“Halo! Saya Felice Chiara Farfalla, Manajer Tim Desain The Premiére.” Sahut Felice sambil mengulurkan tangannya.
Irene menerima jabatan tangan Felice. “Saya Irene Valerie.” Sahut Irene.
Direktur Arina menghampiri mereka. Dengan penampilan nyentrik dan centilnya Ia mengajak bicara Irene. “OMG. Senang bertemu denganmu. Saya Arina Greesa Reine.” Sahut Direktur Arina dengan senyuman centil khasnya. Namun, Ia hanya dibalas anggukan sopan oleh Irene Valerie.
Bugh!
Krystal merebut ponsel Pak Yovie dari tangan pak Yovie saat beliau sedang menghubungi Arka. Krystal kesal dengan Arka yang menggantikannya dengan Irene tanpa konfirmasi dulu kepadanya.
“Heah! Kamu bercanda? Apa kalian mengabaikanku?” Sahut Krystal.
“Berpikirlah dahulu sebelum bicara. Kamu yang mengabaikan kami. Kamu bilang bahwa kamu tidak akan datang jika tidak bisa mengubah desain seperti y
Xavier meletakkan kameranya di meja lalu dia menengok ke arah Felice yang sedang tersenyum padanya. “Felice, apakah kamu mengenal Calvin Knox Valent? Kamu mengenalnya?” Tanya Xavier yang membuat senyuman Felice memudar karena mendengar nama itu lagi.Felice mencengkram erat tas yang ada di tangannya. “Aku sudah melupakannya. Tidak, kukira aku sudah melupakan dia. Tapi lagi-lagi, aku mendengar namanya disebut.” Gumam Felice dalam hatinya.Flashback on.Paris 5, tahun lalu.Felice sedang menyelesaikan tugasnya di studio desain bersama rekan-rekannya yang lain.Tok tok. Calvin mengetuk pintu studio tempat Felice belajar desain. Semua orang di ruangan itu sedang sibuk sehingga tidak ada yang menanggapi suara ketukan itu. Sehingga Calvin harus bertanya pada seseorang yang ada di dekatnya.“Halo, aku mencari seseorang. Namanya Felice Chiara Farfalla. Aku ingi
Selama bekerja di Jakarta, Xavier selalu menggunakan kantor Arka sebagai kantornya juga. Bahkan dia selalu menggunakan ruangan Arka untuk melakukan pekerjaannya seperti saat mengedit hasil fotonya. Ketika sedang mengedit foto katalog untuk koleksi terbaru Lauré, Xavier menyempatkan untuk melihat-lihat hasil foto dia saat memotret Felice di Paris kala itu. “Astaga foto-foto yang luar biasa. Candy, kamu memang terbaik dalam pengambilan foto. Foto-fotomu selalu memiliki perasaan yang sampai pada orang yang melihatnya.” Sahut Arka sambil melihat katalog foto Xavier.“Kamu hanya perlu mengedit beberapa kan?” Sahut Arka saat Xavier tidak terpengaruh dengan ucapannya tadi.“Ada yang mau kamu katakan?” Sahut Xavier sembari terus menatap laptopnya.“Ayolah. Kamu tuh siapa sih? Kamu Mr. X yang menaklukan London, Paris, Los Angeles dan New York. Aku memanggilmu Candy, orang lain memanggilku Mr. Paris. Ini kali pertama kamu b
