Wanita yang akhirnya datang ke pertemuan itu adalah Felice Chiara Farfalla. Dia datang masih dengan baju yang dia pakai dari tadi pagi. Felice terpaksa datang karena tidak ingin menimbulkan keributan atau menjadi sasaran kemaraha Presdir Edward.
Tak tuk tak tuk
“Maaf aku terlambat.” Ucap Felice yang sedang menyamar jadi Direktur Arina.
Xavier yang awalnya ingin memutuskan pergi setelah tahu dibohongi oleh Arka mendadak diam membeku setelah melihat wanita itu. Arka melirik ke arah tulisan nama yang ada piring yang sudah disiapkan waitress. Disitu tertulis nama Xavier Oda Valent dan Arina Greesa Reine.
“Kamu nona Arina Greesa Reine?” Tanya Xavier.
“Anggap saja begitu.” Balas Felice mengangguk.
“Aku Xavier Oda Valent.” Ucap Xavier.
Rencana awal Felice setelah datang ke tempat itu adalah hanya untuk hadir lalu pulang ke hotel. “Maaf ada masalah di kantor. Aku tahu ini tidak sopan, tapi aku harus…” Ucap Felice terhenti saat waitress membuka menu steak daging yang terlihat menggiurkan di depan matanya. Felice juga melihat ke sekeliling meja, banyak makanan yang terlihat enak dan sayang jika harus diabaikan.
Akhirnya setelah melihat makanan-makanan yang sepertinya enak membuat Felice membatalkan niat awalnya itu. Felice langsung duduk di kursi yang tersedia tanpa mempedulikan Xavier.
Saat Felice akan menyantap makanan Xavier melihat ke arah wanita itu dan bertanya tentang ucapannya tadi. “Tapi aku harus… Tapi aku harus apa?” Tanya Xavier.
“Ehh, kamu sudah repot-repot memesan tempat dan menyiapkan semua hidangan ini. Aku akan makan dahulu sebelum pergi.” Ucap Felice.
Felice segera mengambil roti di hadapannya dan segera menyantapnya. Felice makan dengan sangat cepat dan terkesan buru-buru seperti orang kelaparan yang belum makan setahun.
Xavier terus memperhatikan tingkah wanita itu sampai Felice merasa malu. Dan pada akhirnya Xavier juga ikut makan bersama Felice yang dia kenal sebagai Arina.
Bukan Felice namanya jika tidak ambis dengan pekerjaannya. Meskipun sambil makan dan diminta menggantikan kencan buta Arina, Felice tetap tidak meninggalkan pekerjaannya barang sedetikpun.
“Vareena! Kamu sudah menanyakan merek mana saja yang ingin berkolaborasi dengan Anthony Vaccarel?” Ucap Felice saat menghubungi Vareena.
Menyebutkan nama Anthony membuat Xavier menoleh ke arah Felice. Xavier heran ada wanita yang sangat abisius dan kompetitif seperti Arina ini. Dia menelpon sambil makan dan sambil melakukan pekerjaannya. Sungguh luar biasa bagi Xavier.
“Katakan saja. Begitu dia sepakat kami harus mengerjakan musim berikutnya. Lihat apa yang kamu suka dan segera minta sampelnya. Mungkin pewarnanya agak berbeda. Jadi, periksa kualitasnya. Yaah sampai jumpa.” Ucap Felice. Kemudian mematikan panggilan teleponnya.
Belum ada satu menit sudah ada panggilan telepon lagi. Xavier sempat membaca nama yang menghubungi wanita itu. “Direktur Arina.” Namun, telepon itu diabaikan oleh Arina palsu.
Sejak saat itu Xavier menyadari bahwa wanita yang ada dihadapannya adalah Arina palsu. Untuk beberapa saat Xavier memperhatikan melihat wallpaper dari ponsel Arina palsu itu. Gambarnya seperti familiar bagi Xavier.
