"Assalamualaikum mbak indah"
"Waalaikumsallam Anggii"
Mbak indah memeluk erat gadis mungil itu "makin kecil aja kamu nggi"
"Iih mbakk"
"Iy bawaanya berat berat terus sih, manknya tambah kecil"
"Satu lagi nih ikut ikut"
Elang memeluk erat mbak indah sangat lama, seolah olah ia gak ingin melepaskan perempuan yang dari kecil merawatnya itu. "Mbak aku bawain buah ini, kata dokter tadi susah makan ya..."
"Kok repot repot sih tuan"
"Soalnya mbak gak mau makan. Mbak harus makan"
"Iya iya"
"Sini, aku suapin"
Elang dengan telaten menyuapi buah buah itu, Anggi selalu terharu saat Elang mulai menunjukkan sisi kedewasaannya yang ini. Ia merapikan rambut mbak indah yang berantakan. Lalu sekali lagi memberikan buah kedalam mulutnya.
"Gimana tuan, sekolahnya hari ini?"
"Aku menang basket mbak"
"Gak buat ulah lagi kan?"
"Elang gak buat ulah? Mana bisa sih mbak"
"Elang..."
"Mbak, si ukhti ini cupu. Dia gak pernah pergi kemana mana selain ke masjid sama perpustakaan. Gak bakal tau aku kayak gimana"
"Eh ngaco kamu El"
"Emank kamu pernah pergi kemana sih aku tanya"
"Liat basket, kantin! Kok! Ke Mall, gue kayak cewek biasa kali! Kemarin juga ke Dufan"
"Sama siapa"
"Temenlah"
"Cowok cewek?"
"Mawar , Revi"
"Tuh kan mbak dia cupu"
"Biarin, ketimbang gue pergi sama lawan jenis. Kayak lu sama Bulan.. nimbulin gosip yang enggak enggak malah"
"Nona Bulan? Tuan masih sering pergi sama Nona Bulan ?!"
"Iya mba, . ." Elang menggaruk kepalanya "masalahnya dia sering ngajak. Daripada dirumah ya mending pergi aja kan"
Mbak indah menatap Anggi , mencoba menerka nerka bagaimana perasaan gadis kecil itu sekarang. Dan jelas gak butuh waktu lama untuk memastikannya karena mereka sama sama wanita.
"Jangan kebiasaan gitu, inget kamu udah punya Anggi juga loh. Emank kamu gak mikirin perasaan Anggi yang denger gosip gosip seputar kamu sama bulan" Elang dengan spontan menatap Anggi
"Ahh enggak papa kok mbak"
Mbak indah diam, sekarang dua orang itu menatap Anggi, seperti mencoba mengintrogasi perempuan itu dari stiap tingkah yang ia buat.
"Iih. Jangan gitu ahh"
Elang menyeringai "cemburu ya?"
"Enggak"
"Enggak tuh, mba ... Gapapa kan berarti kalo aku jalan sama Bulan"
"Kalo Anggi gapapa, brti kasian di Bulan. Semua orang tau bulan itu suka sama kamu. Dan sekarang kamu kasih harap ke dia?"
"Jadi beneran Bulan suka sama Elang, bukan cuma buat main main aja"
"Enggaklah ngii" Mbak indah menatap serius ke Elang "Dia serius suka sama kamu Elang, dan kamu tau itu" mbak indah sekarang coba menegaskan.
"Mbakk, tenang elang udah coba ngasih batas kok. Tapi ya memang, karena Bulan juga temen lama Elang. Elang gak bisa gitu aja beri dinding ke dia kan"
Hati Anggi seperti terhantam peluru sekarang, bukan perkara tentang Bulan tapi kebohongan yang Elang lakukan.
Anggi memberi jeda nafas yang panjang, untuk menutupi rasa sakit, sembari mendengar cerita Elang mengenai Bulan.
"Mau pergi"
"Hah?"
