" keluhku.

"Sabar, Mas Habib. Jangan terus terpancing emosi. Ini adalah cobaan buatmu. Aku yakin kamu pasti kuat menghadapi semuanya, Mas. Jujur, aku kasihan sama kamu. Insyaallah nanti aku akan berusaha untuk menjadi yang terbaik. Doakan saja."

Kembali kulihat Laila berucap. Kali ini matanya menatapku. Tatapan matanya benar-benar menyejuk kalbu. Inilah yang membuatku nyaman bila berada di dekatnya. Dari lubuk hati yang paling dalam, dialah wanita yang paling aku cintai. Dia adalah sebuah kedamaian bagiku.

Ingin rasanya kuraih tangan lembut Farah yang halus, mengusapnya perlahan, lalu mengenggamnya erat, tapi apa daya, dia belum halal untukku. Aku takut dia marah bila aku melakukannya.

"Laila, aku mencintaimu. Aku tidak bermain-main dengan kata-katku. Aku harap, jangan pernah tinggalkan aku."

Di hadapan Laila aku merasa bak anak kecil yang tidak sungkan untuk mengutarakan keluh kesah. Dan Laila adalah pendengar yang baik.

"Lalu sekarang, apa bedanya denganku? Aku juga mencintaimu, Mas. Tapi bersabarlah. Halalkan aku terlebih dahulu "

Mendengar ungkapan hatinya, aku terenyuh, bak terbuai dalam mimpi yang seolah aku tak mau terbangun darinya.

Sekilas bayangan Amira melintas di ingatanku. Ada rasa bersalah menyelimuti. Aku merasa bersalah terhadap wanita yang sudah bertahun-tahun menemaniku tersebut. Teringat masa-masa perjuangan kami dahulu. Tapi ah sudahlah, bukankah masa depan sudah menyambutku? Mengapa harus hanyut pada masa lalu?

Lagipula ia sudah tidak bisa mematut diri sebagaimana mestinya seorang istri, lalu apa lagi yang bisa kuharapkan darinya? Tidak ada.

Bahkan dulu sebelum ia sakit, ketika aku pulang kerja dia seringkali hanya menyambutku dengan pakaian yang menurutku sangat tidak menarik, yaitu gamis yang bisa dikatakan sudah lusuh dan sudah pudar pula warnanya. Dan jika sesekali aku menuntut hakku padanya, dia menyodorkan raganya dengan teramat dingin dan tanpa ekspresi. Apakah begitu bentuk pelayanan seorang istri terhadap suami? Tentu aku tak puas dengan pelayanan yang dingin seperti itu.

Dalam keadaan seperti ini, maka dosakah apabila aku memilih untuk mendapatkan wanita yang nyatanya lebih aku cintai, dan lebih bisa membuatku bahagia? Salahkah?

Kulihat, ponselku berdering.

Nama Yoona terpampang di layar ponsel.

Biarlah, kubiarkan saja ponsel itu berdering. Jika Yoona menghubungiku, itu sudah pasti Amira yang menyuruhnya. Paling ingin bertanya soal uang. Amira cuma menuntut uang dariku. Tapi tak mampu mengimbangi dan membalas budi atas uang yang kuberikan padanya. Terkadang sekali transfer aku rela memberikan lima ratus ribu setiap bulan padanya secara sukarela. Tapi sekarang dengan lapang dada aku menaafkan dia yang tidak pernah bisa memberikan apa yang aku inginkan.

"Mas, kenapa mengabaikan panggilan Yoona? Dia anakmu, Mas! Mungkin Amira ada kepentingan denganmu," terdengar lembut suara Laila.

"Dia hanya menginginkan uang, Dik Laila. Nanti akan kukirimi uang untuknya." jawabku. Jujur, aku tak suka bila terlalu membahas Amira.

Fokusku bukan untuk telepon itu. Segera kumatikan saja, sebab kepalaku pusing mendengarnya. Merusak keadaan saja.

Aku duduk menghadap ke Laila. Didepan wajah cantik itu, aku seolah tak ingin beranjak. Ingin berlama-lama dengannya.

"Dik Laila, boleh kah aku mengatakan sesuatu?" ucapku hati-hati.

"Apa yang tidak buatmu, Mas. Jangankan hanya untuk berkata-kata, hidupku saja akan kukorbankan untukmu."

Kutelan saliva. Menyiapkan kata-kata. Maafkan aku Amira, jika ini menyakitimu.

"Laila, selama ini aku telah berjuang menyiapkan semuanya untuk kita.

