Setelah mengantarkan Wina pulang, Sari kembali kerumah, merebahkan badannya sejenak di tempat tidurnya, fikirannya menerawang mengingat Dika, walau bagaimanapun perlakuan Dika, Dika pernah memberi warna di hidupnya walau itu hanya sesaat.
Dalam hatinya berbicara sendiri, kenapa malah mikirin Dika, harusnya aku bersyukur karena Tuhan telah membuka fikiranku bahwa Dika tidak pantas untukku, aku terlalu bodoh sudah percaya kebaikannya yang ternyata palsu, benar kata Bang Adrian aku tidak boleh bersedih apalagi sampai menangisi laki - laki seperti Dika.
Malam semakin larut, hanya suara binatang malam yang meramaikan suasana di keheningan, saat ini waktu baru menunjukan pukul sembilan, setelah sejenak rehat dan mandi, Sari sendirian di teras belakang rumahnya, duduk di depan kolam ikan ditemani secangkir teh hangat dan cemilan kesukaannya, jemari indahnya sibuk memainkan game di handphonenya, sedang asiknya, tiba - tiba handphonenya beralih ke layar panggilan video call, tertera nama Wina di layar handpone, jarinya langsung menekan notif hijau gambar telephone.
"Sar, kita maen yuk?"
"Sekarang? mau kemana, baru juga balik Win, besok aja deh," bujuk Sari.
"Dengar dulu, jangan langsung nyerocos terus."
"Lah bilangnya yuk maen sih, aku fikir capcus sekarang."
"Besok Sar, mau tidak nih, jawab dulu?"
"Kapan aku menolak sahabatku ini, kalau ngajak kemana - mana, tapi kemana Win?"
"Penasaran, ya?"
"Ngapain penasaran, palingan juga ngajakin makan bakso pak Bejo lagi, atau makan mie ayam mang Engkus."
"Otaknya nih ya, makanan mulu."
"Tidak kebalik, hahahahaha."
"Serius geulis, abdi teh nya." [Serius cantik, aku tuh ya].
"Emang aku dari tadi kelihatan bercanda, lagian segala nanya bisa nggaknya, biasanya juga capcus langsung."
"Besok ke Bogor yuk?"
"Apa! Bogor, Kota Bogor maksudnya, atau Bogor mana...ngapain? jauh - jauh amet maennya, proposal seminar gimana nasibnya." tanya Wina tanpa jeda.
"Ya Kota Bogor, Sari..." Wina melanjutkan kata - katanya, "Nasibnya si proposal baik - baik saja sari, masih ada waktu panjang rilex dulu lah, sudah ayo ah kita liburan, otak perlu refresh juga, kebetulan besok tuh orang tua aku mau ke bogor, jenguk nenek dan jiarah ke makam kakek jadi sekalian saja ikut, bisa liburan juga ke puncak, kan."
"Berangkat jam berapa? Aku prepare dulu dan minta ijin ke ayah sama bunda."
"Besok sehabis makan siang. Kamu, tunggu saja dirumah, kita yang jemput sekalian aku minta ijin sama om dan tante mau culik anaknya seminggu."
"Mau dong di culik, tapi sama oppa korea," canda Sari meledek Wina.
Wina tersenyum tidak rela. "Sudah pandai meledek rupa, nya, oppa itu cuma milikku, titik!"
"Ketularan kamu kayaknya." balas Sari.
"Bagus deh, daripada kayak waktu itu tuh, bibirnya manyun terus, lama - lama bibirnya maju 5 sentimeter."
"Dih amit - amit."
"By the way, nona cantik, sedang ngapain depan kolam ikan, ikannya lagi di ajak curhat, ya?" jangan mau "Kan" nanti kepala kamu jadi besar.
"Kok kamu tahu sih," ikan lagi dicurhatin.
"Ya aku kan tempe."