“Maafkan aku. Aku sedang dalam perjalanan bisnis, Andai tidak harus berada disini, aku pasti sedang bekerja keras.” Ucap Arina palsu pada pria dihadapannya tanpa menoleh sedikitpun. Arina palsu itu hanya fokus pada gadgetnya terus tanpa henti.
“Paginya, dia menyeret seorang pria keluar dari kamar hotel, dan malamnya dia bekerja saat kencan buta?” Gumam Xavier dalam hati.
“Kamu seorang desainer?” Tanya Xavier.
Alina palsu sempat menoleh ke arah Xavier. “Aku freelance fotografer. Aku memotret model fashion.” Ucap Xavier.
Direktur Alina palsu melirik arah tas dan barang bawaan Xavier dan sepertinya benar pria ini adalah Fotografer.
“Kita mungkin saja pernah bertemu. Fotografer dan desainer sering berpapasan di event-event.” Ucap Xavier.
“Pertemuan yang tidak berkesan tidaklah berarti bagiku.” Ucap Direktur Alina palsu.
“Yang tidak berkesan?” Tanya Xavier.
“Ya! Pertemuan yang biasa saja. pertemuan yang tidak spesial.” Balas Direktur Alina palsu.
“Kamu cukup pelupa untuk ukuran seorang desainer. Aku jarang melupakan wajah yang pernah ada di bingkaiku.” Ucap Xavier sambil tertawa kecil.
“Aku disini bukan karena ingin. Aku dipaksa datang dan kurasa aku tidak akan menemuimu lagi. Goodbye!” Balas Direktur Alina palsu sambil membereskan barang bawaanya.
“Masih ada hidangan penutup.” Ucap Xavier.
Direktur Alina palsu menoleh. “Aku tidak suka makanan manis.” Ucap Direktur Alina palsu.
“Bagaimana dengan teh hangat?” Ucap Xavier.
“Teh hanya panas sebentar.” Balas Direktur Alina palsu.
“Cara bicaramu seakan kamu sedang jengkel.” Ucap Xavier.
“Kalau begitu, permisi.” Ucap Direktur Alina palsu kemudian Ia berdiri dan meninggalkan Xavier d meja itu.
Xavier memperhatikan wanita itu. Dia pergi tanpa menoleh ke belakang. Setelah itu Xavier juga keluar dari restoran itu.
Setelah keluar dari restoran Xavier sengaja memilih jalan yang sama dengan jalan yang dipilih Direktur Arina palsu.
“Nona Felice, apa yang harus aku lakukan?” Ucap Luna melalui sambungan telepon.
“Kenapa? Ada apa?” Tanya Felice.
“Kurasa berkasnya tertukar sebelum kita mengirimnya ke percetakan.” Ucap Luna. Dunia Felice nyaris hancur seketika.
“Beri tahu Sabrina untuk mengirimkan file aslinya lewat email. Kita cetak ulang disini saja.” Pinta Felice.
“Tunggu sebentar Nona Felice. Vareena sedang menghubungi Sabrina sekarang.” Balas Luna.
“Sabrina bagaimana? Kamu menemukan salinan aslinya?” Ucap Vareena saat menghubungi Sabrina.
“Tidak ada disini. Aku sudah mencarinya di mejamu dan meja manajer, tapi tidak ada.” Sahut Sabrina yang sedang panik mencari file kesana kemari.
Heah. Felice hanya bisa menghela nafas. “Begini saja. mari kita ambil foto lagi disini.” Ucap Felice.
“Apa?” Respon Luna.
“Anthony menunda semua meeting hingga besok. Kita masih punya waktu, dan sampelnya ada disini. Kita bisa memotretnya besok.” Ucap Felice.
“Aku akan menyewa model. Lalu bagaimana dengan fotografernya?” Sahut Luna.
“Fotografer yang biasa mengambil gambar untuk kita sedang berada di acara dan tidak bisa dipanggil.” Sahut Vareena.
