Share

WANITA ITU

Dengan mengenakan baju merah yang nyentrik, kacamata hitam dan lipstik merah Arina berdiri di depan kamar Hotel yang dia pesan. Dia mengikuti permintaan Felice untuk tidak melakukan hal bodoh dan harus tetap tenang sampai Felice datang.

Di depan kamar yang sudah di pesan Arina untuk tidur bersama Luca, sudah ada tulisan “PLEASE DO NOT DISTURB”. Karena sudah ada dua orang yang menempati kamar itu. Berdasarkan informasi yang Arina dapatkan, Luca masuk kamar itu bersama seorang wanita. Apalagi saat Arina berada di depan kamar itu. Masih ada suara berisi yang penuh dengan desahan dan kata-kata mesum.

Felice berlari untuk mendekati Arina agar tidak melakukan kekerasan yang akan menyebabkan dirinya dianggap bodoh dan ceroboh.

“Berani-beraninya dia berbuat seperti ini padaku. Aku membiarkan dia masuk kamar lebih dulu. Beraninya dia tidur dengan wanita lain. Dia bahkan mengunggah foto mereka bersama.” Ucap Arina.

“Kamu diam dan tunggu dulu disini, biar aku yang masuk dan menghadapinya.” Pinta Felice. Kemudian Felice masuk ke kamar Hotel itu.

Di dalam kamar itu terlihat seperti kapal pecah. Semuanya berantakan. Botol bekas minuman alkohol dan pakaian mereka berdua, semuanya berserakan di lantai.

Saat Felice masuk, Luca sedang berada di kamar mandi dan wanita yang tidur bersama Luca sedang berbaring di kasur dengan tubuh yang tertutup selimut.

Wanita itu terbangun dan sedikit terkejut melihat Felice dihadapannya. Wanita itu mengucek matanya dan bertanya pada Felice. “Siapa kamu?”

“Bisa minta Luca keluar?” Balas Felice sambil menyilangkan tangan.

Wanita itu menurut kata Felice. “Euhh. Beib. Keluarlah sebentar.” Teriak wanita itu.

“Ya, sebentar lagi! Sabarlah.” Balas Luka.

“Cepat!” Ucap wanita itu.

Luca berjalan keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan sehelai handuk untuk menutupi asetnya sambil protes. “Bagaimana lagi cara memuaskanmu? Kakiku masih lemas karena…” Ucapan Lucas terputus saat harus menghadap ke atasannya. “Nona Felice.” Ucap Luca yang terkejut sampai handuknya yang menutupi kemaluannya terjatuh ke lantai.

Dengan sikapnya yang tenang dan santai, Felice mengancam Luca. “Luca, kamu adalah model pakaian pria The Premiére dan kamu sudah melanggar perjanjian dalam kontrak kamu mengenai sopan santun dan kehidupan pribadimu.” Ucap Felice sambil menghadap ke arah Luca yang sedang bertelanjang dada.

Luca mengambil kembali handuknya dan berkata. “Maafkan aku. Ini hanya kesalahpahaman.”

Luca mendekati Felice sambil berusaha menutupi area kemaluannya. Luca berusaha meyakinkan Felice dengan mengatakan. “Aku serius, percayalah padaku.”

“Kamu harus membayar tiga kali lipat dari jumlah yang kamu terima. Kamu tahu itu, bukan?” Ucap Felice dengan santainya.

“Sumpah! Tidak terjadi apa-apa antara aku dan wanita itu. Aku tidak mengenalnya.” Ucap Luca sambil menunjuk wanita itu.

Kemudian Luca mencoba memanggil dan mengajak bicara wanita yang sebenarnya tidak dia kenal itu. “Hei, kamu mengenalku? Tidak, kan? Kenapa kamu disini?” Ucapan Luca yang cukup memancing amarah wanita itu.

“Ikut aku.” Perintah Felice dengan sikap tenang.

“Hah?! Apa-apaan ini? Memangnya kamu siapa yang bisa memerintahku?” Ucap wanita itu.

“Bukan kamu. Tapi kamu, Luca.” Balas Felice.

“Mungkinkah kita mengusirnya?” Balas Luca dengan sikap cerobohnya.

Arina yang tidak sabar menunggu akhirnya masuk juga ke kamar itu. Arina mengamuk pada Luca. “Brengsek.” Ucap Arina sambil berlari dengan sepatu Heelsnya. Sontak saja hal itu membuat Luka ketakutan dan berusaha bersembunyi di kamar mandi. Lalu dengan sombongnya wanita itu bersembunyi di balik selimutnya.

