"Anggi dari mana sih?" Ujar Mawar senewon pada Anggi. Diikuti pandangan dari semua anak dikelasnya.
"Sorry, tadi ada urusan bentar"
"Emank urusannya penting banget?"
"Maaf Bim"
"Kalo mau ibadah di masjid, ingat sikon dulu. Kita itu lagi diburu buru" Bulan mencoba menambahi.
"Diem lu Lan. Lu juga sama aja tukang telat! Cuma gara gara lu anak istimewa aja gak ada yang nyerca lu" Bima kemudian menatap Anggi
"jadi orang harusnya tau diri. Bisa tanggung jawab sedikitlah. Kalo lu gak punya otak. Paling gak bisa tanggung jawab"
"Maaf Bim""Yaudah cepet. . ,Besok lu bantu gue buat finishing akhir"
"Hah?"
"Hah heh hah heh.. kerja!!"
Anggi dengan cepat berlari menghampiri Mawar dan kawan kawannya. Revi menatap sewot ke arah Mawar.
"Lu sii war... Lu tau kan dari tadi si Bima lagi up..."
"Up?"
"Maksudnya badmood, up ditambahin"
"Ya sorry... Gue kan kesel. Anggi akhir akhir makin sering ngilang.... lu kemana sih nggi? Lu ikut kajian aliran sesat ya?"
"Hah? Enggaklah"
"Jangan jangan Anggi dah punya pacar ya..."
"Hah? Apaan sih!"
Semua kembali menatap Anggi karena intonasi tingginya yang sempurna mengema di auditorium.
"Kalian ya!! Bisa gak sih gak banyakkk bacotnya. Bacot muluk yang ada!! Otak gak dipakek tapi bacot muluk!!!"
"Sabarr Bim"
"Anjing.. gue gak peduli ya ... Cewek apa cowok. Awas aja kalo masih ada yang bacot dan gak kerja!! Anjing semuanya emank!!"
Semua dengan seketika terdiam atas kemarahan Bima, mereka semua bahkan sama sekali gak berbicara hingga waktu tugas mereka selesai.
Bima memang gak sejahat Elang, tapi dia lebih kejam saat moodnya buruk. Gak peduli kamu wanita atau pria, dia bahkan mungkin bisa meninjumu saat kamu gak menurutinya.Bima menatap pangung yang hampir 80 persen selesai.
Diikuti Mawar dan yang lain.
"Indah ya" celetuk Mawar ke Anggi
"Gue gak pernah nyangka sih bisa buat kayak gini"
Anggi menatap Bima sekali lagi , ia melihat senyum tipis yang sangat jarang lelaki itu tunjukkan. Anggi menatap kagum pria itu untuk pertama kali, karena bahkan dari kelas satu dia tak pernah tersenyum. Dan sekarang dia tersenyum, dengan wajahnya yang super tampan.
Mawar melirik sahabatnya, yang fokus ke Bima dan rasa bangganya. Ia menyenggol tubuh Anggi dengan lengannya "Jangan diliatin terus, nanti naksir. Sakit hati yang ada" Anggi menatap Mawar "Enggaklah, cewek tuh gak boleh punya perasaan sebelum dia halal""Tapi perasaan kan gak bisa diatur" bantah Mawar.
"Iyasi""Yang penting jangan sampe naksir sama Elang atau Bima aja. Di noted tuh"
"Naksir juga kita siapa, kayaknya juga gak bakal diakui sama mereka" sambung Revi.
"Kita bukan bulan oy. sadar .. bulan aja masih disakiti" sambung mawar.
Sementara Anggi hanya terdiam. Berfikir ulang tentang perasaan yang sejujurnya mulai tumbuh karena perlakuan Elang selama 6 bulan bersamanya. Rasanya tidak ada rasa sakit yang ditinggalkan oleh lelaki itu. Meski jelas, ada beberapa rasa cemburu yang dia mainkan bersama Bulan. Tapi itu normalkan, karena hatinya mulai tumbuh atas nama lelaki itu.
"Tapi kalo mereka naksir kita?" Tiga gadis tukang gosip sekolah itu menoleh serempak.
"Mustahil" ucap mereka serempak.
"Kita siapa bisa ditaksir sama mereka nggiii" Revi menjelaskan dengan intonasinya yang meninggi.
"Iyaa..."
"Kalo sampek itu kejadian gimana?"
"Ya fiks paling cuma dimainin" jelas melati.
