Sari dan Wina bangun kesiangan, merekapun tergesa - gesa untuk mandi bergantian, efek semalem bergadang, membuat mereka sampai lelap tidur dan tidak mendengar jam waker yang berdering berulang kali, untungnya Wina mendengar walau itupun sudah yang kesekian kalinya berdering.
Di meja makan sudah disiapkan sarapan oleh ibunya Sari.
"Sayang, kenapa buru - buru makannya?"
"Iya, Bun, kesiangan Sari, bangunnya," mana sekarang ada janji dengan Dosen pembimbing.
"Kenapa gak bilang sama Bunda?" biar Bunda bangunin.
"Lupa, Bun, semalem serius ngerjain proposal sampai larut malam."
Waktu sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh, setelah buru - buru sarapan, Sari dan Wina bergegas menuju mobil, karena jam sembilan, mereka harus menemui Dosen pembimbing, untungnya diperjalanan tidak macet, sehingga mereka tepat waktu tiba dikampus.
Sari dan Wina sudah berada di kelas, setelah mempersiapkan proposal sidang yang mereka susun, walaupun belum semuanya kelar, setidaknya lebih baik konsultasi dulu, kepada Dosen pembimbing masing - masing, untuk lebih tahu, apa ada revisi, merekapun menuju ruangan Dosen pembimbing, untuk meminta pengarahan.
Setelah selesai, Sari menunggu Wina di depan ruangan Dosen, karena memang dosen pembimbingnya beda, dosen pembimbing Sari adalah Pak Yudi, sementara Wina oleh pak Wibowo. Tidak menunggu terlalu lama, akhirnya Wina keluar dari ruangan Pak Wibowo.
"Kita kekantin, yuk?" ajak Wina.
"Ayo," jawab Sari sambil menggandeng tangan Wina.
Sepanjang jalan menuju kantin, mereka membahas seputar proposal, mana saja yang harus direvisi, memang masih ada waktu untuk menyelesaikannya, mereka berdua ingin segera selesai agar bisa santai, bila perlu refresh otak dengan liburan.
Walau sudah tidak ada lagi perkuliahan, mereka kadang suka datang ke kampus untuk meminjam buku diperpustakaan sebagai bahan referensi untuk menambah materi proposalnya, sekaligus mampir kekantin dan makan bakso pak bejo, makanan favorite mereka berdua.
Mereka sudah duduk ditempat biasa memesan bakso, setelah memesan, tidak lama bakso sudah diantar, tanpa menunggu lama mereka menyantap dengan penuh kenikmatan.
"Bakso pak bejo, memang tiada tandingannya, mantappp..." ujar Wina, dengan mulut yang masih mengunyah bakso.
"Kita, pasti bakalan kangen banget, ya." makan bakso Pak Bejo, kalau kita sudah lulus."
"Pak Bejo pasti belum pensiun berjualan saat kita sudah lulus, jadi kita bisa mampir ke sini, okey." tukas Wina.
Saat sedang menikmati bakso, seorang perempuan muda menghampiri mereka dan duduk di samping Wina, perempuan itu tiada lain adalah Naura.
"Sari, aku mau bicara sama kamu?"
"Kalau soal Dika, mending janganlah, aku sudah tidak ada hubungan apa - apa lagi dengannya," jawab sari.
"Aku datang kesini hanya ingin memastikan kamu baik - baik saja, Dika memang keterlaluan, aku takut, kamu akan terpukul atau sebagainya," aku mewakili Dika atas nama keluarga, ingin meminta maaf, karena Dika sudah keterlaluan, menghina dan memarahimu didepan umum, jujur aku juga malu dengan sikap Dika kepadamu, bagaimanapun kamu teman aku, walau memang kita jarang bareng setidaknya kita saling kenal.
"Aku sudah memaafkannya, dan aku baik - baik saja, seperti yang kamu lihat sekarang, aku sedang makan bakso dan bisa ketawa - ketawa."
"Syukurlah kalau begitu, karena aku juga, jadi malu kalau kita nanti berpapasan dijalan, ingin menyapa tapi takutnya kamu masih marah atau benci."
"Tenang saja Naura, aku tidak sejahat itu, sampai - sampai harus marah dan membencimu, hanya karena ulah Dika kepadaku, aku juga sudah melupakan kejadian kemarin," by the way, kamu mau bakso nggak?
