"Kita akan memaksa anak itu menemukan Seruling Sakti Sang Naga untuk kita!" tetua Cheng menyeringai. Namun tetua perguruan Kunlun itu masih melihat keragu-raguan di wajah mereka.Sepertinya sulit bagi para pendekar dunia persilatan yang hadir di tempat itu mempercayai kebenaran tentang adanya Seruling Sakti Sang Naga.“Kalian masih meragukan kebenaran tentang Seruling Sakti?” laki-laki yang sangat pandai berkata-kata itu terus berusaha meyakinkan para ketua perguruan di hadapannya."Coba bayangkan apa yang bisa kita lakukan untuk rakyat negeri ini dengan seruling sakti di tangan!" ujar tetua Cheng seraya menatap lawan bicaranya satu per satu."Kita dapat mengalahkan Tujuh Malaikat Pencabut Nyawa yang makin hari makin bertambah kejahatannya di negeri ini, yang sulit disentuh karena dalam perlindungan raja Qi Xiang."Hati keempat tokoh penting yang berdiri di depan tetua Cheng mulai tergerak. Mereka semua sudah mendengar tentang kekejian ketujuh pembunuh berdarah dingin yang kerap membua
Murid Pertama mengambil bungkusan kertas kecil dari balik saku lalu menuangkan isinya ke dalam mangkuk sup. Diaduknya sup itu perlahan agar obat yang ia bubuhkan tercampur rata. "Kelak Guru Besar akan berterima kasih padaku," murid Pertama menyeringai puas. Saat Yu Ping kembali ke dapur untuk mengantarkan sarapan pagi ke tempat pelatihan Wu Xian, murid Pertama sudah tak ada lagi di sana. Pemuda itu memanggil sang kakak seperguruan namun tak ada jawaban. Akhirnya ia mengangkat bahu lalu meraih nampan berisi sup dan nasi untuk gurunya. Ketika Yu Ping memasuki ruang pelatihan, nampak olehnya Wu Xian sedang duduk bersila di atas selembar tikar. Pria tua itu memejamkan mata, dengan ujung-ujung jari tangan kanan menyentuh lantai, sementara tangan kiri bertumpu di atas paha dengan telapak tangan menghadap keatas. Tak ingin mengganggu guru yang sangat dihormatinya, Yu Ping meletakkan nampan di atas meja batu tanpa suara. Ia berjingkat-jingkat agar suara langkah kakinya tidak mengganggu
Qi Yun belum pernah melihat wajah secantik gadis yang ada di hadapannya saat ini. Ia seperti tersihir oleh sepasang mata bulat berkilauan, sampai tiba-tiba gadis itu menjerit ketakutan dengan wajah memerah. “KYAAA!” Qing Ning berbalik dan menutup matanya dengan satu tangan. Gadis itu tampak shock berat. “Ma … maaf … Nona, aku …” Belum selesai pemuda tampan itu berbicara, Qing Ning sudah berlari meninggalkannya begitu saja. “Eeh … bagaimana dengan bajuku?” Qi Yun berusaha memanggil tetapi gadis yang nyaris dikiranya dewi turun dari langit itu sudah menghilang. Sial! Bagaimana sekarang ia dapat meneruskan perjalanan ke perguruan Hoa San tanpa pakaian? Akhirnya Qi Yun memutuskan bersembunyi di semak-semak, menunggu gadis cantik yang membawa pakaiannya tadi kembali atau setidaknya seseorang yang bersedia meminjamkan pakaian untuk dikenakan. Yu Ping sedang menuruni gunung untuk mencari kayu bakar ketika berpapasan dengan Qing N
Mata pria tua itu terbelalak, dan mulutnya menganga lebar. Wajahnya bahkan terlihat sangat pucat. “I … ini tidak mungkin!” tubuh ketua Hoa San itu bergetar hebat. Kakinya mundur beberapa langkah ke belakang. “Ketua Wu, ada apa?” tetua Wang menatapnya heran. “Apakah Ketua mengenal pedang ini sebelumnya?” Wu Xian tak menjawab, hanya menggeleng dengan tatapan nanar. “Lihat ada sepucuk surat di balik pedang giok ini!” seru tetua Wang seraya mengulurkan tangan kanannya untuk meraih amplop yang tertindih pedang giok. Namun tanpa diduga, mendadak Wu Xian maju dan merampas amplop surat itu lebih dulu. Ketua Hoa San itu buru-buru membuka amplop dan mengeluarkan selembar surat yang ada di dalamnya. Air hujan tak dapat menghanyutkan batu besar, kebaikan tak dapat menghapus dosa berat. Bersiaplah menghadapi pengadilan akhir. Wu Xian meremas surat di tangannya, marah bercampur cemas. Mendadak pria tua itu memegangi dadanya yang terasa panas. Murid Pertama yang ada di dekatnya segera mema
