S**l! Pergi kemana juga di Sekar ini. Sudah satu Minggu juga kita muter-muter nyariin gak juga ketemu. Awas saja kalau sampai ketemu. Akan aku pa***kan kaki dan tangannya biar tahu rasa."Kamu sih, gara-gara lupa kunci pintu pagar. Coba kalau kemarin itu kamu gak ceroboh pasti kita tidak akan kacau seperti ini.""Ibu jangan bisanya nyalahin saja. Namanya juga manusia pasti punya lupa. Kalau aku lupa harusnya ibu bantu ngecek juga."Sudah capek dan juga pusing gara-gara Sekar kabur dari rumah. Ini maksud ditambah punya ibu yang cuma bisa nyalahin anaknya."Mending kita jalan-jalan dulu, Jim. Ibu pusing kalau di rumah terus. Uang Sekar di ATM juga masih ada, kan? Ibu mau makan kepiting yang besar. Lama ini gak makan makanan mahal itu." Ibuku tiba-tiba saja memintaku untuk mengajaknya jalan-jalan. Setelah menikah dengan Sekar. Aku selalu memanjakan ibu dan juga adikku. Tentunya itu semua bisa aku lakukan karena adanya uang dari Sekar yang seluruhnya ada di tanganku. Tidak pernah aku izi
Akhirnya aku sampai juga di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku. Tempat di mana aku dilimpahi kasih sayang dan juga cinta dari keluargaku.Awalnya kedatanganku disambut dengan tatapan dingin oleh orang tuaku. Terlebih Abi yang melihat perubahan drastis dari putrinya ini. Iya, semenjak aku menjadi istri nas Jimmy, dia sangat melarang ku dekat dengan ajaran dan jug aturan agama termasuk beribadah dan juga cara berpakaian ku. Aku yang semula mengenakan baju gamis dan juga hijab dirubahnya menjadi wanita yang harus menonjolkan anugerah yang sudah diberikan tuhan kepadaku.Mendengar ceritaku juga cerita pendukung dari Ani dan suaminya. Sontak mimik wajah Abi ku berubah drastis. Yang semula dingin menjadi merah padam. "Dasar ba****an. Akan aku buat pelajaran dengan si ke****t itu. Dia sudah tega merubah putri kita. Abi juga yakin kalau Sekar memang sengaja sudah diguna-guna sama keluarga lak**t itu!" Abi ku memuntahkan emosinya. Meski belum sepenuhnya menerima kepulanganku setidaknya ada
"Bagaimana, Dam? Apa ba****an itu sudah kamu temukan?" Abi sedang menerima telepon dan sepertinya itu adalah panggilan dari putra sulungnya yakni Kakakku---mas Adam." ... ""Pokoknya kamu cari dia sampai ketemu. Tangan Abi sudah tidak sabar ingin mematahkan leher baji**an itu." Aku bisa melihat mimik wajah Abi yang berubah mungkin karena berita yang ia dapatkan dari mas Adam tidak memuaskan.Kami bertiga tengah duduk di teras samping rumah ini. Di mana tempat ini adalah tempat favorit untuk keluarga karena di tempat ini pula kami sering menghabiskan sore dengan menikmati aneka warna dan juga macam bunga yang ditanam oleh Umi dan juga sungai buatan yang sengaja dibangun untuk menambahkan kesan sejuk dan seperti nuansa di alam terbuka. Suara gemericik aliran sungai pun bisa menenangkan pikiran."Abi sudah putuskan akan membawa kamu untuk pergi ke pesantren. Kamu setuju atau tidak. Kamu harus mengikuti perintah Abi. Ini juga demi kesembuhan kamu. Abi juga tidak mau kamu masih dalam peng
"Jim, sudah kamu siapkan uang maharnya untuk Ki Ageng?" Saat ini aku dan keluargaku berada di perjalanan menuju tempat Ki Ageng. Untuk anakku, sengaja tidak kami bawa. Yusuf aku titipkan di tempat yang aman."Iya, nanti kita cari mesin ATM yang terdekat saja, Bu.""Mas jangan lupa, Aku juga." Jihan, adikku juga ingin mengikuti jejakku. Adikku satu-satunya ini juga telah memiliki pria incaran yang katanya seorang pengusaha tambang. Meskipun pria incarannya itu sudah memiliki keluarga. Jihan tetap bersikukuh ingin mendapatkan pria tersebut. Karena sudah jelas rintangan yang akan ia hadapi. Maka dengan cara halus seperti yang aku lakukan pada Sekar yang akan menjadi jalan keluarnya.Aku dan ibuku tidak keberatan dengan keinginan dan juga keputusan adikku. Toh itu juga demi kebahagiaannya. Siapapun pasti ingin anak dan juga saudaranya bisa hidup enak dan juga mapan."Iya." Tanpa pikir panjang aku mengiyakan permintaan adikku itu. Toh, kalau dia hidup enak pasti aku dan juga ibu bakalan ke