"Boleh, kebetulan, tadi aku sarapannya sedikit," euum...Sari, terimakasih, ya, Dika, benar - benar bodoh telah menyia - - nyiakan gadis secantik dan sebaik kamu.
Sambil memakan bakso, Mereka bertigapun kembali mengobrol, tapi bukan membahas soal Dika lagi, melainkan soal proposal yang akan diajukan untuk sidang seminar, Wina saking doyannya dengan bakso, sampai sudah menambah dua mangkuk, membuat Sari dan Naura geleng - geleng kepala.
Ternyata, bukan hanya mereka saja yang sedang asik mengobrol dikantin, ada sekumpulan pemuda yang duduk tidak jauh dari mereka sedang menikmati kopi dan rokok diselingi dengan mengobrol sambil ketawa - ketawa, hingga sangat jelas terdengar, membuat Wina, yang sedang fokus memakan bakso menoleh kearah sekumpulan pemuda tersebut, karena merasa ketawa mereka sangat kencang membuyarkan konsentrasi makan Wina.
"Berisik sekali sih! para cowok kok, hoby menggosip, mana ketawanya tidak di kontrol, jadi saja perut ini, tiba - tiba kenyang, sayang sekali baksonya, masih nyisa," mengoceh dengan wajah cemberut.
"Sabar, wina sayang...abaikan saja, makan lagi baksonya, tinggal sisa tiga juga segala bilang perut kenyang dan tidak fokus makan, biasanya juga di sikat habis," ujar sari.
"Perasaan aku familiar dengan satu cowok disana, tapi kok dia ada disini bareng joni, eko dan rama, apa dia anak kampus kita juga? tapi dari fakultas mana? tidak pernah melihat selama ini, Wina seakan berfikir keras dengan satu telunjuk tangan nya menempel di dahi nya."
"Kamu kok jadi penasaran Win, sebenarnya karena ketawa mereka yang tidak kontrol atau memang kamu main mata dengan para cowok disana, sehingga kamu tidak fokus makan?" ledek Sari.
"Apaan sih! siapa juga yang main mata, beneran Sari...itu cowok kayak pernah lihat, tapi dimana gitu, kok jadi pikun gini, mungkin efek makan bakso dua mangkuk kali, ya.
Sari hanya tersenyum melihat tingkah Wina yang kadang konyol tapi menghibur, Sari menikmati minumannya sementara Naura masih menikmati memakan baksonya.
Sari menggebrak meja, "Nah! baru inget sekarang."
Sontak membuat Sari dan Naura kaget, hampir saja satu bakso yang sedang Naura akan makan jatuh, yang parahnya lagi, Sari sampai menyemburkan sebagian minuman yang masuk dimulutnya, karena saking kagetnya.
"Wina!" tegur Sari dan Naura bersamaan.
Wina denga wajah tanpa dosanya, dengan santainya berbicara, bukannya meminta maaf atau apalah, begitulah Wina, bagi Sari dan Naura yang memang sudah hapal sifat Wina jadi maklum - maklum saja, atas perbuatannya, yang membuat mereka kaget.
"Tuh cowok, yang ditampar ceweknya pas kita di mall, kamu ingat tidak sari?" ungkap Wina.
Sari tadinya tidak akan merespon pertanyaan wina, tapi entah kenapa dia merasa penasaran juga dan akhirnya melihat ke arah sekumpulan pemuda itu.
"Oh iya benar, kamu hapal saja kalau yang bening - bening."
"hahahahaha, tuh kan bener," ucap Wina.
Naura yang dari tadi menikmati memakan baksonya, penasaran juga ingin tahu siapa sih, yang sedang mereka berdua bicarakan, karena posisi Naura disamping Wina, membuat terhalang untuk melihat, Naura menggeserkan sedikit kursinya ke belakang, agar bisa melihat sekumpulan pemuda yang dibicarakan Sari dan Wina.
"Cowok yang pakai kaos hitam itu bukan?"
"iya, kamu kenal, Na?"
"Sangat kenal sekali, jangan terpesona dengan ketampanannya," dia Playboy, terkenal banyak ceweknya, dulu waktu SMA.
"Siapa juga yang terpesona, cuma penasaran saja, karena merasa pernah melihat, tapi lupa dimana, ya memang sih tampan, tinggi dan matanya itu indah sekali, mirip oppa korea, tapi kasihan nasibnya dipermalukan ceweknya, tuh, kemarin di mall."
