Home / Romansa / SEBELUM BERPISAH / 1. Perjodohan

Share

SEBELUM BERPISAH
SEBELUM BERPISAH
Author: Lis Susanawati

1. Perjodohan

last update Last Updated: 2024-12-01 19:03:09

Sebelum Berpisah

- Pernikahan yang Diatur

"Mas, kenapa berkeliaran nggak pakai baju." Spontan Elvira membalikkan badan menghadap tembok.

"Kenapa? Salah, ya. Aku hanya nggak pakai baju. Bukan nggak pakai celana."

"Iya, tapi ...."

"Aku di dalam rumahku sendiri, Elvira."

"Iya, iya. Aku tahu ini rumahmu. Aku cuman numpang di sini. Nyebelin banget, sih." Perempuan bernama Elvira jengkel.

"Lagian kamu kan istriku, ngapain juga senewen gitu."

"Istri?."

"Oke, kamu ingin menjadi istri yang sebenarnya."

"Stop!" Elvira memekik saat merasakan kalau suaminya menghampiri. "Aku mau kerja." Tergesa wanita yang memakai bergo warna peach itu masuk ke kamar dan menguncinya.

Baru dua bulan saja rasanya seperti ini. Bagaimana untuk seterusnya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum negara. Keluarga, rekan kerja, teman, dan orang-orang di luar sana tahunya mereka seperti pasangan pada umumnya. Padahal hidup sendiri-sendiri. Pernikahan macam apa ini. Apakah setiap orang yang dijodohkan juga menjalani rumah tangga konyol seperti ini?

Karena itulah alasan Elvira menentang perjodohan.

Elvira kembali sibuk dengan kertas-kertas dihadapannya. Sebagian sudah ada coretan membentuk sebuah pola. Dia memang desainer baju muslimah. Yang bekerja pada sebuah perusahaan.

Hausnya. Diurut pelan leher yang sejak tadi kehausan. Dia keluar hendak mengambil air minum. Eh, malah melihat Hendy bertelanjang dada. Laki-laki itu memang tidak ada malu-malunya. Eh, ngapain malu. Ini rumah dia, kan? Kamu hanya penumpang, El.

Gerah sekali cuaca malam itu. Mana AC di ruangannya rusak.

Elvira memakai kembali bergonya yang tadi di lepas. Dia sudah tidak tahan dan ingin segera minum. Perlahan dibukanya pintu dan mengintip keluar. Lampu utama sudah dimatikan. Hanya lampu malam kekuningan yang menjadi penerang. Menjadikan ruangan itu remang-remang.

Lega. Hendy pasti sudah masuk kamar. Elvira melangkah ke ruang makan sambil melepaskan bergonya. Dia duduk sambil menikmati segelas air putih. Selesai langsung buru-buru kembali ke kamar sambil membawa sebotol air. Malam ini harus lembur menyelesaikan desainnya.

Wanita itu berjingkat kaget saat mendengar benda jatuh dipojok ruangan. Ternyata Hendy masih duduk di sana. Buru-buru Elvira memakai kembali bergonya dan masuk kamar. Rupanya sang suami belum tidur. Kenapa saat keluar tadi, dia tidak menyadari kalau Hendy ada di sana.

Ah, Elvira tidak bisa konsentrasi lagi. Capek. Idenya buntu. Entahlah. Mungkin karena sekarang keseringan melihat Hendy tidak memakai baju. Ish, El. Ngelantur kamu ya. Bukankah kamu tidak tertarik sama dia?

Elvira menatap langit-langit kamar. Ingat kejadian beberapa hari sebelum pernikahan.

"Kamu cari masalah, Elvira. Pernikahanmu tinggal seminggu lagi dan sekarang kamu mau kabur? Jangan gila, deh. Kamu akan mempermalukan keluarga kita." Hasna terlihat marah sekaligus kebingungan melihat adik iparnya mengemas baju ke dalam ransel.

"Aku sudah nolak, tapi ayah memaksa. Mengancam ini itu dan akhirnya membuatku pasrah. Tapi aku nggak bisa nikah sama dia."

"Hei, dia bukan pria buruk rupa. Dia dokter anastesi, kamu tahu!"

"Nggak peduli aku, Mbak. Seumur hidup itu lama. Aku nggak tahu banyak siapa Hendy."

