Mata Sesepuh Ming terbelalak lebar mendengar bisikan Tetua Perguruan Kunlun. "Tapi, apakah hal itu tidak membahayakan?" tanyanya ragu-ragu. Tetua Cheng kembali berbisik, kali ini lebih panjang dan detail. Sesepuh Ming menganggukkan kepala perlahan, meski raut wajahnya masih menyiratkan keraguan. "Baiklah, saya setuju!" kata Sesepuh Ming akhirnya, suaranya terdengar berat namun kali ini lebih tegas. "Bagus," Tetua Cheng tersenyum puas. "Semoga dengan cara ini kita bisa membebaskan Jenderal Xiao dari pengaruh ilmu hitam!" Kedua pria tua itu kemudian berjalan menjauh, bayangan mereka memanjang di bawah sinar rembulan. Tak ada seorang pun tahu apa yang sedang direncanakan mereka untuk mengubah nasib Perbatasan Timur. *** Fajar menyingsing di kota Jining. Yu Ping memasuki kota dengan langkah tenang. Ia menuntun kuda hitamnya yang gagah, suara derap kaki kuda itu terdengar mewarnai jalanan kota yang mulai ramai. Aroma menggiurkan dari sebuah kedai makan menarik perhatian Sang Pendeka
Salah seorang rekan Bataar, pria bertubuh kekar dengan bekas luka di pipi kirinya, menambahkan dengan nada serius, "Dan ingat ini baik-baik, apabila terjadi sesuatu yang membuat kita terpisah, kau harus mengikuti arah matahari terbit! Itu akan membimbingmu ke arah yang benar."Yu Ping mengangguk, "Saya mengerti dan akan mengingat semua pesan Anda. Terima kasih atas nasihat berharganya!" Ia mengingat setiap saran dengan seksama, menyadari bahwa pengetahuan ini mungkin akan menjadi kunci keselamatannya di padang gurun yang ganas.Mereka pun menghentakkan tali kekang kuda dengan mantap, memulai perjalanan menyusuri hamparan Gurun Gobi yang membentang luas bagai lautan pasir keemasan. Derap langkah kuda yang berirama memecah kesunyian, mengiringi rombongan kecil itu menuju Negeri Mongolia."Sepertinya Anda sudah sangat menguasai daerah ini, Tuan Bataar!" puji Yu Ping, suaranya memecah keheningan gurun yang mencekam. Bataar menoleh pada pemuda itu sekilas, matanya yang tajam menyiratkan pe
"Hati-hati, Tuan Bataar!" Yu Ping berteriak memperingatkan. Matanya melebar dilanda kecemasan saat melihat kereta yang dikemudikan Bataar melaju semakin cepat di atas pasir yang tak stabil.Bataar seolah tuli, tak menghiraukan peringatan Yu Ping. Kereta yang ditariknya justru makin kencang berlari, roda-rodanya berputar liar menggilas butiran pasir. Debu beterbangan di belakangnya, membentuk awan cokelat yang mengaburkan pandangan.Yu Ping memacu kudanya lebih cepat, berusaha mengejar dari belakang. Matanya tetap awas, bersiaga terhadap bahaya yang mungkin mengintai di balik bukit-bukit pasir.Tiba-tiba, terdengar suara mengerikan membelah udara.KRAKK!Bunyi retakan kayu yang memekakkan telinga membuat Yu Ping tersentak. Ia menyaksikan poros roda kereta bagian depan mulai goyah.BRUAKK!Dalam sekejap mata, poros roda itu patah sepenuhnya. Kereta oleng ke depan, terguling dengan suara berderak yang memilukan bersama dengan kuda-kuda yang menariknya. Pasir beterbangan ke segala arah, me
"Saudara kecil?" Yu Ping mengernyitkan kening, ia menoleh ke arah Bataar yang berdiri tegak di sampingnya."Siapa mereka, Tuan Bataar?" tanya Yu Ping setengah berbisik, suaranya nyaris tertelan deru angin gurun yang kencang. Dengan cerdik, ia menggunakan energi chi untuk mengalirkan suaranya hingga sampai ke telinga Bataar. Namun, pria itu tetap membisu, fokus menenangkan jantungnya yang berdebar kencang.Bataar menarik napas dalam-dalam, berusaha meneguhkan hati sebelum akhirnya bersuara. "Saudara tua, Temujin!" Ia menganggukkan kepala dengan hormat kepada pria yang berdiri paling depan. "Aku dan kelima saudaraku sudah memutuskan meninggalkan Klan Iblis Pasir Merah. Kuharap Kakak Temujin tidak lagi mengungkit masalah yang telah lama berlalu!"Temujin duduk tegak di atas pelana dengan angkuh. Wajah perseginya dicat dengan darah manusia hingga batas leher, kepalanya tertutup topi bulu yang mewah. Puluhan kalung emas dan mutiara hasil rampokan berkilauan menggantung di lehernya, sement
