Malam ini, acara ulang tahun Naura yang diadakan dirumah megahnya dengan nuansa modern dan mengundang dj terkenal untuk memeriahkan acara ulang tahun Naura.
Naura Sinatra, adalah anak orang kaya terpandang, tidak sulit baginya untuk merayakan ulang tahun dengan sangat mewah, Naura mengundang hampir semua teman kampusnya dari teman fakultasnya dan beberapa teman dari fakultas lainnya juga, yang Naura kenal, termasuk Sari dan Wina, yang mana Sari adalah kekasih dari Dika sepupu Naura.
Dika sendiri diminta orangtua Naura untuk mengurus semua kebutuhan pesta dan menemani Naura, karena urusan bisnis, orang tua Naura masih berada dijerman, belum bisa kembali karena cuaca disana sedang tidak baik, sementara bagi Dika ini suatu kehormatan karena bisa membantu om dan tantenya sebagai nilai plus Dika dimata mereka.
"Naura selamat ulang tahun ya," Sari menyerahkan kado kepada Naura.
"Selamat ulang tahun ya," sambung Wina.
"Terima kasih Sari, Wina," balas Naura sembari tangannya mempersilakan Sari dan Wina untuk menikmati hidangan.
Hidangan Yang memang di atur secara prasmanan dengan meja panjang yang mewah, dengan hidangan makanan dari berbagai jenis masakan yang enak - enak, ditambah suasana penyimpanan meja di area pinggir kolam renang, menambah suasana yang elegan.
Sari dan Wina pun melangkah menuju kedalam, belum terlalu jauh mereka melangkah Dika menghampiri dari arah samping Wina berjalan.
"Aku kira kamu tidak jadi datang karena masih marah sama aku, tanya Dika.
"Aku dan Wina pasti datang! karena Naura," dengan wajah yang datar.
"Jangan marah lagi dong...sayang," dengan suara lirih dan posisi tangan meminta maaf.
Sari tidak merespon ucapan Dika seakan males banget harus lama - lama mengobrol dengan Dika, bagaimana tidak males kalau sifat dan sikap Dika membuat Sari hampir stress, sikap curiga dan cemburuannya Dika yang kadang di luar batas.
Dika bersikap kasar kalau sudah terbakar cemburu, ditambah rasa kurang percayanya terhadap pasangannya sendiri, kalau sudah bertengkar selalu saja Sari menjadi orang yang disalahkan padahal hanya hal - hal sepele saja, sudah bisa memicu pertengkaran, sikap Dika yang kekanak - kanakan dan tidak tahu tempat kalau sudah marah kadang membuat Sari menjadi ilfil, bagaimana tidak ilfil cuma karena Sari tidak bisa menemani Dika jalan - jalan atau menemaninya menonton, sementara Sari sedang banyak tugas kampus dan kadang sedang tidak vit karena sedang PMS, Dika tidak bisa mengerti dan malah menuduh kalau Sari sudah tidak cinta atau ada laki - laki lain yang sedang dekat, kata - katanya sama sekali tidak mencerminkan kepribadian yang mencintai.
Sari tetap bertahan selama ini karena disisi lain, Dika ada baiknya, walau kalau harus di ukur secara logika, banyak tidak baiknya, tapi sari berusaha mempertahankan hubungannya dengan Dika, berharap dengan kesabaran yang Sari miliki mungkin Dika perlahan bisa berubah lebih baik dalam hubungan.
Hubungan mereka sudah berjalan delapan bulan, diawal pdkt Dika sangat baik dan lembut, setelah berjalan beberapa bulan, Dika menunjukan sifat aslinya, memang Dika tidak pernah nakal dengan perempuan lain, tapi sikapnya yang terlalu posesif dan overprotektif membuat Sari mulai merasa terkekang dan tidak bisa menjadi diri sendiri, ruang gerak yang serba terbatas, semua hal harus di atur sesuai kemauan Dika, sementara Sari punya pendapat lain juga, tapi tak pernah Dika hiraukan.