“Bu Selena.” Sahut Felice saat melihat selena sedang berjalan. Felice segera mengejar Selena yang terlihat sedang sibuk dengan catatannya.“Oh hai. Saya dengar kamu ada rapat di luar. Kamu baru pulang?” Sahut Selena.“Kenapa kamu kemari selarut ini?” Sahut Felice.“Aku baru saja membuat kimchi, lalu aku teringat kalau kamu menyukai kimchi buatanku. Katamu, kimchi buatanku sangat masuk di lidahmu. Jadi, aku membawakannya untuk kamu makan bersama rekan yang lainnya.” Sahut Selena.“Kamu tidak perlu melakukan hal itu lagi. Aku tidak mau merepotkan.” Sahut Felice.“Aku tahu kamu berusaha keras memberiku pekerjaan. Setidaknya hanya itu yang bisa aku lakukan untukmu.” Sahut Selena.“Kamu akan pulang naik apa? Biar aku pesankan taxi online yah?”Sahut Felice.“Ga usah. Aku ga enak kamu selalu melakukan ini. Kamu pasti akan membayarkan ongkos taxinya. Tid
Di saat tengah menelusuri jalan yang sepi di malam hari, setelah mengunjungi rumah Felice. Xavier kembali masih teringat akan Felice. Xavier memutuskan kembali ke rumah Felice. Ia akan terus berusaha meskipun Felice mungkin menolaknya.Ting nong!Felice melihat dari balik layar siapa yang mendatangi rumahnya. Felice memutuskan untuk tidak membuka pintu dan akan membiarkannya. Kemudian Felice memutuskan untuk membersihkan badannya dengan mandi.Ting nong!Xavier terus mencoba menekan bel rumah Felice. Meskipun tidak ada jawaban.Ting nong!Ting nong!Ting nong!Ting nong!Ting nong!Bel itu terus dibunyikan oleh Xavier setiap 30 detik sekali.Ting nong.Setelah selesai mandi dan masih menggunakan handuk mandi model kimono berwarna putih dan handuk kepala, Felice melih
Tuk tu tukPresdir Edward terus mengetuk ngetuk meja di saat Felice dan Direktur Arina menghadapnya.TUK!“Buang saja.” Sahut Presdir Edward.“Lalu bagaimana soal wawancara dengan Mr. X?” Sahut Direktur Arina.“Untuk apa mempromosikan produk itu jika tiruannya sudah terjual?” Sahut Presdir Edward.“Tapi ini sudah siap untuk dirilis.” Ucap Felice.“Terus? Apa kita akan menjual dengan diskon besar? Bukankah hal itu membuatmu kesal?” Tanya Presdir Edward.“Kamu bilang kita akan dapat lumayan jika menjualnya murah, tapi itu akan merugikan merek dalam jangka panjang. Itu akan merusak citra merek. Lalu jika kita naikkan harganya kembali, semua orang akan bilang itu terlalu mahal.” Sahut Presdir Edward.“Ya, aku bilang begitu.” Sahut Felice.“Jadi, buang saja. Ini yang pertama, jadi aku yakin kita t
Ketika sampai di depan kantor, hujan masih turun dengan deras. Disaat sedang tidak baik-baik saja dan sedang dikejar waktu, Felice malah menjatuhkan kunci mobilnya di tengah tengah hujan yang semakin deras. “Heah! Sial.” Gumam Felice. Ketika Felice hendak berjongkok untuk mengambil kuncinya, ada seseorang yang lebih dulu mengambilkanya sembari memberikan payung untuk menghalangi kepala Felice dari rintik-rintik hujan. Felice refleks langsung melihat wajah orang itu dan ternyata dia adalah Xavier.“Kudengar seseorang menjiplak desainmu. Benar kah?” Tanya Xavier.“Ya, benar. kita harus menjadwalkan ulang wawancaranya. Aku rasa kita tidak bisa melakukannya hari ini.” Sahut Felice.“Apa kamu baik-baik saja?” Tanya Xavier.“Tidak. Meski kami menuntut mereka itu akan butuh waktu lama bisa sampai beberapa tahun. Jika mereka memindahkan kancing atau resleting dan mengatakan mereka terinspirasi oleh desainnya, kami tidak akan menang. Begitulah dalam tuntutan hukum. Ngomong-ngomong, itukah alas