“Astaga. Bagaimana ini?” Sahut Luna.
Felice teringat dengan ucapan pria tadi. Dia seorang fotografer. Felice sempat melihat Xavier di dekatnya. Namun mereka sempat berpisah di persimpangan jalan. Dengan sigap Felice segera mencari dimana keberadaan Xavier.
“Tunggu sebentar akan aku kabari.” Ucap Felice. Kemudian Felice berlari mengejar Xavier yang ada di sebrang jalan.
Felice nyaris tertabrak mobil karena tidak mematuhi rambu saat menyebrang. Xavier sangat cepet hilang dari pandangan sehingga Felice harus secepat kilat mengejar Xavier yang keberadaanya tertutup oleh kerumunan orang-orang.
Ketika Felice sudah tidak bisa menemukan Xavier tiba-tiba saja ada orang yang mengajaknya bicara. “Kamu sedang mencari seseorang? Tanya Xavier yang muncul dari belakang Felice.
“Apa kamu ada waktu luang besok? Kamu mau bekerja paruh waktu?” Tanya Felice tanpa basa-basi.
“Melakukan apa?” Tanya Xavier.
“Kamu bilang kamu fotografer model fashion. Akan aku berikan nuansa adegannya. Aku desainer The Premiére.” Ucap Felice dengan nafas yang naik turun karena habis berlari.
“Oh begitu rupanya. Lalu?” Ucap Xavier.
“Ini masih rahasia tapi untuk musim berikutnya, kita akan berkolaborasi dengan Anthony. Ini bisa menjadi kesempatan bagus untuk kamu.” Ucap Felice.
Kita lihat saja. biasanya aku yang memutuskan apa yang ingin kulakukan. Aku memutuskan sendiri.” Ucap Xavier.
“Bekerja dengan profesional sepertiku akan membuatmu merasa bangga.” Sahut Felice.
“Aku akan merasa bangga saat aku mau.” Balas Xavier.
“Jika kamu mengambil kesempatan ini, ini akan jadi pengalaman berharga untukmu, saat kelak kamu meneken kontrak dengan majalah atau agensi itu akan bisa dijadikan portofolio.” Ucap Felice.
“Jadi, aku harus melakukannya?” Tanya Xavier yang sebenarnya ingin tertawa karena Felice tidak tahu dia siapa.
“Ya. Kamu satu-satunya pilihanku.” Gumam Felice dalam hati.
“Ya ini bagus untuk karir kita.” Ucap Felice.
***
“Hanya ada sedikit bukti kita bisa mempercayainya. Tas kameranya sangat tua. Artinya dia sering memakainya. Dia bukan pemula.” Ucap Felice dihadapan para asistennya selagi dia mengedit untuk membuat katalog baru yang akan di cetak.
“Bagaimana dengan para modelnya? Sudah aman? Apa ada problem?” Tanya Felice.
“Aku menggunakan kenalanku.” Jawab Luna.
“Oke, bagus.” Balas Felice yang masih harap-harap cemas dengan respon Xavier besok. Saat bicara tadi Xavier terlihat tidak antusias dengan permintaan Felice.
Berbeda dengan Felice yang sedang harp-harap cemas, Xavier sedang tertawa melihat sosial media Direktur Arina sambil mengingat perkataan Felice. Xavier semakin yakin bahwa wanita itu bukan Direktur Arina melainkan Felice manajer desainer Lauré.
“Manarik!” Monolog Xavier sambil meminum wine di kamar hotelnya.