"Iya mbaak udah malam... Belom mandi juga nih aku. Nanti kalo temen temenku sadar aku belom pulang ke kos, pasti mereka khawatir"
"Yaudah aku anter"
"Gausah!!" Anggi tersenyum saat sadar nada tingginya mengema diruangan. "Aku bisa pakek gojek" Anggi dengan langkah kecilnya secepatnya keluar dari ruangan mbak Indah.
"Aku anter pulang ya" suara bas itu sudah berada disebelah kiri Anggi.
Anggi menoleh pada Elang "Kamu sama mbak indah aja"
"Cie cemburu"
Anggi menoleh kembali pada elang "iih, enggak"
"Halah.." Elang tersenyum, mulai menggoda Anggi.
"Emank..kok ngapain juga"
"Berarti gapapa dong , kalo weekend gue sama Bulan"
"Silahkan. . . Seharian sama dia juga gapapa!!. Toh hubungan kita juga sebenarnya gak ada"
"Gak ada?"
"Iyakan? Semua orang gak tau hubungan kita apa. Berarti hubungan kita nyatanya gak ada"
"Dari mana kamu dapet presepsi begitu"
"Hubungan emank gitu. Buat apa ada hubungan kalo lingkungan sekitar gak tau. Cuma kayak virtual aja. Gak nyata sama sekali. Kayak halu nya gue doang"
"Ini pasti efek kamu lagi haid"
"Gak usah salahin Datang Bulan gue!!"
"Oke .." Elang kembali melangkah, kini langkahnya ia buat lebih pelan agar berada dibelakang Anggi. Sembari berhati hati dalam segi apapun , kata atau kelakuan. "Jadi gue antar kan?"
"ENGGAK!"
"oke gue antar"
"Kan gu-"
"Gak mau ahh kalo kamu lagi kayak gini, lebih baik kamu omelin aku gini terus ketimbang harus liat kamu pergi dengan keadaan gak stabil gini. Nanti kamu kenapa kenapa dijalan gimana?" Elang masih mencoba menjelaskan dengan nadanya yang tenang. Ia yang terkenal jadi singa, benar benar berbeda dihadapan Anggi yang manja.
Anggi menatap wajah serius Elang, sebenarnya dia cukup takut jika wajah serius Elang itu mulai muncul didepannya. Seperti burung elang sungguhan yang akan menerkam mangsanya. "Baik" jawabannya yang akhirnya tetap kalah dengan wajah serius Elang.
Tak ada percakapan didalam mobil , hanya siulan pak Eko sesekali, yang berkonsentrasi pada jalannya.
"Aku cuma mau ngelindungi kamu doang loh.."
"Hmm"
"Hemm?"
"Terus aku mau ngomong apa? Aku bilang aku dah tau resikonya kok. Pasti kamu juga bakal tetep nutupin itu. Yah gapapa sih wajar kamu malu punya cewek kayak aku"
"Terserah"
Hari ini weekend ,libur harusnya. Tapi gak buat 2 IPA 3A mereka mendapat giliran mendesain dekor panggung untuk pementasan drama di auditorium. Meski Anggi lagi badmood parah dan kram nya makin parah, tetep dia harus ke auditorium. Karena benar aja, Bima udah disana lebih awal sambil melototin satu persatu anak IPA3A buat di cek satu satu. Bisa tebak lah kalo Sampek gak Dateng, gak cewek atau cowok , mungkin bakal digantung di tiang bendera."Iih ada susu""Ambil satu satu, gausah rakus""Dari siapa Bim""Bu Ratna""Sama brownies juga??""Iyee ..""Baik banget itu emank ibu pentas seni"Bima menatap setiap orang , mengamati sekali lagi orang orang yang datang . "Jangan bilang cuma Bulan yang belum Dateng""Iya Bim. Cuma Bulan""Sialan banget tuh Anak""Tahan emosi Bim" saran mawar. "ntar juga dateng""Ah tu Dateng" Bulan dengan kuncir rambut dan kaos oblongny
