Selama bekerja di Jakarta, Xavier selalu menggunakan kantor Arka sebagai kantornya juga. Bahkan dia selalu menggunakan ruangan Arka untuk melakukan pekerjaannya seperti saat mengedit hasil fotonya. Ketika sedang mengedit foto katalog untuk koleksi terbaru Lauré, Xavier menyempatkan untuk melihat-lihat hasil foto dia saat memotret Felice di Paris kala itu. “Astaga foto-foto yang luar biasa. Candy, kamu memang terbaik dalam pengambilan foto. Foto-fotomu selalu memiliki perasaan yang sampai pada orang yang melihatnya.” Sahut Arka sambil melihat katalog foto Xavier.
“Kamu hanya perlu mengedit beberapa kan?” Sahut Arka saat Xavier tidak terpengaruh dengan ucapannya tadi.
“Ada yang mau kamu katakan?” Sahut Xavier sembari terus menatap laptopnya.
“Ayolah. Kamu tuh siapa sih? Kamu Mr. X yang menaklukan London, Paris, Los Angeles dan New York. Aku memanggilmu Candy, orang lain memanggilku Mr. Paris. Ini kali pertama kamu b
“Bu Selena.” Sahut Felice saat melihat selena sedang berjalan. Felice segera mengejar Selena yang terlihat sedang sibuk dengan catatannya.“Oh hai. Saya dengar kamu ada rapat di luar. Kamu baru pulang?” Sahut Selena.“Kenapa kamu kemari selarut ini?” Sahut Felice.“Aku baru saja membuat kimchi, lalu aku teringat kalau kamu menyukai kimchi buatanku. Katamu, kimchi buatanku sangat masuk di lidahmu. Jadi, aku membawakannya untuk kamu makan bersama rekan yang lainnya.” Sahut Selena.“Kamu tidak perlu melakukan hal itu lagi. Aku tidak mau merepotkan.” Sahut Felice.“Aku tahu kamu berusaha keras memberiku pekerjaan. Setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu.” Sahut Selena.“Kamu akan pulang naik apa? Biar aku pesankan taxi online yah?”Sahut Felice.“Ga usah. Aku ga enak kamu selalu melakukan ini. Kamu pasti akan membayarkan ongkos taxinya. Tid
Di saat tengah menelusuri jalan yang sepi di malam hari, setelah mengunjungi rumah Felice. Xavier kembali masih teringat akan Felice. Xavier memutuskan kembali ke rumah Felice. Ia akan terus berusaha meskipun Felice mungkin menolaknya.Ting nong!Felice melihat dari balik layar siapa yang mendatangi rumahnya. Felice memutuskan untuk tidak membuka pintu dan akan membiarkannya. Kemudian Felice memutuskan untuk membersihkan badannya dengan mandi.Ting nong!Xavier terus mencoba menekan bel rumah Felice. Meskipun tidak ada jawaban.Ting nong!Ting nong!Ting nong!Ting nong!Ting nong!Bel itu terus dibunyikan oleh Xavier setiap 30 detik sekali.Ting nong.Setelah selesai mandi dan masih menggunakan handuk mandi model kimono berwarna putih dan handuk kepala, Felice melih
Tuk tu tukPresdir Edward terus mengetuk ngetuk meja di saat Felice dan Direktur Arina menghadapnya.TUK!“Buang saja.” Sahut Presdir Edward.“Lalu bagaimana soal wawancara dengan Mr. X?” Sahut Direktur Arina.“Untuk apa mempromosikan produk itu jika tiruannya sudah terjual?” Sahut Presdir Edward.“Tapi ini sudah siap untuk dirilis.” Ucap Felice.“Terus? Apa kita akan menjual dengan diskon besar? Bukankah hal itu membuatmu kesal?” Tanya Presdir Edward.“Kamu bilang kita akan dapat lumayan jika menjualnya murah, tapi itu akan merugikan merek dalam jangka panjang. Itu akan merusak citra merek. Lalu jika kita naikkan harganya kembali, semua orang akan bilang itu terlalu mahal.” Sahut Presdir Edward.“Ya, aku bilang begitu.” Sahut Felice.“Jadi, buang saja. Ini yang pertama, jadi aku yakin kita t