“Oh ya! Sebelum itu diganti, pastikan kamu memotret semuanya.” Ucap Felice.“Baik, Non.” Balas Vareena.Manajer toko segera mengganti pakaian yang dipajang di manekin sesuai dengan permintaan Felice. Luna dan membantu mengeluarkan pakaian sebelumnya dan Vareena mendokumentasikan pergantian model pakaian yang di desain.“Hati-hati membawanya.” Ucap Vareena sembari mendokumentasikannya.“Baiklah!” Balas Manajer toko. Lalu Ia segera mengangkat manekin untuk di pajang ke dalam lemari kaca transparan.Melihat Felice yang seperti tidak fokus bekerja membuat Manajer toko bingung karena ini baru pertama kalinya Felice seperti tidak antusias dengan pekerjaan. Manajer toko mendekat ke arah Luna. “Apa Nona Felice sedang tidak enak badan hari ini?” Bisik Manajer toko.“Hah?” Respon Luna. Lalu mereka diam-diam mengamati Felice yang sedang diam mematung. “Dia sedang mengalami ba
BRUK BRUK [Suara saat Felice melempar tas dan blazer ke sofa]“Akhh kepalaku sepertinya sebentar lagi akan meledak.” Gumam Felice sembari mondar mandir di depan tv.Sesekali Felice menggigit jarinya untuk menghilangkan anxiety dengan masalah-masalah yang sedang berputar di kepalanya.Felice duduk di sofa lalu mengambil ponselnya dan terus menscroll media sosial untuk mencari ide. Felice mencari tahu bagaimana cara brand mempromosikan produknya. Felice bukan hanya mencari tentang cara promosi di Indonesia saja. Namun, Ia juga mencari-cari cara orang luar negeri dalam mempromosikan produk. Berjam-jam Felice mencoba menscroll sosial media. Namun, isi kepalanya terlalu bercabang dan berantakan. Felice tidak bisa fokus karena rasa bersalahnya atas kejadian yang menimpa Calvin. Rasanya tidak adil sudah membenci seseorang tanpa tahu alasannya. Namun, terlalu menyakitkan jika mengingat kejadian lima tahun lalu.Felice akhirnya memutus
Brtrtt [Suara kertas-kertas]“Heah! [menghela napas]” Ellie menghentakkan laporan penjualan La Cart dengan wajah kesal dan cemburu.“Perusahaan memberi Nona Felice dukungan untuk mengembangkan Lauré. Tapi begitu dia menyuruhnya mengambil alih dan mengelola Lauré…” Keluh Ellie.“Angka penjualan kita akan anjlok. Lauré adalah brand terlaris kita meskipun tidak baru dan tidak menarik lagi.” Ujar Michael.Bughhh [Suara pukulan meja]Manajer Alano kesal sampai memukul meja dengan sangat keras karena perdebatan mereka yang sungguh membosankan. Kehilangan Lauré dan Felice menjadi hal yang cukup menyedihkan bagi Manajer Al.“Kenapa kalian tidak membawa laporan penjualan bulanan Lauré? Apa kalian tentara yang menunggu dibebastugaskan? Di mana kedisiplinan kalian?” Ujar Manajer Alano.“Aku…”&ldqu
“Bisa kita mulai?” Ujar Adriana.“Tentu.” Balas Felice.“Saya akan mulai dari pertanyaan dasar. Saya dengar kamu membuat nama “Lauré” sendiri. Apa arti di balik nama itu?” Ujar Adriana.Felice melirik ke arah Xavier yang sedang memotretnya. “Bukan saya yang membuat nama itu. Sebenarnya saya mendapat ide itu dari fotografer tidak dikenal di Paris.” Ujar Felice.Xavier teringat akan sesuatu sampai berhenti mengambil gambar Felice. Xavier menyimak cerita Felice beberapa saat untuk mendengar sebuah fakta yang ingin Xavier dengar lebih lanjut.“Lauré berarti kemenangan. Dia menyemangati saya dan berharap desain yang saya buat akan membawa saya pada kemenangan dalam setiap usaha saya di hadapan publik. Lauré lahir berkat fotografer tidak dikenal itu.” Ujar Felice.Ckrek Ckrek ckrek [Suara kamera]“Saya sungguh ingin tahu
