Dengan mengenakan baju merah yang nyentrik, kacamata hitam dan lipstik merah Arina berdiri di depan kamar Hotel yang dia pesan. Dia mengikuti permintaan Felice untuk tidak melakukan hal bodoh dan harus tetap tenang sampai Felice datang.
Di depan kamar yang sudah di pesan Arina untuk tidur bersama Luca, sudah ada tulisan “PLEASE DO NOT DISTURB”. Karena sudah ada dua orang yang menempati kamar itu. Berdasarkan informasi yang Arina dapatkan, Luca masuk kamar itu bersama seorang wanita. Apalagi saat Arina berada di depan kamar itu. Masih ada suara berisi yang penuh dengan desahan dan kata-kata mesum.
Felice berlari untuk mendekati Arina agar tidak melakukan kekerasan yang akan menyebabkan dirinya dianggap bodoh dan ceroboh.
“Berani-beraninya dia berbuat seperti ini padaku. Aku membiarkan dia masuk kamar lebih dulu. Beraninya dia tidur dengan wanita lain. Dia bahkan mengunggah foto mereka bersama.” Ucap Arina.
“Kamu diam dan tunggu dulu disini, biar aku yang masuk dan menghadapinya.” Pinta Felice. Kemudian Felice masuk ke kamar Hotel itu.
Di dalam kamar itu terlihat seperti kapal pecah. Semuanya berantakan. Botol bekas minuman alkohol dan pakaian mereka berdua, semuanya berserakan di lantai.
Saat Felice masuk, Luca sedang berada di kamar mandi dan wanita yang tidur bersama Luca sedang berbaring di kasur dengan tubuh yang tertutup selimut.
Wanita itu terbangun dan sedikit terkejut melihat Felice dihadapannya. Wanita itu mengucek matanya dan bertanya pada Felice. “Siapa kamu?”
“Bisa minta Luca keluar?” Balas Felice sambil menyilangkan tangan.
Wanita itu menurut kata Felice. “Euhh. Beib. Keluarlah sebentar.” Teriak wanita itu.
“Ya, sebentar lagi! Sabarlah.” Balas Luka.
“Cepat!” Ucap wanita itu.
Luca berjalan keluar kamar mandi hanya dengan mengenakan sehelai handuk untuk menutupi asetnya sambil protes. “Bagaimana lagi cara memuaskanmu? Kakiku masih lemas karena…” Ucapan Lucas terputus saat harus menghadap ke atasannya. “Nona Felice.” Ucap Luca yang terkejut sampai handuknya yang menutupi kemaluannya terjatuh ke lantai.
Dengan sikapnya yang tenang dan santai, Felice mengancam Luca. “Luca, kamu adalah model pakaian pria The Premiére dan kamu sudah melanggar perjanjian dalam kontrak kamu mengenai sopan santun dan kehidupan pribadimu.” Ucap Felice sambil menghadap ke arah Luca yang sedang bertelanjang dada.
Luca mengambil kembali handuknya dan berkata. “Maafkan aku. Ini hanya kesalahpahaman.”
Luca mendekati Felice sambil berusaha menutupi area kemaluannya. Luca berusaha meyakinkan Felice dengan mengatakan. “Aku serius, percayalah padaku.”
“Kamu harus membayar tiga kali lipat dari jumlah yang kamu terima. Kamu tahu itu, bukan?” Ucap Felice dengan santainya.
“Sumpah! Tidak terjadi apa-apa antara aku dan wanita itu. Aku tidak mengenalnya.” Ucap Luca sambil menunjuk wanita itu.
Kemudian Luca mencoba memanggil dan mengajak bicara wanita yang sebenarnya tidak dia kenal itu. “Hei, kamu mengenalku? Tidak, kan? Kenapa kamu disini?” Ucapan Luca yang cukup memancing amarah wanita itu.
“Ikut aku.” Perintah Felice dengan sikap tenang.
“Hah?! Apa-apaan ini? Memangnya kamu siapa yang bisa memerintahku?” Ucap wanita itu.
“Bukan kamu. Tapi kamu, Luca.” Balas Felice.
“Mungkinkah kita mengusirnya?” Balas Luca dengan sikap cerobohnya.
Arina yang tidak sabar menunggu akhirnya masuk juga ke kamar itu. Arina mengamuk pada Luca. “Brengsek.” Ucap Arina sambil berlari dengan sepatu Heelsnya. Sontak saja hal itu membuat Luka ketakutan dan berusaha bersembunyi di kamar mandi. Lalu dengan sombongnya wanita itu bersembunyi di balik selimutnya.
