Pagi nya dirumah Sari, pintu kamar Sari dibuka oleh wanita paruhbaya yang tidak lain adalah ibunya Sari, melangkah menuju jendela dan membukakan tirai jendela agar matahari pagi masuk ke dalam kamar.
Sari dan Wina menarik selimut menghalangi dengan kompak, menghalangi matanya, yang terasa silau oleh cahaya matahari yang masuk kamarnya.
"Anak gadis Bunda yang cantik - cantik, ayo bangun, sayang." menarik selimut yang menutupi wajah mereka.
"Bunda..." ini kan hari libur, Sari masih ngantuk.
"Ayo bangun, sayang," sekarang sudah jam tujuh, kita joging biar sehat, anak gadis Bunda, masa masih muda loyo begini, semangat dong, sayang. "Bunda, tunggu kalian di meja makan ya, kita sarapan dulu sebelum jogging."
Wina bangun duluan dan menarik Sari untuk bangkit dari tempat tidurnya.
"Permatasari Nugraha! ayo bangun?"
"Bentar lagi ya..." mata susah sekali di ajak kompromi ini.
"Ya udah ga usah bangun! pokoknya, aku tidak akan menginap lagi disini," muka Wina cemberut.
"iya bawel..." segala pasang muka cemberut, udah kayak emak - emak kurang belanja.
"Gitu dong," kalau gak begitu, mana mau bangun tuan putri yang satu ini.
Setelah siap - siap dan mengenakan pakaian jogging, Sari dan Wina ditemani Bunda, sarapan nasi goreng terlebih dahulu, sebenarnya Sari lagi malas makan tapi tidak enak karena sudah disiapkan Bunda, sari sedang kurang nafsu makan, mungkin karena efek semalem yang masih membekas dalam ingatannya.
"Sayang," anak Bunda yang cantik...kok makannya melamun, ada masalah apa sayang, cerita sama Bunda?
"Tidak ada masalah kok, Bun," mungkin efek masih ngantuk, jawab Sari.
"Ya sudah, kalau memang tidak ada masalah apa - apa," tapi, kalau Sari ada masalah jangan sungkan untuk cerita sama Bunda.
"iya Bundaku," yang super duber baik.
Singkat cerita mereka sudah berada di taman, banyak sekali orang - orang yang berolahraga, dari berbagai usia, ditambah banyaknya penjual makanan jalanan, sehingga pagi ini begitu ramai dan membuat Sari melupakan sejenak rasa sedihnya.
"Sayang," Bunda mau ke tante erna, teman Bunda dulu waktu sekolah, kebetulan dia dan suaminya barusan papasan dengan Bunda, saat kamu sama Wina ke toilet, dan sekarang sedang menunggu di cafe depan, Sari dengan Wina dulu ya? atau mau ikut kesana, sekalian jajan di cafe.
"iya Bun," nanti Sari menyusul kesana saja, Sari masih pengen disini sekalian beli cimol dan tahu gejrot.
"iya sayang," ya udah, Bun tinggal dulu ya?
"Iya Bun."
Sari dan Wina menikmati cemilan kuliner di taman, sesekali bercanda dengan menebak - nebak isi fikiran orang - orang disana tapi dibuat humor.
Begitulah Sari, pasti akan selalu tertawa dan bahagia bila sudah dengan Wina, Wina teman yang sangat konyol dan suka bercanda, persahabatan mereka sudah terjalanin semenjak masuk kuliah.
Setelah kenyang menyantap jajanan kuliner, Sari masih enggan beranjak dari duduknya dan mulai murung lagi, membuat Wina akhirnya bertanya, karena merasa kuatir.
"Cerita bila memang membuatmu terbebani, jangan dipendam sendiri, setidaknya..." Aku sebagai sahabatmu ini bisa berguna..hehehehe, tanya Wina sambil tertawa.
"Aku masih kesal dengan kejadian semalem, merasa sangat kecewa dan sakit hati, oleh kata - kata Dika, dia mengecapku sangat buruk, sampai bilang aku pelacur dan hampir saja menamparku, untung Bang Adrian menolongku, selama ini aku berfikir bahwa Dika adalah laki - laki baik yang Allah SWT kirim untukku dan sangat mencintaiku, tapi aku sudah salah menilainya, seharusnya Dika bisa menjaga emosinya, aku sudah membuang waktu delapan bulan, hanya untuk laki - laki egois seperti dia, aku bersyukur dan bahagia sudah putus dengannya tapi disisi lain batinku terluka oleh hinaannya didepan semua orang, aku benar - benar tak habis fikir Dika segitu arogannya."
