“Itu hanya hubungan satu malam.” Ucap Felice saat menerima panggilan telepon dari Direktur Arina sambil berjalan keluar café meninggalkan Luca.
Xavier langsung menoleh ke arah sumber suara dan menemukan bahwa suara itu berasal dari suara wanita yang tadi bertemu dengannya di lift.
“Dia bilang dia mabuk. Hal itu kerap terjadi. Lupakan saja dia. Payah jika kamu terus memikirkannya.” Ucap Felice saat melewati Xavier.
“Bagaimana dengan Luca?” Tanya Direktur Arina.
“Aku sudah memberinya peringatan. Jadi, dia tidak akan mengulanginya lagi. Kabar itu tidak akan tersebar. Jadi, Presdir Edward tidak akan tahu.” Ucap Felice sambil berjalan hendak membeli makanan ringan untuk mengganjal perutnya.
“Benarkah? Oh ya! Kamu harus membeli tas baru. Kamu sudah lama membeli tas itu.” Balas Direktur Arina yang sontak saja membuat Felice memperhatikan tas yang sedang Ia pakai.
“Presdir Edward bilang janji temunya pukul 20.00. Aku sudah buat janji di salon untukmu. Jangan terlambat.” Ucap Felice lalu menutup teleponnya.
Setelah menutup telepon dari Felice, Direktur Arina masih dalam keadaan kacau. Dia hendak pergi dari kamar itu namun saat berjalan Ia menemukan Jam tangan milik Luca yang membuatnya menghentikan langkah kakinya.
Melihat jam tangan itu membuatnya ingin minum agar merasa mabuk lalu saat membuka kulkas kecil ada whisky yang isinya masih banyak. Kemudian Direktur Arina menenggak whisky itu sampai habis dan sampai Ia merasa mabuk.
“Luca sialan. Beraninya dia menghianatiku.” Gumam Direktur Arina.
“Pertemuan? Kencan? Aku muak dengan semuanya” Gumam Direktur Arina saat duduk di sofa kamar hotel.
***
“Kita mau kemana?” Tanya Xavier pada Arka yang berhasil masuk ke kamar Apartemen Xavier.
“Ke restaurant yang sangat populer di kalangan pasangan saat ini.” Balas Arka.
“Untuk apa aku ke sana bersama kamu?” Tanya Xavier.
“Haha! Berkat kamu, aku tidak perlu membayar kamar hotel. Aku akan mentraktirmu makan malam. Jadi, datanglah tepat waktu. Astaga, aku sangat kurang tidur karena pekerjaan. Aku lelah.” Balas Arka.
“Kamu mau kemana sekarang jika kamu selelah itu? Bukankah sebaiknya kamu istirahat setelah perjalanan panjang ini?” Tanya Xavier.
“Ada banyak peragaan busana. Aku harus bertemu orang-orang dan membangun koneksi.” Ucap Arka.
“Pertunjukan utama baru mulai besok. Tidurlah dahulu.” Balas Xavier.
“Hei, jangan menunda apapun dalam hidup. Jika tidak bertindak sekarang, kamu bisa kehilangan itu selamanya. Jadi, ambil tiap ada kesempatan yang mendekatimu. Temui aku pukul 20.00. Tempatnya mahal. Jadi, berdandanlah dengan rapi.” Balas Arka lalu dia segera pergi dari kamar Xavier.
***
Saat sedang mengantri untuk membeli makanan ringan di booth store yang ada di acara fashion week, Felice menerima telepon dari Vareena.
“Nona Felice ada kabar buruk. Pertemuannya dibatalkan hari ini.” Ucap Vareena.
“Apa maksud kamu?” Tanya Felice.
“Ini sungguh sulit dipercaya. Anthony mengeluh tentang kondisinya yang penat karena penerbangan, lalu tiba-tiba menunda semuanya ke besok. Bukankah ini tidak sopan?” Ucap Vareena yang mengeluhkan tindakan Anthony.
Heah! Felice hanya bisa bisa menghela nafas untuk berusaha bersabar. “Baiklah aku paham. Konfirmasi jadwal besok dan pergilah.” Ucap Felice.
“Baiklah!” Balas Vareena yang masih kesal.