"Tak disangka Jiang Nan muncul dan melindungi suaminya dengan tubuhnya sendiri. Pedang Giok di tanganku menembus tubuh mereka berdua tanpa dapat kutarik kembali." Yu Ping ternganga ngeri, tak menyangka begitu pilu masa lalu orang tua Qing Ning, ternyata orang tua nya tewas di tangan kakeknya sendiri. Tanpa sadar, secara refleks ia melepaskan tangannya dari bahu Wu Xian. “Ternyata rumor itu tidak benar, putriku masih hidup dan baru saja melahirkan. Aku telah membunuh anak dan menantuku serta menjadikan cucuku yatim piatu hanya karena dendam dan harga diri sebagai tetua dari aliran putih.” Wu Xian mengusap pipi dengan lengan bajunya, ia merasa sedikit lega telah menceritakan rahasia kelamnya pada seseorang. Seperti ada batu besar yang baru saja diangkat dari pundak yang telah dipikul dua puluh tahun lamanya. “Aku mengubur mereka berdua beserta pedang giok dalam satu lubang, dan aku menutup rahasia ini rapat-rapat. Tetapi hari ini seseo
"KYAAA!" “Hey … Nona Qing, tunggu!” Qi Yun sudah mengambil ancang-ancang untuk mengejar ketika gadis cantik yang siap kabur itu berbalik lagi menghadap ke arahnya dengan mata membulat. “Dari mana kau tahu namaku?” sergah Qing Ning, kedua tangan bertumpu pada pinggangnya yang ramping. “Sahabatmu, Yu Ping yang mengatakannya padaku!” Qi Yun tersenyum lembut. “Aku hanya ingin berterima kasih karena telah mengembalikan pakaianku yang dicuri melalui Saudara Yu Ping.” Mereka saling menatap dan tiba-tiba saja tak ada satu kata pun yang mampu keluar dari bibir keduanya, seolah sama-sama tersihir oleh pesona masing-masing. Qi Yun memiliki wajah tirus, alis mata hitam cukup tebal, mata setajam elang, dan hidung yang mancung. Rambutnya hitam panjang digelung sebagian keatas. Postur tubuhnya pun proporsional hingga ia tampak gagah.Sedangkan Qing Ning memiliki wajah cantik berbentuk hati, sorot mata yang lembut, dan bibir mungil. Tubu
“Maaf, aku datang terlambat!” Wu Xian muncul tepat pada waktunya. Kedatangannya seketika menenangkan tamu-tamu yang hadir. Karena sejak ia berpamitan mendadak dengan wajah pucat dan terlihat lemah setelah menerima kiriman pedang giok, hampir semua tamu mempertanyakan kondisi kesehatannya. Yu Ping sebenarnya mencemaskan kondisi sang Guru, meski sudah tak terlihat pucat namun dari langkah gurunya saja pemuda itu tahu bahwa beliau tidak sedang baik-baik saja. Ia berusaha mendekati Wu Xian namun pria tua itu memberi isyarat dengan matanya agar si murid kesayangan mundur dan menjauh darinya, Yu Ping pun terpaksa menurut. “Ketua Wu, kami sangat mengkhawatirkan Anda!” Ru Chen berdiri seraya memberi salam pada Wu Xian. “Aku tidak apa-apa, hanya kelelahan karena berlatih terlalu berat sebulan terakhir ini!” jawab ketua Hoa San beralasan. “Maaf bila saya lancang,” Liu Kang memberanikan diri ikut berdiri dan menangkupkan tan
"Selamat tinggal, Muridku!" bisik tetua Wang di telinga murid Pertama. Bersamaan dengan bisikan itu, ia mencabut pisaunya. Murid Pertama ambruk ke tanah dan menghembuskan napas terakhir dengan mata melotot. *** Hari semakin larut, sesi makan malam telah selesai. Tetapi beberapa ketua dari perguruan ternama masih berkumpul di aula, membicarakan tentang segala sesuatu yang sedang terjadi di dunia persilatan saat ini. Liu Kang, salah satu personil Empat Harimau dari Utara menceritakan tentang gerombolan Iblis Darah, yang mana gerombolan tersebut adalah gerombolan perampok darat paling meresahkan masyarakat. Biarawati Feng Huang dari Hoa Mei menceritakan tentang misteri hilangnya anak-anak perempuan yang konon menurut penduduk desa tempat ia singgah, gadis-gadis kecil tersebut diculik oleh sekte pemuja setan. Saat ia mencoba menyelidiki, tak ditemukan petunjuk apapun. Akhirnya ia memutuskan untuk meneruskan perjalanan menuju Ho