"Bagaimana kondisi Arnita? Aku berencana menjenguknya hari ini, kau ingin ikut?"Alexander yang ingin melepas kancing kemejanya menoleh pada Rianne sekilas, "Kau tidak akan kemana-mana. Perhatikan kesehatanmu."Alexander masuk ke dalam kamar mandi, tidak menunggu Rianne mengeluarkan suara lagi. Sementara Rianne yang melihat itu menghela napas dalam dan memungut kemeja Alexander yang berserakan di bawah ranjang.Beberapa menit kemudian, Alexander keluar dari kamar mandi, langsung masuk ke walk in closet miliknya, di dalam sudah ada Rianne yang memilih pakaian untuk nya."Gunakan ini." Katanya meminta Alexander duduk di sofa bundar depan cermin besar. Rianne melanjutkan, "Aku ingin mendengar cerita lain darinya. Aku tidak percaya kalau Kak Arche menghamilinya."Alexander bergeming, Rianne melanjutkan, "Kau percaya tidak kalau kak Arche benar-benar melakukan itu?""Hanya kau yang mengenali kakakmu. Benar tidaknya apa yang Arnita katakan, tanyakan itu pada hatimu."Rianne menghentikan gera
Frea menoleh pada atasannya, dengan senyum getir dia menggeleng, tetapi, yang dihadapinya adalah Orlando, pria itu tahu bagaimana rasanya berada di posisi Frea. "Kita bisa mencari tempat makan yang lain." Orlando sudah akan berdiri tetapi Frea menahannya. Makanan sudah berada diatas meja, akan sangat disayangkan kalau di tinggal tanpa di sentuh."Aku tidak tahu kalau mereka juga akan makan di tempat ini." Kata Orlando pada Frea yang masih mendongak pada pasangan bahagia diatas dasana."Tuan tidak salah," menghela napas panjag Frea kembali memusatkan perhatiannya pada Orlando dan makanan mereka yang masih terlihat menggiurkan dan hangat. "Lebih baik kita segera makan, aku lapar." Putus Frea tanpa sungkan.Orlando mengangguk pelan tetapi siapa sangka bahwa hatinya juga remuk redam. Melihat bagaimana Rianne yang tersenyum hangat dan memancarkan cinta pada musuhnya sungguh membuat hatinya memanas."Aku akan membalasmu, Alexander." Batinnya menahan rasa nyeri di hati. Ia mulai memakan ma
Seseorang menepuk pundak Rafh beberapa kali, menyadarkan lria itu bahwa bukan saatnya untuk menangisi sesuatu yang belum pasti kebenarannya."Tuan. Orang di rumah melaporkan bahwa tuan Alexadander berada di mansion." Rafh mendongak, mencerna apa yang baru saja didengarnya."Kau bilang apa?""Tuan ... sudah berada di rumah, penjaga mengatakan bahwa ada mobil hitam membawa tuan dan ... melemparnya." Rafh berdiri, tidak malu mengusap air yang membasahi wajahnya tadi. Dia meminta anak buahnya kembali mengatakan apa yang tadi di dengarnya, "Bisa kau jelaskan lagi?""Itu ... Tuan berada di rumah."Rafh langsung berlari ke.arah mobil, mendengar itu membuat jantungnya berdebar kencang, Alexander adalah penyelamatnya selama ini.Di perjalanan, dia terus menelepon dokter Maya memberi titah agar menyiapkan semuajyang di butuhkan. "Oh, Tuhan, terima kasih karena tuan masih selamat."Sepanjang jalan Rafh tidak henti mengucapkan kata syukur karena kedua atasnya bisa selamat dari bahayanya Orlando