"Dia Teman SMA, ku, namanya Angkasa Pratama, dulu dia anak basket dan banyak ceweknya, wajar lah kalau dipermalukan, pastinya, karena ulahnya sendiri juga, tidak perlu dikasihani."
Wina menyela kata - kata Naura "Ya wajar sih, banyak ceweknya," tampangnya mendukung juga, tapi dia bukan anak kampus sini kan?
"Ada yang penasaran juga nih, kalau bisa jangan, deh, nanti kamu sakit hati," kalau kamu sakit hati, predikat kamu bakal berubah, si konyol Wina yang riang menjadi Wina si gadis yang rapuh, bumi ini akan sepi."
"Apaan sih, Na..."aku kan cuma nanya doang, suer deh.
Bibir Wina sampai monyong - monyong untuk memastikan keseriusannya, kalau Wina hanya sekedar kepo, tidak lebih, Naura juga tahu, Wina cuma kepo doang, tapi Naura iseng godain Wina, karena kalau sudah mengobrol apalagi ledekin dan isengin Wina, pasti kekonyolannya akan membuat suasana ramai sendiri.
"Pulang, yuk, sudah siang, kita kan harus merevisi proposalnya, Naura ikut kita saja? mengerjakan sama - sama, lebih cepat lebih baik, soalnya kalau belum kelar, nih otak kefikiran terus," tukas sari.
"Next time deh ya, sore ini, aku ada janji," nemenim bundaku cari souvenir untuk acara khitanan adikku bulan depan.
"Oke deh, tapi lain kali bisa, kan? biar lebih seru kalau mengerjakannya bareng - bareng."
"Siapppp bu bos!...."
Naura mengambil tasnya, mengeluarkan selembar uang seratus ribu, memberikannya ke Wina.
"Biar aku saja yang bayar Na," ucap Sari, ambil lagi uang, nya.
"Aku yang traktir, sssuutttt..!" tidak boleh komplain."
"Kalau tahu di traktir, harusnya aku nambah tiga mangkuk tadi, biar perut ini damai sampai sore, hahahahahha, celetuk wina."
"Huhhhh, mau nya kamu, itu mah Wina, balas Sari."
"Ini masih ada kembaliannya, pesen lagi saja, kalau kurang uangnya nanti aku tambahin."
"Bercanda, Na...ini perut bukan karung," menunjuk perutnya, jangan serius gitu, nanti mukanya kayak mak lampir.
"Dih amit - amit, ya sudah aku duluan ya, Bunda sudah menelpon terus, nih."
"Terimakasih, ya Na, kita yang duluan makan disini, harusnya kita yang traktir, ini malah kamu, ucap wina."
"Tidak usah sungkan begitu, keless, kayak kesiapa aja kalian tuh, teman tidak boleh menolak, OK!"
Setelah Naura pulang, Wina beneran memesan lagi bakso, itu pun setelah membujuk Sari untuk jangan dulu pulang, dan Sari mengiyakan.
Saat Wina sedang menyantap bakso dengan lahap, dan Sari yang asik dengan handphonenya, seorang laki - laki muda yang sangat tampan menghampiri.
"Permisi, maaf mengganggu kalian? bolehkah saya meminta waktunya sebentar."
Mereka berdua menoleh kearah suara tersebut, Wina yang sedang makan bakso sampai tersedak, yang membuat Wina tersedak merasa kaget karena laki - laki yang tadi sedang mereka bahas, sekarang ada tepat di dekat mereka duduk, dan berbicara ke mereka.
"Ada yang bisa kami bantu mas?" jawab Sari.
"Boleh saya duduk disini? setelah itu saya akan katakan keperluan saya, tidak enak saya mau bicara tapi sambil berdiri, takut kurang sopan."
Dalam hati Sari, entah mengapa merasa begitu akrab dengan laki - laki tersebut, seakan sudah mengenalnya dekat, dia begitu tampan kalau dilihat dari dekat, ternyata bukan hanya tampan, suaranya begitu menyamankan telingaku.
Selama ini, kalau ada laki - laki yang ingin berkenalan tapi menjurus suka dan ingin PDKT, bukan berkenalan layaknya orang yang ingin berteman biasa, Sari selalu menghindar dengan sopan, tapi kali ini, Sari hanya terdiam seakan memberi celah untuk laki - laki tersebut mengenalnya.
