Share

Gugurkan Anak Itu

Author: Atieckha
last update Last Updated: 2024-11-11 13:01:08

Naura masih berdiri di depan lobi rumah sakit bersama Davin ketika suara yang familiar memanggil namanya. Ia menoleh dan melihat seorang wanita berambut pirang, berjalan ke arahnya dengan wajah yang tampak serius.

"Boleh aku bicara denganmu sebentar saja?" tanya Bella, suaranya sedikit lirih.

Naura menatap Davin sejenak, merasa segan memintanya menunggu lagi. "Pak Davin, saya pulang naik taksi online saja. Bapak sebaiknya pulang lebih dulu. Terima kasih banyak sudah mengantarkan saya,” ujar Naura.

Namun, Davin memerhatikan wajah Naura yang lelah, juga jam di tangannya yang sudah menunjukkan pukul 19.00. Kota Suncity sudah mulai gelap di jam segini, dan ia tahu Naura pasti kelelahan. Bila ia membiarkan Naura berhadapan sendiri dengan Bella, bisa jadi Naura akan terjebak dalam percakapan panjang dan tidak beristirahat.

"Tidak, saya akan menunggumu di sini. Silakan bicara, tapi jangan terlalu lama," jawab Davin dengan suara tegas sambil melirik Bella.

Naura hanya mengangguk pelan, kemudi
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Memanjakan Atasan

    Bella menatap Aldo dengan tatapan tajam, hatinya bergemuruh penuh kemarahan dan kekecewaan. Suaranya lirih nyaris tak terdengar ketika ia berkata, "Apa kamu bilang? Aku harus menggugurkan anak tak berdosa ini?" Bella hampir tidak percaya, seakan-akan Aldo telah memukulnya dengan kata-kata yang tak pernah ia bayangkan keluar dari mulut pria yang dulu pernah ia cintai.Suasana di ruang tamu rumah Aldo yang awalnya hening berubah menjadi tegang. Keluarga Aldo, termasuk mamanya, saling bertukar pandang, wajah-wajah mereka menampakkan keterkejutan dan ketidaksenangan. Sang mama, yang selalu terkenal dengan sikap kerasnya, menatap Aldo dengan amarah yang tak terbendung."Manusia macam apa kamu ini, Aldo?" bentak sang mama, nadanya tajam dan penuh kekecewaan. "Kamu tidak punya otak, tidak punya perasaan! Harusnya kamu bertanggung jawab! Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Jangan jadi pengecut!" Suaranya semakin lantang dan tak terbantahkan. "Seenaknya saja kamu meminta Bella untuk me

    Last Updated : 2024-11-11
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kedatangan Mama

    Davin mempercepat langkahnya menuju mobil yang terparkir di basement apartemen Naura. Ia tahu benar sang mama tak suka menunggu, apalagi jika ada orang lain yang datang untuk menjemput selain dirinya. Pikirannya penuh dengan tuntutan pekerjaannya, namun ia tahu panggilan mendesak dari mamanya tak bisa diabaikan. Begitu pintu mobil tertutup, ia segera menghidupkan mesin dan meluncur ke jalan raya, berusaha menembus kemacetan menuju bandara.Setelah hampir satu jam berkutat di jalan, Davin akhirnya tiba di bandara. Melihat wajah sang mama yang tampak masam, ia segera bergegas keluar dari mobil dan tersenyum, berusaha meredam suasana tegang yang sudah ia perkirakan."Puas kamu bikin Mama dan Papa menunggu di sini, huh!" bentak sang mama begitu Davin mendekat.Davin menahan tawa kecil, sengaja menggoda mamanya untuk mencairkan suasana. "Maaf, Nyonya," jawabnya sambil memberi sedikit anggukan, seolah-olah berbicara pada atasannya, "Tadi habis meeting, terus jadi keterusan ngobrol. Sampai

    Last Updated : 2024-11-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Pertengkaran Kecil

    Esok harinya, di meja makan, Davin duduk dengan tenang bersama Mamanya, Papanya, dan Anna, yang tampak ragu-ragu namun tetap berusaha tersenyum, mencoba menikmati sarapan bersama.Saat semua mulai menyantap hidangan, sang mama menatap Davin dengan harapan yang tampak jelas di wajahnya. "Davin, kamu bisa antar Mama dan Anna jalan-jalan pagi ini?" tanyanya dengan nada penuh harap.Davin mendengar permintaan itu dengan pandangan datar. Ia meletakkan sendoknya perlahan, lalu memandang sang mama dengan tatapan tajam. "Mama, jangan ganggu pekerjaan Davin hanya demi kesenangan kalian, ya. Mama kalau dikasih hati malah melunjak, minta jantung. Sekarang malah hilang selera makan Davin," ucapnya dingin, lalu bangkit dari kursi dan meninggalkan meja makan tanpa ragu."Davin! Kembali ke sini!" seru mamanya, namun ia hanya diabaikan. Dengan napas tersengal, ia menatap punggung anaknya yang menghilang di balik pintu ruang makan."Anak itu selalu saja bikin kesal," gumamnya sambil memukul meja deng

    Last Updated : 2024-11-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Enak Kan?