Aku sudah menyiapkan mahar untukmu. Kita benar-benar akan menikah. Kau mau kubelikan rumah dimana, Dik Laila?"

Kulihat Laila tersenyum, amat cantik wajahnya. Senangnya melihat Laila bahagia.

Ya Rabb, kuharap Yoona dan Amira tidak tahu jika aku akan menjual rumah kami agar nanti bisa membelikan rumah untuk wanitaku, Laila.

Bab terkait

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 5

    "Mas, kalau kita benar-benar hidup bersama, bagaimana dengan istrimu, si Amira?" Dengan nada datar Laila bertanya.Hmm, aku sedikit gelagapan. Bukankah tadi Laila sudah bilang jika dia berkenan menjadi istriku? Mengapa sekarang malah bertanya tentang Amira? Apakah sebenarnya dia mengharapkan aku menceraikan Amira? Sebenarnya aku tak keberatan jika harus menceraikan wanita itu. Tapi yang aku takutkan adalah prosedurnya yang lama bisa menghambat prosesi pernikahanku dengan Laila nantinya."Aku sudah tak tahan hidup bersama dengan Amira, Dik Laila. Tapi untuk menceraikannya aku rasa itu butuh proses yang akan memakan waktu, sedangkan pernikahan kita tidak akan lama lagi, bukan? Aku tidak ingin semuanya tertunda hanya karena mengurus hal-hal yang tidak perlu.""Tapi kamu tidak perlu khawatir, kalau kamu menginginkannya aku bisa segera menceraikan Amira," ucap Habib."Jangan, Mas! Tolong jangan ceraikan dia sekarang! Dia istrimu yang sedang sakit. Aku tidak setuju apabila kamu menceraikan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 6

    Aku menyusuri ruang demi ruang, tibalah dimana ruangan Amira dirawat. Aku masuk, Laila di sampingku. Jilbab syar'i yang menutupi kepalanya menambah kesan sholehah pada dirinya. Ada semacam rasa bangga di dampingi wanita seperti ini.Tapi ketika aku masuk, di dalam sana tidak ada Amira. Kemana dia? "Bu, kemana pasien yang tadi dirawat di sini?" Aku bertanya kepada salah-satu pasien di sana."Bukannya Mbak Amira masih di ruangan ICU?" Jawabnya Ya Tuhaan. Aku lupa kalau istri tuaku itu kemarin di bawa ke ruang ICU."Oh iya, terimakasih, Bu." kataku. Ibu itu mengangguk.Aku kembali berjalan menyusuri koridor, mencari ruangan ICU.Tiba-tiba di ujung sana kulihat Yoona tengah duduk sendiri beralaskan tikar kecil. Didepannya tersaji sebungkus nasi. Nah, kan, nampak sekali keborosan ibunya menurun pada anak itu. Kalau dia mau berhemat, lebih baik dia masak sendiri daripada harus membeli nasi bungkus seperti itu. Itu lebih mahal tentunya.Tapi ya sudahlah. Yang namanya tabiat tentu tak akan

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 7

    "Bu, ijab kabul akan dilangsungkan minggu depan. Bagaimana menurut ibu, apa Amira sebaiknya hadir di pernikahanku nanti?" Ujarku pada ibu."Tidak usah. Hadirnya dia akan memperkeruh keadaan. Aku tak ingin acara pernikahan kalian di rusak olehnya. Apalagi Yoona, anak itu tumbuh menjadi anak yang sangat tidak sopan." Komentar ibu terhadap Yoona sangat aku benarkan. Yoona memang demikian adanya. Dia pembangkang, tidak punya sikap sopan sedikitpun. "Tidak ada jalan lain, Habib, sebaiknya kau ceraikan Amira! Dia hanya akan menjadi bebanmu dan Laila nantinya." "Menceraikan Amira?" Aku melirik ibu."Iya. Apa kau keberatan?""Tidak. Sangat tidak. Tapi Laila melarangku untuk menceraikan Amira." Jawabku.Ibu melihatku dengan heran."Melarang? Kenapa? Bukankah hidup kalian akan lebih tentram tanpa dihanggu oleh wanita strooke itu?" ucap itu."Itulah yang aku pikirkan, Bu. Tapi bagi Laila tidaklah demikian. Laila khawatir hidup Amira akan terbengkalai jika kuceraikan. Dia khawatir siapa yang