Sari bukanlah perempuan yang mudah didekati, walau baik, walau seorang lelaki tampan dan kaya sekalipun kalau memang tidak bisa membuatnya terasa nyaman, Sari memilih untuk tidak dekat - dekat karena yang di cari Sari, adanya perasaan di hatinya dan keseriusan serta ketulusan lelaki tersebut kepadanya, sebagaimana Dika dulu diawal - awal perkenalan hingga dekat dengannya begitu baik dan lembut, penuh dengan perjuangan untuk bisa bersama dengannya, tanpa kenal menyerah, yang akhirnya sari luluh dan mau berpacaran dengan Dika, walau pada kenyataannya, setelah menjalaninya, ternyata Dika tidak lebih baik, dan telah membuatnya sangat kecewa.
Karena melihat Sari hanya diam saja, Wina mengambil inisiatif untuk mempersilakan laki - laki tersebut duduk, tidak enak juga menolaknya, sementara lelaki tersebut sangat sopan dan tetap berdiri menunggu jawaban dari mereka berdua, boleh tidaknya untuk duduk di dekat mereka dan mengutarakan maksud tujuannya.
"Terimakasih, namaku Angkasa Pratama, panggil saja Angkasa, pasti kalian bertanya - tanya, kenapa saya menghampiri kalian, maaf sebelumnya, semoga tidak mengganggu kalian."
"Oh iya, tidak mengganggu kok," balas Sari, yang telah tersadar dari lamunannya.
Wina langsung memperkenalkan dirinya, tanpa menunggu lama - lama.
"Aku Wina, dan ini Sari," tidak ada yang terasa terganggu, kok, by the way, kamu bukan anak kampus sini, kan ya? soalnya aku belum pernah melihat.
"Saya dari STIK Widya Utama, kebetulan hari ini sedang ada perlu dengan teman saya, Rama," jawab Angkasa.
"oh...gitu, ada keperluan apa sama kita?" tanpa basa basi Sari langsung ke intinya.
Sari ingat, kata - kata Naura kalau Angkasa itu, cowok brengsek yang suka mempermainkan cewek, walau memang tampangnya sangat menggoda mata, tidak membuat Sari ke ge er-an, walaupun tadi hati kecilnya sempat memuji Angkasa, faktanya tidak membuat Sari harus merasa senang bisa berkenalan dengan Angkasa, karena ucapan Naura mengingatkannya untuk hati - hati dengan Angkasa, tapi, mengusir langsung juga tidak sopan, jadi seadanya saja Sari merespon, dan mencoba berfikir positif, mungkin angkasa memang ada perlu lain, bukan untuk sok kenal dan sok akrab, lalu mengincar salah satu diantara mereka berdua.
"Sari, kamu kenal Rama?"
"kenal," ada apa, ya?
Angkasa mulai menjelaskan tujuannya ke mereka, sebagai perwakilan dari Rama, yang mana Rama, adalah anak fakultas teknik semester akhir, yang sudah lama ingin mengenal Sari, tapi karena sifat pemalunya, untuk berkenalanpun Rama tidak berani, kebetulan sekali Angkasa sedang main, dan Rama melihat Sari dikantin tidak jauh dari mereka duduk, sehingga meminta bantuan Angkasa, untuk menyampaikan apa yang menjadi keinginkan Rama.
"Saya minta maaf, bukan lancang atau ingin sok akrab, seperti yang sudah saya utarakan, bahwa saya mewakili teman saya, Rama, jangan salah paham juga, niatnya tidak macem - macem, Rama hanya ingin berkenalan dengan Sari," saya minta tolong banget, Sari berkenan untuk berkenalan dengan Rama secara langsung.
"Ya elah tinggal berkenalan saja harus nyuruh kamu," celetuk Wina.
"Iya Win, seperti yang sudah saya jelaskan, kalau Rama itu pemalu, jangankan berkenalan langsung, kalau berpapasan di jalan saja kayaknya memilih ngumpet, hehehehe," canda Angkasa.
"Lalu gimana Sar? sambung Angkasa, karena sepertinya Sari tidak merespon.
Sari tetap tidak menjawab sepatah katapun, jarinya terus memainkan handphone, seakan - akan memberi isyarat kepada Angkasa tanpa perlu menjawab, bahwa sebenarnya, Sari tidak ingin berkenalan, Sari memang sedang tidak berniat untuk dekat - dekat dengan cowok dulu, merasa masih trauma karena kejadian dengan Dika, dan ingin fokus menyelesaikan proposalnya sampai skripsi.
