“Menemui Anthony. Setidaknya kita harus memberitahunya apa yang dia lewatkan dari kita.” Balas Felice.
Saat Felice pergi ternyata Xavier mendengarkan percakapan mereka berdua. Namun, Felice dan Luna tidak menyadari ada Xavier di dekat mereka.
***
Sesuai dengan ucapannya, Felice benar menemui Anthony di acara Special Party. Hanya orang-orang yang memiliki tiket undangan yang bisa datang ke acara itu. Dalam party itu Felice mendekati Anthony untuk membujuknya agar mau melihat hasil desainnya dan mau diajak bekerja sama.
Xavier yang menyadari Felice akan menemui Anthony di Special Party, membuatnya jadi pergi ke acara tersebut. Namun, Xavier datang menggunakan tiket undangan milik Arka. Saat Xavier berada di pintu masuk Xavier tidak sengaja menginjak kaki wanita dibelakangnya, Xavier segera menangkap tubuh wanita itu agar tidak jatuh.
Bugh! Mata mereka saling bertatapan. Wanita itu tersenyum kepada Xavier. “Arina Greesa Reine.” Gumam Xavier dalam hati. Yaps benar wanita itu yang ia bantu ternyata adalah Direktur Arina asli.
“Oh My God dia baru saja tersenyum padaku? Kenapa? Apa artinya ini? Apa dia tertarik padaku?” Tanya Direktur Arina dalam hati.
“Kamu baik-baik saja?” Ucap Xavier.
“Ya. Apa aku mengejutkanmu?” Balas Arina. Kemudian Xavier segera membantu Arina berdiri tegak.
“Aku juga baik-baik saja.” Balas Xavier lalu dia pergi meninggalkan Direktur Arina.
Direktur Arina sangat terkesima dengan wajah tampan dan gagah Xavier. Ia terus memperhatikannya dan mengintip ke arah kartu undangan itu untuk tahu siapa nama pria itu. Dalam tiket undangan tertulis nama Arka Nolan Jude. Direktur Arina meyakini bahwa nama pria yang menyelamatkannya tadi itu adalah Arka. Padahal Arka belum masuk ke tempat Party itu.
“Dimana Mr. X?” Gumam Arka.
“Arka Nolan Jude?” Ucap Direktur arina sambil tersenyum senang.
“Hah? Siapa yang memanggilku?” Ucap Arka yang mendengar suara seseorang memanggilnya.
Saat masuk ke dalam ruangan Xavier cukup banyak dikenali orang-orang disana. Xavier mencari-cari keberadaan Felice lalu nampak Felice sedang bersama Anthony. Anthony meminta Felice untuk menunjukkan desainnya di ruangan khusus yang ada di lantai 2. Felice segera pergi setelah menyiapkan file cetak yang menunjukkan hasil desain team Lauré dan hasil foto Xavier. Saat Felice naik ke lantai dua, Xavier melihatnya dan mengikutinya denga perlahan.
Felice masuk kedalam ruangan Anthony dan Xavier mendengarkan percakapan mereka berdua diluar ruangan itu. “Tidak ada yang bisa saya lakukan. Saya sudah meneken kontraknya.” Ucap Anthony.
Felice menunjukkan foto desain team Lauré pada Anthony. “Tapi kamu bahkan belum melihat desain kami. Saya ingin kamu melihatnya dan mempertimbangkan kembali.” Ucap Felice.
Anthony mengambil desain yang Felice tunjukkan. Dia melihatnya dengan seksama. “Sayangnya, saya sudah membuat kesepakatan dengan Sono. Kami bahkan merayakannya dengan sebotol sampanye.” Balas Anthony.
“Semuanya dirancang, dibuat dan diselesaikan di Indonesia. Saya bisa menjamin produk milik kami adalah produk berkualitas terbaik di Indonesia.” Balas Felice.
“Nona Felice, apa arti pakaian bagimu?” Tanya Anthony.
