"Sayang, aku bersalah, aku membuatmu kehilangan kakakmu," Alexander memiringkan tubuhnya menghadap Rianne, mengusap wajah mulus kekasihnya."Jangan dibahas lagi."Menghela napas pelan Alexander mengangguk, dia baru saja akan memejamkan mata, pintunya diketuk seseorang, Alexander yang ingin mengabaikan merasa terganggu karena ketukan itu tidak juga berhenti. "Tunggu disini, aku akan melihat siapa yang sudah berani mengganggu kita."Rianne hanya berdehem, dia memperhatikan Alexander yang melangkah ke arah pintu kemudian menghilang dibaliknya. Rianne memejamkan mata, dia lelah.Tetapi matanya kembali terbuka saat melihat Alexander yang terlihat terburu menggunakan kembali kemejanya."Kau mau kemana?"Alexander berbalik, dengan senyum tulusnya dia mendekati Rianne dan mencium keningnya, "Aku akan memeriksa sesuatu sebentar, mungkin akan kembali terlambat."Tianne mengerutkan kening, "Kemana? Bukankah kau bilang besok kita akan menikah?" Rianne duduk, dia jelas melihat wajah gusar Alexande
Alexander mengerutkan kening karena tidak biasanya ada yang mencarinya sampai dia sendiri yang meminta.Alexander melihat ke arab Rafh yang langsung diangguki oleh tangan kanannya tersebut."Tuan." Suara lembut dan sangat halus milik Erika, Alexander mengangkat wajah dan menatap lamat wanita yang pernah memuaskan nya saat itu. Beberapa orang yang tadi berjaga sudah keluar semua, termaksud Rafh. Alexander menugaskan nya dengan pekerjaan yang lebih penting.Membuat Framos merasakan akibat karena sudah berani mencari masalah dengan sang tuan."Tuan, Kau terlihat semakin tampan dan panas." Suara Erika mendayu ditelinga Alexander.Wanita itu mengenakan rok merah ketat diatas lutut, bahkan jika duduk isi dalam roknya akan terlihat sangat jelas, belum lagi, pakaian yang digunakannya, wanita itu mengenakan kemben yang juga berwarna merah menyala yang hanya menutupi bagian yang menonjol dan bulat sempurna."Duduklah!" Alexander adalah pria normal, disuguhi dengan hidangan lezat sudah pasti aka
"Anna ... tolong dengarkan aku." Alexander sudah membujuk sejak tadi tetapi Rianne tetap juga tidak tergoyahkan. Dia ingin tidur dan berharap rasa nyeri di perutnya mengurang.Rianne hanya meminum seteguk tetapi kenapa reaksinya harus segera? Sekarang dia menyesal. Sungguh menyesal."Bersihkan dirimu lalu tidur. Aku tidak mau mencium bau wanita lain di tubuhmu." Setelahnya Rianne benar-benar memejamkan mata sambil meringkuk.Melihat itu Alexander hanya menghela napas, dia berjalan memutari ranjang dan menghadap Rianne yang sudah memejamkan mata.Alexander membungkuk sedikit dan mengecup kening Rianne, setelah itu berjalan ke arah kamar mandi, membersihkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama.Sementara di tempat yang berbeda, Rafh sudah melakukan tugasnya dengan baik, membawa Erika ketempat yang sudah tuannya perintahkan."Tuan Rafh, lepaskan saya." Erika memberontak karena kaki dan tangannya terikat di tiang ranjang.Rafh hanya diam saja, menghembuskan asap rokok ke sembarang arah
Alexander menoleh ke belakang, tatapannya lurus pada sosok wanita lain di belakangnya, tidak hanya Alexander, Rianne dan yang lain juga menatap kebelakang, bahkan Rianne sudah meletakkan jus miliknya dan memperhatikan wanita baru yang mendekati suaminya."Alexander, kau kah ini? Kau menikah?" Frea mendekat dan memegang wajah Alexander tanpa rasa takut dan canggung di perhatikan oleh semua orang."Frea." Akhirnya Alexander mengingatnya, beberapa menit tadi kepala nya bekerja keras untuk menemukan wajah siapa yang berada di hadapannya. Alexander menyingkirkan tangan Frea dengan lembut agar tidak menyentuhnya terlalu lama.Rianne sudah duduk, Dokter Maya yang sebagai Dokter pribadinya membantu membawa kursi bersama dengan Arnita.Rianne kembali menyesap jus miliknya, menatap hampa kedua pasangan di hadapannya.Sejak semalam, sejak Alexander bermain bersama wanita lain, rasa percayanya memudar begitu saja. Rianne tahu seperti apa Alexander, tetapi dengan berbohong bahwa dia memiliki peker
