Share

PENOLAKAN

Hari esok pun tiba. Xavier menerima tawaran Felice untuk menjadi Fotografer mereka. Felice dan team segera menyiapkan semua keperluan untuk foto.

Suasana photoshoot sudah cukup ramai dengan staff yang berlalu lalang untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Fotoshoot dilakukan di outdoor, sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.

Felice sudah menyiapkan semuanya dengan detail. Apa yang akan dipakai oleh model sudah tertera di papan informasi.

“Baris pertama Rosalia dalam urutan ini. Dan Luca?” Ucap Felice.

“Skema warnanya tumpang tindih.” Ucap Luna.

“Kita akan pakai gaun?” Tanya Felice. “Ya. Tidak apa-apa?” Ucap Luna. “Ya tidak masalah.” Balas Felice.

“Oke.” Balas Luna.

“Vareena, periksa rambut dan riasan para model.” Ucap Felice.

“Baiklah.” Vareena.

“Apa itu sudah disiapkan?” Tanya Felice pada staff yang sedang menyiapkan properti untuk foto.

“Sudah.” Ucap staff properti foto.

Ckrek ckrek ckrek.

Xavier terus mengambil foto Felice dalam keadaan apapun. Baginya Felice terlihat sangat cantik dan fashionnya lebih menarik dibandingkan model yang akan dia potret. Padahal Felice hanya mengenakan celana bahan berwarna hitam dan kemeja warna pink yang dipadukan dengan fake collar putih di bahunya.

Sebelum sesi foto dilakukan Xavier terus menggunakan kamera-kameranya untuk mencoba mengambil gambar Felice. Felice menyadari hal itu lalu dia menghampiri Xavier untuk memberikan instruksi. Namun Xavier malah kembali memotret  Felice dari jarak dekat.

“Xavier, hasilnya harus selesai sebelum makan siang. Jadi potret sebisanya saja.” Ucap Felice saat Xavier sedang fokus dengan kameranya.

“Tenang aja.” Balas Xavier yang santai dan malah melanjutkan mengetes kamera dengan memfoto wajah Felice dari jarak dekat sampai Felice merasa kurang nyaman.

“Jika kamu menggunakan lo-fi alih-alih JPG akan lebih mudah mendapatkan detailnya. Oh ya foto-fotonya tidak perlu di edit. Konsepnya ada di papan informasi. Nanti di zoom pada pakaiannya saja.” Ucap Lee Yeon A.

“Sudah kubilang tenang saja.” Balas Xavier lalu Xavier segera menjalankan tugasnya.

“Ayo! Mari kita mulai! Modelnya udah siap belum?” Ucap Darren pada staff dan model.

“Aku cek dulu sebentar.” Ucap Vareena.

“Segera panggil mereka.” Ucap Xavier.

“Hai girls and boys! Kita akan segera mulai. Kalian keluar lewat sini!” Ucap Vareena.

“Tolong siapkan lampunya.” Perintah Xavier pada staff properti.

Felice memperhatikan cara kerja Xavier yang sangat terlihat profesional dan seperti sudah memiliki banyak pengalaman. Tangannya sangat cekatan dalam melakukan pemotretan bahkan saat mengganti lensa kamera terlihat sangat keren.

Xavier menghampiri model untuk memberikan instruksi posisi mereka. “Aku suka posisi kalian. Tasya dan Enzy kamu bisa berdiri di tengah dan Luca kamu paling kiri, mundur beberapa langkah.” Ucap Xavier.

“Ini tempatku.” Ucap Luca kemudian Xavier memberikan tatapan tajam dan mengancam tanpa mengatakan sepatah katapun.

“Baik, mari kita mulai.” Ucap Xavier pada para model agar mereka segera berpose.

Xavier yang sudah sangat profesional dengan fotografi terlihat enjoy saat melakukan pekerjaannya. Hasil foto dari tangan Xavier sangat profesional dan terlihat sangat sempurna. Xavier yang sudah biasa menangani model fashion sudah paham angel mana saja yang Ia butuhkan untuk mendapatkan hasil foto yang sempurna.

Ckrek ckrek ckrek.

“Berdiri lebih dekat. Oke segitu bagus.” Ucap Xavier agar model mendekat dan mengganti pose mereka.

Cekrek cekrek! “Bagus. Oke!” Ucap Darren.

Felice cukup puas dengan kinerja Xavier yang profesional dan sudah paham caranya menangani model.

“Luna, Vareena panggil aku Direktur Arina untuk hari ini, ya?” Pinta Felice.

“Apa?” Tanya Luna. “Oh baik aku paham.” Balas Luna.

“Kamu berpura-pura menjadi Direktur Arina untuk membawanya kesini. Itu masuk akal, Direktur Arina yang mempekerjakan anggota staf lainnya. Baiklah aku paham.” Balas Vareena.

“Oke. Setelah ini kita foto satu orang satu orang. Mulai dari yang paling kanan ya!” Ucap Xavier.

“Ya.” Para model memahami instruksi dari Xavier dan langsung melakukan tugas mereka.