“Masa muda dan semangatku. Meskipun tidak akan beratahan selamanya, aku ingin itu abadi.” Jawab Felice.
“Lalu, bagaimana arti desain bagimu?” Tanya Anthony.
“Sesuatu yang tidak ingin saya buang. Itu masih menjadi impianku.” Balas Felice.
“Tidak, kamu salah! Intinya adalah uang. Tanpa uang, kamu tidak bisa membuat atau membeli pakaian. Itu kejam! Tapi begitulah adanya. Begitulah cara kerja industri ini. Kami langsung sepakat saat Sono menawarkan untuk membayar tiga kali harga aslinya. Tapi desainmu lumayan juga.” Ucap Anthony.
Xavier yang mendengar semua perkataan Anthony sangat geram dengan ucapannya. Xavier segera masuk ke ruangan itu dengan raut wajah yang tajam.
“Ohh Mr. X! Aku tahu kamu akan datang. Bisa kita mulai bicara tentang bisnis kita?” Ucap Anthony saat menyambut Xavier. Anthony menyambut Mr. X dengan senyuman sambil memaksa untuk mejabat tangan Mr. X.
“Sepertinya kita sudah selesai bicara.” Balas Xavier sambil melepaskan tangan Anthony dari tangannya.
“Apa? Kapan?” Tanya Anthony yang masih belum paham maksud Xavier menolak bekerja sama dengannya.
“Baru saja.” Balas Xavier lalu berjalan ke arah Felice yang terkejut bahwa pria yang sejak kemarin bersamanya itu adalah Mr.X, sang fotografer handal yang selalu diidamkan semua desainer barang mewah.
Xavier mengambil foto yang ditunjukkan Felice pada Anthony. “Maafkan saya, Nona. Saya kira Mr. Anthony Yves Saint, akan menghargai foto-fotoku. Tapi saya rasa saya terlalu percaya diri.” Ucap Xavier di hadapan Felice.
“Apa? Itu foto-fotomu? Kamu yang memotretnya?” Tanya Anthony yang sedang diabaikan oleh Xavier.
“Kita sebaiknya pergi sekarang. Aku akan mentraktirmu minum karena telah ditolak oleh pebisnis dengan selera buruk.” Ucap Xavier.
“Apa kamu tidak keberatan?” Tanya Xavier sambil menggandeng tangan Felice untuk keluar dari ruangan Anthony.
“Tidak, tunggu tunggu. Tidak Mr. X tunggu! Apa itu bener-benar fotomu? Ahh Tamatlah riwayatku!” Ucap Anthony yang panik karena semakin sulit untuk dia bisa bekerja sama dengan Mr. X.
***
Ting (Suara gelas Xavier dan Felice yang berdenting)
Setelah mendapatkan penolakan yang cukup kejam dari Anthony, Felice mejadi geram sampai meminum banyak alkohol di pesta itu.
“Kamu benar Mr. X?” Tanya Felice pada Xavier.
“Kamu pasti akan tahu andai saat itu kamu memberitahuku namamu.” Ucap Xavier yang membuat Felice teringat lagi momen mereka berdua di kamar Hotel pada malam itu dan momen-momen saat Felice menolak untuk lebih dekat dengan Xavier. “Kenapa kamu bersikap seolah-olah tidak mengenalku?” Tanya Xavier.
“Karena aku tidak perlu berlagak mengenalmu.” Balas Felice kemudian meninggalkan Xavier sendiri.
Xavier mengejarnya. “Nona Arina!” Ucap Xavier yang membuat Direktur Arina mencari siapa yang memanggilnya. Xavier meraih tangan Felice agar dia menghentikan langkahnya. “Acaranya sudah selesai. Aku akan kembali ke Jakarta besok.” Ucap Felice.
“Kalau begitu, sampai jumpa di Jakarta, Arina.” Sahut Xavier.
“Aku bukan Arina Greesa Reine.” Ucap Felice.