Elang melahap semua makanannya dengan semangat, sementara Bulan hanya menatapnya. Tak percaya bahwa satu jam lalu lelaki ini baru saja hampir membunuh seorang lelaki seperti iblis. Elang menatap makanan Bulan yang masih utuh dan tidak tersentuh sama sekali. "Kok gak dimakan?" "Liat lu makan aja udah kenyang gue" "Oke. Buat gue ya" "Sana .." Bulan menggeser mangkok makanannya ke depan Elang. "Habis ini mau kemana?" "Pulanglah" Mendengar kalimat itu, perasaan Bulan berubah jadi tidak enak. Rumah, menurut sebagian orang mungkin tempat yang menyenangkan. Tapi itu tidak pernah terpikirkan dalam benak Bulan. Rumah itu seperti kuburan baginya. "Gue nginep tempat lu ya" "Iih ogah" "Ah" "Lu tuh dah enak ya. Gak ada siapa siapa dirumah lu. Ngapain malah pulang ke rumah gue?. Lu tau kan rumah gue kayak gimana" "Yaudah, lu nginep tempat gue ya" Elang me
"aaagrhh sialan lu Ian!! Bisa gak sih ati ati dikit. Anjing! Mending gue diobatin Anggi aja.." "Sabar El..." Anggi mencoba menenangkan El, yang masih kesakitan. Berjongkok sembari memandang wajah Elang yang kesakitan. "Anggi ..." "Sabar Napa ahh... Lu sama bokap lu dipukulin pakek apa sih. .." ujar Bagas yang ikut mengobati Elang. "Cuma pakek tongkat baseball" "Anjir!!" Ucap Septian spontan. "Lu kalo buat masalah mending gausah pulang... Lu cari mati ya... Pulang pas buat masalah!" Bagas akhirnya mengomel, setelah ia coba menahannya "El..." "Ya sayang..." Dan pada akhirnya, Elang hanya mendengarkan omongan Anggi. Bagas yang emosi, menepuk punggung Elang. Membuat lelaki itu terperanjat lagi karena rasa sakitnya. "Mampos lu!!" Seru Bagas dengan semangat. "Bagas!!!" Anggi dan Elang dengan serempak memanggil lelaki itu. Anggi karena kasian dengan rasa sakit Elang, sementar
"Anggi dari mana sih?" Ujar Mawar senewon pada Anggi. Diikuti pandangan dari semua anak dikelasnya. "Sorry, tadi ada urusan bentar" "Emank urusannya penting banget?" "Maaf Bim" "Kalo mau ibadah di masjid, ingat sikon dulu. Kita itu lagi diburu buru" Bulan mencoba menambahi. "Diem lu Lan. Lu juga sama aja tukang telat! Cuma gara gara lu anak istimewa aja gak ada yang nyerca lu" Bima kemudian menatap Anggi "jadi orang harusnya tau diri. Bisa tanggung jawab sedikitlah. Kalo lu gak punya otak. Paling gak bisa tanggung jawab""Maaf Bim" "Yaudah cepet. . ,Besok lu bantu gue buat finishing akhir" "Hah?" "Hah heh hah heh.. kerja!!" Anggi dengan cepat berlari menghampiri Mawar dan kawan kawannya. Revi menatap sewot ke arah Mawar. "Lu sii war... Lu tau kan dari tadi si Bima lagi up..." "Up?" "Maksudnya badmood, up ditambahin"
"Sore Mawar" "Eh Ian" Mawar tersenyum dengan simpul sempurna pada lelaki itu. Membuat Melati dan Revi saling pandang. "Habis ngerjain panggung?" "Iya .., Septian ngapain disini?" "Mau ketemu Bima" "Ouw.." "Mawar, Mawar ada acara malem Minggu nanti?" "Enggak" "Ada!!" Revi dan Melati kompak membantah omongan Mawar. Dua perempuan itu melotot ke Mawar. "Oh iya .. ada lupa... Mau nonton sama Revi sama Melati , Anggi juga . ke bioskop" "Owhh.. yaudah kalo gitu. Lain kali aja. Nanti malam aku telepon ya" "Siapp..." "Daaa..." "Dada" "Apa apaan ni war" "Gak ada apa apa" "Perasaan barusan e