Sari paham dengan penjelasan Angkasa, bahwa itu bukan sekedar hanya ingin berkenalan, tapi lebih kepada, ingin lebih dekat dengannya, hanya saja kata - katanya di utarakan dengan sesederhana mungkin, agar Sari tidak menolak, tapi kenyataannya Sari menolak berkenalan.
Suasana berubah menjadi sepi, mereka bertiga tetap terdiam. Angkasa yang menunggu jawaban Sari, Wina yang hanya mengamati tanpa berkomentar sementara Sari terdiam bergelut dengan fikirannya sendiri.
Sari berbicara sendiri dalam hatinya, biarlah aku dikata sombong atau sebagainya, yang jelas aku tidak mau memberi kesempatan kepada cowok manapun untuk dekat - dekat denganku, walaupun Angkasa mengatakan berkenalan saja, tapi aku paham nanti ke mana arahnya, apalagi yang Angkasa bilang kalau Rama orang baik dan pemalu, lebih baik kenal biasa saja tidak perlu formal yang berujung PDKT, daripada nanti malah membuat Rama jadi terluka, karena memang aku belum ingin dekat dulu dengan cowok manapun.
"Maaf...Angkasa, bukannya saya menolak berkenalan secara langsung, tapi saya sekarang sudah mau pulang, karena akan ada acara di rumah."
Sari mencoba mengalihkan jawabannya, karena bila saja langsung menolak, kesannya seperti cewek sombong, sekaligus menghindari rasa kepedeannya, karena siapa tahu, memang Rama hanya sekedar ingin kenal saja, tidak lebih, walau secara hukum alam, dimana seorang laki - laki yang notabennya sudah mengenal karena sering bertemu tapi tidak secara langsung berkenalan, tiba - tiba ingin mengenal langsung, sudah pasti ada sesuatu.
"Ok kalau begitu, sekali lagi maaf, kalau saya sudah mengganggu, kalau tidak keberatan tolong save nomor handphone Rama, menambah perteman saja, itu tidak masalah," kan?
"Iya." balas Sari.
"Makasih, Sar?"
"Sama -sama." balas Sari.
Setelah Angkasa memberikan nomor handphone Rama, angkasa pun beranjak meninggalkan mereka berdua, bagi seorang Angkasa yang memang sudah banyak mengencani banyak cewek, tahu kalau Sari memang tidak ingin berkenalan langsung dan mencoba mengalihkan jawabannya dengan alasannya, Angkasa menghargai itu, karena tidak baik juga memaksa seseorang yang memang tidak mau, yang terpenting Angkasa sebagai teman sudah membantunya, dan memberikan nomor teleponnya Rama. Angkasa kembali menghampiri teman - temannya.
Setelah mengantarkan Wina pulang, Sari kembali kerumah, merebahkan badannya sejenak di tempat tidurnya, fikirannya menerawang mengingat Dika, walau bagaimanapun perlakuan Dika, Dika pernah memberi warna di hidupnya walau itu hanya sesaat.Dalam hatinya berbicara sendiri, kenapa malah mikirin Dika, harusnya aku bersyukur karena Tuhan telah membuka fikiranku bahwa Dika tidak pantas untukku, aku terlalu bodoh sudah percaya kebaikannya yang ternyata palsu, benar kata Bang Adrian aku tidak boleh bersedih apalagi sampai menangisi laki - laki seperti Dika.Malam semakin larut, hanya suara binatang malam yang meramaikan suasana di keheningan, saat ini waktu baru menunjukan pukul sembilan, setelah sejenak rehat dan mandi, Sari sendirian di teras belakang rumahnya, duduk di depan kolam ikan ditemani secangkir teh hangat dan cemilan kesukaannya, jemari indahnya sibuk memainkan game di handphonenya, sedang asiknya, tiba - tiba handphonenya beralih ke layar panggilan video call, te
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam
Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan.""Iya, bu."Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari, mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak
Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada d
