"Anna ... tolong dengarkan aku." Alexander sudah membujuk sejak tadi tetapi Rianne tetap juga tidak tergoyahkan. Dia ingin tidur dan berharap rasa nyeri di perutnya mengurang.Rianne hanya meminum seteguk tetapi kenapa reaksinya harus segera? Sekarang dia menyesal. Sungguh menyesal."Bersihkan dirimu lalu tidur. Aku tidak mau mencium bau wanita lain di tubuhmu." Setelahnya Rianne benar-benar memejamkan mata sambil meringkuk.Melihat itu Alexander hanya menghela napas, dia berjalan memutari ranjang dan menghadap Rianne yang sudah memejamkan mata.Alexander membungkuk sedikit dan mengecup kening Rianne, setelah itu berjalan ke arah kamar mandi, membersihkan diri dalam jangka waktu yang cukup lama.Sementara di tempat yang berbeda, Rafh sudah melakukan tugasnya dengan baik, membawa Erika ketempat yang sudah tuannya perintahkan."Tuan Rafh, lepaskan saya." Erika memberontak karena kaki dan tangannya terikat di tiang ranjang.Rafh hanya diam saja, menghembuskan asap rokok ke sembarang arah
Alexander menoleh ke belakang, tatapannya lurus pada sosok wanita lain di belakangnya, tidak hanya Alexander, Rianne dan yang lain juga menatap kebelakang, bahkan Rianne sudah meletakkan jus miliknya dan memperhatikan wanita baru yang mendekati suaminya."Alexander, kau kah ini? Kau menikah?" Frea mendekat dan memegang wajah Alexander tanpa rasa takut dan canggung di perhatikan oleh semua orang."Frea." Akhirnya Alexander mengingatnya, beberapa menit tadi kepala nya bekerja keras untuk menemukan wajah siapa yang berada di hadapannya. Alexander menyingkirkan tangan Frea dengan lembut agar tidak menyentuhnya terlalu lama.Rianne sudah duduk, Dokter Maya yang sebagai Dokter pribadinya membantu membawa kursi bersama dengan Arnita.Rianne kembali menyesap jus miliknya, menatap hampa kedua pasangan di hadapannya.Sejak semalam, sejak Alexander bermain bersama wanita lain, rasa percayanya memudar begitu saja. Rianne tahu seperti apa Alexander, tetapi dengan berbohong bahwa dia memiliki peker
Pelayan yang biasa melayani Rianne berlari tergopoh dengan spatula di tangannya. Mereka memang di minta untuk membuat makanan untuk menyambut tamu tuannya."Dimana Nyonya Rianne?""Maaf Tuan, tapi Nyonya belum kembali." Jawabnya takut.Alexander mengernyit, "Belum pulang?"Alexander memejamkan mata, setelah melihat pelayannya mengangguk yakin, Alexander langsung menelepon Rafh, dia baru tahu bahwa asistennya itu memang tidak terlihat."Kenapa tidak mengabariku, Rafh!" Bentaknya melalui ponselnya.Menghembuskan napas pelan, mencoba tenang dia menatap Frea yang sejak tadi hanya diam saja menyaksikan bagaimana Alexander yang sangat terlihat sangat khawatir."Tolong, bawa Frea di kamar yang biasa Caroline gunakan!"Pelayan wanita yang biasa di panggil Bi Fath itu mengangguk, dan membawa tamu nya ke dalam kamar yang tuannya perintahkan."Apakah Alexander selalu berteriak seperti itu?" Tanya Frea pada si pelayan. Alexander langsung berlari mengendarai mobilnya setelah menutup panggilan dari
"Kau hanya punya pilihan itu, Nona." Ujarnya menatap datar Erika yang tidak ada menariknya sama sekali.Bagi Rafh satu-satunya wanita menarik menurutnya adalah--Ah, semakin Rafh mengingatnya semakin besar rasa rindunyaSetelah menimbang beberapa menit, akhirnya Erika.mengangguk lemah, dan itu membuat Rafh sedikit lega karena urusannya berkurang satu."Baiklah, besok sore aku akan menjemputmu, aku sendiri yang akan membawamu bertemu dengan nyonya Rianne."Setelahnya, Rafh berlalu lagi, mengabaikan teriakan melemah Erika._____Alexander masuk ke dalam kamar setelah berbicara lama dengan Rafh, memastikan pekerjaan asistennya itu berjalan dengan baik seperti biasa."Sayang, kau tidur lagi?" Alexander mendekati ranjang dan memeriksa sang istri yang sudah memejamkan mata lagi.Menghembuskan napas panjang, Alexander masuk ke dalam kamar mandi membersihkan diri, dan saat itulah Rianne membuka mata.Rianne menunggu sampai Alexander keluar dari kamar mandi, tatapannya lurus pada jam di atas na