Felice melihat ke sekeliling ruang sampel yang dipenuhi kenangan di setiap sudutnya. Dinding yang penuh dengan tempelan inspirasi desain, tempelan kain-kain dengan berbagai warna, sampel sepatu dan masih banyak lagi barang penuh kenangan yang ada dalam ruangan itu.Drrtt drtt [Adriana Novelle Vogue]“Halo, ini Felice Chiara Farfalla.” Ujar Felice.“Anda masih ingat saya? Saya Adriana, kepala editor di Novelle Vogue.” Ujar Adriana.“Ya.” Balas Felice.“Saya menelpon Anda begitu mendengar beritanya. Saya dengar kamu menolak tawaran pekerjaan dari Anthony. Kali ini, saya sangat ingin mengenal Anda, Nona Felice.” Ujar Adriana. “Saya ingin mewawancarai Anda lagi. Tentu saja, kami akan mengirimkan daftar pertanyaan baru.” Lanjut Adriana.“Silahkan
Saat Yuri masuk ke rumah, semua lampu di rumahnya masih belum menyala meskipun sudah waktu sudah menunjukkan waktu malam.“Kenapa lampunya masih mati semua?” Ujar Yuri sambil menekan tombol saklar.Setelah itu Yuri melihat ke sekeliling meja makan dan dapur yang masih bersih.“Apa dia belum makan?” Ujar Yuri.Yuri membuka pintu kamar yang ditempati Ezra, lalu mengintipnya. Tidak ada orang di dalamnya. Yuri semakin membuka pintu itu dengan lebar. Melihat ke sekeliling kamar yang masih gelap gulita tanpa ada orang di dalamnya. Entah kemana Ezra pergi sampai malam begini.“Astaga kemana dia.” Gumam Yuri. Lalu Yuri keluar dari kamar itu.Bugh [Suara pintu]“Aishh, setelah kita berpisah, dia benar-benar melakukan apapun yang dia inginkan. Tidur di luar juga bisa jadi alasan untuk bercerai. Seharusnya dia tahu itu.” Keluh Yuri.Yuri masuk ke kamarnya, menekan saklar lam
Liam terkejut saat melihat Sunny yang datang membawa Serphina.“Sedang apa kamu di sini, Nona Sunny?” Tanya Liam.“Istrimu yang memintaku datang.” Balas Sunny.Liam semakin bingung dan segera menghubungi Keena.Tuut tuut tuuut [Keena]“Hallo, kenapa bukan kamu yang datang dengan Sera?” Ujar Liam.“Rasa sakit di tubuhku kambuh lagi hari ini. Nona Sunny bilang dia akan pergi ke Mall hari ini. Jadi, kebetulan sekali.” Ujar Keena saat mengeringkan rambutnya dengan handuk.“Sera bisa pergi berdua denganku.” Ujar Liam. “Kamu tidak tahu cara berbelanja pakaian wanita. Butuh wanita untuk tahu apa yang cocok untuk seorang gadis.” Ujar Keena.“Sera, ayo kita coba ini.” Ujar Sunny yang sudah memilihkan baju untuk Ser