Arina mengambil sepatu hak milik wanita itu yang tergeletak di lantai untuk memukuli Luca si brengsek. Namun dicegah oleh Felice. “Tolong jangan berkata! Kamu harus tenang. Jangan berunding. Mari kita menyelesaikannya secara diam-diam.” Ucap Felice yang berusaha menahan tubuh Arina agar tidak bertindak bodoh yang hanya akan merusak harga dirinya.
“Kalau begitu, kita bunuh diri dan kubur saja dia ya? Kalau itu aku melakukan diam-diam tidak akan ada yang tahu.” Ucap Arina yang berontak.
“Luka! Kamu mau tetap di sini atau ikut denganku?” Tanya Felice pada Luca.
“Aku akan ikut denganmu Nona Felice.” Teriak Luca saat sedang mengenakan pakaiannya.
“Brengsek keluar kamu.” Ucap Arina.
“Diamlah.” Ucap Felice sambil memantulkan Arina agar menurut.
Setelah Arina diam, Felice melihat ke arah wanita itu. “Kamu?” Ucap Felice sambil menunjuk wanita itu. “Apa? Panggil aku Dea.” Tanya wanita itu.
“Aku tidak peduli dengan namamu. Hapus foto Luca yang kamu unggah di media sosial dan hapus semua fotonya yang ada di ponsel kamu.” Ucap Felice.
“Kenapa? Ini ponselku. Itu foto-foto yang ingin kusimpan sebagai kenangan.” Jawab Dea.
“Jika foto pribadi seorang model tersebar di media sosial karena masalah wanita, citra mereka akan hancur. Dia melanggar pasal tentang perilaku pribadi dan hak foto. Jadi, kita bisa menuntut kalian untuk bertanggung jawab atas kerugiannya.” Balas Felice.
“Baiklah.” Balas wanita itu dengan sopan karena Felice menoleh dengan tenang di hadapannya.
Setelah Luca keluar kamar mandi karena sudah berganti pakaian, Felice keluar kamar, meninggalkan Arina dan wanita itu.
Felice berjalan lebih dulu di depan Luca. Felice berjalan dengan cepat sampai Luca harus berusaha mengejarnya.
“Pintu akan ditutup.” Suara otomatis terangkat saat pintunya tertutup.
Biip . Felice menekan tombol lift yang akan segera menutup. “Pintu akan dibuka.” Suara otomatis terangkat saat pintunya terbuka.
Saat memasuki lift ada seorang Pria yang sudah berada di dalam lift itu. Pria itu mengenakan kacamata hitam dan baju polo shirt. Pria itu adalah Xavier. Namun, Felice tidak menyadari akan hal itu. Felice hanya fokus pada pekerjaannya dan mengabaikan pria itu.
Berbeda dengan Felice, Xavier selalu memperhatikan Felice sedari awal Felice hendak masuk ke dalam lift. Xavier merasa pernah bertemu dengan wanita ini. Tapi Xavier belum bisa mengingatnya. Jadi dia hanya memperhatikan dengan seksama wanita itu.
“Pintu akan ditutup.” Suara otomatis terangkat saat pintunya tertutup.
Biip . “Tunggu!” Ucap Luca yang mengejar Felice dengan hanya mengenakan baju yang compang camping karena terburu-buru untuk mengejar Felice.
“Pintu akan dibuka.” Suara otomatis terangkat saat pintunya terbuka.
Luca segera menghadap Felice dan berusaha menjelaskan kejadian semalam. “Nona, kamu salah paham. Tidak ada yang terjadi.” Ucap Luka.
Melihat Luca yang terbirit-birit menghampiri Felice membuat Xavier menjauh. Namun tetap memperhatikan mereka berdua.
“Aku bertemu dengannya di kelab semalam. Dia dari Indonesia juga. Dia bilang dia tidak punya tempat untuk tidur. Apa yang harus aku lakukan? Meninggalkannya dijalan?” Penjelasan Luka.
Felice hanya menoleh ke arah depan pintu lift tanpa menghiraukan ucapan Luca. Karena dia tahu itu semua hanya omong kosong dan juga bukan urusannya.
“Haeuh, mengertilah. Aku tidak bisa kejam seperti itu pada wanita. Kami memang tidur seranjang, tapi tidak terjadi apa-apa. Kamu pikir aku menjalin hubungan cinta satu malam? Aihh tidak sama sekali.” Ucap Luka. Kemudian Luca memegang tangan kiri Felice sambil memohon dan berkata. “Aku sungguh-sungguh. Percayalah padaku.”
Brukk.
Saat pintu lift terbuka, Felice melepaskan tangan Luca dari tangan kirinya sampai Luca hampir terjatuh. Felice segera keluar dan meninggalkan Luca di lift.
“Nona, tunggu.” Ucap Luca sambil mengejar Felice.
