Share

BERTEMU KEMBALI

“Itu hanya hubungan satu malam.” Ucap Felice saat menerima panggilan telepon dari Direktur Arina sambil berjalan keluar café meninggalkan Luca.

Xavier langsung menoleh ke arah sumber suara dan menemukan bahwa suara itu berasal dari suara wanita yang tadi bertemu dengannya di lift.

“Dia bilang dia mabuk. Hal itu kerap terjadi. Lupakan saja dia. Payah jika kamu terus memikirkannya.” Ucap Felice saat melewati Xavier.

“Bagaimana dengan Luca?” Tanya Direktur Arina.

“Aku sudah memberinya peringatan. Jadi, dia tidak akan mengulanginya lagi. Kabar itu tidak akan tersebar. Jadi, Presdir Edward tidak akan tahu.” Ucap Felice sambil berjalan hendak membeli makanan ringan untuk mengganjal perutnya.

“Benarkah? Oh ya! Kamu harus membeli tas baru. Kamu sudah lama membeli tas itu.” Balas Direktur Arina yang sontak saja membuat Felice memperhatikan tas yang sedang Ia pakai.

“Presdir Edward bilang janji temunya pukul 20.00. Aku sudah buat janji di salon untukmu. Jangan terlambat.” Ucap Felice lalu menutup teleponnya.

 Setelah menutup telepon dari Felice, Direktur Arina masih dalam keadaan kacau. Dia hendak pergi dari kamar itu namun saat berjalan Ia menemukan Jam tangan milik Luca yang membuatnya menghentikan langkah kakinya.

Melihat jam tangan itu membuatnya ingin minum agar merasa mabuk lalu saat membuka kulkas kecil ada whisky yang isinya masih banyak. Kemudian Direktur Arina menenggak whisky itu sampai habis dan sampai Ia merasa mabuk.

“Luca sialan. Beraninya dia menghianatiku.” Gumam Direktur Arina.

“Pertemuan? Kencan? Aku muak dengan semuanya” Gumam Direktur Arina saat duduk di sofa kamar hotel.

***

“Kita mau kemana?” Tanya Xavier pada Arka yang berhasil masuk ke kamar Apartemen Xavier.

“Ke restaurant yang sangat populer di kalangan pasangan saat ini.” Balas Arka.

“Untuk apa aku ke sana bersama kamu?” Tanya Xavier.

“Haha! Berkat kamu, aku tidak perlu membayar kamar hotel. Aku akan mentraktirmu makan malam. Jadi, datanglah tepat waktu. Astaga, aku sangat kurang tidur karena pekerjaan. Aku lelah.” Balas Arka.

“Kamu mau kemana sekarang jika kamu selelah itu? Bukankah sebaiknya kamu istirahat setelah perjalanan panjang ini?” Tanya Xavier.

“Ada banyak peragaan busana. Aku harus bertemu orang-orang dan membangun koneksi.” Ucap Arka.

“Pertunjukan utama baru mulai besok. Tidurlah dahulu.” Balas Xavier.

“Hei, jangan menunda apapun dalam hidup. Jika tidak bertindak sekarang, kamu bisa kehilangan itu selamanya. Jadi, ambil tiap ada kesempatan yang mendekatimu. Temui aku pukul 20.00. Tempatnya mahal. Jadi, berdandanlah dengan rapi.” Balas Arka lalu dia segera pergi dari kamar Xavier.

***

Saat sedang mengantri untuk membeli makanan ringan di booth store yang ada di acara fashion week, Felice menerima telepon dari Vareena.

“Nona Felice ada kabar buruk. Pertemuannya dibatalkan hari ini.” Ucap Vareena.

“Apa maksud kamu?” Tanya Felice.

“Ini sungguh sulit dipercaya. Anthony mengeluh tentang kondisinya yang penat karena penerbangan, lalu tiba-tiba menunda semuanya ke besok. Bukankah ini tidak sopan?” Ucap Vareena yang mengeluhkan tindakan Anthony.

Heah! Felice hanya bisa bisa menghela nafas untuk berusaha bersabar. “Baiklah aku paham. Konfirmasi jadwal besok dan pergilah.” Ucap Felice.

“Baiklah!” Balas Vareena yang masih kesal.

“Ya. Terima kasih.” Balas Felice. Kemudian menutup panggilan telepon dari Vareena dan kembali menunggu antrian untuk membeli makanan.

Belum 5 menit Felice menutup telepon dari Vareena sudah ada yang kembali menghubunginya. “Hello! Aku Felice Chiara Farfalla dari The Premiére.” Ucap Felice.

“Nona! Reservasi atas nama Arina Greesa Reine mau dilanjutkan atau bagaimana? Karena beliau masih belum hadir.” Ucap receptionist salon.