"Kamu yang sabar,ya? aku bersyukur, kamu sudah putusin dia, karena laki - laki seperti dia tidak pantas bersanding dengan sahabatku yang super baik ini, sejujurnya, aku memang tidak suka dengan Dika, semenjak kamu berhubungan dengannya, kamu banyak berubah, menjadi pemurung dan tidak seceria dulu, tapi kamu tetap bertahan dengannya, sebagai sahabatmu, aku hanya bisa mendukung apapun pilihanmu dan keputusanmu, sebenarnya aku takut kamu sedih dan terluka karena perihal putusmu sama dika, tapi ternyata sebaliknya, kamu bahagia dan ceria kembali, itu membuatku merasa tenang dan senang."
"Iya Win," makasih ya, sudah menjadi sahabatku dan selalu ada untukku.
"Macama, Cantik."
Handphone sari berdering, membuat obrolan terhenti sejenak, Sari merogoh saku celananya untuk mengambil handphonenya, tertulis di layar nama Dika.
"Dika telephon Win, mau ngapain lagi sih, nih orang," aku sudah males harus berurusan lagi dengan nya.
"Ya sudah biarkan saja, jangan di angkat."
Sari menonaktifkan handphonenya dan memasukannya kembali kesaku celana, sari cukup hapal sifat Dika kalau belum di angkat pasti akan terus - terusan menelpon, menonaktifkan lebih baik daripada terganggu dengan telephon yang akan terus berdering, mungkin bisa seharian menelpon, merusak suasana.
Sari dan Wina beranjak dan bergegas menghampiri Bunda, yang sedang temu kangen dengan teman sekolahnya, sepanjang jalan tak sepatah katapun Sari bersuara, fikirannya jauh menerawang tentang kisah cintanya dulu dengan Dika, diawal hubungan semua terasa indah, Dika yang lembut dan selalu memperlakukan Sari sangat spesial, ternyata semua itu hanyalah kepalsuan, Sari merasa benar - benar bodoh sudah mempercayainya waktu itu.
Sesampainya di tempat Bunda, Sari dan Wina bersalaman dan mencium tangan tante erna dan om ahmad sebagai cara mereka menghormati orang yang lebih tua.
"Ini anak kamu Din? cantik sekali ya, mirip dengan kamu sewaktu muda," puji Erna.
"Terimakasih Tante, Tante juga cantik, tukas sari.
"Sari dan Wina, pesan makanan atau minuman dulu ya, makanan disini enak - enak, Bunda masih kangen dengan tante Erna, sudah lama tidak ketemu," sebentar ya sayang pulangnya? Sari ada acara tidak hari ini?
"Free kok Bun, kita ke meja sebelah sana ya Bun, Om, Tante," menunjuk ke meja ujung dekat jendela.
"Sebentar ya, cantik," Bundanya, Tante pinjam dulu.
Sari mengangguk dan tersenyum, lalu berjalan menuju tempat duduk yang berada di dekat jendela, begitupun Wina mengikuti Sari dari belakang, sebenarnya Sari dan Wina masih kenyang karena sudah jajan tadi di taman, tapi karena tidak enak harus menolak permintaan Bunda, Sari dan Wina menyetujuinya.
"Mba," panggil Wina memanggil waitres disana.
Waitres menghampiri dengan membawa buku menu, menyerahkan kepada Wina, setelah mereka berdua memilih apa yang akan dipesan, Wina menunjuk pesanannya kebuku menu, agar waitres menulisnya.
"Saya pesan, Es moctail blue ocean dan Es susu milo."
"Ada lagi tambahannya kak?" tanya Waitres.
"Sementara itu saja dulu," jawab Wina.
Tidak lama mereka menunggu, minumanpun sudah datang, waitres menyimpan di atas meja mereka dengan hati - hati dan sangat sopan.
"Terimakasih ya mba?" ucap sari.
"Iya kak," kalau ada pesanan lagi, silakan panggil kami.
Waitres meninggalkan mereka, setelah selesai menghidangkan apa yang mereka pesan, Sari dan Wina kembali mengobrol sambil sesekali menikmati minumannya.
"Win, kenapa ya? aku kok merasa damai dan nyaman setelah putus dengan Dika, tidak ada lagi orang yang sebentar - sebentar tanya lagi dimana, dengan siapa, berbuat apa, sudah kayak lagu kangen band saja," hahahahahha, ucap sari sambil senyum - senyum.
"Artinya kamu sudah sadar," akhirnya sari kembali seperti dulu, terimakasih ya Allah.
"Ih kamu Win, segala bawa - bawa Allah, emangnya selama ini aku pingsan, sampai bilang sudah sadar?"
"Yang jelas, kamu tuh seperti orang yang berubah seratus persen, banyak murung, tidak fokus dan sibuk terus dengan handphone, kalau di ajak bicara."