Xavier yang berada di antara mereka hanya memperhatikan tingkah keduanya.
“Hei! Nona, Nona! Aku mohon, maafkan aku sekali ini saja. Saya mohon.” Ucap Luca yang terus memohon pada Felice.
Xavier yang dari awal hanya diam melihat tingkah mereka sebenarnya sangat berharap mendengar suara dari wanita itu. Xavier terus memperhatikan wanita itu sampai ia menghilang dari tempatnya.
“Aku sudah memesan kamar dengan pemandangan menara Eiffel, tapi temanku bilang dia tidak mendapatkan kamar. Dia masih baru di industri manusia. Jadi, dia tidak tahu akan sulit mendapatkan kamar.” Ucap Arka. Saat mereka sedang minum kopi di kafe yang ada di Grand Powers Hotel.
“Lalu?” Balas Xavier setelah meminum kopinya.
“Jadi, aku bilang dia boleh mengambil kamarku.” Balas Arka.
“Kenapa? Sangat sulit mendapatkan kamar jika ada acara besar seperti ini.” Balas Xavier.
“Karena aku bisa tetap bersamamu.” Balas Arka.
"Selamat tinggal!" Balas Xavier yang hendak pergi karena tidak mau menuruti keinginan Arka.
Namun dicegah oleh Arka. “Yaah. Mode Panutan dari seluruh dunia ada disini sekarang. Aku CEO Vision Public Relations, salah satu agensi humas mode terkemuka di Indonesia. Kamu masih tidak mau menerimanya, padahal aku seorang selebritis.” Ucap Arka.
“Apa keseluruhannya dengan kamarku?” Tanya Xavier.
“Ini pekan mode terbesar di dunia. Aku harus tetap berada di lokasi untuk melihat yang mereka kenakan dan mereka mendengarkan agar aku bisa tetap mengikuti tren terbaru.” Ucap Arka.
“Hanya ada satu tren yang terjadi di Hotel ini. Cinta dan perang.” Ucap Xavier.
“Apa?” Tanya Arka.
“Cari tahu saja sendiri, jika tidak percaya padaku.” Ucap Xavier.
“Ayolah. Aku serius.” Balas Arka.
***
Kondisi Arina setelah ditinggalkan oleh Felice dan Luca sangat melirik. Dia tidak mengikuti kata Felice untuk tidak menghajar wanita itu. Dia sudah merusak reputasinya sendiri dengan menghajar Dhea dan lebih parahnya Arina lah yang kalah dari pertempuran itu.
“Apa lagi yang ingin kamu lakukan?” Tanya Dhea, wanita yang sudah tidur dengan Luca kepada Arina saat dia sedang merapikan pakaian yang Ia kenakan di tubuhnya.
Arina yang sudah jadi compang-camping dengan banyak bekas luka cakar dibayangi terus melirik sinis wanita itu. “Hapus foto Luca yang kamu upload di media sosial dan hapus juga semua fotonya di ponselmu.” Ucap Arina.
“Jangan konyol. Ini ponselku. Itu foto-foto yang ingin aku simpan sebagai kenangan.” Ucap Dhea yang kembali memancing amarah Arina.
“Kalau begitu aku akan menuntutmu.” Ucap Arina.
“Jujur saja. Kalian bahkan belum menikah. Kami merasa cocok. Itu tidak melanggar hukum, bukan? Silakan saja tuntut aku!” Ucap Dhea yang jadi tengil karena sikap Arina yang arogan.
“Kamu lupa dengan kata Nona Felice tadi? Jika foto pribadi seorang model beredar di media sosial karena masalah wanita, citra mereka akan hancur. Dia melanggar pasal tentang perilaku pribadi dan hak foto. Jadi, kami bisa meminta kalian bertanggung jawab atas kerugiannya. Hmm bagaimana ekosistemnya?” Ucap Arina.
Sial! Menyebalkan sekali. Baiklah.” Ucap Dhea. Kemudian Dhea mengambil ponselnya dan menghapus semua foto dia bersama Luca baik yang ada di media sosial maupun yang ada di ponselnya.
“Beres. Sudah puas?” Tanya Dhea saat menunjukkan ponselnya yang sudah tidak ada foto Luca.
“Oke. Silakan pergi dari sini.” Ucap Arina. Kemudian Dhea langsung pergi meninggalkan Arina di kamar yang sudah kacau seperti kapal pecah.
Sial! Gumam Arina yang marah-marah sendiri di kamar itu.
***
“Ini kontrak tambahan. Jika ini terjadi lagi, kamu akan membayar tiga kali lipat dari denda yang disepakati. Kamu juga harus memberikan kompensasi The Premiére atas semua kerugian yang kamu sebabkan. Jika kamu menyetujui syaratnya, anggap saja itu kesalahpahaman dan kami minta maaf.” Ucapkan Felice dengan nada yang santai dan penuh ketenangan pada Luca.