Sampai di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar. Maya melihat seorang wanita gempal tengah terbaring di sana. Alexander mendekat dengan raut muka tanpa ekspresi seperti biasanya."Dokter, tolong periksa dia!"Dokter Maya mengangguk dan duduk di kursi yang sudah disediakan. Wanita gempal itu memandang Alexander dengan tatapan seperti ingin mengucapkan terima kasih tetapi bibirnya masih mengatup."Saya akan menyerahkan asrama wanita ini untuk Anda." Si wanita gempal ini mengernyit bingung. Tubuhnya yang berat tidak bisa bergerak untuk sekarang."Istriku, dia tidak menyukai tempat ini." Dokter Maya menoleh juga, tatapan tuannya sangat sendu, kerinduannya pada sang nyonya sudah sangat besar."Aku merasa jika dia enggan kembali karena aku yang masih berada ditempat seperti ini." Alexander mengingat semua kejadian hilangnya sang istri, juga karena orang-orang di dalam sini istrinya mendapat masalah."Untuk itu, tetaplah sehat. Kau bisa mengelola rumah wanita ini dengan namaku. Bukankah in
Dan hari yang sudah disepakati terjadi, Alexander dan Rafh sudah bersedia akan berangkat malam nanti. Beberapa orang mereka sudah lebih dulu melakukan perjalanan dan menjaga pergerakan Orlando lebih dekat."Aku akan menjemputmu sayang." Alexander mengusap wajah istrinya, yang disimpan pada liontin berbentuk bulat di lehernya.Malam nanti adalah malam yang di nantinya selama ini. Alexander berjanji akan membuat Orlando mendapatkan balasan yang setimpal karena sudah membuatnya dan Rianne terpisah."Kau mau kemana?" Tiba-tiba saja, seseorang memeluk Alexander dari belakang, menempelkan wajahnya pada punggung kekar nan hangat milik pria yang selama ini di idamkannya."Frea, lepaskan!" Alexander mencoba melepas pelukan Frea yang erat."Tidak. Jawab dulu, kau mau kemana?"Alexander membiarkan pelukan itu di perutnya, sudut bibirnya terangkat sangat simetris, "Menjemput Anna."Pelukan Frea melonggar, fan Alexander tersenyum melihatnya. Gadis itu berjalan ke depan saling bertemu tatap dengan
Sosok itu mendekat dengan perlahan agar suara kakinya tidak terdengar bahkan oleh cicak sekalipun.Ia mengeluarkan sapu tangan hitam dan membekap Rianne dengan cepat. Istri Alexander itu sempat membuka mata sebelum dia benar-benar tak sadarkan diri.Dengan gerakan tangan memanggil temannya yang lain, beberapa orang masuk melalui jalan yang sama seperti pria yang pertama tadi."Bawa Nona Rianne dengan hati-hati. Dan dalam hitungan ke 10 kita ledakkan tempat ini, mengerti." Ke-4 orang itu mengangguk sambil mengangkat jempol tanda setuju dan mengerti.Tidak lama, hanya dengan gerakan tangan menginterupsi teman-temannya, semuanya sudah keluar lagi.Sementara itu, Orlando yang keluar dari kamar Rianne tadi menuju ruang kerja miliknya, ruang yang dilengkapi dengan cctv dimana dia bisa melihat apapun yang Rianne lakukan di dalam kamarnya.Baru saja dia akan memasuki ruangan miliknya, teriakan Lyora kembali mengagetkannya. Orlando tidak menunggu lama untuk melihat itu. Dia berlari kencang ke
Alexander berdiri dan menjauhkan diri dari Orlando, tetapi siapa sangka bahwa pria itu malah menarik kaki Alexander dan kembali menerjangnya. Perkelahian kembali terjadi. Anak buah Alexander yang bersiap akan menyelamatkan tuannya terpaksa berdiam diri saat Orlando mendekatkan pisau kecil dengan dua mata tajam ke arah leher Alexander."Turunkan senjata kalian atau lehernya kupotong sekarang!"Semua menurunkan senjata dengan perlahan, Alexander tidak melakukan apapun walaupun dia sangat ingin. Ia hanya saling tatap dengan Rianne yang juga sangat terkejut dengan apa yang Orlando lakukan."Rianne, minta suamimu melepaskan Lyora sekarang juga.""Lyora?""Yah. Suami bejatmu ini, menculiknya dan menyekap adikku." Rianne meminta jawaban dari Alexander yang bernapas saja akan sangat membahayakan, pisau itu menempel di kulit lehernya. Sekali tekan saja, sudah bisa dipastikan Alexander tidak akan selamat kecuali dia memiliki banyak nyawa."Bicaralah! Katakan dimana kau menyembunyikan adikku bre