"Gue tau lu emank gak suka di samping gue. Tapi gausah keliatan banget begitu" Anggi hanya menatap Bimasakti, bibirnya sedikit ia naikkan sebagai respon apa yang cowok itu katakan padanya. "Enggak" "Enggak apa?! Enggak salah!?" Anggi masih menatap lelaki itu, ia gak habis pikir bagaimana Bimasakti bisa terus-terusan memiliki nada dan tampang yang selalu galak dihadapan orang lain. Apa Bimasakti gak pernah tertawa atau sekali kali lelah dengan sikap galaknya itu. "Lu itu gak pernah senyum ya?" Wajah bima mendadak bingung, ia hanya bisa merespon dengan kata "Hah?" "Lu itu gak pernah senyum?!!" Anggi kini mengulangi lagi dengan nada yang ia naikkan. "Lu berani teriak teriak ke gue!!" "Sorry!! Habis.. lu Hah, gue kirain gak denger" "Emank gue budek!" "Oke oke. Gue yang salah. Bima memang selalu benar. Anak istimewa selalu benar. Enaknya jadi anak orang kaya ya bim" Bima diam sesaat, i
Elang menatap lurus pada ring basket, setiap keheningan mulai tercipta. Dadanya yang masih berdegup cepat itu harus ia buat tenang segera. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya. Tidak bisa. Matanya mulai menyusuri kerumunan manusia yang menatapnya, memberi support padanya. Menemukan morfin yang tepat untuknya. Hingga dengan cepat, degup itu berubah jadi begitu tenang. Ia melemparnya, satu shoot darinya membuat SMA Budi Utama kembali membawa juara basket antar SMA dijakarta. Semua memeluk tubuhnya, sementara matanya tertuju pada gadis imut yang selalu menjadi morfin untuknya. "ELANG! ELANG! ELANG" sorak namanya mengema seantero gedung. Ia memejamkan mata, menikmati setiap kesuksesan dan hiruk pikuk yang memujanya. Basket adalah satu bagian dimana orang orang betul memujanya tanpa topeng. Karena itu Elang selalu menyukainya. Seorang gadis berkuncir satu berlari kecil menghampiri Elang, memberikan sebuah bunga mawar, ungkapan selamat atas keberhasilannya. "Selamat" k
"Gue tau lu emank gak suka di samping gue. Tapi gausah keliatan banget begitu" Anggi hanya menatap Bimasakti, bibirnya sedikit ia naikkan sebagai respon apa yang cowok itu katakan padanya. "Enggak" "Enggak apa?! Enggak salah!?" Anggi masih menatap lelaki itu, ia gak habis pikir bagaimana Bimasakti bisa terus-terusan memiliki nada dan tampang yang selalu galak dihadapan orang lain. Apa Bimasakti gak pernah tertawa atau sekali kali lelah dengan sikap galaknya itu. "Lu itu gak pernah senyum ya?" Wajah bima mendadak bingung, ia hanya bisa merespon dengan kata "Hah?" "Lu itu gak pernah senyum?!!" Anggi kini mengulangi lagi dengan nada yang ia naikkan. "Lu berani teriak teriak ke gue!!" "Sorry!! Habis.. lu Hah, gue kirain gak denger" "Emank gue budek!" "Oke oke. Gue yang salah. Bima memang selalu benar. Anak istimewa selalu benar. Enaknya jadi anak orang kaya ya bim" Bima diam sesaat, i