"Ibaratnya ya... Elang udah sama Bulan, lah iya naksir sama kita yg gak good looking ini. Paling pelampiasan rasa penasaran aja.."
"Bethul bethul"
Anggi diam, semburat rasa kecewa nampak diwajahnya.
"Ta-pi Kamila? Dia kan anak biasa kayak kita" Anggi masih mencoba melawan.
"Ya iya... Manknya dia berakhir disini" Ucap Mawar.
"Udah ahh jangan ngomongin Kamila. Gue merinding jadinya"
"Iya, Jangan ngomongin dia. Kasian tau .."
"Gosssip teruuus" seru Bima, serentak 4 gadis itu berbalik berlari kecil keluar dari Auditorium sebelum Bima menunjukkan wajah gaharnya.
"Gila tuh Bima kalo ngamuk, ngelebihin setan"
"Rajanya Setan"
Melati melihat ke sisi kanan dan kiri. Seseorang yang ada disampingnya sekarang gak ada untuk ke sekian kalinya. "Anggi Keman lagi iih?"
"Sore Mawar" "Eh Ian" Mawar tersenyum dengan simpul sempurna pada lelaki itu. Membuat Melati dan Revi saling pandang. "Habis ngerjain panggung?" "Iya .., Septian ngapain disini?" "Mau ketemu Bima" "Ouw.." "Mawar, Mawar ada acara malem Minggu nanti?" "Enggak" "Ada!!" Revi dan Melati kompak membantah omongan Mawar. Dua perempuan itu melotot ke Mawar. "Oh iya .. ada lupa... Mau nonton sama Revi sama Melati , Anggi juga . ke bioskop" "Owhh.. yaudah kalo gitu. Lain kali aja. Nanti malam aku telepon ya" "Siapp..." "Daaa..." "Dada" "Apa apaan ni war" "Gak ada apa apa" "Perasaan barusan e
"Gue tau lu emank gak suka di samping gue. Tapi gausah keliatan banget begitu" Anggi hanya menatap Bimasakti, bibirnya sedikit ia naikkan sebagai respon apa yang cowok itu katakan padanya. "Enggak" "Enggak apa?! Enggak salah!?" Anggi masih menatap lelaki itu, ia gak habis pikir bagaimana Bimasakti bisa terus-terusan memiliki nada dan tampang yang selalu galak dihadapan orang lain. Apa Bimasakti gak pernah tertawa atau sekali kali lelah dengan sikap galaknya itu. "Lu itu gak pernah senyum ya?" Wajah bima mendadak bingung, ia hanya bisa merespon dengan kata "Hah?" "Lu itu gak pernah senyum?!!" Anggi kini mengulangi lagi dengan nada yang ia naikkan. "Lu berani teriak teriak ke gue!!" "Sorry!! Habis.. lu Hah, gue kirain gak denger" "Emank gue budek!" "Oke oke. Gue yang salah. Bima memang selalu benar. Anak istimewa selalu benar. Enaknya jadi anak orang kaya ya bim" Bima diam sesaat, i
Elang menatap lurus pada ring basket, setiap keheningan mulai tercipta. Dadanya yang masih berdegup cepat itu harus ia buat tenang segera. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya. Tidak bisa. Matanya mulai menyusuri kerumunan manusia yang menatapnya, memberi support padanya. Menemukan morfin yang tepat untuknya. Hingga dengan cepat, degup itu berubah jadi begitu tenang. Ia melemparnya, satu shoot darinya membuat SMA Budi Utama kembali membawa juara basket antar SMA dijakarta. Semua memeluk tubuhnya, sementara matanya tertuju pada gadis imut yang selalu menjadi morfin untuknya. "ELANG! ELANG! ELANG" sorak namanya mengema seantero gedung. Ia memejamkan mata, menikmati setiap kesuksesan dan hiruk pikuk yang memujanya. Basket adalah satu bagian dimana orang orang betul memujanya tanpa topeng. Karena itu Elang selalu menyukainya. Seorang gadis berkuncir satu berlari kecil menghampiri Elang, memberikan sebuah bunga mawar, ungkapan selamat atas keberhasilannya. "Selamat" k