“Aku tahu. Kamu Nona Felice Chiara Farfalla.” Sahut Xavier sambil menertawakan Felice.
"Hah? Kamu? Kamu sudah tahu? Lalu kenapa kamu berpura-pura tidak tahu?” Tanya Felice.
“Lantas aku harus bagaimana?” Sahut Xavier.
“Sepertinya kita pada akhirnya saling memperkenalkan diri. Kurasa kamu juga ingat yang terakhir aku katakan kepadamu. Aku akan pergi ke Jakarta besok.” Ucap Felice.
“Aku akan kembali ke Jakarta hari senin.” Sahut Xavier.
“Nikmatilah perjalananmu. Good bye!” Ucap Felice.
Hal pertama yang perlu dilakukan setelah gagal adalah mencoba cara lain yang lebih ekstrem. Itu semua bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang orang inginkan.Psikologi orang yang ingin memakai warna berani seperti warna neon chartreuse atau warna kulit merah itu sebagai bentuk pelarian dari kenyataan yang penuh tekanan.“Vareena, kamu bertanggung jawab atas kaus polos, dan Sabrina kamu bertanggung jawab atas gaun. Minta sampel kain pada tim manufktur handmade. Aku akan pergi untuk mengatur semuanya.” Ucap Felice saat rapat tim.Setiap tahun, kurang lebih para desainer membuat 200.000 pakaian. Tapi pakaian bukanlah sekedar rancangan. Namun, para desainer merancang kebutuhan 200.000 orang.Kebutuhan akan mantra yang orang yakini agar mereka akan tampak menonjol atau tampil cantik dengan pakaian tertentu. Sebut saja itu hipnosis diri atau penghiburan diri. Satu pakaian membuat ilusi orang menjadi kenyataan. Jika kamu ingin bahagia, jadikanlah i
“Tunggu disini. Aku akan meneleponmu begitu aku selesai.” Sahut Arka saat sampai di kantornya.“Apa Pak Yovie sudah tiba?” Tanya Arka saat menghubungi Liam.Setelah Arka masuk ke kantor, tidak lama kemudian Felice dan Direktur Arina tiba disana. Mereka segera berlari masuk ke kantor Arka.Situasi jadi sangat menegangkan dengan semua kekacauan yang Krystal buat. “Bagaimana ini Pak Yovie?” Tanya Arka yang sudah gemetar.“Aku sudah memberitahu Krystal bahwa kita menerima uangnya dan membuat kesepakatan. Tapi Influencer yang Pengikutnya lebih sedikit akan promosikan Layr. Jadi, dia berpikir bahwa dia salah mempromosikan merek local. Ah, dia juga membuatku sakit kepala.” Sahut Pak Yovie, manajer Krystal.“Sudah kirim daftar undangan?” Ucap Arka.“Mereka akan melakukan pencocokan ukuran pakaian besok.” Balas Liam.“Oke, dia akan dapat gift card tambahan. Dia akan menjadi yang terakhir berdiri di zona foto, dan kita akan memberikannya Limosin yang terbaik. Kita juga akan mempekerjakan pengaw
Drtt drtt“Kamu ada dimana? Paris? Jakarta? Seoul?” Pesan dari Irene untuk Xavier. Setelah melihat pesan dari Irene, Xavier segera melihat postingan-postingan sosial media Irene.“Aku tiba di Jakarta siang tadi. Bagaimana kabarmu?” Balas Xavier pada Irene.***Saat sedang memilih setelan untuk acara pensiun Ezra, Papa Felice yang akan segera pensiun sebagai PNS. Yuri, Mama Felice terus membujuk agar Felice mau dikenalkan dengan anak kenalannya.“Felice mama mau kenalkan kamu dengan anak kenalan mama. Dia tinggal di Prancis.” Ucap Yuri.“Dia tingal di Prancis?” Sahut Felice sambil terus memilih-milih pakaian yang cocok untuk Papahnya.“Ya, itu dia intinya. Jika dia tinggal disini, wanita lain akan merebutnya. Dia gagal menemukan seseorang di Prancis.” Sahut Yuri.“Mungkin itu artinya ada yang salah dengannya.” Sahut Felice sambil terus melihat lihat setelan dan harganya.“Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu masih lajang karena merasa sangat hebat dan sempurna?” Tanya Yuri sambil terus