“Terima kasih.” Balas Luca yang sangat menghormati dan takut pada Felice. Luca segera menandatangani kontrak tambahannya karena tidak ingin kehilangan pekerjaan.
Luca dan Felice ternyata berada di kafe yang sama dengan tempat pertemuan Xavier dan Arka. Mereka hanya berkapasitas 2 meja. Xavier sudah melihat mereka dan kembali memperhatikannya diam-diam.
“Tapi itu terlalu mudah. Orang-orang Zaman sekarang tidak menganggap masalah hubungan serius. Tidak ada yang tulus. Itu sangat membosankan.” Ucap Arka.
“Karena bukan kamu yang mengalaminya. Jadi, tenang saja.” Balas Xavier dengan mata menghadap pada wanita hanya berbeda 2 meja darinya.
“Setidaknya dia berusaha. Lalu bagaimana dengan kamu? Kamu tidak akan menikah? Sebentar lagi usiamu 30.” Tanya Arka.
“Usiamu sudah 35 tahun dan masih melajang. Cemaskan dirimu terlebih dahulu.” Balas Xavier.
“Aku menunggu takdirku untuk dipertemukan dengan orang yang ditakdirkan untuk bersamaku.” Balas Arka.
“Aku penganut misogami.” Ucap Xavier agar Arka berhenti membahas hal itu. Namun, Arka tetaplah Arka yang punya segala cara untuk kembali membahasnya.
“Kamu pikir mengatakan itu membuatmu terlihat keren? Jujurlah. Jika sebenarnya kamu tidak ingin bertanggung jawab?” Ucap Arka.
“Benar, memang tidak mau.” Ucap Xavier.
“Astaga. Hadeh! Kamu terlalu jujur.” Ucap Arka. Kemudian Ia meminum kopinya sampai habis.
“Sekarang aku bertanya padamu. Mengapa kita harus bertanggung jawab atas hidup orang lain? Aku hanya ingin bebas dan mandiri. Aku ingin terus hidup seperti ini.” Ucap Xavier.
“Singkatnya saja, kamu ingin bersenang-senang tanpa ikatan? Kenapa bahasamu rumit sekali?” Ucap Arka.
“Jaga jarak aman agar kita tidak akan mengharapkan apapun ataupun kecewa.” Ucap Xavier.
“Jadi kamu hanya akan berkeliling dunia dan hanya mengambil pekerjaan yang memuaskan seleramu? Begitukah, Tuan Candy? Kamu pikir kamu dandelion yang akan mengelilingi dunia?” Ucap Arka.
“Saya hanya menikmati momen yang ada. Baik untuk pekerjaan maupun untuk cinta.” Balas Xavier.
“Carilah seseorang yang punya semangat hidup dan saat itu benar terjadi maka hargailah takdirmu. Kalau begitu biarkan aku tinggal bersamamu, Tuan Candy dimana kamarmu?” Ucap Arka lalu pergi meninggalkan Xavier sendiri.
“Hei Arka! Arka!” Panggil Xavier. Kemudian Xavier hendak merekrut Arka. Namun ia sempat berhenti karena mendengar suara yang mirip dengan suara wanita yang sudah tidur di dekatnya kemarin malam.
“Itu hanya hubungan satu malam.” Ucapan suara wanita yang membuat Xavier langsung menoleh ke arah sumber suara.