"Sore Mawar" "Eh Ian" Mawar tersenyum dengan simpul sempurna pada lelaki itu. Membuat Melati dan Revi saling pandang. "Habis ngerjain panggung?" "Iya .., Septian ngapain disini?" "Mau ketemu Bima" "Ouw.." "Mawar, Mawar ada acara malem Minggu nanti?" "Enggak" "Ada!!" Revi dan Melati kompak membantah omongan Mawar. Dua perempuan itu melotot ke Mawar. "Oh iya .. ada lupa... Mau nonton sama Revi sama Melati , Anggi juga . ke bioskop" "Owhh.. yaudah kalo gitu. Lain kali aja. Nanti malam aku telepon ya" "Siapp..." "Daaa..." "Dada" "Apa apaan ni war" "Gak ada apa apa" "Perasaan barusan e
"Anggi dari mana sih?" Ujar Mawar senewon pada Anggi. Diikuti pandangan dari semua anak dikelasnya. "Sorry, tadi ada urusan bentar" "Emank urusannya penting banget?" "Maaf Bim" "Kalo mau ibadah di masjid, ingat sikon dulu. Kita itu lagi diburu buru" Bulan mencoba menambahi. "Diem lu Lan. Lu juga sama aja tukang telat! Cuma gara gara lu anak istimewa aja gak ada yang nyerca lu" Bima kemudian menatap Anggi "jadi orang harusnya tau diri. Bisa tanggung jawab sedikitlah. Kalo lu gak punya otak. Paling gak bisa tanggung jawab""Maaf Bim" "Yaudah cepet. . ,Besok lu bantu gue buat finishing akhir" "Hah?" "Hah heh hah heh.. kerja!!" Anggi dengan cepat berlari menghampiri Mawar dan kawan kawannya. Revi menatap sewot ke arah Mawar. "Lu sii war... Lu tau kan dari tadi si Bima lagi up..." "Up?" "Maksudnya badmood, up ditambahin"
"aaagrhh sialan lu Ian!! Bisa gak sih ati ati dikit. Anjing! Mending gue diobatin Anggi aja.." "Sabar El..." Anggi mencoba menenangkan El, yang masih kesakitan. Berjongkok sembari memandang wajah Elang yang kesakitan. "Anggi ..." "Sabar Napa ahh... Lu sama bokap lu dipukulin pakek apa sih. .." ujar Bagas yang ikut mengobati Elang. "Cuma pakek tongkat baseball" "Anjir!!" Ucap Septian spontan. "Lu kalo buat masalah mending gausah pulang... Lu cari mati ya... Pulang pas buat masalah!" Bagas akhirnya mengomel, setelah ia coba menahannya "El..." "Ya sayang..." Dan pada akhirnya, Elang hanya mendengarkan omongan Anggi. Bagas yang emosi, menepuk punggung Elang. Membuat lelaki itu terperanjat lagi karena rasa sakitnya. "Mampos lu!!" Seru Bagas dengan semangat. "Bagas!!!" Anggi dan Elang dengan serempak memanggil lelaki itu. Anggi karena kasian dengan rasa sakit Elang, sementar
Elang melahap semua makanannya dengan semangat, sementara Bulan hanya menatapnya. Tak percaya bahwa satu jam lalu lelaki ini baru saja hampir membunuh seorang lelaki seperti iblis. Elang menatap makanan Bulan yang masih utuh dan tidak tersentuh sama sekali. "Kok gak dimakan?" "Liat lu makan aja udah kenyang gue" "Oke. Buat gue ya" "Sana .." Bulan menggeser mangkok makanannya ke depan Elang. "Habis ini mau kemana?" "Pulanglah" Mendengar kalimat itu, perasaan Bulan berubah jadi tidak enak. Rumah, menurut sebagian orang mungkin tempat yang menyenangkan. Tapi itu tidak pernah terpikirkan dalam benak Bulan. Rumah itu seperti kuburan baginya. "Gue nginep tempat lu ya" "Iih ogah" "Ah" "Lu tuh dah enak ya. Gak ada siapa siapa dirumah lu. Ngapain malah pulang ke rumah gue?. Lu tau kan rumah gue kayak gimana" "Yaudah, lu nginep tempat gue ya" Elang me