"Kita mau kemana ini, Jim?" tanya ibuku.Iya, kami baru saja sampai dan kembali dari kota asal kami tinggal dulu. Aku sengaja tidak langsung mengarahkan mobil ini menuju jalan pulang. Aku mau menjemput Yusuf yang sudah tiga harian ini aku titipkan pada orang."Kan, masih siang?" "Sekalian saja, Bu. Kasihan juga sudah tiga hari dia ikut sama orang.""Iya, biarin saja, lah Mas. Nanti duitnya dipotong loh." Ibu dan adikku sepertinya keberatan dengan niatku yang ingin menjemput putraku sendiri itu."Pokoknya kalian ikut saja, lah. Tiga hari juga sudah lumayan hasilnya. Besok-besok kan masih ada hari lagi." Aku tidak memedulikan keduanya. Kasihan juga anak itu terlalu lama ikut orang asing terlebih harus bersahabat dengan debu dan asap kendaraan, belum juga sengatan sinar matahari yang panasnya bisa sampai menusuk ke dalam kulit."Tersebut kamu saja, lah. Pokoknya nanti kalau sudah sampai di rumah. kamu urus sendiri itu anakmu. Ibu capek. Pokoknya hari ini ibu mau tidur jangan ada yang me
Di rumah orang tua Sekar."Bi, Sekar beberapa hari ini terlihat aneh. Sekar sering mengeluh pusing dan mual pada jam-jam tertentu. Perasaan Umi kok jadi tidak enak. Apa mungkin si Jimmy ini masih menganggu Sekar." Bu Siti, ibunya Sekar mengadukan apa yang terjadi dan dialami oleh putrinya itu pada suaminya."Sekarang Sekar di mana?" "Sekar ada di kamarnya. Kamarnya dikunci dari dalam. Umi panggil beberapa kali gak ada jawaban dari dalam."Mendengar penjelasan dari istrinya sontak Abi Sekar berubah panik. "Mi, lebih baik kita segera bawa Sekar ke pesantren. Biar di sana Sekar bisa mendapatkan pengobatan. Biar pengaruh buruk itu lekas musnah dari diri putri kita.""Kalau itu yang terbaik untuk putri kita. Lebih baik kita cepat-cepat bawa Sekar sekarang juga, Bi. Umi panggil Adam dulu buat bantuin buka pintu kamarnya Sekar. Kita dobrak saja karena tidak ada sahutan dari dalam kamar Sekar."Bu Siti lekas mencari putra sulungnya karena hari masih pagi kemungkinan sang putra masih merasa
"Bu, ayo cepat. Sudah mendukung hampir turun hujan ini!" Jimmy bersiap untuk menjemput putranya."Mas, aku juga mau ikut." Jihan yang baru saja pulang juga ingin ikut serta ibu dan juga kakaknya"Ngapain kamu mau ikut? Kamu saja baru pulang.""Aku bosan sekalian kita keluar cari makan. Sekarang giliran aku yang akan terakhir kamu dan ibu.""Banyak uang kamu, Ji?" celetuk Bu Wati yang baru saja muncul dari dalam rumahnya."Pasti dong, Bu. Ternyata usaha kita ke Ki Ageng kemarin dan juga pengorbanan ku tidak sia-sia.""Siapa pria itu? Kaya gak? Pengusaha atau pekerja kantoran?" tanya Bu Wati semangat. "Pengusaha, Bu. Dia juga punya toko emas. Tapi sayang suami orang.""Halah, itu gak usah kamu pikirkan. Yang terpenting kamu bisa dapatin dia dan uangnya. Kalau masalah istri atau keluarga nya itu bisa dipikirkan belakangan.Lihat mas mu itu. Buktinya dia bisa membuat Sekar menjauh dari keluarganya sendiri." Seorang ibu yang seharusnya mengarahkan anak-anaknya untuk melangkah di jalan yan
"Ji, kamu ini dari mana saja? Pergi pagi pulang malam," sambut Bu Wati pada putri semata wayangnya. Semenjak ia pulang dari tempat Ki Ageng. Kelakuan Jihan semakin menjadi. Iya, tanpa sepengetahuan ibu dan juga kakaknya. Jihan berhubungan dengan beberapa orang pria hanya untuk mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Hanya untuk kesenangan dan bersenang-senang saja."Biasa lah, Bu. Namanya juga anak muda. Kaya ibu dulu gak pernah muda saja," celetuk Jihan membantah ucapan dari ibunya.Jihan menyelonong masuk begitu saja meninggalkan ibunya."Kamu itu anak gadis. Gak pantas tiap hari keluar rumah dan pulang kalau hari sudah gelap," sahut Jimmy yang baru saja muncul dari arah dapurnya. Keduanya berpapasan di depan kamar yang ditempati oleh Jihan."Kalian itu sama saja. Kalau aku gak kaya gini mana bisa kita semua bisa makan enak setiap hari. Kamu, Mas mana bisa diandalkan. Kamu saja bisanya mengandalkan mbak Sekar. Sekarang, mbak Sekar sudah pergi. Mana ada keuangan yang bisa kita hara