Arina mengambil sepatu hak milik wanita itu yang tergeletak di lantai untuk memukuli Luca si brengsek. Namun dicegah oleh Felice. “Tolong jangan berkata! Kamu harus tenang. Jangan berunding. Mari kita menyelesaikannya secara diam-diam.” Ucap Felice yang berusaha menahan tubuh Arina agar tidak bertindak bodoh yang hanya akan merusak harga dirinya.

“Kalau begitu, kita bunuh diri dan kubur saja dia ya? Kalau itu aku melakukan diam-diam tidak akan ada yang tahu.” Ucap Arina yang berontak.

“Luka! Kamu mau tetap di sini atau ikut denganku?” Tanya Felice pada Luca.

“Aku akan ikut denganmu Nona Felice.” Teriak Luca saat sedang mengenakan pakaiannya.

“Brengsek keluar kamu.” Ucap Arina.

“Diamlah.” Ucap Felice sambil memantulkan Arina agar menurut.

Setelah Arina diam, Felice melihat ke arah wanita itu. “Kamu?” Ucap Felice sambil menunjuk wanita itu. “Apa? Panggil aku Dea.” Tanya wanita itu.

“Aku tidak peduli dengan namamu. Hapus foto Luca yang kamu unggah di media sosial dan hapus semua fotonya yang ada di ponsel kamu.” Ucap Felice.

“Kenapa? Ini ponselku. Itu foto-foto yang ingin kusimpan sebagai kenangan.” Jawab Dea.

“Jika foto pribadi seorang model tersebar di media sosial karena masalah wanita, citra mereka akan hancur. Dia melanggar pasal tentang perilaku pribadi dan hak foto. Jadi, kita bisa menuntut kalian untuk bertanggung jawab atas kerugiannya.” Balas Felice.

“Baiklah.” Balas wanita itu dengan sopan karena Felice menoleh dengan tenang di hadapannya.

Setelah Luca keluar kamar mandi karena sudah berganti pakaian, Felice keluar kamar, meninggalkan Arina dan wanita itu.

Felice berjalan lebih dulu di depan Luca. Felice berjalan dengan cepat sampai Luca harus berusaha mengejarnya.

“Pintu akan ditutup.” Suara otomatis terangkat saat pintunya tertutup.

Biip . Felice menekan tombol lift yang akan segera menutup. “Pintu akan dibuka.” Suara otomatis terangkat saat pintunya terbuka.

Saat memasuki lift ada seorang Pria yang sudah berada di dalam lift itu. Pria itu mengenakan kacamata hitam dan baju polo shirt. Pria itu adalah Xavier. Namun, Felice tidak menyadari akan hal itu. Felice hanya fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan pria itu.

Berbeda dengan Felice, Xavier selalu memperhatikan Felice sedari awal Felice hendak masuk ke dalam lift. Xavier merasa pernah bertemu dengan wanita ini. Tapi Xavier belum bisa mengingatnya. Jadi dia hanya memperhatikan dengan seksama wanita itu.

“Pintu akan ditutup.” Suara otomatis terangkat saat pintunya tertutup.

Biip . “Tunggu!” Ucap Luca yang mengejar Felice dengan hanya mengenakan baju yang compang camping karena terburu-buru untuk mengejar Felice.

“Pintu akan dibuka.” Suara otomatis terangkat saat pintunya terbuka.

Luca segera menghadap Felice dan berusaha menjelaskan kejadian semalam. “Nona, kamu salah paham. Tidak ada yang terjadi.” Ucap Luka.

Melihat Luca yang terbirit-birit menghampiri Felice membuat Xavier menjauh. Namun tetap memperhatikan mereka berdua.

“Aku bertemu dengannya di kelab semalam. Dia dari Indonesia juga. Dia bilang dia tidak punya tempat untuk tidur. Apa yang harus aku lakukan? Meninggalkannya dijalan?” Penjelasan Luka.

Felice hanya menoleh ke arah depan pintu lift tanpa menghiraukan ucapan Luca. Karena dia tahu itu semua hanya omong kosong dan juga bukan urusannya.