Rafh menghembuskan napas pelan, "Kenapa bertanya pada kami? Tujuan kami asalah menyelamatkan nyonya Rianne bukan menculik Lyora.""Brengsek." Satu tinjuan tertahan di udara saat suara dering ponsel terdengar, Orlando meraih ponselnya dan melihat siapa nama si pemanggil."Lyora ... kau dimana?"Orlando masih menatap musuh pada Rafh yang tidak terpengaruh sedikitpun."Kau baik-baik saja? Maksudku, apakah ada yang menghadang atau menculikmu?"Orlando mematikan ponselnya dan berdecak melihat Rafh yang hanya mengedikkan bahu acuh padanya.Orlando kembali pada Rianne yang masih menunggu di kursi tunggu, menutup wajah dengan kedua tangan. Orlando menghela napas panjang, ingin marah pada siapa jika Rianne yang dicintainya tidak ingin bersamanya?"Rianne, aku ...."Rianne menoleh, menampilkan senyum ramahnya pada Orlando, "Bagaimana Lyora? Rafh sudah memberitahumu dimana dia?"Orlando tersenyum kaku, "Suamimu, selain membuat wajahku rusak dia juga membodohiku berulang kali." Orlando mengusap a
"Tuan, Rafh ... tolong maafkan kami." Frea menangis. Baru saja ayahnya menjelaskan semuanya. Ketidak sengajaannya menembak keluarga Rafh serta bagaimana Rafh kecil yang dibawa kabur oleh orang suruhan ayahnya. Rencana hanya untuk mengancam, tetapi takdir berkata lain. Tuan Frasino menembak habis keluarga Alexander.Karena rasa bersalahnya, tuan Frasino akan merawat kedua anak rivalnya. Alexander dan anak yang diculiknya--Rafhael. Namun, nyatanya seseorang sudah membawa anak itu lebih dulu.Mengetahui bahwa Frea menyukai Alexander dan berakhir dengan penolakan, kemarahan tuan Frasino kembali meledak. Dia mengusir Alexander dan mencibirnya sebagai anak tidak tahu terima kasih."Nona Frea, ayahmu melenyapkan orang tuaku coba jelaskan padaku, bagaimana cara memaafkanmu?" Suara Rafh terdengar semakin dingin."Kau tidak dengar? Ayahku tidak sengaja melepas pelurunya," "Seperti ini?" Satu tembakan tepat di jantung tuan Frasino yang Rafh lepaskan. Frea menjerit karena melihat ayahnya semaki
Rianne tidak akan melepas suaminya, perasaannya mendadak tidak enak sama sekali. Bukankah perasaan orang hamil itu sensitif?Alexander memegang wajah istri, mencium seluruh bagian di wajahnya."Hanya beberapa hari saja, hmm." "Memangnya kau mau kemana? Jangan berbohong dengan mengatakan kau akan bekerja. Alexander, aku tahu dirimu."Menghela napas panjang, Alexander memasang senyum secerah mungkin, tidak bisa dia katakan kepergiannya karena kondisi Rianne yang mengandung. "Rafh. Dia harus melihat tempat kerjanya sayang. Perusahaan itu adalah milik orang tuaku yang terbengkalai dan aku berencana menyerahkan pada Rafh. Dia akan membesarkannya," kilahnya tidak sepenuhnya salahAlis Rianne menyatu, masih tidak mengerti, "Rafh adalah keluargaku yang masih tersisa, dia harus bertanggung jawab untuk masa depannya."Mata Rianne membola, lagi-lagi dia dikejutkan dengan berita besar.Alexander mengangguk saat Rianne kembali mengulang kata keluarga. "Aku juga belum mengatakan ini padanya. Dan