***
Hari esok pun tiba. Xavier menerima tawaran Felice untuk menjadi Fotografer mereka. Felice dan team segera menyiapkan semua keperluan untuk foto.Suasana photoshoot sudah cukup ramai dengan staff yang berlalu lalang untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Fotoshoot dilakukan di outdoor, sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.Felice sudah menyiapkan semuanya dengan detail. Apa yang akan dipakai oleh model sudah tertera di papan informasi.“Baris pertama Rosalia dalam urutan ini. Dan Luca?” Ucap Felice.“Skema warnanya tumpang tindih.” Ucap Luna.“Kita akan pakai gaun?” Tanya Felice. “Ya. Tidak apa-apa?” Ucap Luna. “Ya tidak masalah.” Balas Felice.“Oke.” Balas Luna.“Vareena, periksa rambut dan riasan para model.” Ucap Felice.“Baiklah.” Vareena.“Apa itu sudah disiapkan?” Tanya Felice pada staff yang sedang menyiapkan properti untuk foto.“Sudah.” Ucap staff properti foto.Ckrek ckrek ckrek.Xavier terus mengambil foto Felice dalam keadaan apapun. Baginya Felice terlihat sang
“Menemui Anthony. Setidaknya kita harus memberitahunya apa yang dia lewatkan dari kita.” Balas Felice.Saat Felice pergi ternyata Xavier mendengarkan percakapan mereka berdua. Namun, Felice dan Luna tidak menyadari ada Xavier di dekat mereka.***Sesuai dengan ucapannya, Felice benar menemui Anthony di acara Special Party. Hanya orang-orang yang memiliki tiket undangan yang bisa datang ke acara itu. Dalam party itu Felice mendekati Anthony untuk membujuknya agar mau melihat hasil desainnya dan mau diajak bekerja sama.Xavier yang menyadari Felice akan menemui Anthony di Special Party, membuatnya jadi pergi ke acara tersebut. Namun, Xavier datang menggunakan tiket undangan milik Arka. Saat Xavier berada di pintu masuk Xavier tidak sengaja menginjak kaki wanita dibelakangnya, Xavier segera menangkap tubuh wanita itu agar tidak jatuh.Bugh! Mata mereka saling bertatapan. Wanita itu tersenyum kepada Xavier. “Arina Greesa Reine.” Gumam Xavier dalam hati. Yaps benar wanita itu yang ia bantu
Hal pertama yang perlu dilakukan setelah gagal adalah mencoba cara lain yang lebih ekstrem. Itu semua bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang orang inginkan.Psikologi orang yang ingin memakai warna berani seperti warna neon chartreuse atau warna kulit merah itu sebagai bentuk pelarian dari kenyataan yang penuh tekanan.“Vareena, kamu bertanggung jawab atas kaus polos, dan Sabrina kamu bertanggung jawab atas gaun. Minta sampel kain pada tim manufktur handmade. Aku akan pergi untuk mengatur semuanya.” Ucap Felice saat rapat tim.Setiap tahun, kurang lebih para desainer membuat 200.000 pakaian. Tapi pakaian bukanlah sekedar rancangan. Namun, para desainer merancang kebutuhan 200.000 orang.Kebutuhan akan mantra yang orang yakini agar mereka akan tampak menonjol atau tampil cantik dengan pakaian tertentu. Sebut saja itu hipnosis diri atau penghiburan diri. Satu pakaian membuat ilusi orang menjadi kenyataan. Jika kamu ingin bahagia, jadikanlah i