Pelayan yang biasa melayani Rianne berlari tergopoh dengan spatula di tangannya. Mereka memang di minta untuk membuat makanan untuk menyambut tamu tuannya."Dimana Nyonya Rianne?""Maaf Tuan, tapi Nyonya belum kembali." Jawabnya takut.Alexander mengernyit, "Belum pulang?"Alexander memejamkan mata, setelah melihat pelayannya mengangguk yakin, Alexander langsung menelepon Rafh, dia baru tahu bahwa asistennya itu memang tidak terlihat."Kenapa tidak mengabariku, Rafh!" Bentaknya melalui ponselnya.Menghembuskan napas pelan, mencoba tenang dia menatap Frea yang sejak tadi hanya diam saja menyaksikan bagaimana Alexander yang sangat terlihat sangat khawatir."Tolong, bawa Frea di kamar yang biasa Caroline gunakan!"Pelayan wanita yang biasa di panggil Bi Fath itu mengangguk, dan membawa tamu nya ke dalam kamar yang tuannya perintahkan."Apakah Alexander selalu berteriak seperti itu?" Tanya Frea pada si pelayan. Alexander langsung berlari mengendarai mobilnya setelah menutup panggilan dari
"Kau hanya punya pilihan itu, Nona." Ujarnya menatap datar Erika yang tidak ada menariknya sama sekali.Bagi Rafh satu-satunya wanita menarik menurutnya adalah--Ah, semakin Rafh mengingatnya semakin besar rasa rindunyaSetelah menimbang beberapa menit, akhirnya Erika.mengangguk lemah, dan itu membuat Rafh sedikit lega karena urusannya berkurang satu."Baiklah, besok sore aku akan menjemputmu, aku sendiri yang akan membawamu bertemu dengan nyonya Rianne."Setelahnya, Rafh berlalu lagi, mengabaikan teriakan melemah Erika._____Alexander masuk ke dalam kamar setelah berbicara lama dengan Rafh, memastikan pekerjaan asistennya itu berjalan dengan baik seperti biasa."Sayang, kau tidur lagi?" Alexander mendekati ranjang dan memeriksa sang istri yang sudah memejamkan mata lagi.Menghembuskan napas panjang, Alexander masuk ke dalam kamar mandi membersihkan diri, dan saat itulah Rianne membuka mata.Rianne menunggu sampai Alexander keluar dari kamar mandi, tatapannya lurus pada jam di atas na
Semua menoleh ke arah sumber suara, senyum lebar Frea jelas sekali terlihat oleh Arnita, namun sedetik kemudian menghilang saat melihat seseorang berjalan di belakang sang tuan."Kalian bisa kembali." Titah Alexander pada Arnita dan juga Roi. Keduanya mengangguk dan undur diri. Arnita jelas bahagia karena sudah melihat sang nyonya rasa teman baginya."Frea ... katakan, kau ingin mengatakan apa?" Tuntut Alexander lagi. Rianne berdiri di sebelah suaminya, menatap Frea biasa saja. Adik Arche ini, memang jarang sekali bersikap ramah setelah kepergian kakaknya dan bertemu dengan Alexander."Lebih baik kita bicara di ruang keluarga saja. Aku lelah kalau harus berdiri." Sahut Rianne."Benar. Kita bisa bicara santai di ruang keluarga. Ayo Frea." Alexander sudah melewati Frea dan membimbingnya ke ruang keluarga diikuti oleh Rianne.Mereka bergandengan jadi pasti jalan bersebelahan."Tapi ... aku hanya ingin bicara berdua denganmu." Desaknya pada Alexander.Rianne mengerutkan kening, wanita ham
Belum sempat Alexander menjawab Rianne sudah tidak sadarkan diri. Alexander membawa Rianne masuk ke dalam mobil yang dikemudi oleh dirinya sendiri, sementara Arnita dibelakang menjaga Rianne."Nyonya ... bertahanlah!" Arnita begitu panik sekarang.Alexander melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, melihat darah yang keluar semakin membuatnya kalut.Sampai di rumah sakit, Maya langsung membawa Rianne ke ruang rawat. Wanita yang terlihat baik-baik saat itu sudah terlihat sangat lemah.Arnita dan Alexander menunggu di luar. Pria tampan itu sudah terlihat sangat gelisah, saat bersamaan ponselnya berdering, Alexander meminta Arnita untuk menunggu Rianne selama dia menjawab panggilan dari Rafh."Katakan!"Rafh melaporkan bahwa anak buahnya sudah mendapatkan kembali uang mereka yang dibawa oleh Framos, pria yang dengan percaya diri datang ingin mengambil Rianne dalam dekapan Alexander itu sudah mereka bereskan dengan mudah.Alexander selalu bangga dengan apa yang Rafh lakukan, s