"Assalamualaikum mbak indah" "Waalaikumsallam Anggii" Mbak indah memeluk erat gadis mungil itu "makin kecil aja kamu nggi" "Iih mbakk" "Iy bawaanya berat berat terus sih, manknya tambah kecil" "Satu lagi nih ikut ikut" Elang memeluk erat mbak indah sangat lama, seolah olah ia gak ingin melepaskan perempuan yang dari kecil merawatnya itu. "Mbak aku bawain buah ini, kata dokter tadi susah makan ya..." "Kok repot repot sih tuan" "Soalnya mbak gak mau makan. Mbak harus makan" "Iya iya" "Sini, aku suapin" Elang dengan telaten menyuapi buah buah itu, Anggi selalu terharu saat Elang mulai menunjukkan sisi kedewasaannya yang ini. Ia merapikan rambut mbak indah yang berantakan. Lalu sekali lagi memberikan buah kedalam mulutnya. "Gimana tuan, sekolahnya hari ini?" "Aku menang basket mbak" "Gak buat ulah lagi kan?" "Elang gak buat ulah? Mana bisa sih mbak" "Elang..." "Mbak, si ukhti ini cupu. Dia gak pernah pergi kemana mana selain ke masjid sama perpustakaan. Gak bakal t
Hari ini weekend ,libur harusnya. Tapi gak buat 2 IPA 3A mereka mendapat giliran mendesain dekor panggung untuk pementasan drama di auditorium. Meski Anggi lagi badmood parah dan kram nya makin parah, tetep dia harus ke auditorium. Karena benar aja, Bima udah disana lebih awal sambil melototin satu persatu anak IPA3A buat di cek satu satu. Bisa tebak lah kalo Sampek gak Dateng, gak cewek atau cowok , mungkin bakal digantung di tiang bendera."Iih ada susu""Ambil satu satu, gausah rakus""Dari siapa Bim""Bu Ratna""Sama brownies juga??""Iyee ..""Baik banget itu emank ibu pentas seni"Bima menatap setiap orang , mengamati sekali lagi orang orang yang datang . "Jangan bilang cuma Bulan yang belum Dateng""Iya Bim. Cuma Bulan""Sialan banget tuh Anak""Tahan emosi Bim" saran mawar. "ntar juga dateng""Ah tu Dateng" Bulan dengan kuncir rambut dan kaos oblongny
Elang melahap semua makanannya dengan semangat, sementara Bulan hanya menatapnya. Tak percaya bahwa satu jam lalu lelaki ini baru saja hampir membunuh seorang lelaki seperti iblis. Elang menatap makanan Bulan yang masih utuh dan tidak tersentuh sama sekali. "Kok gak dimakan?" "Liat lu makan aja udah kenyang gue" "Oke. Buat gue ya" "Sana .." Bulan menggeser mangkok makanannya ke depan Elang. "Habis ini mau kemana?" "Pulanglah" Mendengar kalimat itu, perasaan Bulan berubah jadi tidak enak. Rumah, menurut sebagian orang mungkin tempat yang menyenangkan. Tapi itu tidak pernah terpikirkan dalam benak Bulan. Rumah itu seperti kuburan baginya. "Gue nginep tempat lu ya" "Iih ogah" "Ah" "Lu tuh dah enak ya. Gak ada siapa siapa dirumah lu. Ngapain malah pulang ke rumah gue?. Lu tau kan rumah gue kayak gimana" "Yaudah, lu nginep tempat gue ya" Elang me
"aaagrhh sialan lu Ian!! Bisa gak sih ati ati dikit. Anjing! Mending gue diobatin Anggi aja.." "Sabar El..." Anggi mencoba menenangkan El, yang masih kesakitan. Berjongkok sembari memandang wajah Elang yang kesakitan. "Anggi ..." "Sabar Napa ahh... Lu sama bokap lu dipukulin pakek apa sih. .." ujar Bagas yang ikut mengobati Elang. "Cuma pakek tongkat baseball" "Anjir!!" Ucap Septian spontan. "Lu kalo buat masalah mending gausah pulang... Lu cari mati ya... Pulang pas buat masalah!" Bagas akhirnya mengomel, setelah ia coba menahannya "El..." "Ya sayang..." Dan pada akhirnya, Elang hanya mendengarkan omongan Anggi. Bagas yang emosi, menepuk punggung Elang. Membuat lelaki itu terperanjat lagi karena rasa sakitnya. "Mampos lu!!" Seru Bagas dengan semangat. "Bagas!!!" Anggi dan Elang dengan serempak memanggil lelaki itu. Anggi karena kasian dengan rasa sakit Elang, sementar