Perjuangan Dika dulu, untuk mendapatkan cinta Sari membuat Sari perlahan luluh dan mau menjadi kekasihnya, Sari merasa yakin bila bersama Dika pasti hidupnya akan bahagia karena Dika sangat mencintainya, dilihat dari cara dan perjuangan Dika untuk bersama selama ini, tapi semua itu ternyata modus dan kisah yang indah seperti impiannya Sari sebagai seorang perempuan yang bahagia dicintai dengan tulus, itu hanyalah klise belaka dan hanya ada didunia khayalan dan drama - drama serial TV.
Dan hari ini, mereka bertengkar cuma karena Sari minta ijin, untuk datang ke Naura dengan Wina, dan meminta Dika untuk tidak menjemput, kalau tetap mau menjemput, Sari minta kepada Dika untuk bareng - bareng jemput Wina, karena Wina sedang tidak ada kendaraan, mobilnya di pinjam kakaknya keluar kota, sementara mobil kakaknya sedang masuk bengkel.
Dika harusnya bisa bersikap bijak, toh Wina adalah sahabat baik Sari, Sari juga meminta ijin karena memang Dika yang lebih dulu menolak untuk menjemput Wina setelah menjemput Sari, biar bisa barengan datang keulang tahun Naura, rumah Wina juga kan tidak jauh, sekitar dua puluh menit dari rumah Sari, tapi Dika bersikeras menolak karena sibuk menjadi penanggungjawab acara, sikap keras kepala dan mau memang sendirinya itu membuat sari akhirnya memilih mengabaikannya dan mematikan ponselnya.
Wina sendiri tidak mungkin tidak mengijinkan kakaknya menggunakan mobilnya karena bagaimanapun mobil yang wina pakai dikasih kakaknya sebagai hadiah ulang tahunnya dua tahun yang lalu dan kakaknya harus keluar kota untuk urusan bisnis.
Sebagai sahabat tidak mungkin Sari membiarkan Wina menggunakan kendaraan umum, apalagi nanti pasti pulang malam, karena rencananya pulang dari Naura, Wina menginap di rumah Sari, sekalian mengerjakan proposal sidang kuliah mereka.
Sari mencoba menahan rasa kesalnya karena persoalan menjemput yang berujung pertengkaran, bagaimanapun yang waras ngalah, fikir Sari.
"Bukannya kamu sibuk, ya," ucap Sari.
"Sudah tidak terlalu sekarang," kenapa kamu ngomong begitu?
"Tidak apa - apa, cuma tidak mau mengganggu orang yang sedang sibuk, nanti ujung - ujungnya aku lagi yang salah," sindir Sari.
"Kamu ngomong apaan sih, sayang...sekarang karena kamu sudah disini dan juga Wina, kita duduk disana, ya? aku siapkan hidangan spesial buat kalian, aku yang akan membawanya sendiri.
Dika menunjuk kearah tempat duduk pinggir kolam, dan berjalan meninggalkan Sari untuk mengambil minuman serta snack di ruang dalam, agar bisa santai - santai minum sambil mengobrol sebelum acara puncak dimulai.
Sari membiarkan Dika melakukannya dan menurut untuk duduk diarea yang Dika maksud karena bagaimanapun Dika masih kekasihnya.
"Kamu kok jutek sekali sama Dika? lagi berantem, ya?" tanya Wina.
"Biasalah Win, kesal sama sikapnya, yang tidak bisa berubah, kamu hapal sendiri, Dika itu gimana orangnya.
"Ya sudah jangan cemberut dong sahabatku yang cantik, malu sama katak," tukas Wina.
"Kok katak!"
Wina membalas dengan tersenyum, lucu melihat ekpresi Sari.
Saat sedang asik mengobrol mereka dikagetkan oleh seorang pemuda tampan berusia sekitar dua puluh tiga tahunan.
"Abang," ucap Sari menatap, seperti tak percaya.
"Apa kabar gadis kecilku yang cantik?" dengan tangan yang mengusap acak rambut Sari.
"Alhamdulillah baik Bang," kok Abang ada dibandung nggak ngabarin! tidak kerumah juga, kesel ih! dengan wajah yang sedikit cemberut tapi senang.
"Maaf Sari, Abang baru juga sampai sore tadi, kalau kerjaan Abang sudah selesai, Abang pasti mampir kerumah, kesini juga karena teman Abang yang ngajak, itupun gak akan lama - lama, sebenarnya ingin istirahat tapi tidak enak menolak, jadi...ya sudah Abang ikut, soalnya yang ulang tahun sepupu dari teman Abang."