"Tolong deh, jangan kabur. Aku harus jawab apa kalau ayah tanya, Mas Arman tanya. Aku yang bersamamu sekarang." Hasna panik bukan main sampai netranya berkaca-kaca.

Melihat sang kakak ipar kebingungan, Elvira duduk di tepi pembaringan. Hasna sudah seperti ibu baginya. Sang ibu meninggal saat Elvira masih kelas lima SD. "Baiklah!" jawabnya pelan.

Namun keesokan harinya, rumah Pak Azman heboh. Elvira benar-benar kabur disaat persiapan pernikahannya sedang dibuat. Keluarga kebingungan.

"Kamu gila, El. Pakai acara kabur segala. Bolak-balik aku di telepon sama kakak-kakakmu. Kalau mereka tahu kamu di kosanku, habis aku, El." Ranti, sahabatnya ikut panik.

"Mereka pasti nggak percaya kalau aku bilang nggak tahu. Kamu akan mempermalukan keluargamu. Kamu nggak kasihan sama ayahmu?"

"Ayahku, Mas Arman, selalu memaksakan kehendak mereka." Elvira menunduk sedih. "Mereka yang menyebabkan aku putus dari Rizal, Ran."

"Tapi bukan begini caranya. Harusnya sejak awal kamu kekeh menolak. Kamu nggak mikir karirmu apa. Orang pada susah nyari kerja, kamu malah kabur. Mbak Angel juga neleponin aku nanyain kamu di mana? Terus aku mau jawab apa."

Hening. Hingga dering ponsel Ranty memecah kebisuan. "Nah, lihat nih. Mas Arman nelepon aku lagi." Ranty menghela napas panjang.

"Nggak usah dijawab, Ran."

"Nggak usah dijawab gimana. Sudah dua kali aku abaikan teleponnya hari ini. Bentar mau kuangkat."

Ranty mepet ke tembok, tepat disebelah sahabatnya. Menjawab panggilan dengan mengaktifkan loud speaker.

"Hallo, assalamualaikum, Mas Arman."

"Waalaikumsalam. Ini Mbak Hasna, Ran."

"Oh, iya, Mbak."

"Kamu belum dapat kabarnya El?"

"Belum, Mbak."

"Ya ampun. Ke mana anak itu perginya. Tinggal empat hari lagi dia nikah, Ran. Kalau dia nggak mau pulang, mau ditaruh mana muka keluarga. Tega banget sih Elvira. Mbak yang ditekan terus sama Mas Arman." Hasna bicara sambil menangis.

"Apa keluarga dokter Hendy sudah tahu, Mbak?"

"Belum. Tapi ayah bilang, kalau besok El nggak ditemukan, lusa kami sekeluarga akan ke rumah Pak Bakti untuk membatalkan pernikahan. Mbak nggak bisa bayangin apa yang akan terjadi lusa. Ya udah, Ran. Kalau ada kabar tentang Elvira, kasih tahu ke Mbak saja. Jangan ke Mas Arman. Biar Mbak yang nyamperin El dulu. Mbak takut kalau Mas Arman akan mengamuk sama dia."

"I-iya, Mbak," jawab Ranty gugup.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Apa kamu nggak kasihan sama Mbak Hasna, El. Dia itu cuman ipar, tapi sayang banget sama kamu." Ranty menghela nafas berat. "Entahlah, aku nggak tahu mau ngomong apalagi." Gadis itu berbaring di ranjang dan menarik selimut.

"Baiklah, aku akan pulang." Elvira bicara setelah diam cukup lama.

"Pulanglah, El. Sebelum keluarga calon suamimu tahu kalau kamu minggat dari rumah. Kamu harus jaga nama baik keluargamu." Ranty ikut lega dengan keputusan sahabatnya. Meski itu sangat terpaksa.

Dan malam itu, Elvira pulang ke rumah naik taksi. Kalau tidak dilindungi oleh Hasna dan Amar, Elvira sudah dihajar oleh Arman.

Tiga hari kemudian pernikahan megah dilaksanakan. Elvira harus dipaksa tersenyum untuk menunjukkan kalau dirinya bahagia.

Sekarang, di sinilah dia berada. Menjadi istri dari dr. Hendy Zain Brawijaya, Sp.An. Lelaki dengan tinggi badan di atas rata-rata, yang irit bicara tapi sangat menyebalkan. Dokter yang terkandang masih sempat merokok meski sangat jarang.