"Aku tidak akan meninggalkanmu!" tegas Yu Ping.Tiba-tiba terdengar suara Dewa Naga Dilong memperingatkannya melalui mata batin, "Yu Ping, ingatlah misimu! Jenderal Xiao Gang dan rakyat di Perbatasan Timur dalam bahaya. Kau harus segera menuju Mongolia!"Yu Ping memejamkan mata, hatinya terasa berat. Ia harus meninggalkan teman seperjalanannya yang baik hati demi tugas yang lebih besar."Selamat tinggal, Tuan Bataar," ucapnya lirih, suaranya tercekat oleh emosi yang tertahan."Cepat pergi!" Tanpa peringatan, Bataar segera mendorong Yu Ping dengan kekuatan penuh. Tubuh pemuda itu terpental ratusan meter, melayang di udara sebelum akhirnya mendarat dengan mulus di atas tanah berpasir.Yu Ping berdiri tegak, memandang Bataar dan gerombolan perampok di kejauhan. Langit di atas mereka mulai gelap, awan-awan hitam bergulung mengancam."Dasar Pengecut!" Suara Temujin membelah udara, penuh ejekan dan ancaman. "Mengaku murid naga tapi kabur seperti anak perempuan! Jangan lari, Nona ... akan ku
Di hadapan mereka, sosok Yu Ping berdiri dengan gagah. Kedua tangannya mendorong ke depan, wajahnya menampakkan konsentrasi yang luar biasa. Dari kedua telapak tangannya, terpancar energi yang membentuk kubah transparan atau disebut juga Perisai Langit tak kasat mata namun begitu kuat.Bataar dan Jargal terpana menyaksikan kehebatan Perisai Langit. Badai pasir raksasa yang mampu meluluhlantakkan apa pun di jalannya, ternyata tak mampu mengoyak kubah pelindung ini. Butiran-butiran pasir dan bebatuan yang terbawa angin kencang membentur perisai tak terlihat itu, kemudian terpental kembali ke pusaran badai.Sementara di luar kubah pelindung, badai terus mengamuk, menelan apa pun dan siapa pun yang tak beruntung berada di jalannya."Mengapa kau kembali?" Bataar menatap Yu Ping dengan pandangan tak mengerti, keheranan tergambar jelas di wajahnya, "Bukankah seharusnya kau sudah pergi jauh?"Yu Ping tersenyum tulus, "Bagaimana mungkin aku membiarkan temanku mengatasi masalah sendirian? Apaka
Suasana menjelang senja di sebelah Barat Gurun Gobi terasa mencekam. Langit berwarna jingga kemerahan, seolah membakar cakrawala. Pasir-pasir halus berkilau keemasan di bawah cahaya matahari yang mulai meredup, menciptakan panorama yang memesona sekaligus mematikan.Di tengah pemandangan itu, tampak lima sosok pria berpakaian hitam berjalan tertatih-tatih. Wajah mereka yang dicat merah mulai gosong terbakar terik matahari, kontras dengan pakaian gelap yang mereka kenakan. Keringat mengucur deras, membasahi kain hitam yang kini menempel erat di kulit mereka yang terbakar.Mereka menyusuri jalan berpasir dengan langkah terseok-seok, setiap langkah membutuhkan usaha luar biasa. Kaki-kaki mereka tenggelam dalam pasir yang panas, membuat setiap langkah terasa berat dan menyiksa. Sudah hampir seharian mereka berjalan, menembus terik matahari dan hembusan angin gurun yang panas."Kakak Temujin, mengapa kita berjalan menuju ke Barat bukannya kembali ke Mongolia saja?" Salah seorang dari lima
Temujin menutup telinga dengan kedua tangan yang gemetar, sementara matanya terpejam erat-erat. Ia berusaha menghalau suara-suara mengerikan yang menusuk gendang telinganya. Jeritan keempat anak buahnya yang menghadapi sakaratul maut menggema di padang gurun yang gersang, membelah kesunyian malam yang mencekam.KRAUSS! KRAUSS!Suara mengerikan itu terdengar lagi, membuat bulu kuduk Temujin meremang. Pemimpin klan Iblis Pasir Merah itu merasakan gelombang ketakutan menjalar di seluruh tubuhnya. Ia bisa membayangkan dengan jelas apa yang sedang terjadi, meskipun matanya masih terpejam rapat.Di kejauhan, Siluman Kalajengking sedang mengunyah tubuh si pria gempal -korban terakhir- dengan capit-capitnya yang tajam. Suara tulang yang remuk dan daging yang tercabik-cabik membuat Temujin mual. Ia bisa merasakan angin gurun yang dingin menyapu wajahnya, membawa aroma anyir darah yang membuatnya semakin pusing dan ingin muntah.Selang beberapa saat, keheningan yang mencekam kembali menyelimuti