"Masa sih, sampai segitunya, ya?" kamu tau sendiri, setiap waktu si dika chat terus, banyak nanya inilah, itulah, curigaan banget, apalagi kalau chatnya tidak di balas, padahal jelas - jelas aku sudah bilang dari awal aku kemana sama siapa, aneh aku juga, kenapa bisa suka orang seperti dia, dulu.
"Sakit jiwa kali ya, tuh orang," untung sahabatku tidak ikut - ikutan gila, celetuk wina.
Mereka pun tertawa terbahak - bahak bersama karena ucapan wina, sekarang Sari terlihat sangat bahagia dan merasa seperti burung yang baru lepas dari sangkarnya, tidak ada yang terus -terusan menghubungi dan buat pusing kepala lagi.
"Anak Bunda, sepertinya sedang bahagia," sapa Bunda, yang menghampiri mereka.
"Ah Bunda bisa saja," sudah selesai Bun?
"Sudah sayang, tante erna dan om ahmad titip salam untuk anak mamah yang cantik ini dan Wina, tante erna dan om ahmad buru - buru pulang setelah menerima telephon, katanya, anaknya yang kecil jatuh dari sepeda."
Singkat cerita, mereka sudah tiba di rumah, saat akan masuk ke dalam terdengar suara laki - laki memanggil Sari, yang tidak lain adalah Dika.
"Selamat pagi Tante," sapa Dika kepada ibunya Sari.
"Pagi Dika, Bunda masuk duluan ya, kalian mengobrol saja dulu," Dika, tante tinggal dulu ya.
"Iya Tante."
"Kamu ada perlu apa lagi kesini! belum cukup juga, mau marah - marah, dirumahku," tukas Sari tanpa basa basi.
"Sayang," kamu kok ngomong begitu? dan handphone kamu kenapa tidak aktif?
"Bukan urusan kamu!" kita sudah tidak ada hubungan lagi, jadi tidak usah sok manis didepanku.
"Aku minta maaf, untuk kejadian kemarin, aku benar - benar tidak tahu kalau laki - laki itu adalah sepupu kamu."
Sari berkata dengan pelan, "Dika, Aku sudah memaafkan kamu, tapi kita sudah tidak ada urusan lagi, tolong hargai keputusanku."
"Tolong kasih aku kesempatan," bujuk dika dengan penuh harap.
"Banyak kesempatan yang sudah aku kasih, tapi kamu tidak pernah mau berubah dan belajar dari kesalahanmu, kamu tidak bisa menghargai apa yang menjadi milikmu dan tak mampu menjaganya, aku harap kamu paham Dika, bahwa hati seseorang tidak bisa kamu paksa, terimakasih untuk semuanya," ucap sari dengan tegas tanpa mengintimidasi."
"Tapi..." aku belum siap kehilangan kamu, please...fikir kembali, kita tata kembali baik - baik semua nya.
"Maaf, aku tidak bisa! tidak ada gelas yang sudah pecah, bisa kembali utuh, begitupun kita, sekali lagi, maaf kalau aku tidak bisa menerimamu kembali.
"Kamu!" hardik Dika.
"Tolong ya Dika, jangan buat onar di sini, didalam ada orangtuaku, jangan sampai mereka akhirnya kesini, karena kamu tidak punya etika bertamu," saya minta tolong sama kamu, untuk silakan pulang."
"Sari, sekarang kamu boleh mengacuhkanku dan tidak menganggapku lagi, tapi ingat suatu saat kamu akan menyesal telah putus denganku."
Dika pergi dengan membawa kekecewaan, sementara Sari merasa sangat lega setelah yakin kalau Dika tidak akan mengganggunya lagi.