Ckrek ckrek ckrek. Para model bergantian untuk melakukan pemotretan sambil menunjukkan hasil karya Felice dan team.

“Dia hebat.” Ucap Vareena pada Luna.

“Ya. Hasilnya tidak ada yang mengecewakan.” Balas Luna.

“Waah! Dia memotret seperti profesional sungguhan.” Ucap Luna pada Felice dan Vareena. Namun, Felice tidak menanggapi karena fokus memperhatikan cara Xavier bekerja. Semakin diperhatikan Felice jadi teringat dengan malam itu.

Malam saat mereka pertama kali bertemu di pesta pembukaan fashion week yang berakhir dengan malam bergairah bagi mereka berdua. Mata Felice tidak sedetikpun mengalihkan pandangannya dari hadapan Xavier.

“Coba seperti melangkah.” Pinta Xavier sambil memperagakannya. Model itu mengikuti perintah Xavier dengan baik.

“Gunakan tanganmu sedikit lagi. Iya gitu bagus. Oke pertahankan.” Ucap Xavier. Cekrek cekrek.

“Pose bergerak.” Pinta Xavier pada model selanjutnya.

“Oke coba pose seperti berputar. Tahan begitu oke. Selesai!” Ucap Xavier. Cekrek cekrek.

“Mari kita lanjutkan.” Ucap Xavier pada Felice.

Luna sangat terkesima dengan hasil foto Xavier. “Astaga. Dia tidak hanya hebat. Dia mungkin lebih baik daripada Mr. X. Hasilnya tidak ada yang mengecewakan. Semuanya terlihat sempurna.” Ucap Luna.

“Nona Felice, dimana kamu menemukan pria itu? Hasil foto yang dihasilkan sangat sempurna.” Ucap Luna. Namun, Felice tidak memberikan jawaban.

“Aku akan beri sentuhan akhir.” Sahut Xavier saat menghampiri Felice, Luna dan Vareena.

“Kita tidak punya waktu untuk itu. Langsung cetak saja.” Balas Felice saat Xavier akan mengedit fotonya.

Xavier sedikit geram pada Felice. “Ini foto-fotoku. Aku tidak akan memberikannya tanpa persetujuanku.” Ucap Xavier.

“Kami ada rapat dengan klien penting.” Ucap Felice.

“Hanya butuh sepuluh menit.” Balas Xavier sambil tersenyum pada Felice. Kemudian Xavier segera mengedit fotonya agar terlihat lebih sempurna.

Saat memberikan sentuhan editing tangan Xavier juga terlihat sangat cekatan sehingga Felice bisa mempercayakan hasilnya pada Xavier. Setelah memberikan sentuhan editing pada foto yang Xavier potret, Xavier segera mencetak fotonya. Setelah selesai dicetak staf segera memberikan hasilnya pada Xavier.

“Ini hasilnya.” Ucap Xavier pada Felice.

Felice mengambil hasilnya dan dia merasa puas dengan hasilnya.

“Sudah selesai, Nona Felice?” Tanya staf.

“Ya mari kita akhiri.” Sahut Luna kemudian Luna segera menghampiri staf.

“Kamu lebih baik daripada dugaanku.” Ucap Felice pada Xavier.

“Kamu tidak mempercayaiku saat meminta aku bekerja paruh waktu?” Tanya Xavier.

“Aku yakin pada penglihatanku yang baik. Tapi ternyata kamu lebih baik.” Balas Felice.

“Apa itu pujian?” Tanya Xavier.

“Ya, itu pujian. Aku sangat suka foto-fotomu.” Balas Felice.

Xavier tidak mengatakan apapun lagi, dia hanya menatap wajah Felice. Begitupun dengan Felice, dia cukup senang dengan usaha mereka hari ini.

Drtt drtt. “Acara pembeli Anthony dimulai 17.00.” Pesan notifikasi di kalender.

“Aku permisi.” Ucap Felice lalu meninggalkan Xavier untuk melanjutkan pekerjaannya.

Seperti biasanya Xavier selalu memperhatikan Felice sampai Felice menghilang dari hadapannya.

“Kerja bagus semuanya.” Ucap Luna pada semua staf dan model yang bekerja hari ini.

Drtt drtt.

Luna membuka pesan yang mengejutkan. Luna mencari Felice untuk memberitahunya namun Felice sudah pergi.

***

Acara Anthony sudah dimulai. Banyak para desainer atau pembeli yang akan melihat-lihat hasil desain Anthony.

Ladies and gentlemen! The 2024 Anthony Yves Saint FW Buyer Show will now begin. (Para hadirin! Acara pembelian FW Anthony Yves Saint 2024 akan dimulai sekarang).” Ucap pembawa berita.

Semua orang yang akan masuk ke dalam tidak boleh membawa ponsel, gadget atau tas mereka. Ponsel mereka dititipkan di depan pintu masuk acara.

Arka datang ke acara Anthony bersama Xavier yang tentunya sudah Ia paksa untuk datang.

“Keamanan akan sangat ketat karena belum ada yang dirilis. Begitu desainnya bocor, orang-orang akan mulai membuat salinannya.” Ucap Arka.