“Ya. Terima kasih.” Balas Felice. Kemudian menutup panggilan telepon dari Vareena dan kembali menunggu antrian untuk membeli makanan.
Belum 5 menit Felice menutup telepon dari Vareena sudah ada yang kembali menghubunginya. “Hello! Aku Felice Chiara Farfalla dari The Premiére.” Ucap Felice.
“Nona! Reservasi atas nama Arina Greesa Reine mau dilanjutkan atau bagaimana? Karena beliau masih belum hadir.” Ucap receptionist salon.
“Hah? Arina belum datang? Maaf akan aku periksa dahulu. Akan segera aku kabari.” Balas Felice sambil melihat jam di tangannya.
Sudah pukul 17.45. Namun, Felice masih belum datang ke salon juga. Felice segera menghubungi Direktur Arina.
“Halo.” Ucap Direktur Arina.
“Dimana kamu?” Ucap Felice.
“Felice! Luca si brengsek itu, belum menelepon aku sekalipun. Dia bahkan meninggalkan jam tangan yang aku belikan untuknya di Milan. Dia tidak kembali untuk mengambilnya.” Ucap Direktur Arina.
“Kubilang kamu ada janji pukul 20.00. Tetap di situ. Aku akan datang kesana.” Ucap Felice lalu pergi meninggalkan antrian di booth store untuk segera menemui Direktur Arina.
Saat Felice sampai di kamar itu, kondisi Arina sangat mengenaskan. Dia terlihat sudah mabuk dengan baju compang camping dan banyak luka di lehernya.
“Aku menyuruhmu bicara baik-baik dengannya, tapi kamu malah mengamuk? Kenapa kamu harus mengamuk? Kamu benar-benar kehilangan pesonamu.” Ucap Felice yang berdiri di hadapan Direktur Arina.
“Aku juga kehilangan kepercayaan diriku.” Sahut Direktur Arina yang menidurkan dirinya di sofa.
“Kamu menghabiskan terlalu banyak.” Ucap Felice kemudian membawakan Direktur Arina air putih.
“Aku menghabiskan banyak uang di salon hanya untuk tetap muda. Kulitku mungkin kencang tapi tulangku pasti berongga dan punggungku tetap tidak bisa membohongi usiaku.” Gumam Direktur Arina.
“Oh astaga, wanita itu. Apa karena dia masih muda? Dia kuat dan bisa menerima pukulan.” Ucap Direktur Arina.
“Kamu tidak usah ke salon. Kamu bisa datang tepat waktu jika hanya dengan memperbaiki make up kamu.” Ucap Felice saat memberikan minuman untuk Direktur Arina.
“Wanita itu sangat percaya diri. Dia bilang kepada Luca, aku hanya dompet mahal. Luca kasihan karena aku tidak tahu wanita itu menghinaku. Jadi dia pura-pura mendengarkan ucapannya saja.” Ucap Direktur Arina yang terus membahas wanita yang sudah tidur dengan kekasihnya itu.
Felice yang tidak peduli dengan apa yang dikatakan Direktur Arina terus mengatakan hal yang lebih mendesak. “Dengarkan aku! Pria ini berasal dari lingkungan lama ayahmu dan sebelum meninggal, dia adalah dokter yang dihormati. Kamu akan bertemu putranya. Jadi, dia berharap banyak soal latar belakang dan sikapmu. Jika kamu bisa menerima konsekuensi akibat tidak menemuinya tetaplah disini dan menangis saja.” Ucap Felice dengan santai namun terkesan mengancam.
Direktur Arina merasa Felice tidak memahami perasaannya yang sudah dicampakkan dan dikhianati oleh kekasihnya. “Felice Chiara Farfalla!” Ucap Direktur Arina. “Sekalipun aku menghabiskan banyak uang untuk nya, dia harus peduli padaku. Anggap saja untuk membayar bunganya.” Lanjut Direktur Arina.
“Nanti saja menyesalnya. Minumlah!” Sahut Felice sambil menyodorkan gelas minum. Namun, diabaikan oleh Direktur Arina.