“Hah? Arina belum datang? Maaf akan aku periksa dahulu. Akan segera aku kabari.” Balas Felice sambil melihat jam di tangannya.

Sudah pukul 17.45. Namun, Felice masih belum datang ke salon juga. Felice segera menghubungi Direktur Arina.

“Halo.” Ucap Direktur Arina.

“Dimana kamu?” Ucap Felice.

“Felice! Luca si brengsek itu, belum menelepon aku sekalipun. Dia bahkan meninggalkan jam tangan yang aku belikan untuknya di Milan. Dia tidak kembali untuk mengambilnya.” Ucap Direktur Arina.

“Kubilang kamu ada janji pukul 20.00. Tetap di situ. Aku akan datang kesana.” Ucap Felice lalu pergi meninggalkan antrian di booth store untuk segera menemui Direktur Arina.

Saat Felice sampai di kamar itu, kondisi Arina sangat mengenaskan. Dia terlihat sudah mabuk dengan baju compang camping dan banyak luka di lehernya.

“Aku menyuruhmu bicara baik-baik dengannya, tapi kamu malah mengamuk? Kenapa kamu harus mengamuk? Kamu benar-benar kehilangan pesonamu.” Ucap Felice yang berdiri di hadapan Direktur Arina.

“Aku juga kehilangan kepercayaan diriku.” Sahut Direktur Arina yang menidurkan dirinya di sofa.

“Kamu menghabiskan terlalu banyak.” Ucap Felice kemudian membawakan Direktur Arina air putih.

“Aku menghabiskan banyak uang di salon hanya untuk tetap muda. Kulitku mungkin kencang tapi tulangku pasti berongga dan punggungku tetap tidak bisa membohongi usiaku.” Gumam Direktur Arina.

“Oh astaga, wanita itu. Apa karena dia masih muda? Dia kuat dan bisa menerima pukulan.” Ucap Direktur Arina.

“Kamu tidak usah ke salon. Kamu bisa datang tepat waktu jika hanya dengan memperbaiki make up kamu.” Ucap Felice saat memberikan minuman untuk Direktur Arina.

“Wanita itu sangat percaya diri. Dia bilang kepada Luca, aku hanya dompet mahal. Luca kasihan karena aku tidak tahu wanita itu menghinaku. Jadi dia pura-pura mendengarkan ucapannya saja.” Ucap Direktur Arina yang terus membahas wanita yang sudah tidur dengan kekasihnya itu.

Felice yang tidak peduli dengan apa yang dikatakan Direktur Arina terus mengatakan hal yang lebih mendesak. “Dengarkan aku! Pria ini berasal dari lingkungan lama ayahmu dan sebelum meninggal, dia adalah dokter yang dihormati. Kamu akan bertemu putranya. Jadi, dia berharap banyak soal latar belakang dan sikapmu. Jika kamu bisa menerima konsekuensi akibat tidak menemuinya tetaplah disini dan menangis saja.” Ucap Felice dengan santai namun terkesan mengancam.

Direktur Arina merasa Felice tidak memahami perasaannya yang sudah dicampakkan dan dikhianati oleh kekasihnya. “Felice Chiara Farfalla!” Ucap Direktur Arina. “Sekalipun aku menghabiskan banyak uang untuk nya, dia harus peduli padaku. Anggap saja untuk membayar bunganya.” Lanjut Direktur Arina.

“Nanti saja menyesalnya. Minumlah!” Sahut Felice sambil menyodorkan gelas minum. Namun, diabaikan oleh Direktur Arina.

“Kamu sudah cukup menderita. Berhentilah bermain dengan perasaan dan emosi lalu jalanilah hidup yang aman dan stabil, ya? Pria tidak berarti apa-apa.” Ucap Felice sambil kembali menyodorkan gelas berisi air putih. Namun, Direktur Arina menepisnya sampai airnya tumpah ke tangan dan pakaian Felice.

“Hei. Soal aku hanya bersenang-senang dengan Luca atau serius, memangnya kamu tahu apa? Pria? Ya, aku memang mendambakan pria. Memangnya kamu tidak? Apa yang kamu lakukan saat mematikan ponselmu?” Ucap Direktur Arina dengan angkuhnya.

Ucapan itu membuat Felice teringat dengan malam panas yang penuh gairah dengan pria itu. Dengan pria itu di bawah kembang api yang meriah dan dekpaan yang hangat dan penuh gairah itu semua sangat sweet.

Namun, Felice juga kesal dengan sikap Direktur Arina yang selalu arogan dan selalu merendahkannya. Felice segera mengambil tisu yang ada di hadapannya untuk mengeringkan tangannya yang terkena air. “Jangan bersikap sok berkelas. Hanya karena berlagak tidak peduli, bukan berarti kamu berbeda.” Ucap Direktur Arina.