Tuut tuuut“Halo.” Sahut Xavier.“Oh, Xavier. Aku sudah mengirim setelan yang harus kamu pakai untuk acara besok, ke kamar hotelmu.” Sahut Camilla.“Apa Arka memberitahumu di mana aku tinggal?” Sahut Xavier yang sedang melakukan treadmil.“Berhubung kamu ada disini dan ini peringatan ke 5 tahun kematiannya. Aku rasa, kita harus mengadakan upacara yang layak. Berpakaianlah yang sesuai.” Sahut Camilla.“Aku akan memakai yang cocok untukku.” Balas Xavier.“Aku mengirim kemeja dan dasi. Pakai yang ibu kirimkan. Sampai jumpa.” Sahut Camilla kemudian Ia mematikan sambungan teleponnya.Setelah Camilla mematikan teleponnya, Xavier menaikan speed treadmil untuk menyalurkan emosinya. Xavier paling tidak suka jika Ibu tirinya itu ikut campur dalam semua urusannya.***Krystal s
“Karena itu, menurutku dia profesional karena karyanya menyentuh perasaan seseorang yang melihatnya.” Ucap Felice.Flashback on.Paris, 5 tahun lalu.Suatu hari ketika sedang berjalan di keramaian dan sedang menganalisis apa yang disukai oleh masyarakat, Felice tersentuh dengan salah satu foto yang dijual oleh pedagang foto di pinggir jalan. Meskipun sedang membawa barang bawaan yang banyak di tangan kanan dan kirinya. Felice menyempatkan waktu untuk berhenti dan mengamati foto yang menarik perhatiannya itu.Felice terpaku pada salah satu foto yang menunjukkan jalanan yang baru terkena hujan. “Ini berapa harganya?” Tanya Felice pada pedagang foto.“Ini 20 euro.” Balas pria pedagang foto.Felice segera mengeluarkan uang yang Ia miliki untuk membeli foto itu. Setelah menyerahkan uangnya, barulah pedagang itu memberikan fotonya dan k
“Halo! Saya Felice Chiara Farfalla, Manajer Tim Desain The Premiére.” Sahut Felice sambil mengulurkan tangannya.Irene menerima jabatan tangan Felice. “Saya Irene Valerie.” Sahut Irene.Direktur Arina menghampiri mereka. Dengan penampilan nyentrik dan centilnya Ia mengajak bicara Irene. “OMG. Senang bertemu denganmu. Saya Arina Greesa Reine.” Sahut Direktur Arina dengan senyuman centil khasnya. Namun, Ia hanya dibalas anggukan sopan oleh Irene Valerie.Bugh!Krystal merebut ponsel Pak Yovie dari tangan pak Yovie saat beliau sedang menghubungi Arka. Krystal kesal dengan Arka yang menggantikannya dengan Irene tanpa konfirmasi dulu kepadanya.“Heah! Kamu bercanda? Apa kalian mengabaikanku?” Sahut Krystal.“Berpikirlah dahulu sebelum bicara. Kamu yang mengabaikan kami. Kamu bilang bahwa kamu tidak akan datang jika tidak bisa mengubah desain seperti y
Xavier meletakkan kameranya di meja lalu dia menengok ke arah Felice yang sedang tersenyum padanya. “Felice, apakah kamu mengenal Calvin Knox Valent? Kamu mengenalnya?” Tanya Xavier yang membuat senyuman Felice memudar karena mendengar nama itu lagi.Felice mencengkram erat tas yang ada di tangannya. “Aku sudah melupakannya. Tidak, kukira aku sudah melupakan dia. Tapi lagi-lagi, aku mendengar namanya disebut.” Gumam Felice dalam hatinya.Flashback on.Paris 5, tahun lalu.Felice sedang menyelesaikan tugasnya di studio desain bersama rekan-rekannya yang lain.Tok tok. Calvin mengetuk pintu studio tempat Felice belajar desain. Semua orang di ruangan itu sedang sibuk sehingga tidak ada yang menanggapi suara ketukan itu. Sehingga Calvin harus bertanya pada seseorang yang ada di dekatnya.“Halo, aku mencari seseorang. Namanya Felice Chiara Farfalla. Aku ingi