“Tunggu disini. Aku akan meneleponmu begitu aku selesai.” Sahut Arka saat sampai di kantornya.“Apa Pak Yovie sudah tiba?” Tanya Arka saat menghubungi Liam.Setelah Arka masuk ke kantor, tidak lama kemudian Felice dan Direktur Arina tiba disana. Mereka segera berlari masuk ke kantor Arka.Situasi jadi sangat menegangkan dengan semua kekacauan yang Krystal buat. “Bagaimana ini Pak Yovie?” Tanya Arka yang sudah gemetar.“Aku sudah memberitahu Krystal bahwa kita menerima uangnya dan membuat kesepakatan. Tapi Influencer yang Pengikutnya lebih sedikit akan promosikan Layr. Jadi, dia berpikir bahwa dia salah mempromosikan merek local. Ah, dia juga membuatku sakit kepala.” Sahut Pak Yovie, manajer Krystal.“Sudah kirim daftar undangan?” Ucap Arka.“Mereka akan melakukan pencocokan ukuran pakaian besok.” Balas Liam.“Oke, dia akan dapat gift card tambahan. Dia akan menjadi yang terakhir berdiri di zona foto, dan kita akan memberikannya Limosin yang terbaik. Kita juga akan mempekerjakan pengaw
Drtt drtt“Kamu ada dimana? Paris? Jakarta? Seoul?” Pesan dari Irene untuk Xavier. Setelah melihat pesan dari Irene, Xavier segera melihat postingan-postingan sosial media Irene.“Aku tiba di Jakarta siang tadi. Bagaimana kabarmu?” Balas Xavier pada Irene.***Saat sedang memilih setelan untuk acara pensiun Ezra, Papa Felice yang akan segera pensiun sebagai PNS. Yuri, Mama Felice terus membujuk agar Felice mau dikenalkan dengan anak kenalannya.“Felice mama mau kenalkan kamu dengan anak kenalan mama. Dia tinggal di Prancis.” Ucap Yuri.“Dia tingal di Prancis?” Sahut Felice sambil terus memilih-milih pakaian yang cocok untuk Papahnya.“Ya, itu dia intinya. Jika dia tinggal disini, wanita lain akan merebutnya. Dia gagal menemukan seseorang di Prancis.” Sahut Yuri.“Mungkin itu artinya ada yang salah dengannya.” Sahut Felice sambil terus melihat lihat setelan dan harganya.“Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu masih lajang karena merasa sangat hebat dan sempurna?” Tanya Yuri sambil terus
Tuut tuuut“Halo.” Sahut Xavier.“Oh, Xavier. Aku sudah mengirim setelan yang harus kamu pakai untuk acara besok, ke kamar hotelmu.” Sahut Camilla.“Apa Arka memberitahumu di mana aku tinggal?” Sahut Xavier yang sedang melakukan treadmil.“Berhubung kamu ada disini dan ini peringatan ke 5 tahun kematiannya. Aku rasa, kita harus mengadakan upacara yang layak. Berpakaianlah yang sesuai.” Sahut Camilla.“Aku akan memakai yang cocok untukku.” Balas Xavier.“Aku mengirim kemeja dan dasi. Pakai yang ibu kirimkan. Sampai jumpa.” Sahut Camilla kemudian Ia mematikan sambungan teleponnya.Setelah Camilla mematikan teleponnya, Xavier menaikan speed treadmil untuk menyalurkan emosinya. Xavier paling tidak suka jika Ibu tirinya itu ikut campur dalam semua urusannya.***Krystal s
“Karena itu, menurutku dia profesional karena karyanya menyentuh perasaan seseorang yang melihatnya.” Ucap Felice.Flashback on.Paris, 5 tahun lalu.Suatu hari ketika sedang berjalan di keramaian dan sedang menganalisis apa yang disukai oleh masyarakat, Felice tersentuh dengan salah satu foto yang dijual oleh pedagang foto di pinggir jalan. Meskipun sedang membawa barang bawaan yang banyak di tangan kanan dan kirinya. Felice menyempatkan waktu untuk berhenti dan mengamati foto yang menarik perhatiannya itu.Felice terpaku pada salah satu foto yang menunjukkan jalanan yang baru terkena hujan. “Ini berapa harganya?” Tanya Felice pada pedagang foto.“Ini 20 euro.” Balas pria pedagang foto.Felice segera mengeluarkan uang yang Ia miliki untuk membeli foto itu. Setelah menyerahkan uangnya, barulah pedagang itu memberikan fotonya dan k