Tidak tahan lagi, Alexander langsung menyerang sang istri dengan cepat tetapi masih dengan hati-hati.Siang itu, tidak hanya cuaca diluar saja yang panas, tetapi di dalam kamar dengan pendingin juga sudah terasa panasSuami istri yang sudah terpisah beberapa bulan itu, sama-sama melepas rindu di dalam kamar dengan segala macam gaya. Erangan desahan mengalun indah bersama dengan gerakan pasti si pria. "Sayang ... aku ...." Rianne tersengal, napasnya memburu, ada sesuatu yang ingin meledak di bawah sana rasanya."Bersama sayang. Tolong tunggu aku." Alexander menggerakkan pinggangnya semakin cepat, keduanya menegang karena sebentar lagi akan ada ledakan yang dahsyat."Aaaahhhh." Keduanya mendesah panjang bersama, Alexander mendongak begitupun juga dengan Rianne yang berada dibawahnya yang bergetar karena mendapatkan pelepasan bersama.Napas keduanya memburu, senyum cerah keduanya terlihat sebagai tanda bahwa mereka benar-benar menikmati semuanya."Aku mencintaimu." Alexander menjatuhkan
Orlando berdecak, dia tidak memikirkan Rianne, dia hanya menyakinkan dirinya kalau Frea memang tidak ada lagi di hatinya."Anna tahu kalau kau yang menabrak keluarganya?" Tanya Richard."Hanya aku yang boleh memanggilnya dengan nama itu." Alexander melanjutkan, "Anna tahu, tetapi tidak tahu kalau dalang dari semua ini adalah keluarga Frea."Sejak tadi Rafh hanya diam saja. Berita besar ini baru saja di dengarnya dan dia tidak menyangka akan serumit ini ceritanya, terlalu berkelok dan berliku."Rafh. Antar Orlando bertemu dengan Frea. Kita akan mengikutinya dari belakang. Selama ini pria tua itu terlalu pandai untuk bersembunyi, aku tidak bisa menemukan keberadaannya."Rafh mengangguk. Sementara itu, Richard yang tidak tahu harus melakukan apa, berencana ikut dengan mereka tetapi Alexander mencegah dengan Alasan para wanita tidak ada yang menjaga.Saat itu juga Alexander menempatkan mereka di tempat yang memang seharusnya mereka tinggali.Rafh akan tetap menjalankan bisnis sang tuan.
Richard mendengus kesal, artinya selama ini hanya dia saja yang merasa menjadi sahabat kedua pria bengis ini. Jadi tidak heran kalau Alexander menerjangnya sampai babak belur saat itu, dan Orlando? Jangan tanyakan pria di sebelahnya ini. Di otaknya hanya ada nama Rianne. Sialnya lagi, mereka bertiga menyukai wanita yang sama. Dan selalu Alexander yang mendapatkan hasilnya."Rafh menelepon dan menceritakan semuanya padaku. Sebagai teman Anna, jelas saja aku ikut prihatin karena seseorang tidak menghargai perasaannya dan aku mengurus semuanya." Sindir Richard."Kalian berdua," tunjuk Orlando pada kedua penjaga yang melaksanakan perintah Rafh tanpa sepengetahuannya."Besok datang ke ruanganku, aku akan memberikan imbalan pada kalian karena sudah menjaga istriku malam itu." Kedua penjaga itu saling pandang, semebtara Rafh membola."Terima kasih Tuan." Jawab mereka bersamaan dengan wajah cerah. Apa yang Alexander katakan selanjutnya mampu membuat mereka menghela napas pelan dan mengangguk
Saat kembali ke rumah, Orlando dikejutkan oleh banyaknya mobil mewah berwarna hitam terparkir tepat di depan rumahnya.Bukan hanya itu, beberapa orang berbadan besar sudah menodongkan senjata api di kepalanya dan Lyora. Gadis itu tentu saja pucat, memegang kuat lengan kakaknya dengan badan bergetar."Jangan takut." Bisik Orlando.Lyora mengangguk dan tetap berpegangan teguh di lengan kakaknya, kakinya sudah lemas melihat senjata-senjata itu mengarah tepat di pelipisnya.Orlando berjalan pelan, begitupun dengan mereka yang tetap tidak melepasnya."Turunkan senjata kalian. Kalian tidak melihat adikku ketakutan." Jengah Orlando. Tahu siapa yang bertamu di rumahnya tato kecil berlambang kelabang di leher mereka sudah menunjukkan dari mana asalnya."Ikut saja. Kami tidak akan melakukan apapun selama Tuan tidak melawan." Orlando mendengus, sejak tadi dia diam, tidak melawan tetapi orang-orang ini yang keterlaluan. Sampai di dalam rumahnya. Orlando sudah disambut oleh pria dengan mata tajam