Wina tertawa terbahak - bahak begitupun sari, ada saja obrolan di antara mereka yang membuat suasana hati menjadi senang, tak terasa mereka mengobrol lewat video call sudah hampir dua jam."
"Udah ah Win, cape ngomong terus, ikannya keganggu, jadi tidak bisa tidur, karena kita ketawa lepas landas banget."
"Hahahahahaha, Pesawat keles, lepas landas, bayangin dulu ah, ikan gimana kalau tidur, mata nya merem ngga ya? kayaknya pas paginya bangun badannya subur - subur, kembung air."
"Yang ada juga bukan subur tapi di kubur," sambil tertawa, Bye...bye, Sari," melambaikan tangannya ke Wina."
"Tar dulu ih, baru juga jam segini! sudah mau tidur emang, nona cantik?"
"Ngantuk wina."
"Kalau ngantuk, makan!"
"Makan kamu saja, boleh...?"
"Hahahahaha, seremmm." Bye..bye Sari, jangan lupa besok?"
"Iya bawel," Balas Sari dan langsung mematikan Handphonenya.
Sari beranjak dari duduknya, setelah merapikan bekas minum dan cemilannya, sari menuju ruang keluarga, dimana orang tuanya sedang mengobrol sembari menonton acara tv.
"Ayah...Bunda," boleh tidak Sari besok kekota bogor?
"Ada acara kampus, Sayang?" tanya Bunda.
"Bukan Bun," jadi tadi Wina VC, ngajakin Sari liburan bareng sama keluarganya besok, sekalian jenguk neneknya dan jiarah ke makam kakeknya, ungkap Sari.
"Iya Sayang," berapa hari di sana?
"Kata wina kalau tidak 3 hari, ya 4 hari, Bun, boleh ya, Bun?" bujuk Wina.
"Kuliah kamu bagaimana?" tanya Ayah.
"Sari sudah bebas ngampus, Yah," sekarang sedang menyelesaikan proposal seminar, sudah dikerjakan hampir selesai, waktu seminar proposalnya juga masih lama, jadi masih banyak waktu mengerjakannya, boleh ya, Yah? bujuk Sari.
"Selama tidak mengganggu kuliah, dan perginya dengan wina, Ayah ijinkan."
"Asikk...makasih Ayah...Bunda, Sari sayang kalian."
"Besok berangkat jam berapa? biar di antar pak Husen ke rumah Wina."
"Selesai makan siang, Yah," besok wina dan keluarganya jemput kesini, sekalian ijin sama Ayah dan Bunda.
"Oh gitu," besok siang Ayah masih di kantor, paling ada Bunda, nanti sampaikan salam dari Ayah ke orangtuanya Wina, dan titip anak Ayah yang cantik ini.
"Siap Yah," memeragakan gerakan hormat.
"Berarti besok, Sari masih bisa, ya, nganter Bunda ke supermarket, persediaan bulanan sudah menipis, sekarang kamu preparenya, biar besok tidak keteter, di bantu sama si mbok, menyiapkan kebutuhan untuk di sana."
"Iya Bunda, Sari juga sekalian ingin beli cemilan untuk dijalan.
Sari mencium pipi Ayah dan Bundanya seraya berkata. "Terimakasih Ayah...Bunda, Sari pamit kekamar, ya."
Malam telah berlalu, di sambut pagi yang cerah, sari sudah terbangun sejak subuh, setelah menjalankan ibadah. Tepat pukul tujuh tiga puluh, Sari pergi keruang makan, sarapan bersama kedua orangtuanya.
Singkat cerita, Sari dan Bunda sudah on the way kesupermarket, untuk membeli kebutuhan bahan makanan di rumah, sekaligus membeli cemilan untuk Sari, setelah selesai membeli dan membayar ke kasir, mereka berjalan menuju parkiran mobil, Sari memasukan semua barang belanjaannya kedalam mobil.
"Bun, Sari ingin ketoilet dulu."
"Tidak bisa dirumah saja, sayang."