"Gue tau lu emank gak suka di samping gue. Tapi gausah keliatan banget begitu" Anggi hanya menatap Bimasakti, bibirnya sedikit ia naikkan sebagai respon apa yang cowok itu katakan padanya. "Enggak" "Enggak apa?! Enggak salah!?" Anggi masih menatap lelaki itu, ia gak habis pikir bagaimana Bimasakti bisa terus-terusan memiliki nada dan tampang yang selalu galak dihadapan orang lain. Apa Bimasakti gak pernah tertawa atau sekali kali lelah dengan sikap galaknya itu. "Lu itu gak pernah senyum ya?" Wajah bima mendadak bingung, ia hanya bisa merespon dengan kata "Hah?" "Lu itu gak pernah senyum?!!" Anggi kini mengulangi lagi dengan nada yang ia naikkan. "Lu berani teriak teriak ke gue!!" "Sorry!! Habis.. lu Hah, gue kirain gak denger" "Emank gue budek!" "Oke oke. Gue yang salah. Bima memang selalu benar. Anak istimewa selalu benar. Enaknya jadi anak orang kaya ya bim" Bima diam sesaat, i
"Sore Mawar" "Eh Ian" Mawar tersenyum dengan simpul sempurna pada lelaki itu. Membuat Melati dan Revi saling pandang. "Habis ngerjain panggung?" "Iya .., Septian ngapain disini?" "Mau ketemu Bima" "Ouw.." "Mawar, Mawar ada acara malem Minggu nanti?" "Enggak" "Ada!!" Revi dan Melati kompak membantah omongan Mawar. Dua perempuan itu melotot ke Mawar. "Oh iya .. ada lupa... Mau nonton sama Revi sama Melati , Anggi juga . ke bioskop" "Owhh.. yaudah kalo gitu. Lain kali aja. Nanti malam aku telepon ya" "Siapp..." "Daaa..." "Dada" "Apa apaan ni war" "Gak ada apa apa" "Perasaan barusan e
"Anggi dari mana sih?" Ujar Mawar senewon pada Anggi. Diikuti pandangan dari semua anak dikelasnya. "Sorry, tadi ada urusan bentar" "Emank urusannya penting banget?" "Maaf Bim" "Kalo mau ibadah di masjid, ingat sikon dulu. Kita itu lagi diburu buru" Bulan mencoba menambahi. "Diem lu Lan. Lu juga sama aja tukang telat! Cuma gara gara lu anak istimewa aja gak ada yang nyerca lu" Bima kemudian menatap Anggi "jadi orang harusnya tau diri. Bisa tanggung jawab sedikitlah. Kalo lu gak punya otak. Paling gak bisa tanggung jawab""Maaf Bim" "Yaudah cepet. . ,Besok lu bantu gue buat finishing akhir" "Hah?" "Hah heh hah heh.. kerja!!" Anggi dengan cepat berlari menghampiri Mawar dan kawan kawannya. Revi menatap sewot ke arah Mawar. "Lu sii war... Lu tau kan dari tadi si Bima lagi up..." "Up?" "Maksudnya badmood, up ditambahin"
"aaagrhh sialan lu Ian!! Bisa gak sih ati ati dikit. Anjing! Mending gue diobatin Anggi aja.." "Sabar El..." Anggi mencoba menenangkan El, yang masih kesakitan. Berjongkok sembari memandang wajah Elang yang kesakitan. "Anggi ..." "Sabar Napa ahh... Lu sama bokap lu dipukulin pakek apa sih. .." ujar Bagas yang ikut mengobati Elang. "Cuma pakek tongkat baseball" "Anjir!!" Ucap Septian spontan. "Lu kalo buat masalah mending gausah pulang... Lu cari mati ya... Pulang pas buat masalah!" Bagas akhirnya mengomel, setelah ia coba menahannya "El..." "Ya sayang..." Dan pada akhirnya, Elang hanya mendengarkan omongan Anggi. Bagas yang emosi, menepuk punggung Elang. Membuat lelaki itu terperanjat lagi karena rasa sakitnya. "Mampos lu!!" Seru Bagas dengan semangat. "Bagas!!!" Anggi dan Elang dengan serempak memanggil lelaki itu. Anggi karena kasian dengan rasa sakit Elang, sementar
