Belum sempat Alexander menjawab Rianne sudah tidak sadarkan diri. Alexander membawa Rianne masuk ke dalam mobil yang dikemudi oleh dirinya sendiri, sementara Arnita dibelakang menjaga Rianne."Nyonya ... bertahanlah!" Arnita begitu panik sekarang.Alexander melajukan mobilnya dengan kecepatan diatas rata-rata, melihat darah yang keluar semakin membuatnya kalut.Sampai di rumah sakit, Maya langsung membawa Rianne ke ruang rawat. Wanita yang terlihat baik-baik saat itu sudah terlihat sangat lemah.Arnita dan Alexander menunggu di luar. Pria tampan itu sudah terlihat sangat gelisah, saat bersamaan ponselnya berdering, Alexander meminta Arnita untuk menunggu Rianne selama dia menjawab panggilan dari Rafh."Katakan!"Rafh melaporkan bahwa anak buahnya sudah mendapatkan kembali uang mereka yang dibawa oleh Framos, pria yang dengan percaya diri datang ingin mengambil Rianne dalam dekapan Alexander itu sudah mereka bereskan dengan mudah.Alexander selalu bangga dengan apa yang Rafh lakukan, s
Alexander mengernyit, dia berpikir keras bagaimana anak sekecil Jonas ingin menjadi seorang penjahat untuk membalas dendam orang tuanya.Di ruangan yang didominasi warna gelap itu, Alexander menatap lekat anak kecil di hadapannya, masih terlalu dini untuk urusan seperti keinginannya."Kau tahu, siapa yang membunuh orang tuamu?"Jonas menggeleng, itu membuat Alexander semakin resah. Bagaimana dia bisa balas dendam jika pembunuh orang tuanya saja tidak dikenali."Lalu bagaimana kau akan membalas dendammu?""Paman, ajarkan saja aku menjadi kuat, saat besar nanti aku akan menemukannya sendiri."Menghembuskan napas pelan, Alexander menyilangkan kakinya menatap Jonas yang begitu bersungguh-sungguh dalam niatnya."Dimana kau tinggal selama ini?""Di panti asuhan. Tapi aku kabur dan berlari ke rumah sakit. Untungnya Tuhan menajamkan mata dan telingaku, dan menemukan paman.""Kabur? Bagaimana bisa kabur? Bukankah ada penjaan? Dan kau--,""Paman, jangan menanyakan itu, aku sudah sering berusaha
"Rafh ... bawa Renata malam ini juga." Perintah Alexander pada Rafh yang berlari setelah mendengar suara sang tuan yang menggema.Rafh langsung mengangguk dan memerintahkan beberapa anak buahnya untuk memanggil nama yang baru saja Erika sebutkan–Renata."Tuan ... ada apa? Kenapa Anda terlihat sangat marah?" Erika berdiri dan mundur selangkah, melihat kemarahan Alexander membuat bulu kuduknya merinding."Kau diam. Jangan bergerak sebelum temanmu datang menemanimu."Erika luruh sampai berlutut, "Tuan, maafkan saja, jika memang saya salah tolong beri saya kesempatan untuk berubah." Erika sudah mulai merasa terancam. Sudah cukup dia terkurung selama ini, dia tidak akan mampu jika hukumannya harus ditambahkan."Bukankah kau yang menungguku untuk datang?" Alexander melewati Erika, mengambil kemejanya fan duduk kembali di sofa miliknya."Tuan saya bersalah." Erika tidak tahu kenapa suasana nya berubah begitu pekat, padahal tadi saat dia masuk tidak merasakan apapun selain rasa bahagia karena
Ketiganya menelan ludah dengan susah payah. Ketiganya saling pandang, mereka sama-sama tidak tahu kalau pria di hadapannya tahu rencana mereka."Tuan, maafkan saya," Erika yang lebih dulu membuka suara. Dia yang paling takut. Rumor tentang kekejaman sang tuan sudah menyebar di asrama wanita. Tidak ada yang tidak tahu bagaimana pria pemilik tempat perjudian itu jika marah. Sudah banyak nyawa yang melayang, walau terkadang bukan tangannya yang membunuh. Tetapi tetap saja, jika bibir menggoda itu sudah memberi perintah maka, tidak akan ada yang bisa mereka lakukan."Saya melakukannya karena saya menyukai Anda." Jujur Erika."Cinta seperti apa? Kau bahkan membuat berita bahwa istriku bukan wanita baik di asrama, kau sadar, siapa pemilik asrama itu Erika?"Erika menangis, dia bersalah, dia memang menyebarkan berita bohong, menjelekkan nama Rianne kepada seluruh penghuni asrama. Dia memang pernah melihat Rianne sesekali di kedai, jelas saja dia tahu, karena semua tentang Alexander ditelusu