“Kenapa kamu mengajakku kesini. Acara ini hanya untuk pembeli.” Ucap Xavier.

“Makin banyak yang kamu lihat, makin banyak yang kamu pelajari. Lagi pula, kamu seniman. Perhatikan apa yang disukai pembeli dan apa yang menurutmu akan jadi tren musim selanjutnya. Kamu lihat? Sebesar inilah perhatianku.” Ucap Arka.

“Kamu pasti berbuat sebaik ini karena ada maunya.” Ucap Xavier.

“Kamu memang cepat tanggap, ya! Ini suap untukmu. Ini obat herbal buatan china yang harganya 50 dolar per buah.” Balas Arka.

“Harganya mahal. Ini untukmu saja.” Balas Xavier saat mengembalikan obat herbal ke tangan Arka.

“Aku ingin  bersamamu semalaman.” Ucap Arka yang langsung memasukkan obat herbal ke mulut Xavier.

“Maafkan aku tidak mau.” Ucap Xavier.

“Anthony adalah orang penting. Aku hanya ingin bertemu dengannya untuk memberinya kartu namaku, tapi aku ditolak. Jadi, aku membelikanmu tiket untuk acaranya.” Sahut Arka.

“Aku tidak mau datang.” Balas Xavier.

“Haha. Dia akan terkejut begitu tahu bahwa kamu adikku.” Balas Arka.

“Hyaaah, aku ditawari pekerjaan, dan sekarang aku bahkan punya kakak.” Ucap Xavier.

“Kamu dapat pekerjaan? Perusahaan apa?” Tany Arka dengan serius.

“Kamu tahu Arina yang bekerja di The Premiére?” Tanya Xavier.

“Ya, tentu saja. The Premiére adalah klien kami.” Jawab Arka.

“Ngomong-ngomong gimana kencan butanya?” Tanya Arka.

“Apa menurutmu itu lucu?” Sahut Xavier.

“Aku akan memaafkanmu sekali ini saja. Kalau itu terjadi lagi, kamu tidak akan bisa melihatku lagi.” Ancam Xavier.

“Itu tidak akan terjadi lagi. Aku terpaksa melakukannya demi ibumu.” Sahut Arka.

“Ayo!” Sahut Arka langsung mendorong Xavier untuk masuk.

Saat di dalam ruangan, Xavier dan Arka berbincang-bincang dengan staf Anthony yang bertugas untuk menjelaskan desain yang dikeluarkan Anthony. Impian Arka untuk memberikan kartu namanya juga terwujud dengan memberikan kartu namanya pada staf yang sedang bertugas.

Xavier melihat ada staf yang diam-diam mengambil gambar koleksi desain Anthony, padahal orang yang masuk kesana tidak boleh mengambil gambar ataupun membawa gadget. Xavier mengikuti staf itu keluar dan ternyata staf itu adalah orang suruhan Luna.

Luna berniat ingin membocorkan desain Anthony yang belum dirilis itu karena dia sakit hati atas penolakan Anthony yang mendadak. Namun, Felice tidak suka dengan cara Luna.

“Apa itu? Berikan ponselmu!” Ucap Felice.

Dengan berat hati Luna memberikan ponselnya pada Felice. “Ini.” Ucap Luna yang ketakutan.

“Apa ini?” Tanya Felice.

“Anthony sudah meneken kontrak dengan Sono. Dia menggunakan buku foto itu sebagai alasan karena tidak tahu harus berkata apa kepada kita. Kukira kita kandidat terkuat. Dia meminta kita membawa buku foto. Padahal kita sudah berupaya memotret tadi. Teganya dia melakukan ini kepada kita.” Protes Luna

“Jadi, apa rencanamu dan kenapa kamu memotret desain yang dirahasiakan?” Tanya Felice.

“Aku akan membalasnya dengan membocorkan desainnya di internet.” Ucap Luna.

“Luna.” Sahut Felice.

“Aku akan menyalinnya sebelum akhir pekan berakhir, agar dia jera. Bagaimana rasanya melihat kerja kerasmu menjadi sia-sia?” Ucap Luna.

“Aku paham perasaan kamu. Sungguh! Tapi kamu seorang desainer. Kamu tahu betapa fatalnya jika desainmu ditiru. Kerja keras selama setahun akan sia-sia. Kamu seorang desainer. Kamu tidak pantas berbuat demikian.” Sahut Felice.

“Tapi Nona Fel.” Sahut Luna.

“Hapus semuanya!” Ucap Felice.

“Nona Fel.” Ucap Luna.

“Apa yang membuat sebuah merek itu jadi mewah? Desainer terhormat yang bangga dengan desainnya. Jangan bertindak serendah itu.” Ucap Felice. Lalu mengembalikan ponsel Felice agar dia menghapus semua foto-foto desain Anthony yang ada di ponselnya.

Luna akhirnya menghapus satu persatu desain yang akan dia bocorkan itu. “Kamu mau ke mana?” Tanya Luna saat menyadari Felice berbalik badan dan akan segera pergi.

“Menemui Anthony. Setidaknya kita harus memberitahunya apa yang dia lewatkan.” Balas Felice.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status