“Halo! Saya Felice Chiara Farfalla, Manajer Tim Desain The Premiére.” Sahut Felice sambil mengulurkan tangannya.Irene menerima jabatan tangan Felice. “Saya Irene Valerie.” Sahut Irene.Direktur Arina menghampiri mereka. Dengan penampilan nyentrik dan centilnya Ia mengajak bicara Irene. “OMG. Senang bertemu denganmu. Saya Arina Greesa Reine.” Sahut Direktur Arina dengan senyuman centil khasnya. Namun, Ia hanya dibalas anggukan sopan oleh Irene Valerie.Bugh!Krystal merebut ponsel Pak Yovie dari tangan pak Yovie saat beliau sedang menghubungi Arka. Krystal kesal dengan Arka yang menggantikannya dengan Irene tanpa konfirmasi dulu kepadanya.“Heah! Kamu bercanda? Apa kalian mengabaikanku?” Sahut Krystal.“Berpikirlah dahulu sebelum bicara. Kamu yang mengabaikan kami. Kamu bilang bahwa kamu tidak akan datang jika tidak bisa mengubah desain seperti y
Sesuai dengan janji Felice pada Keena, bahwa Felice akan mengajaknya untuk melakukan foto di tempat yang Felice pilih. Sebelum foto, Felice dan Arina mengajak Keena untuk pergi ke salon yang sudah Arina siapkan. “Aku kira aku harus memesan tempat. Terima kasih sudah membantu.” Ucap Felice pada Arina.“Jangan dulu berterima kasih. Kamu cenderung meremehkan ku.” Ucap Arina.“Ada lagi?” Sahut Felice.“Begitu dia selesai dirias, beberapa pakaian sampel yang mewah dari koleksi musim semi 2025 akan segera tiba.” Ucap Arina.“Ohh begitu!” Sahut Felice.“Aku cukup cekatan jika bukan soal pekerjaan. Aku berhasil merekrut beauty content creator pertama dan pelopor yang membuat K-Beauty populer. Nah itu, dia sudah datang.” Ucap Arina.“Hallo, Non Arina.” Ucap Ponny.“Hallo.” Ucap Felice. “Hallo!” Ucap Arina.“Sudah lama sekali kita tidak bertemu.” Ucap Ponny.“Ya benar! Kita udah lama ga ketemu.” Ucap Arina sambil cipika cipiki.“Tolong urus temanku dengan baik.” Pinta Arina.“Halo. Ini pasti ha
Hari ini di kantor Felice disibukkan dengan pemilihan kain dengan perusahaan partner kain mereka. Felice meeting dengan Kathy dan Pak Budi di ruang meeting The Premiére.“Kami juga ingin memakai poliester atau suede buatan Indonesia. Tapi seringkali, kami tidak bisa karena kualitasnya.” Ucap Kathy.“Perusahaan mode lokal membawa sampel kain impor dan kami membuatkan yang sama persis dengan itu. Bukan hanya itu saja. Jangan menyebutkan kualitas saat kamu membayar sepertiga dan memberi kami waktu yang mepet.” Ucap Pak Budi.“Benar bisa buat tekstur baru atau motif baru?” Tanya Felice.“Ya! Kami punya teknologi terbaik. Ada banyak perusahaan di Bogor.” Ucap Pak Budi“Banyak yang tutup juga.” Ucap Kathy.“Tujuh puluh persen brand lokal menggunakan kain impor. Tidak ada ruang bagi pembuat kain lokal untuk berkembang.” Ucap Pak BudiFelice melihat jam