"Untuk apa kalian datang? Dan kau Richard, kita sudah berjanji, kau akan rahasiakan ini dari siapapun. Aku kecewa." Richard menghela napas pelan, "Anna, kau tidak merindukannya? Tuan terlihat sangat khawatir."Richard kembali menambahkan, "Dia harus tahu kabar kehamilanmu."Rianne menggeleng, "Jangan beritahu dia, biarkan dia hidup sesukanya, sampai kapanpun Alexander akan tetap seperti itu."Caroline mendekati Rianne, duduk di sebelahnya, tangan halusnya langsung menyentuh perut Rianne, "Bagaimana rasanya hamil?" Tanya nya menatap Rianne, dia melanjutkan, "Sejak awal hubungan kita tidak baik. Tapi, aku akan meluruskan sedikit masalahmu."Sambil mengelus perut Rianne dia melanjutkan, "Beri dia kesempatan sekali lagi. Aku mendukungmu meninggalkannya dan menikah dengan pria lain kalau dia sampai mengkhianatimu lagi."Caroline melanjutkan, "Alexander sudah meninggalkan usaha di rumah pelacuran. Sudah menyerahkan tempat perjudian pada Roi juga. Dan ku dengar markasnya meledak." Caroline
"Bagaimana? Rafh mengakuinya?" Bukan Alexander yang bertanya tetapi Richard. Caroline masuk ke kamarnya dengan wajah lesu. Di dalam kamar sudah ada Richard, mantan Dokter Alexander ini belum bertemu langsung dengan mantan majikannya.Alasannya karena Alexander yang terus menghilang."Tidak. Dia juga tidak tahu katanya." "Kau yakin? Bisa saja Rafh berbohong."Caroline melepas pakaiannya begitu saja di hadapan Richard, juga mengganti dengan pakaian baru tanpa merasa malu. Richard hanya menggeleng karena kekasihnya ini sangat--berbeda."Tidak. Aku tahu kapan Rafh berbohong dan tidak."Richard berdiri dan memeluk Caroline dari belakang, "Aku cemburu. Sepertinya kau memang ada rasa padanya."Caroline berbalik dan mencubit kedua pipi liat Richard, "Jangan memancing. Kau juga mencintai Rianne kan? Jadi aku harus bagaimana?""Masa lalu. Sekarang masa depanku ada di hadapanku." Richard menaik turunkan alisnya dan Caroline tahu apa maksud kode itu."Tidak sekarang, aku harus menemui Alexander.
Sementara itu, Maya sudah melepas rangkulannya dari Rafh saat Caroline datang mendekatinya. Senyum wanita itu masih tetap sama seperti dulu manis dan juga--menawan.Maya berdehem, berniat akan meninggalkan keduanya tetapi Rafh menahan tangannya. Maya jelas merasa tidak enak, mereka bukan tokoh utama dalam cerita ini tetapi Rafh seolah mengambil peran lebih banyak. Itu yang Maya pikirkan."Bagaimana kabarmu?" Caroline menyapa lebih dulu, memperhatikan Rafh seperti biasanya, bahkan tatapannya juga masih sama seperti dulu."Baik, Nona." Caroline menyapa Maya juga, wanita yang bisa Richard bahas saat mereka senggang, "Anda Dokter Maya, bukan?" Maya mengangguk."Panggil Maya saja. Nona."Caroline terkekeh, "Baiklah, senang bertemu denganmu, Richard selalu membahas dirimu." Maya hanya tersenyum kecil.Caroline menoleh ke kiri dan ke kanan, ada yang belum terlihat olehnya, "Dimana Rianne? Aku tidak melihatnya?" Tanyanya pada Rafh."Nyonya, tidak ikut."Alis Caroline naik setengah, "Kenapa?