"iya Bang, oh iya Bang, hampir lupa, kenalin teman baikku," tukas Sari.
"Adriansyah, cukup panggil Adrian, aku sepupunya Sari dari karawang," mengulurkan tangannya ke arah Wina.
"Wina sebastian, panggil saja wina," membalas uluran tangan Adrian."
Sari dan Adrian begitupun Wina mengobrol begitu seru, ada saja yang menjadi bahan pembicaraan.
Tanpa mereka sadari dari jauh Dika yang membawa satu botol wine dan dua gelas jus jeruk, wajahnya berubah cemberut dan memerah menahan amarah.
Dika bergegas menghampiri mereka, dalam hati Dika berguman, baru ditinggal sebentar saja, Sari sudah manja - manja dengan cowok lain dan sialnya cowok itu lebih tampan dariku, membuat gejolak emosinya semakin meningkat.
Baru saja Dika berjalan akan menghampiri mereka, Adrian sudah pergi meninggalkan Sari dan Wina, karena Adrian tidak enak meninggalkan temannya lama - lama.
"Sampai lupa, kalau kita harus ke tempat duduk yang di pilihkan oleh Dika, ayo Win, kita bergegas ke sana, takut keburu ada yang ngambek karena tidak nurutin maunya," ungkap Sari.
"Tunggu!! teriak suara dari arah belakang," yang tidak lain adalah Dika."Dika, sini aku bantu bawa jusnya?" ujar Sari."Tidak perlu!!!" menepis tangan Sari dengan kasar.Sontak membuat Sari merasa kesal, diperlakukan seperti itu didepan umum, belum lagi, Dika yang tiada hentinya marah - marah dengan nada yang keras dan kasar, sekan tidak perduli dengan semua mata yang memandang kearah mereka. Sari hanya memaku seperti patung mendengar semua makian Dika, karena Sari merasa tidak salah apapun, kenapa Dika semarah itu."Kamu kenapa lagi sih? cape Aku, kalau kamu terus -terusan marah seenaknya, tanpa melihat sekitar," wajah Sari mulai kesal."Diam!!! tidak usah membela diri," bentak Dika."Terserah!" lakukan saja semaumu, yang jelas, kamu sudah keterlaluan, Dika. balas Sari, sambil menarik tangan wina untuk pergi dari hadapan Dika."Aku bilang tunggu!" jangan pergi, kamu! teriak Dika.Sari sudah masa bodoh dengan Dika, mau teriak
Pagi nya dirumah Sari, pintu kamar Sari dibuka oleh wanita paruhbaya yang tidak lain adalah ibunya Sari, melangkah menuju jendela dan membukakan tirai jendela agar matahari pagi masuk ke dalam kamar.Sari dan Wina menarik selimut menghalangi dengan kompak, menghalangi matanya, yang terasa silau oleh cahaya matahari yang masuk kamarnya."Anak gadis Bunda yang cantik - cantik, ayo bangun, sayang." menarik selimut yang menutupi wajah mereka."Bunda..." ini kan hari libur, Sari masih ngantuk."Ayo bangun, sayang," sekarang sudah jam tujuh, kita joging biar sehat, anak gadis Bunda, masa masih muda loyo begini, semangat dong, sayang. "Bunda, tunggu kalian di meja makan ya, kita sarapan dulu sebelum jogging."Wina bangun duluan dan menarik Sari untuk bangkit dari tempat tidurnya."Permatasari Nugraha! ayo bangun?""Bentar lagi ya..." mata susah sekali di ajak kompromi ini."Ya udah ga usah bangun! pokoknya, aku tidak akan mengin