“Kamu sudah cukup menderita. Berhentilah bermain dengan perasaan dan emosi lalu jalanilah hidup yang aman dan stabil, ya? Pria tidak berarti apa-apa.” Ucap Felice sambil kembali menyodorkan gelas berisi air putih. Namun, Direktur Arina menepisnya sampai airnya tumpah ke tangan dan pakaian Felice.
“Hei. Soal aku hanya bersenang-senang dengan Luca atau serius, memangnya kamu tahu apa? Pria? Ya, aku memang mendambakan pria. Memangnya kamu tidak? Apa yang kamu lakukan saat mematikan ponselmu?” Ucap Direktur Arina dengan angkuhnya.
Ucapan itu membuat Felice teringat dengan malam panas yang penuh gairah dengan pria itu. Dengan pria itu di bawah kembang api yang meriah dan dekpaan yang hangat dan penuh gairah itu semua sangat sweet.
Namun, Felice juga kesal dengan sikap Direktur Arina yang selalu arogan dan selalu merendahkannya. Felice segera mengambil tisu yang ada di hadapannya untuk mengeringkan tangannya yang terkena air. “Jangan bersikap sok berkelas. Hanya karena berlagak tidak peduli, bukan berarti kamu berbeda.” Ucap Direktur Arina.
“Aku memang berbeda. Kamu meyakini hal-hal tidak berguna seperti pria dan cinta tapi aku tidak. Satu pengalaman sudah cukup bagiku.” Ucap Felice dengan tenang dan tidak terpancing amarah Direktur Arina.
“Dasar penyihir! Kenapa kamu tidak pernah bersikap sedikit saja untuk menjadi sahabat?” Ucap Direktur Arina.
“Kamu tidak pernah minta maaf padaku. Untung saja itu hanya air putih, jadi tidak akan meninggalkan noda. Sebatas itu lah hubungan kita berdua. Jangan mengharapkan pertemanan yang seperti keluarga.” Balas Felice.
“Bagimu, kepercayaan dan bantuan ayahku lebih penting daripada teman?” Ucap Direktur Arina.
“Tidak seperti kamu atau ayahmu, aku tidak punya banyak uang untuk berinvestasi demi mendapat keuntungan. Aku harus berlarian sepanjang hari meskipun aku kelaparan karena tidak punya waktu walau hanya lima menit untuk makan pastry.” Ucap Felice.
“Kamu tidak melihat aku ingin mati, bukan?” Tanya Direktur Arina.
“Bahkan pada saat aku kelaparan, aku selalu berterima kasih atas perbuatanmu. Seperti itulah sikapku padamu.” Ucap Felice.
Kemudian Felice berusaha untuk membangunkan Direktur Arina agar segera sadar dari mabuknya. “Udara dingin akan membantumu sadar.” Ucap Felice.
“Aku tidak bisa pergi. Tidak. Aku tidak mau pergi. Aku tidak bisa pergi seperti ini.” Ucap Direktur Arin yang berdiri dengan sempoyongan.
“Apa?” Sahut Felice.
“Pria itu akan mengatakan. ‘Putrimu tampak setengah mabuk dan lehernya memar.’ Ayahku akan segera tahu soal ini. Dia pasti akan sangat marah juga.” Ucap Direktur Arina.
“Kita bisa membuat alasan untuk itu. Kamu akan bersalah jika tidak datang sama sekali.” Sahut Felice.
“Kamu saja yang datang dan menjadi Arina Greesa Reine malam ini.” Pinta Direktur Arina.
“Telepon ayahmu dan katakan itu kepadanya sendiri. Aku akan menggantikanmu jika dia setuju.” Ucap Felice sambil memberikan ponselnya ke hadapan Direktur Arina.
“Lakukan saja.” Ucap Direktur Arina.
“Lakukan saja?” Tanya Felice.
“Dia justru akan menyalahkanmu karena kurang memperhatikanku. Kamu mau disalahkan?” Ucap Direktur Arina.
“Direktur Arina!!!” Sahut Felice dengan nada yang cukup tinggi.
“Mari kita rahasiakan ini sampai seterusnya. Pagi ini, aku dicampakkan oleh pria yang menginginkan uangku. Lalu malamnya aku harus temui pria yang menginginkan uang ayahku? Aku sungguh tidak bisa melakukan itu. Mengerti?” Ucap Direktur Arina.