Elvira menghela napas panjang. Kemudian menajamkan pendengaran saat ada suara pintu depan di buka. Dia tidak heran lagi selama dua bulan ini. Sebagai dokter anestesi, Hendy memang terkadang pergi ke rumah sakit tengah malam kalau ada pasien gawat darurat yang harus dioperasi segera. Sebab dia merupakan bagian dari tim bedah yang bekerjasama dengan dokter bedah dan perawat.

"Hati-hati aja, El. Lengah dikit bisa nggak sadar kamu karena dibius oleh suamimu." Candaan Ranty terkadang membuat Elvira bergidik. Walaupun itu tidak mungkin dilakukan oleh Hendy. Untuk apa juga, lelaki itu tidak menunjukkan ketertarikan terhadapnya.

Benar saja, Hendy pasti pergi ke rumah sakit. Elvira mendengar mobilnya yang meninggalkan garasi. Mereka dari dunia yang berbeda, tapi terjebak dalam pernikahan yang diatur keluarga.

Baru saja Elvira memejam. Ponselnya berdering. Rizal menelepon?

Next ....

Selamat datang dikisahnya Elvira, manteman. Jangan lupa tap ❤️ ya.

Selamat Membaca 🥰

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (13)
goodnovel comment avatar
Helmy Rafisqy Pambudi
mampir sini ..baca yg ini dulu ...
goodnovel comment avatar
Thias Ni Mulan
seru kayaknya
goodnovel comment avatar
Erza Suherza
slalu memanarik dan bagus cerita nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • SEBELUM BERPISAH   2. Kepergok

    Sebelum Berpisah - Kepergok Siapa perempuan di dalam mobil itu? Kenapa suaminya pulang di antar wanita itu. Ke mana mobilnya? Bukankah tadi malam Hendy pergi ke rumah sakit mengendarai mobilnya sendiri.Meski suasana masih gelap, Elvira bisa melihat dari kaca jendela depan. Saat lampu dalam mobil di nyalakan, terlihat siapa wanita itu. Hmm, dia lagi. Dokter kandungan yang cukup akrab dengan suaminya. Apa mereka pacaran?Elvira buru-buru ke belakang saat Hendy melangkah ke rumah. Seperti biasa dia sibuk menyiapkan sarapan. Memasak itu wajib, karena Hendy tidak suka makan di luar. Dia juga memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada istrinya.Terdengar pintu kamar dibuka kemudian ditutup. Elvira lega dan melanjutkan menggoreng nugget.Sejenak kemudian tiba-tiba Elvira memekik kaget saat Hendy berdiri menjulang tidak jauh darinya. "Ngagetin aja sih, Mas." Napas Elvira sampai ngos-ngosan. Ditambah lagi dengan bau obat-obatan. Dia benci dengan bau obat.Inilah salah satu alasan kenap

    Last Updated : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   3. Menguntit

    Sebelum Berpisah - Menguntit "Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan."Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam. "Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina."Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan."Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya."Oh, gitu ya."Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu.Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dok

    Last Updated : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   4. Ketakutan

    Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn

    Last Updated : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   5. Hamil

    SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi

    Last Updated : 2024-12-01
  • SEBELUM BERPISAH   6. Aku Tahu

    SEBELUM BERPISAH - Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kal

    Last Updated : 2024-12-04
  • SEBELUM BERPISAH   7. Trauma

    SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,

    Last Updated : 2024-12-04
  • SEBELUM BERPISAH   8. Pertahankan

    SEBELUM BERPISAH - Pertahankan Jangan sampai orang tuanya tahu kalau ia pisah kamar dengan Elvira. Dengan kondisi seperti ini, belum siap kalau mereka tahu. Tidak akan selamanya begini, pasti ada waktu bagaimana ia dan Elvira akan membicarakan pernikahan ini. Hendy mengunci pintu utama sebelum mamanya bisa membuka sendiri. Dari jendela kaca, ia melihat sang mama masih menerima telepon, sedangkan papanya memperhatikan lingkungan perumahan. Tergesa Hendy mengetuk pintu kamar sang istri. "El," panggilnya. "Ya. Ada apa?" "Mama dan papa datang." Di dalam kamar. Elfira yang sudah melepaskan jilbabnya dan berbaring terkejut. Dia belum siap jika ketahuan dalam keadaan sakit seperti ini. Dilapnya air mata memakai tisu. Air mata karena kangen pada ibunya. Kemudian tergesa mengenakan kembali jilbab dan membuka pintu kamar. Pada saat yang bersamaan terdengar bel berdenting. Hendy cekatan mengunci pintu kamar istrinya dan menyimpan kunci ke dalam saku celananya. Siapa tahu mamanya me