Semua menoleh ke arah sumber suara, senyum lebar Frea jelas sekali terlihat oleh Arnita, namun sedetik kemudian menghilang saat melihat seseorang berjalan di belakang sang tuan."Kalian bisa kembali." Titah Alexander pada Arnita dan juga Roi. Keduanya mengangguk dan undur diri. Arnita jelas bahagia karena sudah melihat sang nyonya rasa teman baginya."Frea ... katakan, kau ingin mengatakan apa?" Tuntut Alexander lagi. Rianne berdiri di sebelah suaminya, menatap Frea biasa saja. Adik Arche ini, memang jarang sekali bersikap ramah setelah kepergian kakaknya dan bertemu dengan Alexander."Lebih baik kita bicara di ruang keluarga saja. Aku lelah kalau harus berdiri." Sahut Rianne."Benar. Kita bisa bicara santai di ruang keluarga. Ayo Frea." Alexander sudah melewati Frea dan membimbingnya ke ruang keluarga diikuti oleh Rianne.Mereka bergandengan jadi pasti jalan bersebelahan."Tapi ... aku hanya ingin bicara berdua denganmu." Desaknya pada Alexander.Rianne mengerutkan kening, wanita ham
Belum sempat Alexander menjawab Rianne sudah tidak sadarkan diri. Alexander membawa Rianne masuk ke dalam mobil yang dikemudi oleh dirinya sendiri, sementara Arnita dibelakang menjaga Rianne."Nyonya ... bertahanlah!" Arnita begitu panik sekarang.Alexander melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, melihat darah yang keluar semakin membuatnya kalut.Sampai di rumah sakit, Maya langsung membawa Rianne ke ruang rawat. Wanita yang terlihat baik-baik saat itu sudah terlihat sangat lemah.Arnita dan Alexander menunggu di luar. Pria tampan itu sudah terlihat sangat gelisah, saat bersamaan ponselnya berdering, Alexander meminta Arnita untuk menunggu Rianne selama dia menjawab panggilan dari Rafh."Katakan!"Rafh melaporkan bahwa anak buahnya sudah mendapatkan kembali uang mereka yang dibawa oleh Framos, pria yang dengan percaya diri datang ingin mengambil Rianne dalam dekapan Alexander itu sudah mereka bereskan dengan mudah.Alexander selalu bangga dengan apa yang Rafh lakukan, s
Alexander mengernyit, dia berpikir keras bagaimana anak sekecil Jonas ingin menjadi seorang penjahat untuk membalas dendam orang tuanya.Di ruangan yang didominasi warna gelap itu, Alexander menatap lekat anak kecil di hadapannya, masih terlalu dini untuk urusan seperti keinginannya."Kau tahu, siapa yang membunuh orang tuamu?"Jonas menggeleng, itu membuat Alexander semakin resah. Bagaimana dia bisa balas dendam jika pembunuh orang tuanya saja tidak dikenali."Lalu bagaimana kau akan membalas dendammu?""Paman, ajarkan saja aku menjadi kuat, saat besar nanti aku akan menemukannya sendiri."Menghembuskan napas pelan, Alexander menyilangkan kakinya menatap Jonas yang begitu bersungguh-sungguh dalam niatnya."Dimana kau tinggal selama ini?""Di panti asuhan. Tapi aku kabur dan berlari ke rumah sakit. Untungnya Tuhan menajamkan mata dan telingaku, dan menemukan paman.""Kabur? Bagaimana bisa kabur? Bukankah ada penjaan? Dan kau--,""Paman, jangan menanyakan itu, aku sudah sering berusaha
"Rafh ... bawa Renata malam ini juga." Perintah Alexander pada Rafh yang berlari setelah mendengar suara sang tuan yang menggema.Rafh langsung mengangguk dan memerintahkan beberapa anak buahnya untuk memanggil nama yang baru saja Erika sebutkan–Renata."Tuan ... ada apa? Kenapa Anda terlihat sangat marah?" Erika berdiri dan mundur selangkah, melihat kemarahan Alexander membuat bulu kuduknya merinding."Kau diam. Jangan bergerak sebelum temanmu datang menemanimu."Erika luruh sampai berlutut, "Tuan, maafkan saja, jika memang saya salah tolong beri saya kesempatan untuk berubah." Erika sudah mulai merasa terancam. Sudah cukup dia terkurung selama ini, dia tidak akan mampu jika hukumannya harus ditambahkan."Bukankah kau yang menungguku untuk datang?" Alexander melewati Erika, mengambil kemejanya fan duduk kembali di sofa miliknya."Tuan saya bersalah." Erika tidak tahu kenapa suasana nya berubah begitu pekat, padahal tadi saat dia masuk tidak merasakan apapun selain rasa bahagia karena
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?