Singkat cerita, Sari dan Wina telah siap - siap untuk pergi ke Gramedia, untuk mencari buku sebagai bahan materi tambahan proposal sidang, sekalian jalan - jalan refresh otak dan makan sore di mall, Wina yang memang sudah meminta ijin kepada orang tuanya, dari saat acara ulang tahun Naura, untuk menginap di rumah Sari beberapa hari, karena Sari maupun Wina kadang saling menginap, dan orangtua mereka sudah sama - sama tahu dan sudah seperti keluarga.Saat mereka tiba di mall, mereka tidak langsung ke Gramedia, padahal rencana awalnya adalah ke gramedia dulu, baru jalan - jalan, itu semua karena mata mereka sudah tertuju lebih dulu ke arah butik di dekat pintu masuk, jiwa wanita mereka sudah meronta melihat pakaian - pakaian yang begitu bagus, tanpa berfikir dua kali mereka langsung masuk ke butik athenajaya yang memang terkenal di mall itu dengan model - model pakaian yang berkualitas bagus dan kekinian.Sari dan Wina sibuk memilih - milih baju mana yang akan mereka bel
Sari dan Wina bangun kesiangan, merekapun tergesa - gesa untuk mandi bergantian, efek semalem bergadang, membuat mereka sampai lelap tidur dan tidak mendengar jam waker yang berdering berulang kali, untungnya Wina mendengar walau itupun sudah yang kesekian kalinya berdering.Di meja makan sudah disiapkan sarapan oleh ibunya Sari."Sayang, kenapa buru - buru makannya?""Iya, Bun, kesiangan Sari, bangunnya," mana sekarang ada janji dengan Dosen pembimbing."Kenapa gak bilang sama Bunda?" biar Bunda bangunin."Lupa, Bun, semalem serius ngerjain proposal sampai larut malam."Waktu sudah menunjukan pukul delapan tiga puluh, setelah buru - buru sarapan, Sari dan Wina bergegas menuju mobil, karena jam sembilan, mereka harus menemui Dosen pembimbing, untungnya diperjalanan tidak macet, sehingga mereka tepat waktu tiba dikampus.Sari dan Wina sudah berada di kelas, setelah mempersiapkan proposal sidang yang mereka susun, walaupun belum s
Setelah mengantarkan Wina pulang, Sari kembali kerumah, merebahkan badannya sejenak di tempat tidurnya, fikirannya menerawang mengingat Dika, walau bagaimanapun perlakuan Dika, Dika pernah memberi warna di hidupnya walau itu hanya sesaat.Dalam hatinya berbicara sendiri, kenapa malah mikirin Dika, harusnya aku bersyukur karena Tuhan telah membuka fikiranku bahwa Dika tidak pantas untukku, aku terlalu bodoh sudah percaya kebaikannya yang ternyata palsu, benar kata Bang Adrian aku tidak boleh bersedih apalagi sampai menangisi laki - laki seperti Dika.Malam semakin larut, hanya suara binatang malam yang meramaikan suasana di keheningan, saat ini waktu baru menunjukan pukul sembilan, setelah sejenak rehat dan mandi, Sari sendirian di teras belakang rumahnya, duduk di depan kolam ikan ditemani secangkir teh hangat dan cemilan kesukaannya, jemari indahnya sibuk memainkan game di handphonenya, sedang asiknya, tiba - tiba handphonenya beralih ke layar panggilan video call, te
Akhirnya mereka tiba di rumah nenek Ranti, neneknya Wina yang kini sudah berusia 65 tahun, nenek Ranti tinggal bertiga dengan Wenti yang adalah adik papahnya Wina, yang sudah menjanda. Suaminya telah meninggal karena sakit dan di karuniai satu anak laki - laki yang masih SD. Nenek Ranti walau sudah berumur, kondisi badannya masih bugar, karena nenek Ranti selalu menjaga pola makannya dan sering berolahraga.Malam semakin dingin, mengalahkan dinginnya Kota Bandung, itu karena kediaman Nenek Ranti memang dekat pegunungan, yang memang terkenal cuaca dinginnya, dengan kesejukan dan keindahan alamnya, sementara Sari dan Wina memilih beristirahat dikamar, agar besok bisa bangun pagi dan jalan - jalan berkeliling disetiap tempat yang bagus pemandangannya, yang tidak terlalu jauh dari kediaman nenek Ranti.Keesokan harinya, Wina dan Sari setelah sarapan meminta ijin kepada orangtua Wina dan nenek Ranti, untuk bersepeda, menikmati udara sejuk pagi hari dan keindahan alam