Ketika sampai di depan kantor, hujan masih turun dengan deras. Disaat sedang tidak baik-baik saja dan sedang dikejar waktu, Felice malah menjatuhkan kunci mobilnya di tengah tengah hujan yang semakin deras. “Heah! Sial.” Gumam Felice. Ketika Felice hendak berjongkok untuk mengambil kuncinya, ada seseorang yang lebih dulu mengambilkanya sembari memberikan payung untuk menghalangi kepala Felice dari rintik-rintik hujan. Felice refleks langsung melihat wajah orang itu dan ternyata dia adalah Xavier.“Kudengar seseorang menjiplak desainmu. Benar kah?” Tanya Xavier.“Ya, benar. kita harus menjadwalkan ulang wawancaranya. Aku rasa kita tidak bisa melakukannya hari ini.” Sahut Felice.“Apa kamu baik-baik saja?” Tanya Xavier.“Tidak. Meski kami menuntut mereka itu akan butuh waktu lama bisa sampai beberapa tahun. Jika mereka memindahkan kancing atau resleting dan mengatakan mereka terinspirasi oleh desainnya, kami tidak akan menang. Begitulah dalam tuntutan hukum. Ngomong-ngomong, itukah alas
“Oh ya! Sebelum itu diganti, pastikan kamu memotret semuanya.” Ucap Felice.“Baik, Non.” Balas Vareena.Manajer toko segera mengganti pakaian yang dipajang di manekin sesuai dengan permintaan Felice. Luna dan membantu mengeluarkan pakaian sebelumnya dan Vareena mendokumentasikan pergantian model pakaian yang di desain.“Hati-hati membawanya.” Ucap Vareena sembari mendokumentasikannya.“Baiklah!” Balas Manajer toko. Lalu Ia segera mengangkat manekin untuk di pajang ke dalam lemari kaca transparan.Melihat Felice yang seperti tidak fokus bekerja membuat Manajer toko bingung karena ini baru pertama kalinya Felice seperti tidak antusias dengan pekerjaan. Manajer toko mendekat ke arah Luna. “Apa Nona Felice sedang tidak enak badan hari ini?” Bisik Manajer toko.“Hah?” Respon Luna. Lalu mereka diam-diam mengamati Felice yang sedang diam mematung. “Dia sedang mengalami ba
BRUK BRUK [Suara saat Felice melempar tas dan blazer ke sofa]“Akhh kepalaku sepertinya sebentar lagi akan meledak.” Gumam Felice sembari mondar mandir di depan tv.Sesekali Felice menggigit jarinya untuk menghilangkan anxiety dengan masalah-masalah yang sedang berputar di kepalanya.Felice duduk di sofa lalu mengambil ponselnya dan terus menscroll media sosial untuk mencari ide. Felice mencari tahu bagaimana cara brand mempromosikan produknya. Felice bukan hanya mencari tentang cara promosi di Indonesia saja. Namun, Ia juga mencari-cari cara orang luar negeri dalam mempromosikan produk. Berjam-jam Felice mencoba menscroll sosial media. Namun, isi kepalanya terlalu bercabang dan berantakan. Felice tidak bisa fokus karena rasa bersalahnya atas kejadian yang menimpa Calvin. Rasanya tidak adil sudah membenci seseorang tanpa tahu alasannya. Namun, terlalu menyakitkan jika mengingat kejadian lima tahun lalu.Felice akhirnya memutus