"Kebelet Bun, kalau pipis dirumah yang ada ngompol di mobil," tukas Sari.
"Mau ditemani Bunda, ketoiletnya."
"Sendiri saja, Bun."
Sari berjalan masuk kedalam supermarket, karena posisi toilet memang berada diarea dalam supermarket, sementara Bunda menunggu didalam mobil.
Tidak berapa lama, Sari sudah keluar dari toilet dan bergegas menuju mobil, karena terburu - buru, merasa kasihan Bundanya menunggu sendirian dimobil, Sari berjalan sedikit berlari kearah mobil, tanpa Sari sadari, dari arah samping melintas motor dengan kencang, hampir saja menabrak Sari, tapi untungnya seorang laki - laki muda menarik tubuh Sari kebelakang dengan cepat, walau sempat terjatuh, untungnya Sari tidak ada yang terluka, karena shock dan lemas, Sari masih duduk terdiam dengan tatapan kosong seakan jantungnya akan berhenti, sehingga tidak sedikitpun menoleh kebelakang tubuhnya untuk melihat siapa yang sudah menyelamatkannya.
Di dalam mobil, bunda melihat apa yang terjadi kepada anaknya, bergegas turun berlari menghampiri Sari, dan memeluk Sari yang masih shock, dalam posisi terduduk.
Bunda mengusap rambut Sari dan memeluknya. "Bunda disini, sayang..."
Sari mencoba ingin mengatakan sesuatu, tapi lidahnya seakan kelu dan merasa tak berdaya menahan rasa takut dan kaget, semakin erat memeluk tubuh Bundanya.
Bunda menoleh sembari tersenyum kearah pemuda tersebut, dan mengucapkan terimakasih, karena menyelamatkan anaknya, pemuda tersebut membalas dengan mengangguk dan tersenyum, karena melihat sari baik - baik saja dan tidak ada yang terluka, maka pemuda tersebut perpamitan dan bergegas pergi.
Mendengar suara pemuda tersebut berpamitan kepada ibunya, Sari mencoba menoleh kearah pemuda tersebut, berniat untuk berterimakasih karena sudah menyelamatkannya, tapi pemuda tersebut sudah berjalan jauh darinya dan sudah berada dipintu masuk supermarket, samar - samar Sari dari kejauhan menatap pemuda tersebut, mencoba melihat siapa dia yang sudah menyelamatkannya, tepat saat satpam mempersilakan pemuda tersebut untuk menitipkan tasnya kebagian penitipan, Sari melihat sekilas wajah pemuda tersebut walau itu.
"A-angkasa..." ucap Sari lirih.
Sari mencoba bangkit dan berjalan menghampiri Angkasa, karena badannya masih terasa lemas, membuatnya sedikit sempoyongan.
Bunda memegang tangan Sari dan bertanya. "Sayang, mau kemana? kita pulang, ya?"
Sari menunjukan salah satu jarinya kearah pintu supermarket. "Mau kesana, Bun."
"Sari mau beli sesuatu lagi? tanya Bunda."
"Nggak, Bun," balas Sari.
"Ya udah, kita pulang, ya, biar Sari bisa istirahat."
"Iya, Bun."
Sari menurut untuk pulang, karena memang badannya masih lemas dan butuh istirahat, apalagi siang sekarang harus berangkat kekota Bogor.
Sari dan Bunda sudah tiba dirumah, Sari merebahkan badannya, mencoba mengingat kejadian tadi, tangannya mengambil HP di tasnya.
"Hallo?"
"Yes...ada apa, cantik," jawab Wina.
"Win, tadi Aku hampir saja ketabrak motor, untungnya ada Angkasa yang menolongku.
Suara Wina terdengar kaget campur kuatir. "Apa! kamu baik - baik saja, kan, Kok bisa? gimana ceritanya?"
"Alhamdulillah baik - baik saja," panjang kalau di ceritain.
Wina menarik napas lega. "Syukurlah, oh iya, tadi kamu bilang Angkasa yang menolong."