    Last Updated : 2024-12-05
  • SEBELUM BERPISAH   9. Menginap

    SEBELUM BERPISAH- Menginap"Ini baju Hendy semua. Kok bajumu nggak ada El?" Bu Putri keheranan sekaligus curiga saat melihat isi lemari semuanya baju putranya."Oh, ada di lemari sebelahnya, Ma. Biar nanti kuambilkan," jawab Hendy yang sudah muncul di pintu. Lelaki itu menghampiri sang mama dan dengan gerakan halus, meminta mamanya menepi supaya tidak membuka pintu sebelahnya. Hendy ingat kalau kemarin ada piyama Elvira warna hitam terikut tumpukan bajunya dan belum sempat dikembalikan pada sang istri."Nanti habis makan dan minum obat, suruh El ganti baju," ujar Bu Putri seraya keluar kamar dan kembali menutup pintu.Hendy bernapas lega. Walaupun akhirnya terbongkar, sebenarnya dia tidak perlu risau. Bukan dirinya yang memulai situasi menjadi rumit seperti ini. Elvira yang duluan kabur dan membuatnya kecewa. Hampir saja diri dan keluarganya dipermalukan di hadapan orang banyak. Di hadapan keluarga, relasi, rekan kerja, teman-temannya yang lain, bahkan dihadapan orang yang tidak ia

    Last Updated : 2024-12-05

Latest chapter

  • SEBELUM BERPISAH   194. Pernikahan 3

    Ingat bagaimana dulu mereka berjuang untuk sampai ke tahap sekarang. Tentang bagaimana mereka melawan konflik dalam batin, Hendy yang memperjuangkan pernikahan supaya bisa tetap bertahan, dan bagaimana Elvira berusaha melupakan kisah lama yang baginya sangat sempurna. Rizal yang masih sanggup mempertaruhkan keselamatannya demi Elvira. Sungguh kisah cinta yang rumit. Memang benar, kunci sebuah hubungan ada pada suami. Sekuat apapun Elvira berontak, jika Hendy berpendirian teguh, perceraian tidak akan pernah terjadi. "I love you," bisik Hendy menatap lembut sang istri. "I love you too," balas Elvira sambil tersenyum. Disaat mereka berpandangan mesra, Keenan dan Kirana tiba-tiba berebutan untuk memeluk. Kirana langsung naik ke pangkuan sang papa, sedangkan Keenan memeluk mamanya. ***L*** Angin siang bertiup pelan, menggerakkan tirai jendela rumah Herlina. Suasana di dalam rumah terasa tenang. Musik instrumental mengalun lembut dari ruang dalam. Herlina duduk di meja makan, men

  • SEBELUM BERPISAH   193. Pernikahan 2

    Bu Karlina tampak canggung. Ada rasa malu yang membelenggu perasaannya. Namun diam-diam, ia bisa mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam hidupnya. Di depan mata sendiri, ia ditunjukkan betapa orang-orang yang ia sakiti hidup bahagia berkecukupan. Bahkan putrinya sendiri yang selama ini ia sia-siakan, mendapatkan pasangan yang sempurna.Pak Kuswoyo duduk di sofa seberang, memperhatikan mantan istrinya yang tampak canggung. Kemudian memandang ke arah Herlina. "Bagaimana acara pernikahannya Agnes? Semua berjalan lancar?" tanyanya, memecah keheningan."Alhamdulillah, lancar, Pa," jawab Herlina.Setelah beberapa jam berbincang, Herlina dan Bu Karlina berpamitan. "Kamu juga harus memikirkan tentang pernikahan, Her. Papa menunggumu untuk datang mengenalkan calon suami." Sambil melangkah ke depan, Pak Kuswoyo bicara pelan pada putrinya. Herlina mengangguk.Sopir keluarga mengantar mereka ke bandara. Dalam perjalanan, Bu Karlina terlihat lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Se