Kepala Felice sepertinya mau pecah menghadapi tingkah dan masalah percintaan Direktur Arina. Felice melihat jam di tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 19.30.
***
“Aku akan menyiapkan semuanya untuk acaranya.” Ucap waitress.
Kemudian waitress itu menuliskan sebuah nama. “Arina Greesa Reine love Xavier Oda Valent.”
Xavier yang melihat kalimat itu sangat kesal dengan kelakuan kakak sepupunya itu. “Aishh si bodoh itu. Astaga!” Gumam Xavier saat sedang menghubungi Arka.
Namun Arka tidak menerima panggilan telepon dari Xavier karena sedang menerima panggilan telepon dari Ibunya Xavier. “Hallo tante! Aku sudah menelepon restoran. Dia tiba disana tepat waktu.” Ucap Arka.
“Arka! Maaf mengganggu kamu saat kamu sedang sibuk. Dia makin tua, sebagai ibunya aku harus melakukan sesuatu. Jadi aku meminta bantuanmu.” Ucap Camilla ibunya Xavier.
“Keputusan Anda tepat sekali. Tapi tante, siapa wanita yang akan datang?” Tanya Arka.
***
Wanita yang akhirnya datang ke pertemuan itu adalah Felice Chiara Farfalla. Dia datang masih dengan baju yang dia pakai dari tadi pagi.
“Maaf aku terlambat.” Ucap Felice yang sedang menyamar jadi Direktur Arina.
Wanita yang akhirnya datang ke pertemuan itu adalah Felice Chiara Farfalla. Dia datang masih dengan baju yang dia pakai dari tadi pagi. Felice terpaksa datang karena tidak ingin menimbulkan keributan atau menjadi sasaran kemaraha Presdir Edward.Tak tuk tak tuk“Maaf aku terlambat.” Ucap Felice yang sedang menyamar jadi Direktur Arina.Xavier yang awalnya ingin memutuskan pergi setelah tahu dibohongi oleh Arka mendadak diam membeku setelah melihat wanita itu. Arka melirik ke arah tulisan nama yang ada piring yang sudah disiapkan waitress. Disitu tertulis nama Xavier Oda Valent dan Arina Greesa Reine.“Kamu nona Arina Greesa Reine?” Tanya Xavier.“Anggap saja begitu.” Balas Felice mengangguk.“Aku Xavier Oda Valent.” Ucap Xavier.Rencana awal Felice setelah datang ke tempat itu adalah hanya untuk hadir lalu pulang ke hotel. “Maaf ada masalah di kantor. Aku tahu ini tidak sopan, tapi aku harus…” Ucap Felice terhenti saat waitress membuka menu steak daging yang terlihat menggiurkan di de
Hari esok pun tiba. Xavier menerima tawaran Felice untuk menjadi Fotografer mereka. Felice dan team segera menyiapkan semua keperluan untuk foto.Suasana photoshoot sudah cukup ramai dengan staff yang berlalu lalang untuk mengerjakan tugas mereka masing-masing. Fotoshoot dilakukan di outdoor, sesuai dengan tema yang sudah ditentukan.Felice sudah menyiapkan semuanya dengan detail. Apa yang akan dipakai oleh model sudah tertera di papan informasi.“Baris pertama Rosalia dalam urutan ini. Dan Luca?” Ucap Felice.“Skema warnanya tumpang tindih.” Ucap Luna.“Kita akan pakai gaun?” Tanya Felice. “Ya. Tidak apa-apa?” Ucap Luna. “Ya tidak masalah.” Balas Felice.“Oke.” Balas Luna.“Vareena, periksa rambut dan riasan para model.” Ucap Felice.“Baiklah.” Vareena.“Apa itu sudah disiapkan?” Tanya Felice pada staff yang sedang menyiapkan properti untuk foto.“Sudah.” Ucap staff properti foto.Ckrek ckrek ckrek.Xavier terus mengambil foto Felice dalam keadaan apapun. Baginya Felice terlihat sang