Setelah Wina pulang, Sari bergegas memasuki kamarnya, setelah membersihkan diri, bersiap untuk tidur siang, lumayan lelah dan pegal kakinya karena perjalanan ketika kegunung batu jonggol.Sementara diruang keluarga, Bunda sambil menonton TV, sedang menikmati oleh - oleh yang dibawakan Sari, ditemani oleh si mbok, kita panggil saja Mbok Inah yang memang bekerja sudah lama dikelurga Sari, si mbok sudah dianggap seperti keluarga, karena sudah bekerja lama, semenjak orangtua Sari baru menikah, jadi tidak sungkan majikan dan pembantu seperti saudara, Bunda sendiri memperlakukan si mbok sopan dan selalu di ajak sebagai temn bicara, dikala tidak ada siapa - siapa dirumah.Tak terasa waktu sudah sore, Sari masih terbaring ditempat tidur.Bunda Sari, memanggil si mbok. "Mbok, tolong bangunkan Sari, tadi bilangnya, sore minta dibangunkan.""Iya, bu."Inah bergegas menuju kamar Sari, untuk membangunkan Sari, mengetuk pintu kamar Sari, karena tidak
Tak terasa Sari sudah menginap dua hari dirumah Wina, rencananya sore sekarang pulang kerumah, setelah berpamitan dengan kedua orangtua Wina, Sari bergegas untuk pulang diantar Wina sampai depan mobilnya, Sebenarnya Wina menahan Sari untuk pulang dulu, biar makan bareng keluarganya terlebih dahulu dan pulang nanti sehabis magrib saja, tapi Sari menolak karena Sari ingin segera pulang dan tidur sepuasnya.Dua hari ini memang Sari dan Wina kurang tidur karena mengerjakan proposal sampai larut malam, fikirnya juga tidak enak sama kedua orangtua Wina kalau Sari ingin tidur seharian, tempat ternyaman, ya kamarnya sendiri.Sari melajukan mobil toyota yarisnya menuju jalan besar, masih jauh untuk sampai rumahnya, mobilnya tiba - tiba mogok, berkali - kali Sari menstarer mobilnya tapi tidak mau menyala, Sari mencari tas miliknya, untuk mengambil HP dan menelpon Wina, agar Wina menyusulnya, tapi yang Sari cari ternyata tidak ada dimobilnya, padahal dompet dan HP nya ada d
Keduanya telah tiba di Purwakarta, Angkasa mengajak Sari untuk masuk bersamanya, kedalam rumah Bayu, yang sudah menunggunya didalam, sebelumnya, memang Angkasa sudah menghubungi Bayu. "Hai, bro...apa kabar lu," sapa Bayu sambil menjabat tangan Angkasa dan Sari. Mereka sudah hampir tiga tahun tidak bertemu, Angkasa pindah ke Bandung, walau memang beberapa kali Angkasa berziarah ke makam ayahnya, tidak pernah bertemu Bayu karena sedang berada diluar kota, sebagai anak pemilik usaha sate maranggi dibeberapa kota membuat Bayu jarang berada di rumah, sibuk membantu ayahnya. Bayu dan Angkasa sahabat semenjak kecil, dulu rumah Angkasa, tidak jauh dari rumah Bayu hanya terhalang empat rumah, Bayu mempersilakan mereka untuk duduk. Reni datang dari arah dapur, membawa kopi hangat dan beberapa cemilan untuk disuguhkan. Angkasa melihat Reni seraya berkata. "Kamu Reni, kan?" "Iya, kak," jawab Reni. "Sudah besar sekarang, ya," ucap Angkasa.