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 8

    YoonaInginku bersujud lebih lama, agar Tuhan memberikan jawaban atas doaku, aku sangat mengharapkan Yang Kuasa memberikan keajaiban, yaitu kesembuhan ibuku tercinta.Aku tak punya siapa-siapa lagi selain Ibu yang menyayangiku. Aku punya ayah, tapi cintanya padaku sungguh tidak lebih besar daripada cintanya terhadap Laila, wanita yang sebentar lagi menjadi istri keduanya. Aku muak pada laki-laki yang kupanggil "Ayah";tersebut. Ketika ibu sakit, dia tak berpikir bagaimana caranya agar ibu bisa sembuh, malah ia menjadikan itu sebagai alasan agar bisa menikahi Laila. Aku benci ayahku.Aku menyeka Air mata yang jatuh. Untuk sekarang ini, tidak ada yang lebih aku harapkan selain dari kesembuhan ibu. Aku melepas mukena, melipat kembali, lalu menyimpannya di sisi ibuku. "Bu," aku menggenggam tangan ibu."Ya, Nak.""Yoona pergi menjual kue dulu ya, Bu. Pagi-pagi begini biasanya agak ramai. Do'akan semoga laris ya, Bu." Aku mencium kening ibu. Beliau mengangguk.Sebagai rutinitasku di pagi

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-11
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 9

    Aku memasuki ruangan dimana ibu dirawat. Cepatlah sehat, Bu. Biar kita lalui hari-hari lebih berwarna. Aku yakin Tuhan akan mengakhiri semua ujian berat ini.Disana kulihat Pak Rangga tengah berbincang dengan Dokter Albert, dokter yang menangani penyakit ibu. Kenapa Pak Rangga bisa berada di sini? "Yoona, hari ini ibumu dipindahkan ke ruangan perawatan biasa." ucap dokter Albert memberitahuku."Iyakah, Dok?" Aku sumringah."Tentu saja."Aku senang bukan kepalang dengan kabar itu. Artinya ibu ada perkembangan yang lebih baik. "Kalau begitu, aku akan membantu membawa ibu ke ruang biasa." ujarku tak sabar."Tenang, Yoona. Ibumu sudah dipindahkan sejak tadi." ucap Pak Rangga."Iya, Yoona. Tadi Pak Rangga juga turut membantu." senyum Dokter Albert.Aku terenyuh. Ditengah-tengah kesendirianku dan ibu, ternyata masih ada yang peduli. Terimakasih Tuhaan, telah mengirimkan orang-orang baik untuk kami."Kalau begitu terimakasih banyak, Pak." Aku menatap keduanya."Sama-sama.""Anak hebat, j

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 10

    Dokter Albert, dokter yang menurutku benar-benar fokus merawat ibu. Selalu saja ia rela terjun langsung melihat keadaan ibu. Tidak seperti dokter lain yang biasa menggunakan jasa perawat."Yoona, hari ini ruangan ibumu pindah ke lantai dua ya. Jangan khawatir, perawat disini akan membantu memindahkan ibumu. Tugasmu, temani dan terus kasih semangat buat ibumu! Anak baik, semoga ibumu lekas sembuh." Dokter Albert berucap sambil mengembangkan senyum.Tidak beberapa lama kemudian, tiga orang perawat masuk. Satu di antara mereka menyuruhku untuk segera berkemas. "Apa nanti kami tidak kembali ke ruang ini, suster?" tanyaku."Tidak, Dek. Makanya segera kemas semua barang.""Baik, Suster." Tidak bertanya lagi, segera kutaruh semua barang ke dalam koper.Aku menuruti langkah kaki para perawat yang sedang membawa ibuku. Ibuku hanya diam dan terlihat seperti belum mampu bicara. Tadi ibu sempat pingsan kata dokter.Hingga para perawat itu berbelok ke sebuah ruangan yang lumayan besar, bersih, d

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 11

    AmiraKupandangi punggung Yoona dengan rasa iba. Sebagai anak seusia kelas 2 SMA, anak itu terlalu dini untuk bisa mengurusku sejauh ini. Bahkan dia tak segan-segan menjual kue hanya untuk mencukupi keuangan kami. Aku merasakan jika Yoona memang mengharapkan kesembuhanku. Yoona, dia adalah alasan mengapa aku harus berjuang untuk tetap bertahan hidup. Aku harus sembuh dari penyakit ini. Aku harus memperjuangkan putri semata wayangku itu.Sebelumnya aku hampir saja berputus asa menghadapi kenyataan yang pahit ini. Aku pun tidak mengerti mengapa aku harus jatuh sakit di tengah-tengah himpitan ekonomi yang sedang tak baik. Boleh dikatakan Aku tak punya banyak tabungan untuk bisa kupakai berobat. Masalahnya tidak hanya sampai di sini, ketika aku berjuang untuk sembuh, justru mas habib suamiku sibuk dengan Laila. Wanita yang sejak dulu memang sering ia puji-puji. Bahkan tindakan mas habib didukung pula oleh ibunya. Dua ujian ini seolah menyergapku pada masa titik terendah. Membuatku tidak p