“Menemui Anthony. Setidaknya kita harus memberitahunya apa yang dia lewatkan dari kita.” Balas Felice.Saat Felice pergi ternyata Xavier mendengarkan percakapan mereka berdua. Namun, Felice dan Luna tidak menyadari ada Xavier di dekat mereka.***Sesuai dengan ucapannya, Felice benar menemui Anthony di acara Special Party. Hanya orang-orang yang memiliki tiket undangan yang bisa datang ke acara itu. Dalam party itu Felice mendekati Anthony untuk membujuknya agar mau melihat hasil desainnya dan mau diajak bekerja sama.Xavier yang menyadari Felice akan menemui Anthony di Special Party, membuatnya jadi pergi ke acara tersebut. Namun, Xavier datang menggunakan tiket undangan milik Arka. Saat Xavier berada di pintu masuk Xavier tidak sengaja menginjak kaki wanita dibelakangnya, Xavier segera menangkap tubuh wanita itu agar tidak jatuh.Bugh! Mata mereka saling bertatapan. Wanita itu tersenyum kepada Xavier. “Arina Greesa Reine.” Gumam Xavier dalam hati. Yaps benar wanita itu yang ia bantu
Hal pertama yang perlu dilakukan setelah gagal adalah mencoba cara lain yang lebih ekstrem. Itu semua bisa dimulai dengan mencari tahu apa yang orang inginkan.Psikologi orang yang ingin memakai warna berani seperti warna neon chartreuse atau warna kulit merah itu sebagai bentuk pelarian dari kenyataan yang penuh tekanan.“Vareena, kamu bertanggung jawab atas kaus polos, dan Sabrina kamu bertanggung jawab atas gaun. Minta sampel kain pada tim manufktur handmade. Aku akan pergi untuk mengatur semuanya.” Ucap Felice saat rapat tim.Setiap tahun, kurang lebih para desainer membuat 200.000 pakaian. Tapi pakaian bukanlah sekedar rancangan. Namun, para desainer merancang kebutuhan 200.000 orang.Kebutuhan akan mantra yang orang yakini agar mereka akan tampak menonjol atau tampil cantik dengan pakaian tertentu. Sebut saja itu hipnosis diri atau penghiburan diri. Satu pakaian membuat ilusi orang menjadi kenyataan. Jika kamu ingin bahagia, jadikanlah i
“Tunggu disini. Aku akan meneleponmu begitu aku selesai.” Sahut Arka saat sampai di kantornya.“Apa Pak Yovie sudah tiba?” Tanya Arka saat menghubungi Liam.Setelah Arka masuk ke kantor, tidak lama kemudian Felice dan Direktur Arina tiba disana. Mereka segera berlari masuk ke kantor Arka.Situasi jadi sangat menegangkan dengan semua kekacauan yang Krystal buat. “Bagaimana ini Pak Yovie?” Tanya Arka yang sudah gemetar.“Aku sudah memberitahu Krystal bahwa kita menerima uangnya dan membuat kesepakatan. Tapi Influencer yang Pengikutnya lebih sedikit akan promosikan Layr. Jadi, dia berpikir bahwa dia salah mempromosikan merek local. Ah, dia juga membuatku sakit kepala.” Sahut Pak Yovie, manajer Krystal.“Sudah kirim daftar undangan?” Ucap Arka.“Mereka akan melakukan pencocokan ukuran pakaian besok.” Balas Liam.“Oke, dia akan dapat gift card tambahan. Dia akan menjadi yang terakhir berdiri di zona foto, dan kita akan memberikannya Limosin yang terbaik. Kita juga akan mempekerjakan pengaw