"Iya, mangkanya, aku menelpon untuk meminta pendapatmu?"
"Soal apa? tanya Wina."
"Angkasa."
"Kenapa, dengan Angkasa?"
"Tadi, aku belum sempat berterimakasih."
"Ya sudah, telephon saja orangnya, sar? merasa tidak ada jawaban, Wina kembali berkata. "Hallo Sari, masih adakan, jangan - jangan, malah tidur?"
Sari yang terdiam sejenak, karena merasa bingung harus bagaimana, mendengar Wina berseru ditelephon, Sari menjawab seruan Wina. "Masih ada kok, cuman lagi mikir...Aku, kan, ga punya nomor HP Angkasa, gimana, ya?"
" Gitu aja sampai mikir lama, kirain ditinggal tidur." Wina melanjutkan ucapannya. "Waktu di kantin, angkasa ngasih nomor Hp bukan?"
"Itu mah, nomor HP, nya Rama, keless."
"Telephon Rama, minta nomor Hp Angkasa, do-dodol."
"Gimana ngomongnya? ga enak tau."
"Kasih kucing kalau ga enak,"
"Gimana ya, kasih saran dong?"
"Gimana lagi aja! barusan sudah dikasih saran malah masih nanya, gimana lagi...gimana lagi, ya udah nanti saja telephonnya, aku bantuin."
"Iya deh, ngomong - ngomong, udah siap - siap belum? jam berapa jemputnya?
"Sudah dong, tunggu Satu jam dari sekarang."
"Okey."
Sari menutup telephonnya, disimpan kembali HP, nya ke dalam tas, masih ada waktu sejam lagi fikirnya, cukup untuknya, mandi dan make up.
Singkat cerita, mereka sudah dalam perjalanan menuju Kota Bogor, dalam perjalanan Sari dan Wina menghabiskan waktu dengan tidur, karena memang semalam merasa kurang tidur, ditambah insiden yang menimpa Sari, membuat Sari terasa sangat lelah.
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam
Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan.""Iya, bu."Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari, mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak
Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada d
Keesokan harinya, Sari bergegas untuk kekampus, setelah dua minggu ini mengerjakan proposalnya bersama Wina, setelah menelpon Wina dengan telephon rumahnya, karena HP dan dompetnya yang tertinggal dirumah Wina, untuk mengajaknya kekampus, sekalian untuk dibawakan HP dan dompetnya, Sari berpamitan kepada Bundanya. Sari pergi kekampus diantar pak husen supir keluarganya, karena mobilnya masih dibengkel dan baru beres diperbaiki siang sekarang, setibanya dikampus ternyata sudah ada Wina menunggunya diarea parkir kampus, yang sedang asik mendengarkan musik didalam mobilnya dengan mulutnya yang tak berhentinya mengunyah cemilan. Sari turun dari mobilnya menghampiri Wina. Tuuk...ttuuk..ttukk. Sari mengetuk kaca mobil Wina yang sedang asik sendiri, dari dalam mobil Wina tersenyum dan menurunkan kaca mobilnya. "Sorry, ada perlu apa, ya?" canda Wina. Sari yang tahu kalau Wina sedang ingin bercanda, membalasnya dengan bercanda juga. "Tol
Sari dan Wina sudah tiba dibengkel temannya Angkasa, dimana mobilnya diperbaiki, Sari menghampiri salah satu mekanik disana untuk bertemu dengan pemilik bengkelnya, setelah diarahkan untuk masuk keruangan pemilik bengkel, Sari dan Wina melangkah menuju pemilik bengkel, yang kebetulan sedang berada didepan ruangan tersebut, sedang mengobrol dengan salah satu mekanik disana, setelah selesai dan mekanik tersebut pergi, pemilik bengkel melangkah masuk, sampai depan pintu teedengar suara Sari menyapa."Permisi pak."Pemilik bengkel yang bernama gunawan menoleh kearah Sari dan tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya Gunawan."Maaf pak, saya Sari, temannya Angkasa, saya ingin mengambil mobil yang kemarin diperbaiki bengkel bapak, sekalian membayar biayanya.""Oh temannya Angkasa, mari kedalam ruangan saya," mempersilakan Sari dan Wina untuk masuk kedalam ruangannya.Setelah dipersilakan duduk, Gunawan mengambilkan mereka minuman.