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-26
  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 12

    Yoona"Yoona, kamu nampak sedih, kenapa? Bagaimana kondisi ibumu sekarang?" Jordan menghampiriku. "Ya, ibuku lebih baik sekarang," jawabku singkat."Syukurlah kalau begitu. Aku turut senang mendengarnya," ucapnya kemudian."Kita ke kantin, yuk! Biar aku yang traktir," ajaknya.Aku menggeleng."Terimakasih, tapi aku sedang tidak lapar sekarang." jawabnya.Entahlah rasanya aku sangat tidak berselera. "Yakin tidak mau? Atau mau kubelikan lalu dibawakan kesini makanannya?"Lagi-lagi aku menggeleng."Tidak usah, Jordan! Aku beneran tidak lapar!" ucapku."Hmm.. baiklah kalau begitu. Aku tinggal dulu ya," dia tersenyum lalu melangkah meninggalkanku."Eh, Jordan! Tunggu dulu!" Sergahku cepat.Jordan sontak berhenti lalu memandangku."Kenapa?" katanya seperti heran."Menurutmu seperti apa wajahku?" tanyaku."Maksudmu?""Ah, tadi aku belum selesai bicara! Hmm, maksudku, menurutmu aku lebih mirip ibu atau mirip ayahku?" Tanyaku.Jordan tampak mengernyitkan dahi."Pertanyaanmu aneh, Yoona. Semu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-28

Bab terbaru

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 45

    Bab 45Seharian ini pikiran tak tenang. Bayang-bayang Amira bersama seorang pria yang kulihat kemarin terus menghantui. Ada semacam rasa tak rela melihat kebersamaan tersebut. Aku tahu ini adalah perasaan yang salah, aku dan Amira sudah bercerai. Jadi tentu tidak ada hak bagiku untuk melarangnya Bersama siapapun yang dia sukai. Tapi masalahnya tidak sesingkat itu, jujur rasanya aku masih belum bisa berdamai dengan hati. Terlepas dari kesalahan apa yang telah Amira lakukan terhadap kami, rasa cinta masih tersisa untuknya.Amira memang sudah banyak berubah sekarang. Dan apakah dia memang mempunyai hubungan spesial dengan dokter tersebut atau tidak aku tidak tahu pasti. Tapi dari penglihatanku memang ada sebuah kedekatan di antara mereka. Hingga menyalakan api kecemburuan di hatiku. Memang aku mengetahui siapa Amira, dan rasanya susah dipercaya apabila seorang dokter bisa mencintai seorang wanita seperti Amira.Namun, jauh daripada itu aku harus mengakui jika Amira cukup bisa dise

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 44

    Bab 44Sebenarnya aku ingin mengejar jejak langkah Amira. Tetapi lagi-lagi satpam sialan ini mencegah. "Amira ini adalah mantan istriku! Kamu tidak berhak untuk masuk ke dalam ranah pribadiku!" Aku menggertak."Kalau benar-benar masalah pribadi yang ingin anda bahas, sebaiknya jangan bahas di! Karena keamanan wilayah perkantoran ini berada dalam tanggung jawabku. Jadi tentu saja aku akan berusaha maksimal untuk turut menciptakan keamanan di sini!""Silakan pulang!" Satpam tersebut mengusir. Aku terpaksa menyingkir. Aku menelan saliva pikiran ini sungguh dibuat campur aduk.Melihat Amira yang meninggalkanku begitu saja, sungguh diri ini merasa tak berharga. Bahkan seseorang yang dulu takluk padaku pun sekarang sudah tak menganggap keberadaanku lagi. Amira benar-benar keterlaluan.Terasa semua usahaku hari ini sia-sia. Bayang Ibu melintas di pelupuk mata. Maafkan anakmu ini Bu, belum bisa memberikan yang terbaik untukmu. Hati Amira amatlah busuk, bahkan untuk berbagi uang dari ruma