“Itu hanya hubungan satu malam.” Ucap Felice saat menerima panggilan telepon dari Direktur Arina sambil berjalan keluar café meninggalkan Luca.Xavier langsung menoleh ke arah sumber suara dan menemukan bahwa suara itu berasal dari suara wanita yang tadi bertemu dengannya di lift.“Dia bilang dia mabuk. Hal itu kerap terjadi. Lupakan saja dia. Payah jika kamu terus memikirkannya.” Ucap Felice saat melewati Xavier.“Bagaimana dengan Luca?” Tanya Direktur Arina.“Aku sudah memberinya peringatan. Jadi, dia tidak akan mengulanginya lagi. Kabar itu tidak akan tersebar. Jadi, Presdir Edward tidak akan tahu.” Ucap Felice sambil berjalan hendak membeli makanan ringan untuk mengganjal perutnya.“Benarkah? Oh ya! Kamu harus membeli tas baru. Kamu sudah lama membeli tas itu.” Balas Direktur Arina yang sontak saja membuat Felice memperhatikan tas yang sedang Ia pakai.“Presdir Edward bilang janji temunya pukul 20.00. Aku sudah buat janji di salon untukmu. Jangan terlambat.” Ucap Felice lalu menut
Wanita yang akhirnya datang ke pertemuan itu adalah Felice Chiara Farfalla. Dia datang masih dengan baju yang dia pakai dari tadi pagi. Felice terpaksa datang karena tidak ingin menimbulkan keributan atau menjadi sasaran kemaraha Presdir Edward.Tak tuk tak tuk“Maaf aku terlambat.” Ucap Felice yang sedang menyamar jadi Direktur Arina.Xavier yang awalnya ingin memutuskan pergi setelah tahu dibohongi oleh Arka mendadak diam membeku setelah melihat wanita itu. Arka melirik ke arah tulisan nama yang ada piring yang sudah disiapkan waitress. Disitu tertulis nama Xavier Oda Valent dan Arina Greesa Reine.“Kamu nona Arina Greesa Reine?” Tanya Xavier.“Anggap saja begitu.” Balas Felice mengangguk.“Aku Xavier Oda Valent.” Ucap Xavier.Rencana awal Felice setelah datang ke tempat itu adalah hanya untuk hadir lalu pulang ke hotel. “Maaf ada masalah di kantor. Aku tahu ini tidak sopan, tapi aku harus…” Ucap Felice terhenti saat waitress membuka menu steak daging yang terlihat menggiurkan di de
Hari esok pun tiba. Xavier menerima tawaran Felice untuk menjadi Fotografer mereka. Felice dan team segera menyiapkan semua keperluan untuk foto.Suasana photoshoot sudah cukup ramai dengan staff yang berlalu lalang untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Fotoshoot dilakukan di outdoor, sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.Felice sudah menyiapkan semuanya dengan detail. Apa yang akan dipakai oleh model sudah tertera di papan informasi.“Baris pertama Rosalia dalam urutan ini. Dan Luca?” Ucap Felice.“Skema warnanya tumpang tindih.” Ucap Luna.“Kita akan pakai gaun?” Tanya Felice. “Ya. Tidak apa-apa?” Ucap Luna. “Ya tidak masalah.” Balas Felice.“Oke.” Balas Luna.“Vareena, periksa rambut dan riasan para model.” Ucap Felice.“Baiklah.” Vareena.“Apa itu sudah disiapkan?” Tanya Felice pada staff yang sedang menyiapkan properti untuk foto.“Sudah.” Ucap staff properti foto.Ckrek ckrek ckrek.Xavier terus mengambil foto Felice dalam keadaan apapun. Baginya Felice terlihat sang
“Menemui Anthony. Setidaknya kita harus memberitahunya apa yang dia lewatkan dari kita.” Balas Felice.Saat Felice pergi ternyata Xavier mendengarkan percakapan mereka berdua. Namun, Felice dan Luna tidak menyadari ada Xavier di dekat mereka.***Sesuai dengan ucapannya, Felice benar menemui Anthony di acara Special Party. Hanya orang-orang yang memiliki tiket undangan yang bisa datang ke acara itu. Dalam party itu Felice mendekati Anthony untuk membujuknya agar mau melihat hasil desainnya dan mau diajak bekerja sama.Xavier yang menyadari Felice akan menemui Anthony di Special Party, membuatnya jadi pergi ke acara tersebut. Namun, Xavier datang menggunakan tiket undangan milik Arka. Saat Xavier berada di pintu masuk Xavier tidak sengaja menginjak kaki wanita dibelakangnya, Xavier segera menangkap tubuh wanita itu agar tidak jatuh.Bugh! Mata mereka saling bertatapan. Wanita itu tersenyum kepada Xavier. “Arina Greesa Reine.” Gumam Xavier dalam hati. Yaps benar wanita itu yang ia bantu