“Haeuh, mengertilah. Aku tidak bisa kejam seperti itu pada wanita. Kami memang tidur seranjang, tapi tidak terjadi apa-apa. Kamu pikir aku menjalin hubungan cinta satu malam? Aihh tidak sama sekali.” Ucap Luka. Kemudian Luca memegang tangan kiri Felice sambil memohon dan berkata. “Aku sungguh-sungguh. Percayalah padaku.”

Brukk.

Saat pintu lift terbuka, Felice melepaskan tangan Luca dari tangan kirinya sampai Luca hampir terjatuh. Felice segera keluar dan meninggalkan Luca di lift.

“Nona, tunggu.” Ucap Luca sambil mengejar Felice.

Xavier yang berada di antara mereka hanya memperhatikan tingkah keduanya.

“Hei! Nona, Nona! Aku mohon, maafkan aku sekali ini saja. Saya mohon.” Ucap Luca yang terus memohon pada Felice.

Xavier yang dari awal hanya diam melihat tingkah mereka sebenarnya sangat berharap mendengar suara dari wanita itu. Xavier terus memperhatikan wanita itu sampai ia menghilang dari tempatnya.

“Aku sudah memesan kamar dengan pemandangan menara Eiffel, tapi temanku bilang dia tidak mendapatkan kamar. Dia masih baru di industri manusia. Jadi, dia tidak tahu akan sulit mendapatkan kamar.” Ucap Arka. Saat mereka sedang minum kopi di kafe yang ada di Grand Powers Hotel.

“Lalu?” Balas Xavier setelah meminum kopinya.

“Jadi, aku bilang dia boleh mengambil kamarku.” Balas Arka.

“Kenapa? Sangat sulit mendapatkan kamar jika ada acara besar seperti ini.” Balas Xavier.

“Karena aku bisa tetap bersamamu.” Balas Arka.

"Selamat tinggal!" Balas Xavier yang hendak pergi karena tidak mau menuruti keinginan Arka.

Namun dicegah oleh Arka. “Yaah. Mode Panutan dari seluruh dunia ada disini sekarang. Aku CEO Vision Public Relations, salah satu agensi humas mode terkemuka di Indonesia. Kamu masih tidak mau menerimanya, padahal aku seorang selebritis.” Ucap Arka.

“Apa keseluruhannya dengan kamarku?” Tanya Xavier.

“Ini pekan mode terbesar di dunia. Aku harus tetap berada di lokasi untuk melihat yang mereka kenakan dan mereka mendengarkan agar aku bisa tetap mengikuti tren terbaru.” Ucap Arka.

“Hanya ada satu tren yang terjadi di Hotel ini. Cinta dan perang.” Ucap Xavier.

“Apa?” Tanya Arka.

“Cari tahu saja sendiri, jika tidak percaya padaku.” Ucap Xavier.

“Ayolah. Aku serius.” Balas Arka.

***

Kondisi Arina setelah ditinggalkan oleh Felice dan Luca sangat melirik. Dia tidak mengikuti kata Felice untuk tidak menghajar wanita itu. Dia sudah merusak reputasinya sendiri dengan menghajar Dhea dan lebih parahnya Arina lah yang kalah dari pertempuran itu.

“Apa lagi yang ingin kamu lakukan?” Tanya Dhea, wanita yang sudah tidur dengan Luca kepada Arina saat dia sedang merapikan pakaian yang Ia kenakan di tubuhnya.

Arina yang sudah jadi compang-camping dengan banyak bekas luka cakar dibayangi terus melirik sinis wanita itu. “Hapus foto Luca yang kamu upload di media sosial dan hapus juga semua fotonya di ponselmu.” Ucap Arina.

“Jangan konyol. Ini ponselku. Itu foto-foto yang ingin aku simpan sebagai kenangan.” Ucap Dhea yang kembali memancing amarah Arina.

“Kalau begitu aku akan menuntutmu.” Ucap Arina.

“Jujur saja. Kalian bahkan belum menikah. Kami merasa cocok. Itu tidak melanggar hukum, bukan? Silakan saja tuntut aku!” Ucap Dhea yang jadi tengil karena sikap Arina yang arogan.

“Kamu lupa dengan kata Nona Felice tadi? Jika foto pribadi seorang model beredar di media sosial karena masalah wanita, citra mereka akan hancur. Dia melanggar pasal tentang perilaku pribadi dan hak foto. Jadi, kami bisa meminta kalian bertanggung jawab atas kerugiannya. Hmm bagaimana ekosistemnya?” Ucap Arina.