Drtt drtt“Kamu ada dimana? Paris? Jakarta? Seoul?” Pesan dari Irene untuk Xavier. Setelah melihat pesan dari Irene, Xavier segera melihat postingan-postingan sosial media Irene.“Aku tiba di Jakarta siang tadi. Bagaimana kabarmu?” Balas Xavier pada Irene.***Saat sedang memilih setelan untuk acara pensiun Ezra, Papa Felice yang akan segera pensiun sebagai PNS. Yuri, Mama Felice terus membujuk agar Felice mau dikenalkan dengan anak kenalannya.“Felice mama mau kenalkan kamu dengan anak kenalan mama. Dia tinggal di Prancis.” Ucap Yuri.“Dia tingal di Prancis?” Sahut Felice sambil terus memilih-milih pakaian yang cocok untuk Papahnya.“Ya, itu dia intinya. Jika dia tinggal disini, wanita lain akan merebutnya. Dia gagal menemukan seseorang di Prancis.” Sahut Yuri.“Mungkin itu artinya ada yang salah dengannya.” Sahut Felice sambil terus melihat lihat setelan dan harganya.“Kamu sendiri bagaimana? Apa kamu masih lajang karena merasa sangat hebat dan sempurna?” Tanya Yuri sambil terus
Tuut tuuut“Halo.” Sahut Xavier.“Oh, Xavier. Aku sudah mengirim setelan yang harus kamu pakai untuk acara besok, ke kamar hotelmu.” Sahut Camilla.“Apa Arka memberitahumu di mana aku tinggal?” Sahut Xavier yang sedang melakukan treadmil.“Berhubung kamu ada disini dan ini peringatan ke 5 tahun kematiannya. Aku rasa, kita harus mengadakan upacara yang layak. Berpakaianlah yang sesuai.” Sahut Camilla.“Aku akan memakai yang cocok untukku.” Balas Xavier.“Aku mengirim kemeja dan dasi. Pakai yang ibu kirimkan. Sampai jumpa.” Sahut Camilla kemudian Ia mematikan sambungan teleponnya.Setelah Camilla mematikan teleponnya, Xavier menaikan speed treadmil untuk menyalurkan emosinya. Xavier paling tidak suka jika Ibu tirinya itu ikut campur dalam semua urusannya.***Krystal s
“Karena itu, menurutku dia profesional karena karyanya menyentuh perasaan seseorang yang melihatnya.” Ucap Felice.Flashback on.Paris, 5 tahun lalu.Suatu hari ketika sedang berjalan di keramaian dan sedang menganalisis apa yang disukai oleh masyarakat, Felice tersentuh dengan salah satu foto yang dijual oleh pedagang foto di pinggir jalan. Meskipun sedang membawa barang bawaan yang banyak di tangan kanan dan kirinya. Felice menyempatkan waktu untuk berhenti dan mengamati foto yang menarik perhatiannya itu.Felice terpaku pada salah satu foto yang menunjukkan jalanan yang baru terkena hujan. “Ini berapa harganya?” Tanya Felice pada pedagang foto.“Ini 20 euro.” Balas pria pedagang foto.Felice segera mengeluarkan uang yang Ia miliki untuk membeli foto itu. Setelah menyerahkan uangnya, barulah pedagang itu memberikan fotonya dan k
Presdir Edward menatap Felice dengan tajam, Ia terus teringat dengan kejadian kemarin saat bertemu dengan Arka.Flashback On“Apa orang-orang di Paris ingin merekrut Felice?” Tanya Presdir Edward.Arka tertunduk dan diam membisu.“Kenapa? Apa aku menyulitkanmu?” Tanya Presdir Edward.“Aku merasa tidak nyaman menceritakan ini kepada bos Nona Felice karena… aduh.. hmm.. bagaimana mengatakannya, ya? Aku seakan menodai kepercayaannya.” Ucap Arka.“Jadi, benar seseorang ingin merekrutnya? Siapa itu Anthony?” Ucap Presdir Edward.“Maaf, Pak.” Ucap Arka sembari tertunduk ketakutan.Flashback Off“Kalau begitu, kita akan tetap di Neo Avenue.” Ucap Manajer Alano.“Jika kamu yakin bisa melindungi harga diri kita, lakukanlah.” Ucap Presdir Edward pada Felice.“Apa agenda ku selanjutnya?&rd