Hal pertama yang perlu dilakukan setelah gagal adalah mencoba cara lain yang lebih ekstrem. Itu semua bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang orang inginkan.Psikologi orang yang ingin memakai warna berani seperti warna neon chartreuse atau warna kulit merah itu sebagai bentuk pelarian dari kenyataan yang penuh tekanan.“Vareena, kamu bertanggung jawab atas kaus polos, dan Sabrina kamu bertanggung jawab atas gaun. Minta sampel kain pada tim manufktur handmade. Aku akan pergi untuk mengatur semuanya.” Ucap Felice saat rapat tim.Setiap tahun, kurang lebih para desainer membuat 200.000 pakaian. Tapi pakaian bukanlah sekedar rancangan. Namun, para desainer merancang kebutuhan 200.000 orang.Kebutuhan akan mantra yang orang yakini agar mereka akan tampak menonjol atau tampil cantik dengan pakaian tertentu. Sebut saja itu hipnosis diri atau penghiburan diri. Satu pakaian membuat ilusi orang menjadi kenyataan. Jika kamu ingin bahagia, jadikanlah i
“Tunggu disini. Aku akan meneleponmu begitu aku selesai.” Sahut Arka saat sampai di kantornya.“Apa Pak Yovie sudah tiba?” Tanya Arka saat menghubungi Liam.Setelah Arka masuk ke kantor, tidak lama kemudian Felice dan Direktur Arina tiba disana. Mereka segera berlari masuk ke kantor Arka.Situasi jadi sangat menegangkan dengan semua kekacauan yang Krystal buat. “Bagaimana ini Pak Yovie?” Tanya Arka yang sudah gemetar.“Aku sudah memberitahu Krystal bahwa kita menerima uangnya dan membuat kesepakatan. Tapi Influencer yang Pengikutnya lebih sedikit akan promosikan Layr. Jadi, dia berpikir bahwa dia salah mempromosikan merek local. Ah, dia juga membuatku sakit kepala.” Sahut Pak Yovie, manajer Krystal.“Sudah kirim daftar undangan?” Ucap Arka.“Mereka akan melakukan pencocokan ukuran pakaian besok.” Balas Liam.“Oke, dia akan dapat gift card tambahan. Dia akan menjadi yang terakhir berdiri di zona foto, dan kita akan memberikannya Limosin yang terbaik. Kita juga akan mempekerjakan pengaw
Drtt drtt“Kamu ada dimana? Paris? Jakarta? Seoul?” Pesan dari Irene untuk Xavier. Setelah melihat pesan dari Irene, Xavier segera melihat postingan-postingan sosial media Irene.“Aku tiba di Jakarta siang tadi. Bagaimana kabarmu?” Balas Xavier pada Irene.***Saat sedang memilih setelan untuk acara pensiun Ezra, Papa Felice yang akan segera pensiun sebagai PNS. Yuri, Mama Felice terus membujuk agar Felice mau dikenalkan dengan anak kenalannya.“Felice mama mau kenalkan kamu dengan anak kenalan mama. Dia tinggal di Prancis.” Ucap Yuri.“Dia tingal di Prancis?” Sahut Felice sambil terus memilih-milih pakaian yang cocok untuk Papahnya.“Ya, itu dia intinya. Jika dia tinggal disini, wanita lain akan merebutnya. Dia gagal menemukan seseorang di Prancis.” Sahut Yuri.“Mungkin itu artinya ada yang salah dengannya.” Sahut Felice sambil terus melihat lihat setelan dan harganya.“Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu masih lajang karena merasa sangat hebat dan sempurna?” Tanya Yuri sambil terus
Tuut tuuut“Halo.” Sahut Xavier.“Oh, Xavier. Aku sudah mengirim setelan yang harus kamu pakai untuk acara besok, ke kamar hotelmu.” Sahut Camilla.“Apa Arka memberitahumu di mana aku tinggal?” Sahut Xavier yang sedang melakukan treadmil.“Berhubung kamu ada disini dan ini peringatan ke 5 tahun kematiannya. Aku rasa, kita harus mengadakan upacara yang layak. Berpakaianlah yang sesuai.” Sahut Camilla.“Aku akan memakai yang cocok untukku.” Balas Xavier.“Aku mengirim kemeja dan dasi. Pakai yang ibu kirimkan. Sampai jumpa.” Sahut Camilla kemudian Ia mematikan sambungan teleponnya.Setelah Camilla mematikan teleponnya, Xavier menaikan speed treadmil untuk menyalurkan emosinya. Xavier paling tidak suka jika Ibu tirinya itu ikut campur dalam semua urusannya.***Krystal s