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 43

    Bab 43Siapa gerangan yang berani diam-diam menggadai rumahku?Oh ya Tuhaan, aku melupakan sesuatu selama ini. Aku lupa bahwa sertifikat rumahku hilang. Aku memang ceroboh. Tapi siapa yang lancang mencuri sertifikat tersebut? Selama ini hanya beberapa orang saja yang bisa bebas keluar masuk di rumah.Yang pertama adalah ibuku. Apa ibuku yang mengambilnya? Tidak mungkin l! Ibuku bukan pencuri. Yang kedua Elia, tapi sama seperti Ibu Elia bukan pencuri.Lalu Laila, Aku ragu bila menuduh Laila yang mengambilnya. Toh dulu ketika mengetahui sertifikat itu hilang Laila juga turut bersamaku mencari sertifikat tersebut. Jadi Laila aku skip dari daftar orang-orang yang patut dicurigai.Kemudian orang berikutnya adalah Yoona dan Amira. Sesuai dugaan awal, kecurigaan ku tetap jatuh pada mereka berdua. Menemui mereka adalah sebuah pilihan yang tepat. Mereka tidak bisa semaunya menggadai rumah orang. Tidak tahu diri sekali mereka.Tapi jika aku menemui mereka sekarang juga, bagaimana dengan ibu

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 42

    Bab 42"Tutup mulutmu Laila! Aku tak suka kamu mengatakan Ibuku seperti ini! Apa kamu menyumpahi agar Ibuku cepat meninggal? Haaa?" Aku sudah tak tahan lagi menahan kemarahan ini."Aku dan Aliya sibuk-sibuk di rumah sakit mengurus ibu yang tengah kesakitan memperjuangkan rasa sakit. Sedangkan kamu Ternyata sedang senang senang di sini! Kamu tidak memikirkan bagaimana perasaanku! Di mana nuranimu!" Bibirku terus berkata. Amarahku benar-benar memuncak sekarang. Perbuatan Elia benar-benar sudah keterlaluan. "Kamu marah Aku di sini di rumah orang tuaku? Tidak bisa, Mas! Kamu tidak bisa mencegahku untuk pergi ke rumah orang tuaku! Kamu tidak bisa memaksaku hanya untuk mengurus keluargamu saja!" Laila malah melawanku dengan tidak menunjukkan rasa segan sedikitpun. Melihat kelakuannya saat ini, Aku sungguh dibuat murka. Dia adalah cerminan seorang istri yang tidak bisa menghormati suami dengan cara yang patut."Aku tidak memaksamu! Tapi kamu sendiri tidak ada inisiatif sedikitpun untuk me

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 41

    Bab 41Ibu mertuaku stroke? Aduh ini tidak bisa kubayangkan. Tentu saja aku tidak menginginkan hal ini terjadi. Sebab, jika mertuaku sakit, suamiku pasti akan menghabiskan waktu lebih banyak Bersama sang ibu. Dan juga tentu kami akan kerepotan sekali. Ini nih definisi orang tua merepotkan.Dalam kekacauan ini, mataku mendapati satu sepeda motor berhenti tepat di depan rumah.Elia? Dia ke sini? Apa maunya? Ck ck ck"Ada apa El?" Tanyaku cepat."Mbak, keadaan Ibu semakin memburuk. Dokter bilang kita terlambat membawanya ke rumah sakit. Oleh karena ini kita sebagai anak beliau, mau tidak mau harus saling topang menopang untuk membiayai ibu. Supaya beliau bisa kembali sehat seperti sedia kala."Apaa? Dia bilang harus topang menopang dalam membiayai ibunya?"El, Mbak tidak bisa berbuat banyak dalam hal ini. Karena Mbak sendiri tidak mempunyai cukup uang. Kamu tahu sendiri kalau selama ini kakakmu itu nganggur. Tentu saja kami tidak punya apa-apa. Jadi bagaimana mungkin kami bisa ikut mem