Hari ini weekend ,libur harusnya. Tapi gak buat 2 IPA 3A mereka mendapat giliran mendesain dekor panggung untuk pementasan drama di auditorium. Meski Anggi lagi badmood parah dan kram nya makin parah, tetep dia harus ke auditorium. Karena benar aja, Bima udah disana lebih awal sambil melototin satu persatu anak IPA3A buat di cek satu satu. Bisa tebak lah kalo Sampek gak Dateng, gak cewek atau cowok , mungkin bakal digantung di tiang bendera."Iih ada susu""Ambil satu satu, gausah rakus""Dari siapa Bim""Bu Ratna""Sama brownies juga??""Iyee ..""Baik banget itu emank ibu pentas seni"Bima menatap setiap orang , mengamati sekali lagi orang orang yang datang . "Jangan bilang cuma Bulan yang belum Dateng""Iya Bim. Cuma Bulan""Sialan banget tuh Anak""Tahan emosi Bim" saran mawar. "ntar juga dateng""Ah tu Dateng" Bulan dengan kuncir rambut dan kaos oblongny
"Assalamualaikum mbak indah" "Waalaikumsallam Anggii" Mbak indah memeluk erat gadis mungil itu "makin kecil aja kamu nggi" "Iih mbakk" "Iy bawaanya berat berat terus sih, manknya tambah kecil" "Satu lagi nih ikut ikut" Elang memeluk erat mbak indah sangat lama, seolah olah ia gak ingin melepaskan perempuan yang dari kecil merawatnya itu. "Mbak aku bawain buah ini, kata dokter tadi susah makan ya..." "Kok repot repot sih tuan" "Soalnya mbak gak mau makan. Mbak harus makan" "Iya iya" "Sini, aku suapin" Elang dengan telaten menyuapi buah buah itu, Anggi selalu terharu saat Elang mulai menunjukkan sisi kedewasaannya yang ini. Ia merapikan rambut mbak indah yang berantakan. Lalu sekali lagi memberikan buah kedalam mulutnya. "Gimana tuan, sekolahnya hari ini?" "Aku menang basket mbak" "Gak buat ulah lagi kan?" "Elang gak buat ulah? Mana bisa sih mbak" "Elang..." "Mbak, si ukhti ini cupu. Dia gak pernah pergi kemana mana selain ke masjid sama perpustakaan. Gak bakal t
Elang menatap lurus pada ring basket, setiap keheningan mulai tercipta. Dadanya yang masih berdegup cepat itu harus ia buat tenang segera. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya. Tidak bisa. Matanya mulai menyusuri kerumunan manusia yang menatapnya, memberi support padanya. Menemukan morfin yang tepat untuknya. Hingga dengan cepat, degup itu berubah jadi begitu tenang. Ia melemparnya, satu shoot darinya membuat SMA Budi Utama kembali membawa juara basket antar SMA dijakarta. Semua memeluk tubuhnya, sementara matanya tertuju pada gadis imut yang selalu menjadi morfin untuknya. "ELANG! ELANG! ELANG" sorak namanya mengema seantero gedung. Ia memejamkan mata, menikmati setiap kesuksesan dan hiruk pikuk yang memujanya. Basket adalah satu bagian dimana orang orang betul memujanya tanpa topeng. Karena itu Elang selalu menyukainya. Seorang gadis berkuncir satu berlari kecil menghampiri Elang, memberikan sebuah bunga mawar, ungkapan selamat atas keberhasilannya. "Selamat" k