Hari ini The Premiére kedatangan anak kedua dari Presdir Edward. Kedatangan Elijah Rodrigo menjadi perbincangan semua karyawan The Premiére.Ciit [Suara ban mobil saat berhenti tepat di depan kanto The Premiére]Elijah keluar dari mobil dengan mengenakan blazer berwarna coklat dan kacamata hitam. Setelah keluar dari mobil, Elijah segera pergi ke ruangan Presdir Edward.“Bukankah itu putra dari Presdir Edward?” Tanya Karyawan 1.“Sepertinya begitu.” Ucap karyawan 2.“Apa dia juga akan bekerja disini?” Ucap Karyawan 3.“Sepertinya begitu. Kira-kira dia akan langsung jadi manajer atau dia akan bergabung dengan tim yang sudah ada?” Ucap Karyawan 4.“Entahlah.”***“Sudah hadir semua?” Tanya Felice saat masuk ruangan tim Lauré.“Sudah, Non.” Balas Luna.“Oke. Ayo kita mulai meeting kita.” Ucap Felice.“Baik, Non.” Ucap tim.“Jadi gini. Saya ada beberapa ide untuk promosi, meskipun seharusnya ini bukan ranah kita. Tapi untuk sekarang saya rasa kita juga perlu turun langsung untuk meningkatka
“Hei, beginner! Ayo ikuti saya.” Ucap Vareena sembari menghadap ke arah Elijah.Elijah melihat ke kanan kiri dan belakangnya. Namun, tidak ada orang, “Apa? Kamu bicara dengan saya?”“Ya kamu pikir saya bicara dengan manekin? Ya kamu lah! Ini bawa kertas-kertas ini.” Balas Vareena.Felice dan yang lainnya hanya tersenyum melihat mereka berdua. “Ikutlah dengannya, nanti saya menyusul ke sana. Sekarang saya harus pergi meeting soal bahan tambahan.” Ucap Felice.“Baiklah. Sampai jumpa.” Balas Elijah. Lalu Ia mengikuti Vareena dan Rosé pergi.“Sebanyak apa kamu tahu tentang desain dan kain?” Ucap Vareena.“Kain? Desain? Saya memang tidak tahu banyak tentang itu. Tapi saya tahu butik-butik populer di Asia dan Eropa.” Balas Elijah.“Hm saya rasa kita akan cocok bekerja sama, saya seperti melihat diri lama saya dalam dirimu.” Ucap Vareena.***Tuuut tuut“Luna, bagaimana dengan perkembangan untuk live streaming? Apa sudah dapat host tamunya?” Ucap Felice.“Untuk influencer dari china itu kita
“Jika aku tidak bisa menelan nasinya, aku bisa menambahkan air dan menelannya. Jadi, itu bukan masalah besar. Tapi selama hampir 30 tahun, aku membiarkan kebencianku tumbuh dan mengeras seperti nasi kerak. Itu sesuatu yang tidak bisa kutelan sebanyak apa pun air yang kutuang. Perasaan terluka dan aku tidak bisa melupakannya seperti makanan yang diam saja di perut. Bagaimana jika ini berubah menjadi kesedihan dan kepahitan mendalam? Bagaimana jika yang tersisa dariku hanya kebencian? Aku takut.”Ezra sangat tersentuh membacanya. Ternyata inilah yang dirasakan oleh istrinya selama ini. Setelah membaca catatan itu, Ezra menghampiri Yuri yang sedang mencuci rambutnya di kamar mandi.Yuri memang hanya ingin mencuci rambutnya saja dan tidak ingin mandi karena cuaca di luar sedang hujan deras. Jadi, Yuri hanya keramas di depan wastafel dengan shower di tangan kanannya untuk membasuh rambutnya.Saat busa-busa di rambut Yuri sudah mulai memudar, Ezra