Sial! Menyebalkan sekali. Baiklah.” Ucap Dhea. Kemudian Dhea mengambil ponselnya dan menghapus semua foto dia bersama Luca baik yang ada di media sosial maupun yang ada di ponselnya.

“Beres. Sudah puas?” Tanya Dhea saat menunjukkan ponselnya yang sudah tidak ada foto Luca.

“Oke. Silakan pergi dari sini.” Ucap Arina. Kemudian Dhea langsung pergi meninggalkan Arina di kamar yang sudah kacau seperti kapal pecah.

Sial! Gumam Arina yang marah-marah sendiri di kamar itu.

***

“Ini kontrak tambahan. Jika ini terjadi lagi, kamu akan membayar tiga kali lipat dari denda yang disepakati. Kamu juga harus memberikan kompensasi The Premiére atas semua kerugian yang kamu sebabkan. Jika kamu menyetujui syaratnya, anggap saja itu kesalahpahaman dan kami minta maaf.” Ucapkan Felice dengan nada yang santai dan penuh ketenangan pada Luca.

“Terima kasih.” Balas Luca yang sangat menghormati dan takut pada Felice. Luca segera menandatangani kontrak tambahannya karena tidak ingin kehilangan pekerjaan.

Luca dan Felice ternyata berada di kafe yang sama dengan tempat pertemuan Xavier dan Arka. Mereka hanya berkapasitas 2 meja. Xavier sudah melihat mereka dan kembali memperhatikannya diam-diam.

“Tapi itu terlalu mudah. Orang-orang Zaman sekarang tidak menganggap masalah hubungan serius. Tidak ada yang tulus. Itu sangat membosankan.” Ucap Arka.

“Karena bukan kamu yang mengalaminya. Jadi, tenang saja.” Balas Xavier dengan mata menghadap pada wanita hanya berbeda 2 meja darinya.

“Setidaknya dia berusaha. Lalu bagaimana dengan kamu? Kamu tidak akan menikah? Sebentar lagi usiamu 30.” Tanya Arka.

“Usiamu sudah 35 tahun dan masih melajang. Cemaskan dirimu terlebih dahulu.” Balas Xavier.

“Aku menunggu takdirku untuk dipertemukan dengan orang yang ditakdirkan untuk bersamaku.” Balas Arka.

“Aku penganut misogami.” Ucap Xavier agar Arka berhenti membahas hal itu. Namun, Arka tetaplah Arka yang punya segala cara untuk kembali membahasnya.

“Kamu pikir mengatakan itu membuatmu terlihat keren? Jujurlah. Jika sebenarnya kamu tidak ingin bertanggung jawab?” Ucap Arka.

“Benar, memang tidak mau.” Ucap Xavier.

“Astaga. Hadeh! Kamu terlalu jujur.” Ucap Arka. Kemudian Ia meminum kopinya sampai habis.

“Sekarang aku bertanya padamu. Mengapa kita harus bertanggung jawab atas hidup orang lain? Aku hanya ingin bebas dan mandiri. Aku ingin terus hidup seperti ini.” Ucap Xavier.

“Singkatnya saja, kamu ingin bersenang-senang tanpa ikatan? Kenapa bahasamu rumit sekali?” Ucap Arka.

“Jaga jarak aman agar kita tidak akan mengharapkan apapun ataupun kecewa.” Ucap Xavier.

“Jadi kamu hanya akan berkeliling dunia dan hanya mengambil pekerjaan yang memuaskan seleramu? Begitukah, Tuan Candy? Kamu pikir kamu dandelion yang akan mengelilingi dunia?” Ucap Arka.

“Saya hanya menikmati momen yang ada. Baik untuk pekerjaan maupun untuk cinta.” Balas Xavier.

“Carilah seseorang yang punya semangat hidup dan saat itu benar terjadi maka hargailah takdirmu. Kalau begitu biarkan aku tinggal bersamamu, Tuan Candy dimana kamarmu?” Ucap Arka lalu pergi meninggalkan Xavier sendiri.

“Hei Arka! Arka!” Panggil Xavier. Kemudian Xavier hendak merekrut Arka. Namun ia sempat berhenti karena mendengar suara yang mirip dengan suara wanita yang sudah tidur di dekatnya kemarin malam.

“Itu hanya hubungan satu malam.” Ucapan suara wanita yang membuat Xavier langsung menoleh ke arah sumber suara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status