Setelah pintu lift terbuka Felice bergegas mengecek siapa yang mencoba masuk ke rumahnya.“Mama? Ternyata itu mama?” Ucap Felice saat melihat Mama Yuri sedang berjongkok di depan rumahnya karena tidak tahu password rumah Felice.“Buka pintunya.” Ucap Mama Yuri.“Kenapa tidak menelepon?” Ucap Felice sambil membuka pintunya.Setelah masuk ke rumah Felice menyiapkan makanan untuk Mama Yuri. Mereka juga minum bersama malam ini untuk menghangatkan tubuhnya.“Kenapa Mama datang malam-malam begini tanpa menelepon aku dahulu?” Ucap Felice.“Aku ingin minum denganmu dan bermalam disini.” Balas Mama Yuri.“Bagaimana dengan Papa?” Tanya Felice.“Dia bukan anak kecil. Dia tidak takut pencuri atau hantu.” Balas Mama Yuri sambil menuangkan minuman untuk Felice.Felice meminumnya sambil melirik Mama Yuri yang terus minum dengan cukup cepat. “Ternyata Mama kuat juga minumnya.” Ucap Felice.“Mama biasa meminumnya dari botol langsung. Selama ini Mama hanya berpura-pura sopan karena Papahmu.” Ucap Mama
“Sepertinya kamu benar jatuh cinta dengan Pak Arka.” Ucap Felice.“Hah? Haha! Astaga! Haha, tidak. Eh maksudku belum.” Ucap Arina saat mengelak.“Jadi, dia mengajakmu berkencan malam ini?” Sahut Felice.“Hm ya! Gayanya berubah total. Melihat dia berusaha keras padahal perpisahan sudah ditentukan membuatku teringat pada diriku sendiri.” Ucap Direktur Arina sambil merapikan riasannya.“Kamu harus serius memacarinya. Dia pria yang hebat.” Balas Felice.“Aku selalu menyukai seseorang dan ditolak. Jika aku mengambil langkah pertama dan ditolak, aku tidak menyesal karena setidaknya bisa berkencan beberapa kali. Tapi jika aku dicampakkan oleh seseorang yang menyukaiku, aku akan sangat terluka. Jadi, aku lebih suka hubungan kami murni bisnis. Kamu tidak boleh lari. Yang sangat menyakitkan bukanlah cinta yang hancur, tapi orang yang kamu cintai berpaling darimu. Itu saranku berdasarkan pengal
Disaat tangis sudah mereda, Xavier dan Felice duduk di depan kaca jendela sambil melihat jalanan yang sepi.“Jika ibuku bilang kita tidak bisa mengatasinya. Tidak masalah. Jika dia tidak bisa memahami kita, itu juga tidak masalah. Namun, apa itu berarti kita tidak boleh mencintai? Karena alasan itu? Aku tidak mengerti kenapa harus seperti itu.” Ucap Xavier.“Kamu tidak bisa menghentikan matahari terbenam. Namun, aku mencintaimu. Berapapun waktu yang kita punya untuk bersama, aku tetap mencintaimu. Tidak peduli berapa banyak waktu yang tersisa.” Ucap Felice.“Aku juga. Aku mencintaimu dimanapun kamu berada.” Ucap Xavier.***Di tempat yang sama dengan Camilla bertemu Felice, kali ini Camilla pergi juga ke tempat itu untuk bertemu dengan Yuri, Ibunda dari Felice. Camilla datang dengan pakaian yang rapi dan terlihat sangat cantik di usianya. Berbeda dengan Yuri yang berpakaian biasa dan sedikit compang-camping karen