Selama bekerja di Jakarta, Xavier selalu menggunakan kantor Arka sebagai kantornya juga. Bahkan dia selalu menggunakan ruangan Arka untuk melakukan pekerjaannya seperti saat mengedit hasil fotonya. Ketika sedang mengedit foto katalog untuk koleksi terbaru Lauré, Xavier menyempatkan untuk melihat-lihat hasil foto dia saat memotret Felice di Paris kala itu. “Astaga foto-foto yang luar biasa. Candy, kamu memang terbaik dalam pengambilan foto. Foto-fotomu selalu memiliki perasaan yang sampai pada orang yang melihatnya.” Sahut Arka sambil melihat katalog foto Xavier.“Kamu hanya perlu mengedit beberapa kan?” Sahut Arka saat Xavier tidak terpengaruh dengan ucapannya tadi.“Ada yang mau kamu katakan?” Sahut Xavier sembari terus menatap laptopnya.“Ayolah. Kamu tuh siapa sih? Kamu Mr. X yang menaklukan London, Paris, Los Angeles dan New York. Aku memanggilmu Candy, orang lain memanggilku Mr. Paris. Ini kali pertama kamu b
“Pria yang mengaku pacarmu itu bersama Presdir Edward alias ayahmu sekarang, berduaan.” Ucap Luca.Arina menggelengkan kepala untuk melupakan bayangan itu, “Tidak! Tidak mungkin! Mereka pasti hanya membicarakan pekerjaan sebagai sesama petinggi perusahaan.”Gumam Arina.Arina menghampiri Arka untuk menyapanya, “Hai, Pak Arka!” Ucap Arina.“Oh Halo! Direktur Arina!” Balas Arka.“Kenapa kamu keluar dari ruangan Presdir?” Tanya Arina.“Aku habis bicara empat mata dengan Presdir Edward soal urusan mendesak.” Balas Arka.“Mendesak? Soal apa?” Tanya Arina.“Sudah kukatakan aku habis bicara empat mata dengannya, yang artinya itu bukan sesuatu yang bisa ku beritahu kepada mu.” Balas Arka.***“Tentu saja, dia tidak bisa memberitahumu.” Ucap Luca ketika bertemu dengan Direktur Arina di restoran tempat
Presdir Edward menatap Felice dengan tajam, Ia terus teringat dengan kejadian kemarin saat bertemu dengan Arka.Flashback On“Apa orang-orang di Paris ingin merekrut Felice?” Tanya Presdir Edward.Arka tertunduk dan diam membisu.“Kenapa? Apa aku menyulitkanmu?” Tanya Presdir Edward.“Aku merasa tidak nyaman menceritakan ini kepada bos Nona Felice karena… aduh.. hmm.. bagaimana mengatakannya, ya? Aku seakan menodai kepercayaannya.” Ucap Arka.“Jadi, benar seseorang ingin merekrutnya? Siapa itu Anthony?” Ucap Presdir Edward.“Maaf, Pak.” Ucap Arka sembari tertunduk ketakutan.Flashback Off“Kalau begitu, kita akan tetap di Neo Avenue.” Ucap Manajer Alano.“Jika kamu yakin bisa melindungi harga diri kita, lakukanlah.” Ucap Presdir Edward pada Felice.“Apa agenda ku selanjutnya?&rd
