Alexander mengernyit, dia berpikir keras bagaimana anak sekecil Jonas ingin menjadi seorang penjahat untuk membalas dendam orang tuanya.Di ruangan yang didominasi warna gelap itu, Alexander menatap lekat anak kecil di hadapannya, masih terlalu dini untuk urusan seperti keinginannya."Kau tahu, siapa yang membunuh orang tuamu?"Jonas menggeleng, itu membuat Alexander semakin resah. Bagaimana dia bisa balas dendam jika pembunuh orang tuanya saja tidak dikenali."Lalu bagaimana kau akan membalas dendammu?""Paman, ajarkan saja aku menjadi kuat, saat besar nanti aku akan menemukannya sendiri."Menghembuskan napas pelan, Alexander menyilangkan kakinya menatap Jonas yang begitu bersungguh-sungguh dalam niatnya."Dimana kau tinggal selama ini?""Di panti asuhan. Tapi aku kabur dan berlari ke rumah sakit. Untungnya Tuhan menajamkan mata dan telingaku, dan menemukan paman.""Kabur? Bagaimana bisa kabur? Bukankah ada penjaan? Dan kau--,""Paman, jangan menanyakan itu, aku sudah sering berusaha
"Rafh ... bawa Renata malam ini juga." Perintah Alexander pada Rafh yang berlari setelah mendengar suara sang tuan yang menggema.Rafh langsung mengangguk dan memerintahkan beberapa anak buahnya untuk memanggil nama yang baru saja Erika sebutkan–Renata."Tuan ... ada apa? Kenapa Anda terlihat sangat marah?" Erika berdiri dan mundur selangkah, melihat kemarahan Alexander membuat bulu kuduknya merinding."Kau diam. Jangan bergerak sebelum temanmu datang menemanimu."Erika luruh sampai berlutut, "Tuan, maafkan saja, jika memang saya salah tolong beri saya kesempatan untuk berubah." Erika sudah mulai merasa terancam. Sudah cukup dia terkurung selama ini, dia tidak akan mampu jika hukumannya harus ditambahkan."Bukankah kau yang menungguku untuk datang?" Alexander melewati Erika, mengambil kemejanya fan duduk kembali di sofa miliknya."Tuan saya bersalah." Erika tidak tahu kenapa suasana nya berubah begitu pekat, padahal tadi saat dia masuk tidak merasakan apapun selain rasa bahagia karena
Ketiganya menelan ludah dengan susah payah. Ketiganya saling pandang, mereka sama-sama tidak tahu kalau pria di hadapannya tahu rencana mereka."Tuan, maafkan saya," Erika yang lebih dulu membuka suara. Dia yang paling takut. Rumor tentang kekejaman sang tuan sudah menyebar di asrama wanita. Tidak ada yang tidak tahu bagaimana pria pemilik tempat perjudian itu jika marah. Sudah banyak nyawa yang melayang, walau terkadang bukan tangannya yang membunuh. Tetapi tetap saja, jika bibir menggoda itu sudah memberi perintah maka, tidak akan ada yang bisa mereka lakukan."Saya melakukannya karena saya menyukai Anda." Jujur Erika."Cinta seperti apa? Kau bahkan membuat berita bahwa istriku bukan wanita baik di asrama, kau sadar, siapa pemilik asrama itu Erika?"Erika menangis, dia bersalah, dia memang menyebarkan berita bohong, menjelekkan nama Rianne kepada seluruh penghuni asrama. Dia memang pernah melihat Rianne sesekali di kedai, jelas saja dia tahu, karena semua tentang Alexander ditelusu
"Hahaha!" Arnita tertawa keras, "Kau pikir aku takut? Ayo ... lakukan, aku ingin melihat seberapa hebat, adik Arche ini.""Arnita, aku bilang, turunkan pisau itu. Kau kenapa?" Rianne mencoba bernego sambil memikirkan situasi ini, dia tidak tahu, bagaimana mungkin wanita yang dia anggap sahabat selama ini melakukan hal mengerikan seperti sekarang."Oh. Sayang sekali. Kau tahu, Rianne ... sejak pertama kali melihatmu, aku sudah ingin membunuhmu." Rianne mengernyitkan kening. Ada apa dengan Arnita sebenarnya."Kau bingung ya? Suamimu, pria bodoh itu sudah memudahkan langkahku, dia ... membawaku lebih dekat dengan tujuanku selama ini." Arnita menatap Rianne remeh, "Membunuhmu."Sekarang giliran Rianne yang terkekeh, dia merasa sangat memprihatinkan, tidak satupun dari orang terdekatnya yang benar-benar tulus padanya. Tidak satupun termasuk suaminya--Alexander."Kalian semua ternyata saja saja. Sengaja menggunakan topeng malaikat untuk mengelabuiku." Rianne kembali tertawa, tetapi dadanya