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 40

    "Ibuuuu...!" Kekhawatiranku sedikit mulai berkurang ketika aku lihat ibu telah bisa membuka kelopak mata."Bu, Ibu sudah siuman. Syukurlah...," aku memeluknya erat.Namun sesaat kemudian, aku menyadari bahwa Ibu tidak menanggapi ucapanku. Aku menatap Ibu beberapa saat."Ha... Habib....," suara Ibu terdengar aneh.Mataku menyipit tatkala kudapati kenyataan bahwa wajah Ibu terlihat tidak simetris. Bicaranya tidak terdengar sempurna, tidak jelas, dan yang pasti ini tidak seperti biasanya."Ibuuu?" Kepanikanku mulai naik satu tingkat lagi.Sepertinya Ibu ingin mengatakan sesuatu, tapi bibirnya terlihat tidak bisa menyampaikan keinginan beliau."Kita harus membawa ibu ke rumah sakit!" ucap ucapku cepat. "Bawa saja, Mas!" tanggap Laila."Kamu ikut?""Tidak."Aku kembali dibuat termangu."Kenapa tak ikut, Dik? Kalau kamu tak ikut bagaimana aku bisa membawa ibu ke rumah sakit? Siapa yang akan membantuku nantinya?ujarku padanya."Kamu bisa minta bayar taksi, Mas! Di rumah sakit ada dokter, p

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 39

    Satu lagi kekecewaanku bertambah terhadap Laila. Aku sanggup menjual perhiasan ibuku demi untuk memberinya uang, akan tetapi ternyata Laila menggunakan uang-uang tersebut dengan membeli barang-barang yang menurutku tidak terlalu penting.Seumur-umur Aku menikah dengan Amira, Amira tidak pernah menghambur-hamburkan uang secara berlebihan seperti yang dilakukan oleh Laila.Ini bukan maksud membanding-bandingkan. Akan tetapi antara Laila dan Amira memang memiliki perbedaan yang kentara. Aku berkata begini karena aku memang merasakan perbedaan tersebut.Aku tahu Laila memang cantik, tapi tidak seharusnya dia berlaku kurang ajar. Apalagi sampai memberi perintah pada orang tuaku seolah orang tuaku bukan sosok yang harus dihormati. Apabila ku tegur, dia malah main mengancam dengan membawa-bawa nama abahnya. Ini yang membuat situasiku sulit. Mengapa ya kalau dipikir-pikir rasanya hidup bersama Laila lebih membuatku kesusahan daripada ketika dulu masih bersama Amira. Dulu memang Amira tidak

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 38

    HabibKutatap ponsel ini dengan hati yang menanggung pilu. Aku tahu status ini sudah bercerai, tapi apakah pantas seorang Amira berkata demikian padaku? Mengapa Amira tidak menerimaku bekerja di sana? Padahal seandainya saja Amira mau berpikir lebih panjang, mungkin dia tak akan lupa akan jasa yang pernah kuberikan padanya. Walau bagaimanapun buruknya dia memandangku saat ini, tapi dia pernah menggantungkan hidup denganku. Apa dia lupa masa-masa itu?Tidak patut bagi seorang Amira mengabaikan aku dengan cara seburuk ini. Dia tak mengerti bagaimana kondisiku sekarang yang bisa dikatakan dalam kondisi sulit. Sudah sekian lama aku mencari pekerjaan belum ada yang cocok sama sekali, lebih tepatnya belum diterima. Seharusnya sebagai seorang yang pernah menjalani hidup bersama, Amira harus punya hati untuk menerima lamaran kerja aku. Sebegitu sulitnya bagi Amira untuk melakukan hal kecil tersebut? Benar-benar tidak mempunyai rasa terima kasih.Padahal sebelumnya kupikir Amira tidak akan b

  • SETELAH 17 TAHUN PERNIKAHAN    Bab 37

    "Yoona kamu habis bicara sama siapa?" Aku bertanya."Sama ayah," Yoona menjawab.Aku memperhatikan raut wajahnya yang nampak muram."Ibu lihat Yoona tampak sedih, memang apa yang telah ayah katakan?" aku kian menyelidiki."Rupanya Laila memberikan laporan palsu pada Ayah, hingga membuat ayah marah besar padaku," anak itu menjelaskan dengan raut wajah yang jauh dari kata ceria."Lalu? Apa kamu sudah coba jelaskan pada ayahmu tentang kebenarannya?""Sudah Bu. Tapi ayah lebih percaya perempuan itu," Sudah kuduga. Beginilah sifat laki-laki kebanyakan, selalu menukarkan anak di urutan kedua atau bahkan yang terakhir dalam prioritas hidupnya. Mau mengatakan sedih tapi ini memang kenyataan. Aku merangkul pundaknya. Aku kenal betul bagaimana kondisi anak ini ketika sedang dilanda kesedihan. "Bisa Yoona ceritakan kesedihan Yoona sama ibu?" Aku berujar lembut.Yoona menggangguk."Tentu,"Mulailah Yoona bicara. Menceritakan dari awal hingga akhir penggalan cerita yang menjadi sebab musabab ke

DMCA.com Protection Status