Jika kita bisa berpapasan lagi secara kebetulan,Aku tidak akan membuat alasan.Aku akan mencoba percaya bahwa kita memang ditakdirkan bersama.-Haii’ferMenikmati senja di alam terbuka memang bisa menyejukkan hati. Apalagi jika sudah terlalu sering menghadapi hiruk pikuk kehidupan di perkotaan.“Satu hari lagi telah berlalu.” Ucap Felice saat sedang memandang ke arah senja di depan mobil bersama Xavier.Xavier menata Felice yang masih memandangi langit senja.“Kapan kamu berangkat ke Paris?” Tanya Felice sambil menghadap ke arah Xavier.“Kurasa tidak akan lama lagi.” Balas Xavier. Felice pergi ke kursi belakang mobilnya lalu membuka pintu mobil untuk mengambil sesuatu. Setelah mengambilnya Felice kembali lagi pada Xavier yang masih duduk menunggunya di depan mobil sambil melihat pemandangan di sore hari itu. “Ini untukmu.” Ucap Felice saat memberikan kotak hadiah yang cukup besar untuk Xavier. Xavier membuka kotak yang Felice pegang itu. Isinya adalah sebuah tas yang didesain untu
Sungai, jembatan, pepohonan, burung-burung terbang dan keindahan alam yang dilihat hari ini harus menjadi kenangan manis yang akan selalu diingat oleh Xavier dan Felice. Momen ini bukan hanya akan terekam dalam memori yang ada di kamera Xavier. Namun, momen ini juga akan selalu ada dalam rekaman ingatan Felice dan Xavier.Melihat Xavier memotret merupakan hal yang sangat Felice suka akhir akhir ini. Bagi Felice, melihat Xavier yang fokus dengan keahliannya jadi terlihat sangat tampan baginya.Setelah memotret di sekitar jembatan, Xavier dan Felice pergi berpiknik sambil memotret beberapa spot yang ada di sana. Selain itu mereka juga sambil melihat-lihat beberapa hasil foto yang sudah didapatkan.“Itu indah.” Ucap Felice.“Bukankah ini bagus?” Ucap Xavier.“Kamu fotografer yang hebat. Semuanya terlihat luar biasa.” Ucap Felice.“Hehe. Lihat lah yang ini.” Xavier tersenyum melihat Felice yang ter
Pulang kerja kali ini Direktur Arina hendak pulang dengan Arka. Saat sedang menunggu Arka di lobby kantor, Arina melihat seseorang yang sepertinya sedang memanggil dirinya sambil melambaikan tangan. “Nona!” Panggil Luca sambil melambaikan tangan kepada Direktur Arina. “Nona Arina.” Ucap Luca.“Ngapain dia disini. Beraninya dia datang lagi ke dalam kehidupanku.” Gumam ArinaLuca lari menghampiri Arina yang sedang berdiri di depan Lobby. “Nona!” Ucap Luca lalu hendak memeluk Arina.Arina mendorongnya dengan kedua tangannya, “Kamu tidak lihat aku menolakmu?” Ucap Arina sambil tangannya terus berusaha menjaga jarak dengan Luca.“Aku ingin meluruskan kesalahpahaman.” Ucap Luca.“Baru sekarang? Haha. Kenapa tidak menunggu sampai tahun depan sekalian?” Ucap Arina lalu pergi menghindar.Luca mencegahnya, “Aku berjanji itu tidak akan terjadi lagi. Kamu tah
Setelah Felice pergi, Adrina mengajak Irene bertemu di tempat yang sama.“Menurutmu seperti apa Felice Chiara Farfalla?” Tanya Adriana.“Dia? Dia seseorang yang membuatku iri.” Ucap Irene lalu menyeruput kopinya.“Kamu iri terhadap seseorang?” Ucap Adriana.“Aku sudah lama mengaguminya. Tapi kali ini, dia memenangkan rasa hormatku.” Balas Irene.“Kini kamu menghormatinya? Aku jadi makin penasaran.” Ucap Adriana.Irene hanya membalas dengan senyuman pada Adriana.***Setelah bertemu Adriana, Felice langsung mendatangi studio Xavier.“Pekerjaan hari ini tidak butuh waktu lama seperti dugaanku. Jadi, aku sudah tidak ada pekerjaan lagi.” Ucap Felice.“Maaf, aku ada satu janji temu lagi.” Ucap Xavier.“Tidak apa-apa. Aku akan menunggu.” Balas Felice.“Permisi! Aku yang menelponmu kemarin.”