    Panas terik matahari siang itu terasa membakar, namun tidak ada yang lebih panas dari amarah yang menyala di hati Bella. Tangannya gemetar saat ia berdiri di depan lobi kantor Abimanyu Group, menatap Aldo dengan mata yang penuh dendam dan kesedihan. Beberapa karyawan yang sedang melewati area lobi pun berhenti, tertarik pada keributan yang tak biasa di depan mereka."Tega banget kamu, Aldo!" teriak Bella dengan suara bergetar, air matanya mengalir deras di pipi. "Kamu fitnah aku seolah aku ini perempuan murahan. Bayi dalam kandunganku ini bayimu! Aku siap melakukan tes DNA kalau bayi ini lahir. Tapi, aku tetap akan menuntut kamu menikahiku!"Bella mengangkat dagunya dengan tegas meski hatinya remuk. "Kalau nanti terbukti anak ini bukan anakmu, silakan cerai aku. Tapi jangan kira kamu bisa lari dari tanggung jawab!"Aldo terlihat kesal dan gugup. Dia menoleh kanan-kiri, menyadari bahwa banyak pasang mata tertuju pada mereka. Wajahnya merah padam, tak hanya karena kemarahan, tetapi ju

    Last Updated : 2024-11-12
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Wanita Murahan

    Namun, momen romantis di antara Davin dan Naura yang penuh keintiman mendadak terganggu ketika pintu ruangan itu terbuka."Oh, maaf..." ujar pelayan restoran dengan wajah kaget, menyadari bahwa ia telah menginterupsi suasana mesra di dalam.Di hadapannya, Davin dan Naura sedang berpelukan mesra, bahkan tangan Davin tampak menyelip masuk ke dalam kemeja Naura, membuat suasana terasa semakin canggung. Wajah pelayan itu memerah, namun ia tetap berusaha bersikap profesional, meski jelas terlihat betapa kikuknya dirinya."Masuk saja, hidangkan makanannya," perintah Davin dengan nada tenang dan tegas, tak sedikit pun merasa terganggu. Suara beratnya terdengar mengintimidasi, membuat pelayan itu sedikit ragu. Namun, akhirnya ia memutuskan untuk melangkah masuk dan menyajikan makanan di meja dengan hati-hati.Naura, yang semula terbuai dengan kehangatan Davin, langsung merapatkan bibirnya, mengerucutkan bibir dengan malu. Wajahnya memerah, merasakan desakan untuk merapikan pakaiannya yang se

    Last Updated : 2024-11-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Membalas Balik

    “Majikanku bisanya mengancam saja,” kata Davin, memperlihatkan isi chat sang mama pada Naura.“Jadi saya benar-benar harus ikut mengantar Pak?”“Iya sayang, dan malamnya kamu akan kubuat mendesah sampai pagi,” jawab Davin sungguh-sungguh. Dia melumat bibir sang sekretaris yang seakan membuatnya kecanduan. Setelah puas mereka kembali ke kantor dan melanjutkan pekerjaannya.Baru saja Naura turun dari mobil dan hendak menuju lift dua kali tamparan melesat di pipi Naura hingga membuat Naura terhuyung.Plak PlakNaura tak menyangka, kejadiannya begitu cepat dan tiba-tiba tangan besar wanita paruh baya itu menyentuh pipi mulus Naura.Naura berdiri di tengah-tengah lobby kantor yang luas, mencoba menahan perih di pipinya yang memerah. Ia menyentuh sudut bibirnya, merasakan sedikit rasa asin yang mengalir—darah. Tangan Mamanya Aldo barusan begitu keras menghantam pipinya, membuat kepala Naura sedikit berkunang-kunang.Sementara itu, Mamanya Aldo berdiri dengan penuh amarah, tatapannya menusu

    Last Updated : 2024-11-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Polos Sampai Pagi