Langkah kaki semakin terdengar jelas, Sari menoleh kearah pintu, ternyata Hans dan Wina baru kembali dengan membawa bungkusan plastik ditangan Hans, setelah meletakan diatas meja, Hans pergi kedapur, sementara Wina menghampiri Sari seraya berkata. "Lama, ya, sorry, tadi ada kecelakaan ditikungan depan, buat macet jalan, makan bakso yuk, laper nih."Sari bangkit dari duduknya, kini berdiri disebelah Wina, Hans sudah membawa empat mangkuk dan sendok memberikannya kepada Wina dan Sari, mereka segera menyantap bakso, sesekali mata Angkasa dan Sari saling beradu pandang dengan bibir yang tersenyum.Setelah selesai makan, mereka mengobrol sejenak saling bercerita seputar skripsi, yang mana dua minggu lagi harus sudah dikumpulkan dan presentasi didepan para dosen penguji, Hans diminta oleh Wina untuk memberi masukan karena Hans yang memang sudah berpengalaman dalam membuat skripsi, karena sudah lulus lebih dulu sehingga lebih paham, Hans bersedia membimbing mereka dan ingin b
Angkasa tetap diam tidak menjawab, namun tak memberikan penolakan, saat Sari membersihkan darah yang kering, memberinya betadine dan menutupnya dengan plester, Sari menatap wajah Angkasa begitu dekat jantungnya serasa berdetak dengan cepat, dengan jemari lentiknya perlahan mengkompres wajah Angkasa dibagian luka lebamnya, Angkasa tetap diam pandangannya menatap keluar jendela dan tangannya yang menggenggam gelas yang masih berisi alkohol akan ia teguk, Sari dengan cepat meraih gelas di tangan Angkasa. "Sudah ya, jangan minum lagi, kamu sudah mabuk, aku gak perduli kamu mau marah karena aku melarangmu minum, yang jelas semua demi kebaikanmu juga," ucap sari dengan nada yang lembut. Angkasa sama sekali tidak marah ia hanya diam dan menatap Sari, pandangan mata mereka beradu, Sari dengan cepat mengalihkan pandangannya, dan seraya berkata kepada Hans. "Hans, ini sudah selesai, kalau begitu aku dan Wina pamit pulang." "Sebaiknya tinggal dulu sebentar lagi, lagian
Singkat cerita, seminggu sudah Sari tak lagi mendengar tentang Angkasa, hatinya begitu sangat merindukan Angkasa, hanya sepenggal kenangan yang terukir dalam ingatannya, saat pertama kali bertemu dan beberapa kali Angkasa selalu menyelamatkannya, hingga pada akhirnya saling dekat.Hari ini jadwal cek-up Sari ke Dokter, ditemani Wina mereka segera ke rumah sakit, Sari sudah pulih dan merasakan badannya baik - baik saja begitu juga tangannya yang luka, sudah tidak terasa sakit dan ngilu, Setelah selesai dari rumah sakit, Wina mengajak Sari ke cafe Story di daerah Dago, agar Sari bisa refresh setelah seminggu lebih tidak pergi kemana - mana, Sari yang memang sedang tidak ingin sendiri dan butuh hiburan juga, akhirnya mau pergi bersama Wina, setelah menelpon Bundanya, untuk minta ijin, Sari dan Wina kini menuju Cafe Story, dengan menggunakan mobil Wina, Sari terlihat murung, duduk disebelah Wina yang sedang menyetir mobil."Kamu kenapa, Say?" tanya Wina yang sesekali mempe
Wina dan Sari saling lirik, lalu mereka tertawa, Hans semakin bingung jadinya, Wina yang melihat kebingungan diwajah Hans, seraya menjelaskan."Hans, kamu gak usah khawatir kita akan ribut, karena kita memang begini, sudah biasa, lagian cuma karena kata - kata, masa persahabatan kami jadi rusak, benar gak, Sar?""Yupsss..."Hans tersenyum lega, karena mereka hanya saling bercanda, ternyata mengobrol dengan cewek gak semudah yang Hans bayangkan, Hans sudah mikir terlalu jauh, melihat Wina dan Sari yang tertawa dengan riang dan saling bercanda, walau sebenarnya kadang ada kata - kata yang bisa saja jadi ribut, tapi mereka memang sama - sama mengenali sifat masing - masing, jadi obrolan apapun tidak hambar dan tidak memicu jadi emosi, wanita seperti ini yang Hans cari, semakin kagum saja Hans kepada Wina, karena bagi Hans, wanita yang selalu tertawa riang dan bisa menyikapi setiap obrolan tanpa harus emosi, itu akan memberikan energi positif baginya.Hans, m