Setelah selesai makan, dan berbincang sebentar, Wina dan Sari pamit untuk pulang kepada tante Indah dan Zidan. Didalam mobil, Wina yang sedang menyetir sesekali tersenyum melirik Sari, Sari yang merasa aneh kenapa dengan tingkah Wina, seraya berkata. "Dari tadi senyam - senyum terus melirikku, kenapa sih, ada yang aneh denganku emang?" Wina tertawa dan berkata. "Lagi mikirin gimana kalau sahabatku ini sama Zidan." "Kok Zidan, bisa - bisa ya mikir kesitu, kamu saja sama Zidan," jawab Sari dengan ketus. "Dih gitu aja ngambek, Zidan naksir kamu kayaknya, dari tadi merhatiin terus kamu." "Masa sih, ah itu mah bisa - bisa nya kamu saja." "Serius Sar, kamu gak nyadar saja." "Udah ah, jangan mikir yang nggak - nggak, aku itu masih belum ingin dekat cowok manapun." "Iya - iya aku paham Sar, tapi Zidan itu sudah tampan baik orangnya, mapan lagi." "Ya terus..." "Gak pake teruslah, kayak tukang
Setelah memesan minuman dan makanan, Sari memulai pembicaraan, teringat soal mobilnya dibengkel."Angkasa, tadi siang aku dan Wina kebengkel untuk mengambil mobil, kenapa kamu repot - repot bayarin aku biaya perbaikan mobil, aku jadi tidak enak.""Tidak apa - apa, saya juga dapat diskon kok dan nggak merepotkan, saya senang bisa membantu."Terimakasih, ya.""Iya," jawab Angkasa.Makanan dan minuman sudah datang, mereka berdua menikmati hidangan tersebut, setelah selesai makan mereka melanjutkan obrolan mereka soal kenapa Angkasa mengajak Sari keluar."Sari, sebelumnya saya minta maaf, karena saya mengajakmu jalan dengan tiba - tiba, padahal kita belum begitu akrab sekali, terimakasih sudah percaya dengan saya, sehingga kamu tidak menolak ajakan saya.""Iya...kita kan sudah saling kenal, apalagi kamu beberapa kali menolongku, masa aku menolak ajakanmu.""Oh, iya, saya ngajak kamu keluar, ada yang marah nggak," tanya Angkasa
Saat sedang asik mengobrol dan tertawa, seseorang menghampiri mereka, yang tiada lain adalah Rama, seraya menyapa Sari yang duduk didepan Angkasa."Hai, Sari, sudah lama menunggu, ya."Rama duduk disamping Angkasa, dan tersenyum menatap Sari.Sari yang merasa terganggu dengan kehadiran Rama mencoba bersikap ramah, walau sebenarnya dia bingung, siapa yang menunggu Rama, kenapa Rama bisa berucap seperti itu, apakah ini rencana mereka berdua, tapi Sari mencoba membuang fikiran negatif itu, dan menganggap semua ini hanyalah kebetulan saja."Sari sudah makan?" tanya Rama."Sudah." jawab Sari singkat.Rama menoleh kearah Angkasa seraya berkata. "Sob, thanks ya, sudah ajak Sari kesini."Angkasa hanya tersenyum, tak membalas ucapan Rama, merasa tidak enak terhadap Sari.Rama memberi kode kepada Angkasa, dengan menyenggol kaki Angkasa, untuk pura - pura kemana dulu, karena Rama ingin mengobrol berdua dengan Sari, Angkasa sebenarnya tida
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or