    Bram tertegun di depan pintu ruang kerja Davin. Sesaat, ia meraih gagang pintu, merasa harus segera melaporkan temuannya pada atasannya. Tapi langkahnya terhenti ketika melihat Naura sedang duduk di pangkuan Davin. Pandangannya terhenti, terjebak antara keinginan untuk mundur atau menerobos masuk.Davin dan Naura tampak terkejut ketika menyadari kehadirannya. Naura segera bangkit, wajahnya merona merah, tergesa-gesa merapikan pakaian yang sedikit berantakan. Dia melangkah mundur, lalu cepat-cepat meninggalkan ruangan tanpa sepatah kata, meninggalkan Davin dan Bram dalam keheningan canggung.Davin menarik napas dalam-dalam, lalu mendesah. "Kamu ini, ketuk pintu kek!" serunya dengan nada kesal, mencoba menghilangkan suasana canggung yang tersisa.Bram hanya mengangkat bahu dengan santai. “Ck. Biasa aja tuh, Pak. Jugaan dulu saya sering melihat Anda dengan para wanita penghibur setiap malam,” jawabnya sambil berjalan mendekati meja Davin, melempar tubuhnya ke kursi di seberang sang CEO.

    Last Updated : 2024-11-13
  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Kenapa Pak?

    “Kenapa, Pak?” tanya Naura, suaranya bergetar karena panik saat Davin mengerem mendadak.Davin mengusap dahinya yang berkeringat, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab, “Sepertinya ban mobil saya pecah.” Matanya menyapu jalanan, memastikan tidak ada kendaraan atau pejalan kaki yang mereka tabrak.“Ya ampun…” Naura memegang dada, masih terguncang oleh hentakan mendadak itu. “Saya kira tadi kita menabrak seseorang atau sesuatu.” Jalanan sangat gelap, sepertinya lampu sedang padam.Davin menepikan mobilnya perlahan, lalu keluar untuk memeriksa ban. Naura memperhatikannya dari dalam, masih merasa gugup. Sesaat kemudian, Davin kembali masuk ke mobil dan meraih ponselnya untuk menghubungi Pak Udin, sopir pribadinya. Tak butuh waktu lama, sambungan telepon pun terhubung.“Halo, Pak Davin. Ada yang bisa saya bantu?” suara Pak Udin terdengar di ujung telepon.“Pak Udin, tolong segera datang ke sini, ya. Mobil saya kena pecahan kaca, ban sobek cukup parah, jadi kempes. Saya di lampu sto

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Salah Sangka

    Fernando terus menatap ke arah Bram dan Davin yang saat ini sedang berbicara dengan Bruno, pemilik tempat hiburan malam tersebut yang juga merupakan teman baik Fernando. Dari sudut ruangan, Fernando memperhatikan dengan saksama, memperkirakan apa yang sebenarnya mereka bicarakan."Aku tak menyangka mereka suka juga ke tempat yang seperti ini. Aku pikir Davin benar-benar lelaki terbaik. Ternyata semua lelaki sama saja, mana betah kami hanya dengan satu pasangan," ucapnya pada diri sendiri, mendesah pelan sambil mengamati mereka dari kejauhan.Fernando menyandarkan tubuhnya ke kursi, mengaduk minuman di tangannya dengan gerakan lambat. Matanya tidak lepas dari mereka bertiga, terutama Davin. Ada sedikit perasaan tidak percaya dalam benaknya. Selama ini, Davin dikenal sebagai pria yang setia dan tidak tertarik dengan tempat hiburan. Namun, kenyataan di depan matanya menunjukkan sesuatu yang berbeda.Sementara itu, di sudut tempat hiburan tersebut, Davin dan Bram sedang berbicara serius

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Bergerak Normal

    "Apa semuanya sudah sesuai dengan yang kamu rencanakan?" tanya Penelope pada Fernando, sambil meliriknya dari sofa mewah berlapis beludru merah yang sedang didudukinya.Tangannya yang ramping menggenggam gelas anggur, menggoyangkan cairan merah di dalamnya dengan gerakan anggun. Cahaya lampu kristal di ruang tamunya yang luas memantulkan kilauan di permukaan gelas, menciptakan bayangan berkilau di meja kaca di depannya.Fernando berdiri tegap di dekat rak buku yang dipenuhi koleksi bacaan mahal dan beberapa lukisan klasik yang sengaja dipajang sebagai simbol kemewahan. Mata pria itu menatap tajam pada atasannya, memastikan tidak ada keraguan dalam Suaranya saat ia menjawab."Sudah, Bu. Anda tenang saja, semuanya sudah saya atur," jawab Fernando tanpa ragu sedikit pun.Penelope menyandarkan tubuhnya, menyilangkan kakinya dengan gerakan lambat dan sensual. Senyuman tipis tersungging di bibir merahnya yang sempurna. Dia menikmati permainan ini, sebuah permainan yang dirancangnya sendiri