Mereka berempat menghabiskan waktu dengan mengobrol dan menikmati cemilan dan jus, diselingi bercanda dan ketawa - ketawa, Sari begitu bahagia memiliki orangtua yang sangat menyanyanginya dan sahabat yang begitu tulus kepadanya, tak terasa waktu sudah hampir malam, setelah makan malam bersama, akhirnya mereka bergegas untuk istirahat, Wina tidur seranjang dengan Sari, sementara orangtua Sari, dibawah menggelar kasur karpet, Suasana Rumah Sakit yang sepi membuat mereka tidur dengan nyenyak.Suara Adzan Subuh terdengar berkumandang, Bunda Sari bangun lebih dulu untuk mandi, begitupun Ayah Sari dan Wina mereka mandi bergantian, sementara Sari belum bisa untuk mandi sendiri sehingga dibantu ibunya membersihkan tubuhnya, dengan dilap basah dan memapahnya kekamar mandi untuk wudhu, mereka melaksanakan Sholat Subuh berjamaah, untuk Sari sendiri duduk dikursi roda, karena belum kuat lama - lama berdiri, badannya masih terasa lemah, setelah melaksanakan Sholat berjamaah, mereka merapi
Wina, berdiri dari duduknya dan membawakan kursi satu lagi disebelah Sari, untuk mempersilakan orangtua Sinta duduk, sementara Wina berdiri disisi satu lagi sebelah Sari.Ayah Sinta menjelaskan tujuannya kepada Sari, bahwa kedatangannya, untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan Sinta kepadanya dan bersedia menanggung semua biaya pengobatan Sari sampai sembuh, dan memohon kepada Sari, untuk mencabut tuntutannya.Sari yang memang tidak merasa melaporkan kejadian tersebut kepada polisi, merasa bingung harus menjawab apa, hanya melirik kearah Wina, karena pasti Wina tahu semuanya, tapi Wina hanya diam seakan enggan mengatakan apapun, belum juga Sari menjawab ibu Sinta langsung memegang tangan Sari dengan menangis sesegukan, memohon - mohon kepada Sari, Sari semakin merasa tidak enak hati karena bagaimanapun mereka orangtua, dan Sari merasa dirinya tidak sopan, membuat orangtua harus bersikap seperti itu kepadanya."Nak, tolong cabut tuntutannya, ibu mohon dengan s
"Iya - iya, gak jadian...tapi bakal jadian kayaknya," tukas Sari."Udah, ah jangn bahas itu mulu, aku gak akan pacaran - pacaran, males, mending langsung dihalalin," ucap Wina seraya tertawa."Halalin mulu, lulus kuliah aja dulu."Pintu dibuka oleh ibu Sari, yang mulai melangkah masuk menghampiri Sari dan Wina, dengan membawa makanan dan baju ganti untuk Sari, seraya tersenyum melihat Sari sudah kembali membaik dan sedang tertawa bersama Wina, mendekat kearah Sari dan mencium kening Sari, lalu meletakkan makanan di atas meja, dan menyimpan baju ganti dilemari kecil, lalu kembali duduk disamping Sari, seraya mengusap - usap tangan Sari."Sari sayang, bagaimana kondisi kamu sekarang?" tanya Dina, bundanya Sari."Alhamdulillah sudah membaik, Bun, Bunda bawa makanan apa, Sari lapar, kangen makanan luar, makanan Rumah Sakit tidak membuat selera makan," tersenyum dengan manja."Iya Sayang, namanya juga sakit ya makanannya jangan macam - macam dulu
Hans yang merasa tidak pernah terlibat kriminal, seraya bertanya kepada pengawal tersebut. "Pak, apakah bapak menanyakan kepada polisi mengapa mencari saya?""Siap, tuan muda, beliau hanya berbicara ingin bertemu dengan tuan muda, ada hal lain serius yang ingin disampaikan." ucap Pengawal tersebut."Hal serius? mereka tidak menyebutkan hal seriusnya itu apa?""Tidak Tuan muda, dengan segala hormat lebih baik tuan muda temui polisi didepan, karena himbauan mereka kalau dalam sepuluh menit tuan muda tidak keluar maka mereka akan masuk dengan paksa."Papih Hans berdiri dan berbicara kepada Hans. "Ayo Hans kita temui mereka, jangan takut kalau kamu memang tidak bersalah.""Iya Pih."Mereka berdua keluar untuk menemui polisi yang menunggu di depan rumahnya, setelah saling berhadapan, polisi memberi salam dengan hormat."Selamat malam pak, maaf kalau kedatangan kami mengganggu waktu bapak, kami mendapatkan laporan dari bapak Andi nugraha or