Sesuai dengan janji Felice pada Keena, bahwa Felice akan mengajaknya untuk melakukan foto di tempat yang Felice pilih. Sebelum foto, Felice dan Arina mengajak Keena untuk pergi ke salon yang sudah Arina siapkan. “Aku kira aku harus memesan tempat. Terima kasih sudah membantu.” Ucap Felice pada Arina.“Jangan dulu berterima kasih. Kamu cenderung meremehkan ku.” Ucap Arina.“Ada lagi?” Sahut Felice.“Begitu dia selesai dirias, beberapa pakaian sampel yang mewah dari koleksi musim semi 2025 akan segera tiba.” Ucap Arina.“Ohh begitu!” Sahut Felice.“Aku cukup cekatan jika bukan soal pekerjaan. Aku berhasil merekrut beauty content creator pertama dan pelopor yang membuat K-Beauty populer. Nah itu, dia sudah datang.” Ucap Arina.“Hallo, Non Arina.” Ucap Ponny.“Hallo.” Ucap Felice. “Hallo!” Ucap Arina.“Sudah lama sekali kita tidak bertemu.” Ucap Ponny.“Ya benar! Kita udah lama ga ketemu.” Ucap Arina sambil cipika cipiki.“Tolong urus temanku dengan baik.” Pinta Arina.“Halo. Ini pasti ha
Hari ini di kantor Felice disibukkan dengan pemilihan kain dengan perusahaan partner kain mereka. Felice meeting dengan Kathy dan Pak Budi di ruang meeting The Premiére.“Kami juga ingin memakai poliester atau suede buatan Indonesia. Tapi seringkali, kami tidak bisa karena kualitasnya.” Ucap Kathy.“Perusahaan mode lokal membawa sampel kain impor dan kami membuatkan yang sama persis dengan itu. Bukan hanya itu saja. Jangan menyebutkan kualitas saat kamu membayar sepertiga dan memberi kami waktu yang mepet.” Ucap Pak Budi.“Benar bisa buat tekstur baru atau motif baru?” Tanya Felice.“Ya! Kami punya teknologi terbaik. Ada banyak perusahaan di Bogor.” Ucap Pak Budi“Banyak yang tutup juga.” Ucap Kathy.“Tujuh puluh persen brand lokal menggunakan kain impor. Tidak ada ruang bagi pembuat kain lokal untuk berkembang.” Ucap Pak BudiFelice melihat jam
Setelah pintu lift terbuka Felice bergegas mengecek siapa yang mencoba masuk ke rumahnya.“Mama? Ternyata itu mama?” Ucap Felice saat melihat Mama Yuri sedang berjongkok di depan rumahnya karena tidak tahu password rumah Felice.“Buka pintunya.” Ucap Mama Yuri.“Kenapa tidak menelepon?” Ucap Felice sambil membuka pintunya.Setelah masuk ke rumah Felice menyiapkan makanan untuk Mama Yuri. Mereka juga minum bersama malam ini untuk menghangatkan tubuhnya.“Kenapa Mama datang malam-malam begini tanpa menelepon aku dahulu?” Ucap Felice.“Aku ingin minum denganmu dan bermalam disini.” Balas Mama Yuri.“Bagaimana dengan Papa?” Tanya Felice.“Dia bukan anak kecil. Dia tidak takut pencuri atau hantu.” Balas Mama Yuri sambil menuangkan minuman untuk Felice.Felice meminumnya sambil melirik Mama Yuri yang terus minum dengan cukup cepat. “Ternyata Mama kuat juga minumnya.” Ucap Felice.“Mama biasa meminumnya dari botol langsung. Selama ini Mama hanya berpura-pura sopan karena Papahmu.” Ucap Mama
“Sepertinya kamu benar jatuh cinta dengan Pak Arka.” Ucap Felice.“Hah? Haha! Astaga! Haha, tidak. Eh maksudku belum.” Ucap Arina saat mengelak.“Jadi, dia mengajakmu berkencan malam ini?” Sahut Felice.“Hm ya! Gayanya berubah total. Melihat dia berusaha keras padahal perpisahan sudah ditentukan membuatku teringat pada diriku sendiri.” Ucap Direktur Arina sambil merapikan riasannya.“Kamu harus serius memacarinya. Dia pria yang hebat.” Balas Felice.“Aku selalu menyukai seseorang dan ditolak. Jika aku mengambil langkah pertama dan ditolak, aku tidak menyesal karena setidaknya bisa berkencan beberapa kali. Tapi jika aku dicampakkan oleh seseorang yang menyukaiku, aku akan sangat terluka. Jadi, aku lebih suka hubungan kami murni bisnis. Kamu tidak boleh lari. Yang sangat menyakitkan bukanlah cinta yang hancur, tapi orang yang kamu cintai berpaling darimu. Itu saranku berdasarkan pengal
Disaat tangis sudah mereda, Xavier dan Felice duduk di depan kaca jendela sambil melihat jalanan yang sepi.“Jika ibuku bilang kita tidak bisa mengatasinya. Tidak masalah. Jika dia tidak bisa memahami kita, itu juga tidak masalah. Namun, apa itu berarti kita tidak boleh mencintai? Karena alasan itu? Aku tidak mengerti kenapa harus seperti itu.” Ucap Xavier.“Kamu tidak bisa menghentikan matahari terbenam. Namun, aku mencintaimu. Berapapun waktu yang kita punya untuk bersama, aku tetap mencintaimu. Tidak peduli berapa banyak waktu yang tersisa.” Ucap Felice.“Aku juga. Aku mencintaimu dimanapun kamu berada.” Ucap Xavier.***Di tempat yang sama dengan Camilla bertemu Felice, kali ini Camilla pergi juga ke tempat itu untuk bertemu dengan Yuri, Ibunda dari Felice. Camilla datang dengan pakaian yang rapi dan terlihat sangat cantik di usianya. Berbeda dengan Yuri yang berpakaian biasa dan sedikit compang-camping karen