“Wah!! Amazing!” Teriak Sabrina.“Ada apa?” Tanya Vareena sambil berlari dari ruangan kerjanya yang tidak jauh dari ruangan Lauré.Sabrina, Rosé, Luna, Elijah, dan Vareena segera berkerumun untuk membicarakan apa yang Sabrina lihat.“Berita yang bisa dipercaya dari Galaxy PR tentang Nona Felice. Ini tentang Lux Champ, brand mewah yang sudah berusia 130 tahun.” Ucap Sabrina.“Di mana? Lux Champ. Tempat yang menjual lebih dari 2.000 dolar untuk sepasang celana? Wah apa Paris akhirnya mengakui kemampuan Kak Felice?” Ujar Elijah.“Kita memanggilnya Nona Felice, buka kak Felice!” Protes Rosé.“Apa kita semua bisa pergi dengannya?” Ujar El.Tanpa mereka sadari, Manajer Alano sedang menguping pembicaraan mereka sejak awal Sabrina berteriak.“Tapi jika dia tetap diam sampai sekarang..” Ucap Sabrina.“Berarti
“Jika aku tidak bisa menelan nasinya, aku bisa menambahkan air dan menelannya. Jadi, itu bukan masalah besar. Tapi selama hampir 30 tahun, aku membiarkan kebencianku tumbuh dan mengeras seperti nasi kerak. Itu sesuatu yang tidak bisa kutelan sebanyak apa pun air yang kutuang. Perasaan terluka dan aku tidak bisa melupakannya seperti makanan yang diam saja di perut. Bagaimana jika ini berubah menjadi kesedihan dan kepahitan mendalam? Bagaimana jika yang tersisa dariku hanya kebencian? Aku takut.”Ezra sangat tersentuh membacanya. Ternyata inilah yang dirasakan oleh istrinya selama ini. Setelah membaca catatan itu, Ezra menghampiri Yuri yang sedang mencuci rambutnya di kamar mandi.Yuri memang hanya ingin mencuci rambutnya saja dan tidak ingin mandi karena cuaca di luar sedang hujan deras. Jadi, Yuri hanya keramas di depan wastafel dengan shower di tangan kanannya untuk membasuh rambutnya.Saat busa-busa di rambut Yuri sudah mulai memudar, Ezra
“Pria yang mengaku pacarmu itu bersama Presdir Edward alias ayahmu sekarang, berduaan.” Ucap Luca.Arina menggelengkan kepala untuk melupakan bayangan itu, “Tidak! Tidak mungkin! Mereka pasti hanya membicarakan pekerjaan sebagai sesama petinggi perusahaan.”Gumam Arina.Arina menghampiri Arka untuk menyapanya, “Hai, Pak Arka!” Ucap Arina.“Oh Halo! Direktur Arina!” Balas Arka.“Kenapa kamu keluar dari ruangan Presdir?” Tanya Arina.“Aku habis bicara empat mata dengan Presdir Edward soal urusan mendesak.” Balas Arka.“Mendesak? Soal apa?” Tanya Arina.“Sudah kukatakan aku habis bicara empat mata dengannya, yang artinya itu bukan sesuatu yang bisa ku beritahu kepada mu.” Balas Arka.***“Tentu saja, dia tidak bisa memberitahumu.” Ucap Luca ketika bertemu dengan Direktur Arina di restoran tempat
Presdir Edward menatap Felice dengan tajam, Ia terus teringat dengan kejadian kemarin saat bertemu dengan Arka.Flashback On“Apa orang-orang di Paris ingin merekrut Felice?” Tanya Presdir Edward.Arka tertunduk dan diam membisu.“Kenapa? Apa aku menyulitkanmu?” Tanya Presdir Edward.“Aku merasa tidak nyaman menceritakan ini kepada bos Nona Felice karena… aduh.. hmm.. bagaimana mengatakannya, ya? Aku seakan menodai kepercayaannya.” Ucap Arka.“Jadi, benar seseorang ingin merekrutnya? Siapa itu Anthony?” Ucap Presdir Edward.“Maaf, Pak.” Ucap Arka sembari tertunduk ketakutan.Flashback Off“Kalau begitu, kita akan tetap di Neo Avenue.” Ucap Manajer Alano.“Jika kamu yakin bisa melindungi harga diri kita, lakukanlah.” Ucap Presdir Edward pada Felice.“Apa agenda ku selanjutnya?&rd