  • SEBELUM BERPISAH   192. Pernikahan 1

    SEBELUM BERPISAH- Ekstra PartJogjakarta ...."Mbak, jadi pulang ke Surabaya pagi ini?" tanya Agnes setelah masuk ke kamar yang ditempati mama dan kakaknya.Malam itu mereka menginap di rumah Pak Beny, papanya Aryo. Dan rumah itu yang selama ini ditinggali oleh Aryo. Karena Banyuaji sudah punya tempat tinggal sendiri. Nanti setelah usai acara pernikahan, papa dan mamanya Aryo kembali ke Jakarta.Mereka yang memegang kantor di Jakarta, juga sudah menetap di sana."Kami mau mampir dulu ke rumah Papa Kuswoyo, Nes." Sambil berkemas, Herlina memandang sang adik yang tampak lelah. Lelah karena seminggu ini mempersiapkan acara pernikahan yang padat, juga mungkin karena semalam adalah malam pertama bagi Agnes dan suaminya. Hmm ... rambut adiknya terlihat masih belum seberapa kering.Kemarin memang acara resepsi ngunduh mantu yang diselenggarakan secara megah di hotel berbintang. Dilanjutkan dengan acara keluarga di rumah orang tuanya Aryo yang ada di Jogja. Agnes sungguh beruntung. Keluarga

  • SEBELUM BERPISAH   191. Satu Momen di Surabaya 3

    Dua bulan kemudian ....Langit Surabaya begitu cerah pagi itu, seolah turut merayakan momen bahagia yang tengah berlangsung di salah satu hotel berbintang di pusat kota. Dekorasi berwarna emas dan putih mendominasi ruangan, menciptakan suasana elegan nan hangat. Hari ini adalah hari pernikahan Agnes dan Aryo.Setelah melangsungkan acara lamaran satu bulan yang lalu di rumah Pak Danu, hari ini menjadi momen kebahagiaan mereka dalam ikatan yang sah.Jam delapan pagi tadi, acara ijab qobul berjalan sangat khidmat.Sekarang Agnes dan Aryo bak raja sehari, duduk di pelaminan yang megah. Mengenakan busana pengantin Paes Ageng. Aryo tampak gagah dengan busana dada terbuka dan kepala yang dihiasi oleh Kuluk Kanigaran. Sedangkan Agnes menggunakan kemben dan kalung sungsun.Aryo di dampingi papa dan mamanya, sementara Agnes di dampingi Bu Karlina yang berdiri tepat di sebelahnya, lalu Herlina, Bu Danu, dan Pak Danu. Pria itu tetap memberikan kesempatan pada mantan istri untuk mendampingi putri

  • SEBELUM BERPISAH   190. Satu Momen di Surabaya 2

    Mendengar itu, dada Agnes berdebar hebat. Merasa malu sekaligus terharu. Ia tahu Aryo serius, tapi mendengar langsung pernyataan cintanya di hadapan sang papa dan mama tirinya, membuat wajah Agnes serasa menghangat karena malu."Saya serius, Pak. Saya sudah menunggu empat tahun untuk bisa datang ke Surabaya bertemu dengan Bapak." Jawaban Aryo yang membuat Agnes kian terharu sekaligus tersanjung.Pak Danu tersenyum bahagia, tampak puas dengan jawaban Aryo. Lelaki yang mencintai putrinya bukan pria sembarangan. Sosok keturunan ningrat yang jelas masa depannya. Dalam hati sangat bersyukur, anak yang menderita batin sejak kecil, kini mendapatkan calon suami yang benar-benar mencintainya."Baiklah. Saya tunggu keluargamu datang untuk melamar." Pak Danu pun tidak terlalu banyak berbasa-basi. Gestur Aryo sangat terbaca jelas, bagaimana dia sangat serius dengan putrinya.Aryo mengangguk. "Ya, Pak. Saya akan mengabari secepatnya."Selesai mereka bicara dengan Pak Danu dan istrinya, Agnes tida

  • SEBELUM BERPISAH   189. Satu Momen di Surabaya 1

    SEBELUM BERPISAH- Satu Momen di Surabaya "Aku hampir nggak pernah bertemu dengan ketiga kakakku dari papa," gumam Agnes."Terakhir aku bertemu mereka sudah lama sekali. Waktu aku datang ke rumah ini untuk menjenguk papa yang tengah sakit. Lama banget itu. Enam atau tujuh tahun yang lalu. Aku masih kuliah.""Mungkin kali ini juga menjadi kesempatanmu untuk bertemu dengan mereka," ujar Aryo.Agnes menghela nafas panjang. Menata hatinya yang kalang kabut. Tidak pernah datang, tiba-tiba ke sana dengan mengajak seorang laki-laki."Kita turun sekarang?""Ya," jawab Agnes sambil menata blouse yang ia pakai. Menyelipkan rambut di belakang telinga. Lantas membuka pintu mobil bersamaan dengan Aryo.Mereka mendekati pagar, Agnes menelpon sang papa. "Aku sudah di depan, Pa," ucapnya setelah panggilan dijawab. "Masuk saja. Papa tunggu di dalam," jawab Pak Danu.Agnes kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas. "Kita masuk, Mas!"Aryo mengikuti Agnes yang membuka pintu pagar. Mereka melangkah di h

