Setelah selesai makan, dan berbincang sebentar, Wina dan Sari pamit untuk pulang kepada tante Indah dan Zidan.
Didalam mobil, Wina yang sedang menyetir sesekali tersenyum melirik Sari, Sari yang merasa aneh kenapa dengan tingkah Wina, seraya berkata.
"Dari tadi senyam - senyum terus melirikku, kenapa sih, ada yang aneh denganku emang?"
Wina tertawa dan berkata. "Lagi mikirin gimana kalau sahabatku ini sama Zidan."
"Kok Zidan, bisa - bisa ya mikir kesitu, kamu saja sama Zidan," jawab Sari dengan ketus.
"Dih gitu aja ngambek, Zidan naksir kamu kayaknya, dari tadi merhatiin terus kamu."
"Masa sih, ah itu mah bisa - bisa nya kamu saja."
"Serius Sar, kamu gak nyadar saja."
"Udah ah, jangan mikir yang nggak - nggak, aku itu masih belum ingin dekat cowok manapun."
"Iya - iya aku paham Sar, tapi Zidan itu sudah tampan baik orangnya, mapan lagi."
"Ya terus..."
"Gak pake teruslah, kayak tukang
Setelah memesan minuman dan makanan, Sari memulai pembicaraan, teringat soal mobilnya dibengkel."Angkasa, tadi siang aku dan Wina kebengkel untuk mengambil mobil, kenapa kamu repot - repot bayarin aku biaya perbaikan mobil, aku jadi tidak enak.""Tidak apa - apa, saya juga dapat diskon kok dan nggak merepotkan, saya senang bisa membantu."Terimakasih, ya.""Iya," jawab Angkasa.Makanan dan minuman sudah datang, mereka berdua menikmati hidangan tersebut, setelah selesai makan mereka melanjutkan obrolan mereka soal kenapa Angkasa mengajak Sari keluar."Sari, sebelumnya saya minta maaf, karena saya mengajakmu jalan dengan tiba - tiba, padahal kita belum begitu akrab sekali, terimakasih sudah percaya dengan saya, sehingga kamu tidak menolak ajakan saya.""Iya...kita kan sudah saling kenal, apalagi kamu beberapa kali menolongku, masa aku menolak ajakanmu.""Oh, iya, saya ngajak kamu keluar, ada yang marah nggak," tanya Angkasa
Saat sedang asik mengobrol dan tertawa, seseorang menghampiri mereka, yang tiada lain adalah Rama, seraya menyapa Sari yang duduk didepan Angkasa."Hai, Sari, sudah lama menunggu, ya."Rama duduk disamping Angkasa, dan tersenyum menatap Sari.Sari yang merasa terganggu dengan kehadiran Rama mencoba bersikap ramah, walau sebenarnya dia bingung, siapa yang menunggu Rama, kenapa Rama bisa berucap seperti itu, apakah ini rencana mereka berdua, tapi Sari mencoba membuang fikiran negatif itu, dan menganggap semua ini hanyalah kebetulan saja."Sari sudah makan?" tanya Rama."Sudah." jawab Sari singkat.Rama menoleh kearah Angkasa seraya berkata. "Sob, thanks ya, sudah ajak Sari kesini."Angkasa hanya tersenyum, tak membalas ucapan Rama, merasa tidak enak terhadap Sari.Rama memberi kode kepada Angkasa, dengan menyenggol kaki Angkasa, untuk pura - pura kemana dulu, karena Rama ingin mengobrol berdua dengan Sari, Angkasa sebenarnya tida
Sari dan Angkasa melangkah keluar dari cafe, saat akan memasuki mobil, Rama yang merasa kesal karena ditinggal begitu saja mengejar mereka dan menahan pundak Angkasa seraya berkata."Bro, lo bilang mau bantuin gw tapi kenapa sekarang lo malah nurutin dia, harusnya lo nolak untuk mengantarnya pulang."Angkasa yang melihat Rama bersikap seperti itu, membuat Angkasa menarik napas panjang dan mencoba menenangkan Rama."Ram, sabar dulu, sorry kalau saya menyinggung kamu, saya juga serba salah, tapi kamu lihat sendiri Sari langsung menarik tangan saya untuk mengantarnya pulang," ungkap Angkasa."Harusnya lo tolak saja, lo kan bisa buat alasan yang masuk akal, lo kan pinter ngomong, masa gitu aja lo nurut, parahnya gw ditinggal gitu saja.""Sekali lagi sorry, Ram, saya sudah berusaha bantu lo, ya udah saya anterin Sari dulu, ya, nanti saya ngomong baik - baik sama Sari, sekarang kasih ruang dulu buat Sari.""Ok, gw tunggu kabar baiknya."Ang
"Rama!! kamu keterlaluan, apa salah Angkasa," bentak Sari yang kesal dengan sikap Rama yang tiba - tiba."Kamu tidak usah ikut campur Sari, pantesan kamu menolak saya antar pulang, tidak tahunya kamu suka dengan Angkasa, pantas saja kamu cuek dengan saya, bilangnya pulang gak tahunya sedang asik berduaan disini."Pria tersebut tiada lain adalah Rama, yang tidak sengaja melintas kejalan tersebut bersama kedua temannya, Rama terlihat sempoyongan, matanya memerah, tercium bau alkohol dari mulutnya.Angkasa kembali menghampiri Rama untuk menjelaskan kejadian sebenarnya, tapi karena Rama dalam keadaan mabuk, Rama sama sekali tidak mau mendengar penjelasan Angkasa, saat Angkasa mencoba menjelaskan, tangan Rama melayang meninju wajah Angkasa, sontak membuat semua orang disana kaget, kedua teman Rama menarik Rama, sementara Angkasa memegang wajahnya yang memar dan terdiam ditempat, tidak percaya temannya segitu marahnya kepadanya tanpa mau mendengar penjelasan darinya.