"Hahaha!" Arnita tertawa keras, "Kau pikir aku takut? Ayo ... lakukan, aku ingin melihat seberapa hebat, adik Arche ini.""Arnita, aku bilang, turunkan pisau itu. Kau kenapa?" Rianne mencoba bernego sambil memikirkan situasi ini, dia tidak tahu, bagaimana mungkin wanita yang dia anggap sahabat selama ini melakukan hal mengerikan seperti sekarang."Oh. Sayang sekali. Kau tahu, Rianne ... sejak pertama kali melihatmu, aku sudah ingin membunuhmu." Rianne mengernyitkan kening. Ada apa dengan Arnita sebenarnya."Kau bingung ya? Suamimu, pria bodoh itu sudah memudahkan langkahku, dia ... membawaku lebih dekat dengan tujuanku selama ini." Arnita menatap Rianne remeh, "Membunuhmu."Sekarang giliran Rianne yang terkekeh, dia merasa sangat memprihatinkan, tidak satupun dari orang terdekatnya yang benar-benar tulus padanya. Tidak satupun termasuk suaminya--Alexander."Kalian semua ternyata saja saja. Sengaja menggunakan topeng malaikat untuk mengelabuiku." Rianne kembali tertawa, tetapi dadanya
Alexander memanggil para pengawal untuk membawa Arnita ke rumah sakit miliknya. Dokter Maya yang ingin ikut dengan para pengawal di cegah oleh Alexander, karena tugasnya adalah merawat Rianne bukan yang lain.Dokter Maya mengangguk patuh. Sudah kewajibannya untuk mengikuti semua yang diperintahkan Tuan dan Nyonya kepadanya. Apalagi setelah menyaksikan bagaimana sang nyonya membalas perlakuan asisten rumah tangganya.Ya, Dokter Maya tahu, kalau Arnita adalah asisten pribadi Rianne yang di anggap seperti saudara. Tetapi siapa sangka bahwa apa yang wanita itu katakan membuat semua orang terkejut termasuk Rianne."Paman ... ada apa?" Jonas juga berlari saat melihat Alexander yang mencoba menahan Rianne untuk ikut dengan para rombongan."Aku harus memastikan dia baik-baik saja.""Setelah dia menyerangmu?""Alexander, dia ... dia seperti itu karena kak Arche. Kau tidak akan paham." Rianne masih bersikeras, walaupun dia juga merasa tidak sehat sama sekali "Bibi ... tenanglah! Wajahmu sangat
Semuanya mengangguk serempat. Mereka semua sudah tahu kalau tuannya sudah menikah dan wajah sang nyonya juga sudah mereka lihat. Rafh dengan suka rela memberikan mereka tontonan gratis bahwa sang tuan surah menikah. Hal itu dilakukan untuk menjaga agar tidak satupun mereka mengganggu Rianne, tetapi siapa sangka bahwa Erika begitu nekad dan meremehkan peringatan.Sebelum Alexander berdiri, dia meminta kepada wanita tua yang selama ini dipercaya menjadi ketua mereka, untuk melakukan perpisahan terakhir kepada Erika.Mereka akan mengadakan pemakaman privat untuk mencegah dunia luar tahu apa yang terjadi di dalam ranah mereka.Karena bagi Alexander, semakin sedikit yang tahu kepergian salah satu orangnya, maka semakin aman usahanya.Alexander bukan tidak tahu, bahwa apa yang di kembangkannya adalah dosa. Tetapi, dia meyakini kalau apa yang dilakukannya adalah bentuk pertolongan kepada banyak pihak. Termasuk orang-orang yang bekerja di tempat perjudiannya.Wanita yang bertugas menjadi pela
"Bagaimana kondisi Arnita? Aku berencana menjenguknya hari ini, kau ingin ikut?"Alexander yang ingin melepas kancing kemejanya menoleh pada Rianne sekilas, "Kau tidak akan kemana-mana. Perhatikan kesehatanmu."Alexander masuk ke dalam kamar mandi, tidak menunggu Rianne mengeluarkan suara lagi. Sementara Rianne yang melihat itu menghela napas dalam dan memungut kemeja Alexander yang berserakan di bawah ranjang.Beberapa menit kemudian, Alexander keluar dari kamar mandi, langsung masuk ke walk in closet miliknya, di dalam sudah ada Rianne yang memilih pakaian untuk nya."Gunakan ini." Katanya meminta Alexander duduk di sofa bundar depan cermin besar. Rianne melanjutkan, "Aku ingin mendengar cerita lain darinya. Aku tidak percaya kalau Kak Arche menghamilinya."Alexander bergeming, Rianne melanjutkan, "Kau percaya tidak kalau kak Arche benar-benar melakukan itu?""Hanya kau yang mengenali kakakmu. Benar tidaknya apa yang Arnita katakan, tanyakan itu pada hatimu."Rianne menghentikan gera
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?