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkan sang Istri

    "Kamu kenapa, Sayang? Masih khawatir aku ketemu dengan Penelope? Makanya ayo ikut," ajak Davin saat wajah istrinya terlihat sendu, menatapnya yang sedang bersiap pergi untuk penandatanganan proyek besar Abimanyu Group di kota ini.Naura menggeleng. Untuk datang? Tentu dia tidak mungkin punya mental yang kuat, apalagi setelah Penelope menatapnya dengan tatapan seakan mengejek kondisinya yang seperti ini. Naura menjadi insecure."Nggak apa-apa kok," jawabnya, tapi sorot matanya tentu tidak membuat Davin percaya begitu saja pada sang istri.Pria itu mendekati Naura, lalu berjongkok di depan kursi roda sang istri. Dengan lembut, ia mengecup punggung tangan wanita yang sangat dia cintai. Bahkan, rasa cintanya sejak dulu hingga kini tidak berubah sama sekali."Aku tahu, di luar sana banyak sekali perempuan jahat. Tapi tidak semua laki-laki menyambut dengan baik wanita yang seperti itu. Laki-laki yang baik akan memilih perempuan yang baik pula. Laki-laki yang tidak baik mungkin akan tergoda

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Strategi

    "Kenapa sih, Mama nggak pernah berubah? Semua keputusan harus kemauan Mama! Kenapa seperti ini? Kalau memang Bram tidak mau menikah lagi, ya sudah, Bram nggak akan menikah!"Bram menatap sang Mama dengan rahang mengeras. Hatinya semakin sesak karena merasa tidak pernah diberi kebebasan menentukan hidupnya sendiri."Bram janji, Angelica tidak akan pernah kekurangan kasih sayang. Lagian, Lidya masih jadi pengasuhnya. Nanti, lama-lama Angelica juga akan tahu kalau Lidya itu hanya seorang pengasuh, hanya seorang ibu susu, bukan ibu kandungnya. Bram nggak mau ada orang yang menggantikan posisi Dinda di hati Angelica dan di hati Bram."Bram menghela napas berat. Matanya yang tajam menatap Laura dengan sorot penuh keteguhan."Sekarang terserah Mama. Yang jelas, sekuat apa pun Mama membujuk Bram untuk menikah lagi dan mencarikan jodoh, itu tidak akan pernah terjadi! Bram tidak ingin menikah lagi!" ucapnya tegas.Hening sejenak. Laura masih ingin membantah, tetapi Bram tidak memberinya kesempa

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Jodoh dari Mama

    Bram melangkah santai menuju ruang keluarga Davin. Begitu sampai, ia mendapati kedua keponakannya, Raka dan Rania, tengah duduk di meja belajar kecil mereka. Buku-buku terbuka di hadapan mereka, sementara pensil warna-warni berserakan di atas meja. Sesekali, mereka tampak berdiskusi satu sama lain, wajah mereka serius, tetapi tetap menggemaskan di mata Bram.Senyuman kecil terukir di wajah pria itu. Meskipun jauh dari rumah mereka yang sebenarnya, Raka dan Rania tetap terlihat bahagia. Bram bangga melihat mereka tumbuh menjadi anak-anak yang mandiri dan ceria.Tanpa menunggu lebih lama, ia pun berjalan mendekat, lalu menjatuhkan diri di sofa dekat mereka. "Lagi sibuk apa nih, dua anak pintar Uncle?" tanyanya dengan nada hangat.Rania menoleh lebih dulu, lalu tersenyum lebar. "Lagi ngerjain PR, Uncle!" jawabnya bersemangat."Iya, PR Matematika," tambah Raka, mengangguk antusias.Bram mengangguk-angguk paham. "Wah, Matematika ya? Dulu waktu Uncle seumuran kalian, Matematika itu pelajar