Elang melahap semua makanannya dengan semangat, sementara Bulan hanya menatapnya. Tak percaya bahwa satu jam lalu lelaki ini baru saja hampir membunuh seorang lelaki seperti iblis. Elang menatap makanan Bulan yang masih utuh dan tidak tersentuh sama sekali. "Kok gak dimakan?" "Liat lu makan aja udah kenyang gue" "Oke. Buat gue ya" "Sana .." Bulan menggeser mangkok makanannya ke depan Elang. "Habis ini mau kemana?" "Pulanglah" Mendengar kalimat itu, perasaan Bulan berubah jadi tidak enak. Rumah, menurut sebagian orang mungkin tempat yang menyenangkan. Tapi itu tidak pernah terpikirkan dalam benak Bulan. Rumah itu seperti kuburan baginya. "Gue nginep tempat lu ya" "Iih ogah" "Ah" "Lu tuh dah enak ya. Gak ada siapa siapa dirumah lu. Ngapain malah pulang ke rumah gue?. Lu tau kan rumah gue kayak gimana" "Yaudah, lu nginep tempat gue ya" Elang me
Hari ini weekend ,libur harusnya. Tapi gak buat 2 IPA 3A mereka mendapat giliran mendesain dekor panggung untuk pementasan drama di auditorium. Meski Anggi lagi badmood parah dan kram nya makin parah, tetep dia harus ke auditorium. Karena benar aja, Bima udah disana lebih awal sambil melototin satu persatu anak IPA3A buat di cek satu satu. Bisa tebak lah kalo Sampek gak Dateng, gak cewek atau cowok , mungkin bakal digantung di tiang bendera."Iih ada susu""Ambil satu satu, gausah rakus""Dari siapa Bim""Bu Ratna""Sama brownies juga??""Iyee ..""Baik banget itu emank ibu pentas seni"Bima menatap setiap orang , mengamati sekali lagi orang orang yang datang . "Jangan bilang cuma Bulan yang belum Dateng""Iya Bim. Cuma Bulan""Sialan banget tuh Anak""Tahan emosi Bim" saran mawar. "ntar juga dateng""Ah tu Dateng" Bulan dengan kuncir rambut dan kaos oblongny
"Assalamualaikum mbak indah" "Waalaikumsallam Anggii" Mbak indah memeluk erat gadis mungil itu "makin kecil aja kamu nggi" "Iih mbakk" "Iy bawaanya berat berat terus sih, manknya tambah kecil" "Satu lagi nih ikut ikut" Elang memeluk erat mbak indah sangat lama, seolah olah ia gak ingin melepaskan perempuan yang dari kecil merawatnya itu. "Mbak aku bawain buah ini, kata dokter tadi susah makan ya..." "Kok repot repot sih tuan" "Soalnya mbak gak mau makan. Mbak harus makan" "Iya iya" "Sini, aku suapin" Elang dengan telaten menyuapi buah buah itu, Anggi selalu terharu saat Elang mulai menunjukkan sisi kedewasaannya yang ini. Ia merapikan rambut mbak indah yang berantakan. Lalu sekali lagi memberikan buah kedalam mulutnya. "Gimana tuan, sekolahnya hari ini?" "Aku menang basket mbak" "Gak buat ulah lagi kan?" "Elang gak buat ulah? Mana bisa sih mbak" "Elang..." "Mbak, si ukhti ini cupu. Dia gak pernah pergi kemana mana selain ke masjid sama perpustakaan. Gak bakal t
Elang menatap lurus pada ring basket, setiap keheningan mulai tercipta. Dadanya yang masih berdegup cepat itu harus ia buat tenang segera. Ia memejamkan matanya, mencoba menenangkan dirinya. Tidak bisa. Matanya mulai menyusuri kerumunan manusia yang menatapnya, memberi support padanya. Menemukan morfin yang tepat untuknya. Hingga dengan cepat, degup itu berubah jadi begitu tenang. Ia melemparnya, satu shoot darinya membuat SMA Budi Utama kembali membawa juara basket antar SMA dijakarta. Semua memeluk tubuhnya, sementara matanya tertuju pada gadis imut yang selalu menjadi morfin untuknya. "ELANG! ELANG! ELANG" sorak namanya mengema seantero gedung. Ia memejamkan mata, menikmati setiap kesuksesan dan hiruk pikuk yang memujanya. Basket adalah satu bagian dimana orang orang betul memujanya tanpa topeng. Karena itu Elang selalu menyukainya. Seorang gadis berkuncir satu berlari kecil menghampiri Elang, memberikan sebuah bunga mawar, ungkapan selamat atas keberhasilannya. "Selamat" k