Sari merebahkan badannya yang terasa lelah, begitupun Wina yang tidur disamping Sari, tak berapa lama Wina sudah mengorok, sementara Sari belum juga memejamkan matanya, diraihnya ponsel yang diletakkannya dimeja tempat tidurnya, dengan posisi sambil berbaring, Sari menghidupkan layar ponselnya, ternyata ada pesan masuk, dan itu dari Angkasa, seketika Sari tersenyum, mulai membuka menu chatingnya.Angkasa : Sari, saya sudah sampai, terimakasih ya.Sari : Iya, kamu sudah obatin lagi lukanya, jangan sampai nggak nanti takut makin sakit.Tak ada balasan dari Angkasa, karena memang Angkasa mengirim pesan sekitar tiga puluh menit yang lalu, saat Sari sedang mengobrol dengan Wina, Sari menunggu sekitar limat menit tetap tak ada balasan, akhirnya disimpan kembali ponselnya, saat tangannya akan meletakkan ponselnya, terdengar pesan masuk, Sari kembali membuka ponselnya dan tidak jadi disimpan.Angkasa : Maaf baru balas, tadi saya habis dari kamar mandi. Kamu belum
Setelah Dika pergi, Sari merasa lega, setidaknya, tidak ada lagi orang yang mengganggunya, karena kalau Dika masih bersikukuh ingin terus duduk disampingnya dengan pertanyaan - pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman, takutnya Sari kepancing emosi.Setelah mereka berdua selesai dengan makanannya, mereka sejenak menikmati berlangsungnya acara, dimana ada hiburan penyanyi - penyanyi terkenal ibukota yang diundang langsung oleh keluarga Sinatra.Saat sedang asik menikmati acara tersebut, mata Sari seketika tertuju pada seorang pemuda, yang sedang berjalan kearah Naura dengan digandeng seorang wanita cantik, pemuda tersebut adalah Angkasa yang datang bersama dengan Sinta, entah mengapa hati Sari merasa sakit, seakan pedang menusuk jantungnya, ingin sekali menghampiri Angkasa dan menyapa, tapi melihat Angkasa bersama dengan seorang wanita membuatnya hanya terdiam mematung, Wina yang melihat ekpresi wajah Sari yang muram, seraya berkata."Sar, kamu kenapa?"Sar
Kembali kepada Sari dan Wina yang sekarang sedang berada di Gramedia, memilih beberapa buku untuk bahan materi skripsi, walau belum Sidang setidaknya mereka ingin menyicil mengerjakan Tugas Akhir mereka, agar tidak terlalu cape kalau dikerjakan sekaligus.Setelah mendapatkan beberapa buku yang dicari, Wina mengajak Sari membaca buku dulu, sampai menunggu makan sore, Wina yang memilih membaca buku tentang masakan - masakan dan motivasi hidup dari para motivator terkenal, sementara Sari memilih buku novel dan membaca beberapa lembar saja yang dirasa menarik bagi dirinya, pandangannya tertuju pada buku novel terbaru dengan judul Senja yang kelabu penulis Tha Kusuma, tapi Sari tidak bisa membacanya, karena masih tersegel plastik sehingga bila ingin membacanya Sari harus membelinya, tapi saat ini Sari sedang tidak ingin membeli buku novel karena belum ada waktu senggang membaca, harus fokus untuk sidang dan Skripsi, Sari mengambil novel tersebut dan melihat tulisan dicover depanny
"Sebenarnya ada masalah apa? kamu tidak cerita sama aku, yank," ucap Sinta kepada Angkasa."Gak ada masalah apa - apa, biasalah hanya salah paham," jawab Angkasa."Salah paham tapi sampi kamu dipukul, mana sekarang si Rama, Jon?" tanya Sinta dengan kesal kepada Joni.Bagaimana Sinta tidak kesal, orang yang sangat dicintainya harus dipukul oleh Rama."Sebentar lagi juga sampai kesini, tadi sudah gw telpon, tunggu saja," tukas Joni."Liat aja Rama, gw ga akan tinggal diam," ucap Sinta yang benar - benar kesal.Angkasa yang melihat Sinta kesal dan marah - marah, mencoba untuk berbicara baik - baik."Sayang, sebaiknya kamu tidak usah marah, ini urusan laki - laki, lagian juga aku tidak kenapa - kenapa.""Udah deh, yank, kamu jangan selalu nutupin kesalahan teman kamu, aku gak rela ada orang yang nyakitin kamu sampai dipukul lagi."Angkasa hanya tersenyum melihat paniknya Sinta akan dirinya.tak berapa lama, Rama telah
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or