“Aku memang berbeda. Kamu meyakini hal-hal tidak berguna seperti pria dan cinta tapi aku tidak. Satu pengalaman sudah cukup bagiku.” Ucap Felice dengan tenang dan tidak terpancing amarah Direktur Arina.

“Dasar penyihir! Kenapa kamu tidak pernah bersikap sedikit saja untuk menjadi sahabat?” Ucap Direktur Arina.

“Kamu tidak pernah minta maaf padaku. Untung saja itu hanya air putih, jadi tidak akan meninggalkan noda. Sebatas itu lah hubungan kita berdua. Jangan mengharapkan pertemanan yang seperti keluarga.” Balas Felice.

“Bagimu, kepercayaan dan bantuan ayahku lebih penting daripada teman?” Ucap Direktur Arina.

“Tidak seperti kamu atau ayahmu, aku tidak punya banyak uang untuk berinvestasi demi mendapat keuntungan. Aku harus berlarian sepanjang hari meskipun aku kelaparan karena tidak punya waktu walau hanya lima menit untuk makan pastry.” Ucap Felice.

“Kamu tidak melihat aku ingin mati, bukan?” Tanya Direktur Arina.

“Bahkan pada saat aku kelaparan, aku selalu berterima kasih atas perbuatanmu. Seperti itulah sikapku padamu.” Ucap Felice.

Kemudian Felice berusaha untuk membangunkan Direktur Arina agar segera sadar dari mabuknya. “Udara dingin akan membantumu sadar.” Ucap Felice.

“Aku tidak bisa pergi. Tidak. Aku tidak mau pergi. Aku tidak bisa pergi seperti ini.” Ucap Direktur Arin yang berdiri dengan sempoyongan.

“Apa?” Sahut Felice.

“Pria itu akan mengatakan. ‘Putrimu tampak setengah mabuk dan lehernya memar.’ Ayahku akan segera tahu soal ini. Dia pasti akan sangat marah juga.” Ucap Direktur Arina.

“Kita bisa membuat alasan untuk itu. Kamu akan bersalah jika tidak datang sama sekali.” Sahut Felice.

“Kamu saja yang datang dan menjadi Arina Greesa Reine malam ini.” Pinta Direktur Arina.

“Telepon ayahmu dan katakan itu kepadanya sendiri. Aku akan menggantikanmu jika dia setuju.” Ucap Felice sambil memberikan ponselnya ke hadapan Direktur Arina.

“Lakukan saja.” Ucap Direktur Arina.

“Lakukan saja?” Tanya Felice.

“Dia justru akan menyalahkanmu karena kurang memperhatikanku. Kamu mau disalahkan?” Ucap Direktur Arina.

“Direktur Arina!!!” Sahut Felice dengan nada yang cukup tinggi.

“Mari kita rahasiakan ini sampai seterusnya. Pagi ini, aku dicampakkan oleh pria yang menginginkan uangku. Lalu malamnya aku harus temui pria yang menginginkan uang ayahku? Aku sungguh tidak bisa melakukan itu. Mengerti?” Ucap Direktur Arina.

Kepala Felice sepertinya mau pecah menghadapi tingkah dan masalah percintaan Direktur Arina. Felice melihat jam di tangannya, waktu sudah menunjukkan pukul 19.30.

***

“Aku akan menyiapkan semuanya untuk acaranya.” Ucap waitress.

Kemudian waitress itu menuliskan sebuah nama. “Arina Greesa Reine love Xavier Oda Valent.”

Xavier yang melihat kalimat itu sangat kesal dengan kelakuan kakak sepupunya itu. “Aishh si bodoh itu. Astaga!” Gumam Xavier saat sedang menghubungi Arka.

Namun Arka tidak menerima panggilan telepon dari Xavier karena sedang menerima panggilan telepon dari Ibunya Xavier. “Hallo tante! Aku sudah menelepon restoran. Dia tiba disana tepat waktu.” Ucap Arka.

“Arka! Maaf mengganggu kamu saat kamu sedang sibuk. Dia makin tua, sebagai ibunya aku harus melakukan sesuatu. Jadi aku meminta bantuanmu.” Ucap Camilla ibunya Xavier.

“Keputusan Anda tepat sekali. Tapi tante, siapa wanita yang akan datang?” Tanya Arka.

***

Wanita yang akhirnya datang ke pertemuan itu adalah Felice Chiara Farfalla. Dia datang masih dengan baju yang dia pakai dari tadi pagi.

“Maaf aku terlambat.” Ucap Felice yang sedang menyamar jadi Direktur Arina.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status