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Tak Akan Terganti

    Davin tiba di rumahnya bersama Bram. Begitu memasuki rumah, aroma khas kayu dan wewangian lembut yang selalu digunakan Naura menyambutnya. Rumah itu terasa hangat, tetapi juga sunyi, seakan ada sesuatu yang kurang.Tatapannya langsung tertuju ke ruang keluarga, tempat Raka dan Rania duduk bersisian di meja belajar kecil mereka. Kedua buah hatinya tampak serius mencoret-coret buku mereka, sesekali berdiskusi dengan suara pelan. Biasanya, di antara mereka ada Naura yang menemani—memberikan bimbingan atau sekadar duduk sambil membaca buku. Tapi kali ini, Naura tidak ada di sana."Loh, Mommy di mana, sayang?" tanya Davin, suaranya penuh keheranan.Rania dan Raka sontak menoleh ke arah sang ayah. Mereka saling berpandangan sebelum akhirnya menjawab dengan kompak. "Di kamar, Daddy."Davin mengernyit. "Kok tumben nggak nemenin kalian belajar? Apa Mommy sakit?" tanyanya lagi, kekhawatiran mulai muncul di benaknya.Sambil menunggu jawaban dari anak-anaknya, ia melambaikan tangan pada pengasuh

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Janda Hot

    Ballroom hotel mewah itu dipenuhi cahaya lampu, memberikan kesan eksklusif dan profesional. Meja panjang sudah tertata rapi dengan dokumen-dokumen kerja sama yang siap untuk didiskusikan. Bram dan tiga orang timnya tiba lebih dulu, memastikan semua persiapan sudah sesuai dengan kebutuhan presentasi Davin.Beberapa menit kemudian, Davin datang dengan setelan jas hitam yang sempurna, menampilkan sosoknya yang berwibawa sebagai Presiden Direktur Abimanyu Group. Matanya tajam, fokus pada pertemuan hari ini. Meskipun ia menyadari kehadiran Penelope, ia memilih untuk tidak memperhatikan wanita itu lebih dari yang diperlukan.Penelope melangkah masuk bersama Fernando dan timnya. Seperti biasa, wanita itu tampil memesona dengan gaun formal yang membingkai tubuhnya dengan anggun. Senyum tipis menghiasi bibirnya saat matanya langsung tertuju pada Davin.“Selamat siang, Pak Davin.” Suaranya terdengar lembut, tapi ada nada ketertarikan yang tak berusaha ia sembunyikan.“Selamat siang, Bu Penelope

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Meyakinkannya

    Davin tidak perlu bertanya untuk tahu bahwa ada sesuatu yang mengganggu pikirannya. Sejak mereka keluar dari restoran setelah pertemuan bisnis dengan Penelope, ekspresi Naura berubah. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, dan Davin tidak akan membiarkan itu berlarut-larut.Begitu sampai di rumah, Davin turun lebih dulu, lalu berjalan ke sisi pintu mobil dan membukakannya untuk Naura. Dengan lembut, ia membantu sang istri turun dan mendorong kursi rodanya masuk ke dalam rumah.Naura tetap diam.Davin menghela napas. Setelah mereka tiba di ruang keluarga, ia menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya duduk berhadapan dengan istrinya.“Sayang,” panggil Davin lembut.Naura tidak merespons.Davin menatapnya dalam-dalam. Ia menyentuh jemari Naura dan menggenggamnya erat. “Kamu mau cerita sesuatu?” tanyanya pelan.Naura masih tidak mengatakan apa pun.Davin menarik kedua alisnya. “Sayang, aku tahu ada sesuatu yang mengganggumu. Aku bukan orang bodoh yang bisa dibohongi dengan diam seperti

  • SENTUHAN PANAS DI RUANG KERJA SANG CEO   Menginginkan Davin

    Sementara itu, sebuah mobil mewah dengan interior elegan melaju dengan kecepatan stabil di bawah langit siang yang cerah. Jalanan kota tampak sibuk, namun di dalam kendaraan tersebut, suasana terasa lebih hening dibandingkan hiruk-pikuk di luar sana. Penelope duduk di kursi belakang dengan anggun, kedua kakinya yang jenjang disilangkan, sementara Fernando dengan tenang mengemudi di depan, memastikan perjalanan mereka berjalan lancar.Meskipun suasana di dalam mobil tampak tenang, pikiran Penelope justru sedang penuh dengan satu hal—atau lebih tepatnya, satu orang. Sejak keluar dari restoran tempat pertemuan bisnisnya dengan Davin Abimanyu, benaknya dipenuhi oleh bayangan pria itu. Ketegasan dalam suaranya, cara ia membawa diri, serta tatapan tajam yang memancarkan kecerdasan dan kharisma yang begitu memikat.Dia sudah banyak bertemu pria sukses di dunia bisnis, tetapi tidak ada yang seperti Davin. Pria itu tidak hanya berwibawa dan cerdas, tetapi juga memiliki sesuatu yang lebih langk

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status