“Pria yang mengaku pacarmu itu bersama Presdir Edward alias ayahmu sekarang, berduaan.” Ucap Luca.Arina menggelengkan kepala untuk melupakan bayangan itu, “Tidak! Tidak mungkin! Mereka pasti hanya membicarakan pekerjaan sebagai sesama petinggi perusahaan.”Gumam Arina.Arina menghampiri Arka untuk menyapanya, “Hai, Pak Arka!” Ucap Arina.“Oh Halo! Direktur Arina!” Balas Arka.“Kenapa kamu keluar dari ruangan Presdir?” Tanya Arina.“Aku habis bicara empat mata dengan Presdir Edward soal urusan mendesak.” Balas Arka.“Mendesak? Soal apa?” Tanya Arina.“Sudah kukatakan aku habis bicara empat mata dengannya, yang artinya itu bukan sesuatu yang bisa ku beritahu kepada mu.” Balas Arka.***“Tentu saja, dia tidak bisa memberitahumu.” Ucap Luca ketika bertemu dengan Direktur Arina di restoran tempat
Presdir Edward menatap Felice dengan tajam, Ia terus teringat dengan kejadian kemarin saat bertemu dengan Arka.Flashback On“Apa orang-orang di Paris ingin merekrut Felice?” Tanya Presdir Edward.Arka tertunduk dan diam membisu.“Kenapa? Apa aku menyulitkanmu?” Tanya Presdir Edward.“Aku merasa tidak nyaman menceritakan ini kepada bos Nona Felice karena… aduh.. hmm.. bagaimana mengatakannya, ya? Aku seakan menodai kepercayaannya.” Ucap Arka.“Jadi, benar seseorang ingin merekrutnya? Siapa itu Anthony?” Ucap Presdir Edward.“Maaf, Pak.” Ucap Arka sembari tertunduk ketakutan.Flashback Off“Kalau begitu, kita akan tetap di Neo Avenue.” Ucap Manajer Alano.“Jika kamu yakin bisa melindungi harga diri kita, lakukanlah.” Ucap Presdir Edward pada Felice.“Apa agenda ku selanjutnya?&rd
Jika kita bisa berpapasan lagi secara kebetulan,Aku tidak akan membuat alasan.Aku akan mencoba percaya bahwa kita memang ditakdirkan bersama.-Haii’ferMenikmati senja di alam terbuka memang bisa menyejukkan hati. Apalagi jika sudah terlalu sering menghadapi hiruk pikuk kehidupan di perkotaan.“Satu hari lagi telah berlalu.” Ucap Felice saat sedang memandang ke arah senja di depan mobil bersama Xavier.Xavier menata Felice yang masih memandangi langit senja.“Kapan kamu berangkat ke Paris?” Tanya Felice sambil menghadap ke arah Xavier.“Kurasa tidak akan lama lagi.” Balas Xavier. Felice pergi ke kursi belakang mobilnya lalu membuka pintu mobil untuk mengambil sesuatu. Setelah mengambilnya Felice kembali lagi pada Xavier yang masih duduk menunggunya di depan mobil sambil melihat pemandangan di sore hari itu. “Ini untukmu.” Ucap Felice saat memberikan kotak hadiah yang cukup besar untuk Xavier. Xavier membuka kotak yang Felice pegang itu. Isinya adalah sebuah tas yang didesain untu
Sungai, jembatan, pepohonan, burung-burung terbang dan keindahan alam yang dilihat hari ini harus menjadi kenangan manis yang akan selalu diingat oleh Xavier dan Felice. Momen ini bukan hanya akan terekam dalam memori yang ada di kamera Xavier. Namun, momen ini juga akan selalu ada dalam rekaman ingatan Felice dan Xavier.Melihat Xavier memotret merupakan hal yang sangat Felice suka akhir akhir ini. Bagi Felice, melihat Xavier yang fokus dengan keahliannya jadi terlihat sangat tampan baginya.Setelah memotret di sekitar jembatan, Xavier dan Felice pergi berpiknik sambil memotret beberapa spot yang ada di sana. Selain itu mereka juga sambil melihat-lihat beberapa hasil foto yang sudah didapatkan.“Itu indah.” Ucap Felice.“Bukankah ini bagus?” Ucap Xavier.“Kamu fotografer yang hebat. Semuanya terlihat luar biasa.” Ucap Felice.“Hehe. Lihat lah yang ini.” Xavier tersenyum melihat Felice yang ter