Keesokan harinya, Sari bergegas untuk kekampus, setelah dua minggu ini mengerjakan proposalnya bersama Wina, setelah menelpon Wina dengan telephon rumahnya, karena HP dan dompetnya yang tertinggal dirumah Wina, untuk mengajaknya kekampus, sekalian untuk dibawakan HP dan dompetnya, Sari berpamitan kepada Bundanya. Sari pergi kekampus diantar pak husen supir keluarganya, karena mobilnya masih dibengkel dan baru beres diperbaiki siang sekarang, setibanya dikampus ternyata sudah ada Wina menunggunya diarea parkir kampus, yang sedang asik mendengarkan musik didalam mobilnya dengan mulutnya yang tak berhentinya mengunyah cemilan. Sari turun dari mobilnya menghampiri Wina. Tuuk...ttuuk..ttukk. Sari mengetuk kaca mobil Wina yang sedang asik sendiri, dari dalam mobil Wina tersenyum dan menurunkan kaca mobilnya. "Sorry, ada perlu apa, ya?" canda Wina. Sari yang tahu kalau Wina sedang ingin bercanda, membalasnya dengan bercanda juga. "Tol
Sari dan Wina sudah tiba dibengkel temannya Angkasa, dimana mobilnya diperbaiki, Sari menghampiri salah satu mekanik disana untuk bertemu dengan pemilik bengkelnya, setelah diarahkan untuk masuk keruangan pemilik bengkel, Sari dan Wina melangkah menuju pemilik bengkel, yang kebetulan sedang berada didepan ruangan tersebut, sedang mengobrol dengan salah satu mekanik disana, setelah selesai dan mekanik tersebut pergi, pemilik bengkel melangkah masuk, sampai depan pintu teedengar suara Sari menyapa."Permisi pak."Pemilik bengkel yang bernama gunawan menoleh kearah Sari dan tersenyum."Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya Gunawan."Maaf pak, saya Sari, temannya Angkasa, saya ingin mengambil mobil yang kemarin diperbaiki bengkel bapak, sekalian membayar biayanya.""Oh temannya Angkasa, mari kedalam ruangan saya," mempersilakan Sari dan Wina untuk masuk kedalam ruangannya.Setelah dipersilakan duduk, Gunawan mengambilkan mereka minuman.
Setelah selesai makan, dan berbincang sebentar, Wina dan Sari pamit untuk pulang kepada tante Indah dan Zidan. Didalam mobil, Wina yang sedang menyetir sesekali tersenyum melirik Sari, Sari yang merasa aneh kenapa dengan tingkah Wina, seraya berkata. "Dari tadi senyam - senyum terus melirikku, kenapa sih, ada yang aneh denganku emang?" Wina tertawa dan berkata. "Lagi mikirin gimana kalau sahabatku ini sama Zidan." "Kok Zidan, bisa - bisa ya mikir kesitu, kamu saja sama Zidan," jawab Sari dengan ketus. "Dih gitu aja ngambek, Zidan naksir kamu kayaknya, dari tadi merhatiin terus kamu." "Masa sih, ah itu mah bisa - bisa nya kamu saja." "Serius Sar, kamu gak nyadar saja." "Udah ah, jangan mikir yang nggak - nggak, aku itu masih belum ingin dekat cowok manapun." "Iya - iya aku paham Sar, tapi Zidan itu sudah tampan baik orangnya, mapan lagi." "Ya terus..." "Gak pake teruslah, kayak tukang
Setelah memesan minuman dan makanan, Sari memulai pembicaraan, teringat soal mobilnya dibengkel."Angkasa, tadi siang aku dan Wina kebengkel untuk mengambil mobil, kenapa kamu repot - repot bayarin aku biaya perbaikan mobil, aku jadi tidak enak.""Tidak apa - apa, saya juga dapat diskon kok dan nggak merepotkan, saya senang bisa membantu."Terimakasih, ya.""Iya," jawab Angkasa.Makanan dan minuman sudah datang, mereka berdua menikmati hidangan tersebut, setelah selesai makan mereka melanjutkan obrolan mereka soal kenapa Angkasa mengajak Sari keluar."Sari, sebelumnya saya minta maaf, karena saya mengajakmu jalan dengan tiba - tiba, padahal kita belum begitu akrab sekali, terimakasih sudah percaya dengan saya, sehingga kamu tidak menolak ajakan saya.""Iya...kita kan sudah saling kenal, apalagi kamu beberapa kali menolongku, masa aku menolak ajakanmu.""Oh, iya, saya ngajak kamu keluar, ada yang marah nggak," tanya Angkasa
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or