Andai kami tidak perlu berpamitanAku tidak akan tahu betapa berharganya momen ini. Betapa terbatasnya waktu yang kami miliki.-Felice Chiara Farfalla.“Kamu tidak akan memperpanjang kontrak mu dengan kami? Perpisahan tanpa pemberitahuan macam apa ini?” Tanya Arka.“Katamu aku bisa membatalkan kontrak sesukaku. Jadi, jangan menuntutku.” Ucap Xavier.“Ada apa? Apa ada yang menginginkanmu? Siapa itu? Di mana?” Tanya Arka.“Aku dapat telepon dari Paris.” Balas Xavier.“Tentang apa?” Tanya Arka.“Asosiasi foto ingin mengadakan pameran untukku.” Balas Xavier.“Pameran? Benarkah? Haha!” Ucap Arka.“Ya.” Balas Xavier.“Akhirnya kamu bisa mengadakan pameran yang selalu kamu inginkan itu?” Ucap Arka.“Ya.”“Jadi, kapan kamu mulai bekerja? Tidak
“Selamat, Nona Felice. Aku kirakamu ceroboh. Melompat kedalam sesuatu yang semua orang tidak ada gunanya.” Ucap Irene.“Aku tidak melakukannya untuk membuat pakaian kami laris atau semakin dikenal di luar negeri. Kami ingin mematahkan prasangka bahwa kami akan gagal, dan tunjukkan kepada para penentang bahwa bias mereka tentang kami itu salah.” Ucap Felice.“Kamu pikir kamu berhasil?” Tanya Irene.“Sampai batas tertentu.” Ucap Felice sambil mengangguk.“Hasil positif ini mungkin tidak akan bertahan lama.” Ucap Irene.“Tetap saja, kamu meminta bertemu denganku lagi di ruangan mu ini. Tanpa harus membayar komisi yang meningkat atau aku harus menyembahmu, kamu mengulurkan tanganmu kepada kami lebih dahulu. Itu saja membuatku berpikir upayaku amat berarti sampai bisa menggoyahkan mu.” Ucap Felice.“Jika kamu tidak tampil baik di musim mendatang, kita harus menegosiasik
“Hai, namaku upin dan aku ipin….”Tayangan kartun yang sedang ditonton itu membuat senyum Seraphina terpancar jelas di wajahnya. Seraphina sangat senang jika Keena dan Liam membiarkannya menonton kartun-kartun kesukaannya.“Kau nak kemane?”“Nak ikut boleh?”Kebahagiaan Sera juga menjadi kebahagiaan Keena. Meskipun Keena hanya bisa menemaninya sambil rebahan di sofa sambil sesekali menahan rasa sakitnya.Saat rasa sakitnya mulai datang lagi, Keena teringat kata dokter yang mengatakan bahwa, “Rasa sakitnya akan memburuk. Kankernya sudah menyebar ke saraf di sekitar pankreas mu. Kamu akan merasa sangat sakit di perut bagian atas mu.”Sebisa mungkin Keena terus menahan rasa sakitnya. Namun, jika tidak kuat menahannya, Keena hanya bisa merintih kesakitan.Ketika Keena sedang merintih kesakitan, Seraphina melihatnya. Seraphina langsung inisiatif untu