“Merek lain memesan setidaknya 925 meter. Untuk apa aku menjual kain dalam jumlah kecil? Aku tidak akan mendapat margin yang cukup. Merek lokal selalu berusaha mendapatkan diskon. Kami tidak bisa menjual di bawah 920 meter.” Ucap Pak Faisal, pedagang kain di pasar.“Kami tidak bisa menyimpan banyak persediaan.” Ucap Felice.“Jai, maksudmu itu merepotkan kedua belah pihak, bukan? Kalau begitu, tidak ada yang bisa kita lakukan. Kita hanya perlu tetap seperti dahulu. Lalu bagaimana? Berapa meter wol yang kamu butuhkan?” Tanya Pak Faisal.Luna dan Felice hanya bisa menghela nafas dan mereka saling menatap satu sama lain setelah mendengar perkataan Pak Faisal yang semakin menyulitkan tim Lauré yang harus mengurangi pengeluaran.Setelah bernegosiasi di pasar, Felice dan Luna kembali ke kantor. Untuk melanjutkan pekerjaan mereka. Felice mengecek kain sampel yang akan mereka gunakan untuk tim Lauré dan tim V
Di depan cermin Keena terus berlenggak-lenggok melihat dirinya yang terlihat cantik dengan baju lamanya yang dijahit ulang oleh sahabatnya itu. Felice dan Arina berhasil mengukir senyum lebar di wajah Keena.“Bagaimana penampilanku? Apa aku tampak cantik?” Ucap Keena.“Hmm! Sudah kuduga! Orang yang mengubah pakaian kamu pasti berbakat.” Ucap Felice.“Katakan dia tidak akan berhasil tanpa bantuan asistennya.” Ucap Arina yang tidak mau kalah.“Dengar! Aku pernah jadi bintang baru di industri modeling, meskipun hanya sebentar. Pokoknya, ketahuilah bahwa tubuhku yang langsing yang sudah melengkapi desainmu. Kalian setuju dengan itu?” Ucap Keena.“Aku setuju!” Balas Felice.“Dengan sepenuh hati aku setuju.” Ucap Arina.“Ini sangat cantik.” Puji Keena sambil menunjuk baju yang dia kenakan.“Kapan kamu pertama kali memakai pakaian itu?&rdqu
Pagi hari ini semua anggota tim Lauré dan Viance sudah disibukkan dengan mengurus laporan tentang ukuran pakaian orang.“Ukuran alpha sizing ditetapkan pada tahun 1980an. Saat itu, tinggi rata-rata wanita Indonesia adalah 155 cm, dan lingkar dadanya 85 cm. Awalnya disebut ukuran 55 karena sesuai dengan digit terakhir kedua ukuran.” Ucap Felice.“Apa aku pesimis karena tidak cocok dengan ukuran dari 44 tahun lalu?” Ucap Vareena.“Tahun lalu, tinggi rata-rata wanita Indonesia di usia 20-an lebih tinggi 10 cm dari statistik lama. Memang agak kejam mengikuti sistem yang sudah berusia 44 tahun.” Ucap Luna.“Mereka membeli yang pas di pinggul dan mengurangi ukuran pinggang. Butuh lengan yang lebih panjang untuk mantel yang pas di bahu. Salah jika menelan itu mentah-mentah. Bentuk dan ukuran tubuh wanita beragam. Kita harus membuat ukuran yang lebih beragam.” Ucap Felice.“Haruskah aku mengetik
Yuri pulang ke rumah dengan kebahagiaan yang luar biasa. Akhirnya penantiannya untuk melihat Felice memiliki pasangan sudah terwujud. Yuri hanya kembali ke rumah bersama dengan Felice. Sedangkan Ezra pergi dengan Xavier untuk memenuhi janjinya untuk makan siang bersama.“Duduklah disini.” Ucap Yuri. Lalu Felice mengikuti perintah Yuri untuk duduk di sofa ruang tamu mereka.“Sedalam apa hubungan kalian? Jika kamu sudah memperkenalkannya kepada kami, itu artinya kamu mempertimbangkan untuk menikah, bukan?” Sahut Yuri.Felice hanya tersenyum dan terdiam sejenak untuk memikirkan bagaimana cara mengatakannya ke Mama Yuri.“Astaga, Mama ga percaya ini benar terjadi. Mama mendukung penyatuan ini. Mama setuju, tidak ada pertanyaan apa-apa dari mama hahaha!” Ucap Yuri. Yuri terus tertawa sambil tepuk tangan.Kebahagiaan Yuri membuat Felice merasa takut. “Mah! Ingat saja yang mama lihat hari ini. pikirkan