Singkat cerita, Sari dan Wina telah siap - siap untuk pergi ke Gramedia, untuk mencari buku sebagai bahan materi tambahan proposal sidang, sekalian jalan - jalan refresh otak dan makan sore di mall, Wina yang memang sudah meminta ijin kepada orang tuanya, dari saat acara ulang tahun Naura, untuk menginap di rumah Sari beberapa hari, karena Sari maupun Wina kadang saling menginap, dan orangtua mereka sudah sama - sama tahu dan sudah seperti keluarga.Saat mereka tiba di mall, mereka tidak langsung ke Gramedia, padahal rencana awalnya adalah ke gramedia dulu, baru jalan - jalan, itu semua karena mata mereka sudah tertuju lebih dulu ke arah butik di dekat pintu masuk, jiwa wanita mereka sudah meronta melihat pakaian - pakaian yang begitu bagus, tanpa berfikir dua kali mereka langsung masuk ke butik athenajaya yang memang terkenal di mall itu dengan model - model pakaian yang berkualitas bagus dan kekinian.Sari dan Wina sibuk memilih - milih baju mana yang akan mereka bel
Sari dan Wina bangun kesiangan, merekapun tergesa - gesa untuk mandi bergantian, efek semalem bergadang, membuat mereka sampai lelap tidur dan tidak mendengar jam waker yang berdering berulang kali, untungnya Wina mendengar walau itupun sudah yang kesekian kalinya berdering.Di meja makan sudah disiapkan sarapan oleh ibunya Sari."Sayang, kenapa buru - buru makannya?""Iya, Bun, kesiangan Sari, bangunnya," mana sekarang ada janji dengan Dosen pembimbing."Kenapa gak bilang sama Bunda?" biar Bunda bangunin."Lupa, Bun, semalem serius ngerjain proposal sampai larut malam."Waktu sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh, setelah buru - buru sarapan, Sari dan Wina bergegas menuju mobil, karena jam sembilan, mereka harus menemui Dosen pembimbing, untungnya diperjalanan tidak macet, sehingga mereka tepat waktu tiba dikampus.Sari dan Wina sudah berada di kelas, setelah mempersiapkan proposal sidang yang mereka susun, walaupun belum s
Setelah mengantarkan Wina pulang, Sari kembali kerumah, merebahkan badannya sejenak di tempat tidurnya, fikirannya menerawang mengingat Dika, walau bagaimanapun perlakuan Dika, Dika pernah memberi warna di hidupnya walau itu hanya sesaat.Dalam hatinya berbicara sendiri, kenapa malah mikirin Dika, harusnya aku bersyukur karena Tuhan telah membuka fikiranku bahwa Dika tidak pantas untukku, aku terlalu bodoh sudah percaya kebaikannya yang ternyata palsu, benar kata Bang Adrian aku tidak boleh bersedih apalagi sampai menangisi laki - laki seperti Dika.Malam semakin larut, hanya suara binatang malam yang meramaikan suasana di keheningan, saat ini waktu baru menunjukan pukul sembilan, setelah sejenak rehat dan mandi, Sari sendirian di teras belakang rumahnya, duduk di depan kolam ikan ditemani secangkir teh hangat dan cemilan kesukaannya, jemari indahnya sibuk memainkan game di handphonenya, sedang asiknya, tiba - tiba handphonenya beralih ke layar panggilan video call, te
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam
Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan.""Iya, bu."Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari, mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak
Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada d
Keesokan harinya, Sari bergegas untuk kekampus, setelah dua minggu ini mengerjakan proposalnya bersama Wina, setelah menelpon Wina dengan telephon rumahnya, karena HP dan dompetnya yang tertinggal dirumah Wina, untuk mengajaknya kekampus, sekalian untuk dibawakan HP dan dompetnya, Sari berpamitan kepada Bundanya. Sari pergi kekampus diantar pak husen supir keluarganya, karena mobilnya masih dibengkel dan baru beres diperbaiki siang sekarang, setibanya dikampus ternyata sudah ada Wina menunggunya diarea parkir kampus, yang sedang asik mendengarkan musik didalam mobilnya dengan mulutnya yang tak berhentinya mengunyah cemilan. Sari turun dari mobilnya menghampiri Wina. Tuuk...ttuuk..ttukk. Sari mengetuk kaca mobil Wina yang sedang asik sendiri, dari dalam mobil Wina tersenyum dan menurunkan kaca mobilnya. "Sorry, ada perlu apa, ya?" canda Wina. Sari yang tahu kalau Wina sedang ingin bercanda, membalasnya dengan bercanda juga. "Tol
Sari dan Wina sudah tiba dibengkel temannya Angkasa, dimana mobilnya diperbaiki, Sari menghampiri salah satu mekanik disana untuk bertemu dengan pemilik bengkelnya, setelah diarahkan untuk masuk keruangan pemilik bengkel, Sari dan Wina melangkah menuju pemilik bengkel, yang kebetulan sedang berada didepan ruangan tersebut, sedang mengobrol dengan salah satu mekanik disana, setelah selesai dan mekanik tersebut pergi, pemilik bengkel melangkah masuk, sampai depan pintu teedengar suara Sari menyapa."Permisi pak."Pemilik bengkel yang bernama gunawan menoleh kearah Sari dan tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya Gunawan."Maaf pak, saya Sari, temannya Angkasa, saya ingin mengambil mobil yang kemarin diperbaiki bengkel bapak, sekalian membayar biayanya.""Oh temannya Angkasa, mari kedalam ruangan saya," mempersilakan Sari dan Wina untuk masuk kedalam ruangannya.Setelah dipersilakan duduk, Gunawan mengambilkan mereka minuman.
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or