Jika kita bisa berpapasan lagi secara kebetulan,Aku tidak akan membuat alasan.Aku akan mencoba percaya bahwa kita memang ditakdirkan bersama.-Haii’ferMenikmati senja di alam terbuka memang bisa menyejukkan hati. Apalagi jika sudah terlalu sering menghadapi hiruk pikuk kehidupan di perkotaan.“Satu hari lagi telah berlalu.” Ucap Felice saat sedang memandang ke arah senja di depan mobil bersama Xavier.Xavier menata Felice yang masih memandangi langit senja.“Kapan kamu berangkat ke Paris?” Tanya Felice sambil menghadap ke arah Xavier.“Kurasa tidak akan lama lagi.” Balas Xavier. Felice pergi ke kursi belakang mobilnya lalu membuka pintu mobil untuk mengambil sesuatu. Setelah mengambilnya Felice kembali lagi pada Xavier yang masih duduk menunggunya di depan mobil sambil melihat pemandangan di sore hari itu. “Ini untukmu.” Ucap Felice saat memberikan kotak hadiah yang cukup besar untuk Xavier. Xavier membuka kotak yang Felice pegang itu. Isinya adalah sebuah tas yang didesain untu
Sungai, jembatan, pepohonan, burung-burung terbang dan keindahan alam yang dilihat hari ini harus menjadi kenangan manis yang akan selalu diingat oleh Xavier dan Felice. Momen ini bukan hanya akan terekam dalam memori yang ada di kamera Xavier. Namun, momen ini juga akan selalu ada dalam rekaman ingatan Felice dan Xavier.Melihat Xavier memotret merupakan hal yang sangat Felice suka akhir akhir ini. Bagi Felice, melihat Xavier yang fokus dengan keahliannya jadi terlihat sangat tampan baginya.Setelah memotret di sekitar jembatan, Xavier dan Felice pergi berpiknik sambil memotret beberapa spot yang ada di sana. Selain itu mereka juga sambil melihat-lihat beberapa hasil foto yang sudah didapatkan.“Itu indah.” Ucap Felice.“Bukankah ini bagus?” Ucap Xavier.“Kamu fotografer yang hebat. Semuanya terlihat luar biasa.” Ucap Felice.“Hehe. Lihat lah yang ini.” Xavier tersenyum melihat Felice yang ter
Pulang kerja kali ini Direktur Arina hendak pulang dengan Arka. Saat sedang menunggu Arka di lobby kantor, Arina melihat seseorang yang sepertinya sedang memanggil dirinya sambil melambaikan tangan. “Nona!” Panggil Luca sambil melambaikan tangan kepada Direktur Arina. “Nona Arina.” Ucap Luca.“Ngapain dia disini. Beraninya dia datang lagi ke dalam kehidupanku.” Gumam ArinaLuca lari menghampiri Arina yang sedang berdiri di depan Lobby. “Nona!” Ucap Luca lalu hendak memeluk Arina.Arina mendorongnya dengan kedua tangannya, “Kamu tidak lihat aku menolakmu?” Ucap Arina sambil tangannya terus berusaha menjaga jarak dengan Luca.“Aku ingin meluruskan kesalahpahaman.” Ucap Luca.“Baru sekarang? Haha. Kenapa tidak menunggu sampai tahun depan sekalian?” Ucap Arina lalu pergi menghindar.Luca mencegahnya, “Aku berjanji itu tidak akan terjadi lagi. Kamu tah
Setelah Felice pergi, Adrina mengajak Irene bertemu di tempat yang sama.“Menurutmu seperti apa Felice Chiara Farfalla?” Tanya Adriana.“Dia? Dia seseorang yang membuatku iri.” Ucap Irene lalu menyeruput kopinya.“Kamu iri terhadap seseorang?” Ucap Adriana.“Aku sudah lama mengaguminya. Tapi kali ini, dia memenangkan rasa hormatku.” Balas Irene.“Kini kamu menghormatinya? Aku jadi makin penasaran.” Ucap Adriana.Irene hanya membalas dengan senyuman pada Adriana.***Setelah bertemu Adriana, Felice langsung mendatangi studio Xavier.“Pekerjaan hari ini tidak butuh waktu lama seperti dugaanku. Jadi, aku sudah tidak ada pekerjaan lagi.” Ucap Felice.“Maaf, aku ada satu janji temu lagi.” Ucap Xavier.“Tidak apa-apa. Aku akan menunggu.” Balas Felice.“Permisi! Aku yang menelponmu kemarin.”