Alexander memanggil para pengawal untuk membawa Arnita ke rumah sakit miliknya. Dokter Maya yang ingin ikut dengan para pengawal di cegah oleh Alexander, karena tugasnya adalah merawat Rianne bukan yang lain.Dokter Maya mengangguk patuh. Sudah kewajibannya untuk mengikuti semua yang diperintahkan Tuan dan Nyonya kepadanya. Apalagi setelah menyaksikan bagaimana sang nyonya membalas perlakuan asisten rumah tangganya.Ya, Dokter Maya tahu, kalau Arnita adalah asisten pribadi Rianne yang di anggap seperti saudara. Tetapi siapa sangka bahwa apa yang wanita itu katakan membuat semua orang terkejut termasuk Rianne."Paman ... ada apa?" Jonas juga berlari saat melihat Alexander yang mencoba menahan Rianne untuk ikut dengan para rombongan."Aku harus memastikan dia baik-baik saja.""Setelah dia menyerangmu?""Alexander, dia ... dia seperti itu karena kak Arche. Kau tidak akan paham." Rianne masih bersikeras, walaupun dia juga merasa tidak sehat sama sekali "Bibi ... tenanglah! Wajahmu sangat
Semuanya mengangguk serempat. Mereka semua sudah tahu kalau tuannya sudah menikah dan wajah sang nyonya juga sudah mereka lihat. Rafh dengan suka rela memberikan mereka tontonan gratis bahwa sang tuan surah menikah. Hal itu dilakukan untuk menjaga agar tidak satupun mereka mengganggu Rianne, tetapi siapa sangka bahwa Erika begitu nekad dan meremehkan peringatan.Sebelum Alexander berdiri, dia meminta kepada wanita tua yang selama ini dipercaya menjadi ketua mereka, untuk melakukan perpisahan terakhir kepada Erika.Mereka akan mengadakan pemakaman privat untuk mencegah dunia luar tahu apa yang terjadi di dalam ranah mereka.Karena bagi Alexander, semakin sedikit yang tahu kepergian salah satu orangnya, maka semakin aman usahanya.Alexander bukan tidak tahu, bahwa apa yang di kembangkannya adalah dosa. Tetapi, dia meyakini kalau apa yang dilakukannya adalah bentuk pertolongan kepada banyak pihak. Termasuk orang-orang yang bekerja di tempat perjudiannya.Wanita yang bertugas menjadi pela
"Bagaimana kondisi Arnita? Aku berencana menjenguknya hari ini, kau ingin ikut?"Alexander yang ingin melepas kancing kemejanya menoleh pada Rianne sekilas, "Kau tidak akan kemana-mana. Perhatikan kesehatanmu."Alexander masuk ke dalam kamar mandi, tidak menunggu Rianne mengeluarkan suara lagi. Sementara Rianne yang melihat itu menghela napas dalam dan memungut kemeja Alexander yang berserakan di bawah ranjang.Beberapa menit kemudian, Alexander keluar dari kamar mandi, langsung masuk ke walk in closet miliknya, di dalam sudah ada Rianne yang memilih pakaian untuk nya."Gunakan ini." Katanya meminta Alexander duduk di sofa bundar depan cermin besar. Rianne melanjutkan, "Aku ingin mendengar cerita lain darinya. Aku tidak percaya kalau Kak Arche menghamilinya."Alexander bergeming, Rianne melanjutkan, "Kau percaya tidak kalau kak Arche benar-benar melakukan itu?""Hanya kau yang mengenali kakakmu. Benar tidaknya apa yang Arnita katakan, tanyakan itu pada hatimu."Rianne menghentikan gera
Frea menoleh pada atasannya, dengan senyum getir dia menggeleng, tetapi, yang dihadapinya adalah Orlando, pria itu tahu bagaimana rasanya berada di posisi Frea. "Kita bisa mencari tempat makan yang lain." Orlando sudah akan berdiri tetapi Frea menahannya. Makanan sudah berada diatas meja, akan sangat disayangkan kalau di tinggal tanpa di sentuh."Aku tidak tahu kalau mereka juga akan makan di tempat ini." Kata Orlando pada Frea yang masih mendongak pada pasangan bahagia diatas dasana."Tuan tidak salah," menghela napas panjag Frea kembali memusatkan perhatiannya pada Orlando dan makanan mereka yang masih terlihat menggiurkan dan hangat. "Lebih baik kita segera makan, aku lapar." Putus Frea tanpa sungkan.Orlando mengangguk pelan tetapi siapa sangka bahwa hatinya juga remuk redam. Melihat bagaimana Rianne yang tersenyum hangat dan memancarkan cinta pada musuhnya sungguh membuat hatinya memanas."Aku akan membalasmu, Alexander." Batinnya menahan rasa nyeri di hati. Ia mulai memakan ma