“Merek lain memesan setidaknya 925 meter. Untuk apa aku menjual kain dalam jumlah kecil? Aku tidak akan mendapat margin yang cukup. Merek lokal selalu berusaha mendapatkan diskon. Kami tidak bisa menjual di bawah 920 meter.” Ucap Pak Faisal, pedagang kain di pasar.“Kami tidak bisa menyimpan banyak persediaan.” Ucap Felice.“Jai, maksudmu itu merepotkan kedua belah pihak, bukan? Kalau begitu, tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita hanya perlu tetap seperti dahulu. Lalu bagaimana? Berapa meter wol yang kamu butuhkan?” Tanya Pak Faisal.Luna dan Felice hanya bisa menghela nafas dan mereka saling menatap satu sama lain setelah mendengar perkataan Pak Faisal yang semakin menyulitkan tim Lauré yang harus mengurangi pengeluaran.Setelah bernegosiasi di pasar, Felice dan Luna kembali ke kantor. Untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Felice mengecek kain sampel yang akan mereka gunakan untuk tim Lauré dan tim V
Di depan cermin Keena terus berlenggak-lenggok melihat dirinya yang terlihat cantik dengan baju lamanya yang dijahit ulang oleh sahabatnya itu. Felice dan Arina berhasil mengukir senyum lebar di wajah Keena.“Bagaimana penampilanku? Apa aku tampak cantik?” Ucap Keena.“Hmm! Sudah kuduga! Orang yang mengubah pakaian kamu pasti berbakat.” Ucap Felice.“Katakan dia tidak akan berhasil tanpa bantuan asistennya.” Ucap Arina yang tidak mau kalah.“Dengar! Aku pernah jadi bintang baru di industri modeling, meskipun hanya sebentar. Pokoknya, ketahuilah bahwa tubuhku yang langsing yang sudah melengkapi desainmu. Kalian setuju dengan itu?” Ucap Keena.“Aku setuju!” Balas Felice.“Dengan sepenuh hati aku setuju.” Ucap Arina.“Ini sangat cantik.” Puji Keena sambil menunjuk baju yang dia kenakan.“Kapan kamu pertama kali memakai pakaian itu?&rdqu
Pagi hari ini semua anggota tim Lauré dan Viance sudah disibukkan dengan mengurus laporan tentang ukuran pakaian orang.“Ukuran alpha sizing ditetapkan pada tahun 1980an. Saat itu, tinggi rata-rata wanita Indonesia adalah 155 cm, dan lingkar dadanya 85 cm. Awalnya disebut ukuran 55 karena sesuai dengan digit terakhir kedua ukuran.” Ucap Felice.“Apa aku pesimis karena tidak cocok dengan ukuran dari 44 tahun lalu?” Ucap Vareena.“Tahun lalu, tinggi rata-rata wanita Indonesia di usia 20-an lebih tinggi 10 cm dari statistik lama. Memang agak kejam mengikuti sistem yang sudah berusia 44 tahun.” Ucap Luna.“Mereka membeli yang pas di pinggul dan mengurangi ukuran pinggang. Butuh lengan yang lebih panjang untuk mantel yang pas di bahu. Salah jika menelan itu mentah-mentah. Bentuk dan ukuran tubuh wanita beragam. Kita harus membuat ukuran yang lebih beragam.” Ucap Felice.“Haruskah aku mengetik
Yuri pulang ke rumah dengan kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya penantiannya untuk melihat Felice memiliki pasangan sudah terwujud. Yuri hanya kembali ke rumah bersama dengan Felice. Sedangkan Ezra pergi dengan Xavier untuk memenuhi janjinya untuk makan siang bersama.“Duduklah disini.” Ucap Yuri. Lalu Felice mengikuti perintah Yuri untuk duduk di sofa ruang tamu mereka.“Sedalam apa hubungan kalian? Jika kamu sudah memperkenalkannya kepada kami, itu artinya kamu mempertimbangkan untuk menikah, bukan?” Sahut Yuri.Felice hanya tersenyum dan terdiam sejenak untuk memikirkan bagaimana cara mengatakannya ke Mama Yuri.“Astaga, Mama ga percaya ini benar terjadi. Mama mendukung penyatuan ini. Mama setuju, tidak ada pertanyaan apa-apa dari mama hahaha!” Ucap Yuri. Yuri terus tertawa sambil tepuk tangan.Kebahagiaan Yuri membuat Felice merasa takut. “Mah! Ingat saja yang mama lihat hari ini. pikirkan