Andai kami tidak perlu berpamitanAku tidak akan tahu betapa berharganya momen ini. Betapa terbatasnya waktu yang kami miliki.-Felice Chiara Farfalla.“Kamu tidak akan memperpanjang kontrak mu dengan kami? Perpisahan tanpa pemberitahuan macam apa ini?” Tanya Arka.“Katamu aku bisa membatalkan kontrak sesukaku. Jadi, jangan menuntutku.” Ucap Xavier.“Ada apa? Apa ada yang menginginkanmu? Siapa itu? Di mana?” Tanya Arka.“Aku dapat telepon dari Paris.” Balas Xavier.“Tentang apa?” Tanya Arka.“Asosiasi foto ingin mengadakan pameran untukku.” Balas Xavier.“Pameran? Benarkah? Haha!” Ucap Arka.“Ya.” Balas Xavier.“Akhirnya kamu bisa mengadakan pameran yang selalu kamu inginkan itu?” Ucap Arka.“Ya.”“Jadi, kapan kamu mulai bekerja? Tidak
“Selamat, Nona Felice. Aku kirakamu ceroboh. Melompat kedalam sesuatu yang semua orang tidak ada gunanya.” Ucap Irene.“Aku tidak melakukannya untuk membuat pakaian kami laris atau semakin dikenal di luar negeri. Kami ingin mematahkan prasangka bahwa kami akan gagal, dan tunjukkan kepada para penentang bahwa bias mereka tentang kami itu salah.” Ucap Felice.“Kamu pikir kamu berhasil?” Tanya Irene.“Sampai batas tertentu.” Ucap Felice sambil mengangguk.“Hasil positif ini mungkin tidak akan bertahan lama.” Ucap Irene.“Tetap saja, kamu meminta bertemu denganku lagi di ruangan mu ini. Tanpa harus membayar komisi yang meningkat atau aku harus menyembahmu, kamu mengulurkan tanganmu kepada kami lebih dahulu. Itu saja membuatku berpikir upayaku amat berarti sampai bisa menggoyahkan mu.” Ucap Felice.“Jika kamu tidak tampil baik di musim mendatang, kita harus menegosiasik
“Hai, namaku upin dan aku ipin….”Tayangan kartun yang sedang ditonton itu membuat senyum Seraphina terpancar jelas di wajahnya. Seraphina sangat senang jika Keena dan Liam membiarkannya menonton kartun-kartun kesukaannya.“Kau nak kemane?”“Nak ikut boleh?”Kebahagiaan Sera juga menjadi kebahagiaan Keena. Meskipun Keena hanya bisa menemaninya sambil rebahan di sofa sambil sesekali menahan rasa sakitnya.Saat rasa sakitnya mulai datang lagi, Keena teringat kata dokter yang mengatakan bahwa, “Rasa sakitnya akan memburuk. Kankernya sudah menyebar ke saraf di sekitar pankreas mu. Kamu akan merasa sangat sakit di perut bagian atas mu.”Sebisa mungkin Keena terus menahan rasa sakitnya. Namun, jika tidak kuat menahannya, Keena hanya bisa merintih kesakitan.Ketika Keena sedang merintih kesakitan, Seraphina melihatnya. Seraphina langsung inisiatif untu
Bughhh! [Suara pukulan meja]“Tentu saja Nona Felice harus melakukannya.” Ucap Elijah.“Menurutmu mereka juga akan memasukan foto pakaian kita? Uhhh Luar biasa!!!” Ucap Vareena.“Wahh luar biasa!”“Luar biasa! Biasanya, harganya ribuan dolar untuk menambahkan foto di majalah mereka.” Ucap Luna.“Menurutmu pakaian kita akan tampil di sampul majalah?” Tanya Sabrina.“Itu tidak akan terjadi. Butuh berapa ratus juga untuk membuatnya di sampul. Lagi pula, itu mungkin sudah dipesan selama setahun penuh.” Balas Luna.“Bagaimana kalau kita minta Nona Felice memakai salah satu pakaian kita saat menghadiri wawancara itu.” Ucap Rosé.“Itu ide bagus.” Ucap Luna.“Benar, bukan?” Ucap Rosé.“Kurasa tanpa diminta Nona Felice pasti akan memakainya.” Balas Elijah.“Bena