Pulang kerja kali ini Direktur Arina hendak pulang dengan Arka. Saat sedang menunggu Arka di lobby kantor, Arina melihat seseorang yang sepertinya sedang memanggil dirinya sambil melambaikan tangan. “Nona!” Panggil Luca sambil melambaikan tangan kepada Direktur Arina. “Nona Arina.” Ucap Luca.“Ngapain dia disini. Beraninya dia datang lagi ke dalam kehidupanku.” Gumam ArinaLuca lari menghampiri Arina yang sedang berdiri di depan Lobby. “Nona!” Ucap Luca lalu hendak memeluk Arina.Arina mendorongnya dengan kedua tangannya, “Kamu tidak lihat aku menolakmu?” Ucap Arina sambil tangannya terus berusaha menjaga jarak dengan Luca.“Aku ingin meluruskan kesalahpahaman.” Ucap Luca.“Baru sekarang? Haha. Kenapa tidak menunggu sampai tahun depan sekalian?” Ucap Arina lalu pergi menghindar.Luca mencegahnya, “Aku berjanji itu tidak akan terjadi lagi. Kamu tah
Setelah Felice pergi, Adrina mengajak Irene bertemu di tempat yang sama.“Menurutmu seperti apa Felice Chiara Farfalla?” Tanya Adriana.“Dia? Dia seseorang yang membuatku iri.” Ucap Irene lalu menyeruput kopinya.“Kamu iri terhadap seseorang?” Ucap Adriana.“Aku sudah lama mengaguminya. Tapi kali ini, dia memenangkan rasa hormatku.” Balas Irene.“Kini kamu menghormatinya? Aku jadi makin penasaran.” Ucap Adriana.Irene hanya membalas dengan senyuman pada Adriana.***Setelah bertemu Adriana, Felice langsung mendatangi studio Xavier.“Pekerjaan hari ini tidak butuh waktu lama seperti dugaanku. Jadi, aku sudah tidak ada pekerjaan lagi.” Ucap Felice.“Maaf, aku ada satu janji temu lagi.” Ucap Xavier.“Tidak apa-apa. Aku akan menunggu.” Balas Felice.“Permisi! Aku yang menelponmu kemarin.”
Andai kami tidak perlu berpamitanAku tidak akan tahu betapa berharganya momen ini. Betapa terbatasnya waktu yang kami miliki.-Felice Chiara Farfalla.“Kamu tidak akan memperpanjang kontrak mu dengan kami? Perpisahan tanpa pemberitahuan macam apa ini?” Tanya Arka.“Katamu aku bisa membatalkan kontrak sesukaku. Jadi, jangan menuntutku.” Ucap Xavier.“Ada apa? Apa ada yang menginginkanmu? Siapa itu? Di mana?” Tanya Arka.“Aku dapat telepon dari Paris.” Balas Xavier.“Tentang apa?” Tanya Arka.“Asosiasi foto ingin mengadakan pameran untukku.” Balas Xavier.“Pameran? Benarkah? Haha!” Ucap Arka.“Ya.” Balas Xavier.“Akhirnya kamu bisa mengadakan pameran yang selalu kamu inginkan itu?” Ucap Arka.“Ya.”“Jadi, kapan kamu mulai bekerja? Tidak
“Selamat, Nona Felice. Aku kirakamu ceroboh. Melompat kedalam sesuatu yang semua orang tidak ada gunanya.” Ucap Irene.“Aku tidak melakukannya untuk membuat pakaian kami laris atau semakin dikenal di luar negeri. Kami ingin mematahkan prasangka bahwa kami akan gagal, dan tunjukkan kepada para penentang bahwa bias mereka tentang kami itu salah.” Ucap Felice.“Kamu pikir kamu berhasil?” Tanya Irene.“Sampai batas tertentu.” Ucap Felice sambil mengangguk.“Hasil positif ini mungkin tidak akan bertahan lama.” Ucap Irene.“Tetap saja, kamu meminta bertemu denganku lagi di ruangan mu ini. Tanpa harus membayar komisi yang meningkat atau aku harus menyembahmu, kamu mengulurkan tanganmu kepada kami lebih dahulu. Itu saja membuatku berpikir upayaku amat berarti sampai bisa menggoyahkan mu.” Ucap Felice.“Jika kamu tidak tampil baik di musim mendatang, kita harus menegosiasik