  • SEBELUM BERPISAH   188. Serius 3

    "Sudah empat tahun. Sejak aku mulai bekerja di sini. Dia juga baru tinggal di Jogja tujuh tahunan. Sebelumnya tinggal di Jakarta.""Kamu sudah menceritakan tentangmu padanya?""Sudah.""Dia nggak menjauhimu. Berarti dia bisa menerimamu. Aryo sudah cukup jelas menunjukkan keseriusannya. Minta ke dia untuk memberitahu orang tuanya tentang kamu, Nes."Hening kembali. Mungkin sebenarnya orang tua Aryo sudah tahu. Yang dipikirkan Agnes sekarang memang kakaknya. Dia berharap Herlina menikah lebih dulu.Herlina memandang sang adik. Apa yang membuat adiknya minder, bukankah papanya orang berada. Kakak-kakak yang seayah dengan Agnes juga sukses semua. "Jangan tunggu mbak. Usiamu sudah dua puluh delapan tahun, Nes."Agnes memandang kakaknya sekilas. Kembali mereka terdiam hingga denting ponsel membuat Agnes meraih benda pipih di nakas sebelahnya.[Jam berapa besok kalian mau berangkat ke Surabaya?][Pagi, Mas. Jam 6 berangkat dari sini.][Oke. Setengah enam aku sampai di kosanmu. Pakai mobilk

  • SEBELUM BERPISAH   187. Serius 2

    "Aku sudah lama sekali memaafkan semuanya. Kamu nggak perlu merasa bersalah lagi. Hidup ini terlalu singkat untuk menyimpan dendam. Herlina dan aku serta adik-adiknya juga sudah bisa bertemu dan berkomunikasi dengan baik. "Semua permasalahan sudah berlalu. Kita punya jalan hidup masing-masing. Aku bersyukur kita bisa bertemu seperti ini dalam keadaan masih sehat."Kita hanya manusia. Nggak ada yang sempurna. Semoga kita bisa menjalani hidup ini dengan lebih baik lagi di sisa usia kita."Mendengar itu, Bu Karlina tersentuh, terharu, dan malu. Sebisa mungkin menahan air matanya supaya tidak jatuh.Herlina yang duduk di samping ibunya ikut terharu melihat momen itu. Sebenarnya sang papa adalah pria penyabar sejak dulu. Namun Herlina menutup mata disaat doktrin sang ibu sangat mendominasi dikala masa pertumbuhannya.Sekarang setelah berpuluh tahun, lelaki itu begitu legowo memberikan maafnya.Sedangkan Bu Fatimah hanya menjadi pendengar. Dia tidak boleh ikut campur urusan masa lalu suami

  • SEBELUM BERPISAH   186. Serius 1

    SEBELUM BERPISAH- Serius "Kamu saja yang nemui papamu, Her. Mama nggak usah." Bu Karlina tidak percaya diri bertemu dengan mantan suaminya. "Ma, bukannya ini kesempatan yang bagus. Mama bisa bertemu Papa dan meminta maaf atas apa yang pernah terjadi." Herlina berucap persis seperti apa yang dikatakan Bu Karlina ketika sang anak ragu untuk mencari papanya beberapa bulan yang lalu.Wajah Bu Karlina menegang, sorot matanya penuh kecemasan. "Kamu tahu sendiri apa yang pernah Mama lakukan ke papamu. Mama nggak tahu harus bicara apa kalau bertemu. Mama belum siap, Her.""Papa sudah lama memaafkan kita. Beliau bahkan nggak pernah membahas masa lalu setiap kali kami ngobrol di telepon. Papa sudah bahagia dengan hidupnya sekarang. Lagipula, kalau Mama terus menghindar, kapan lagi Mama bisa meminta maaf."Bu Karlina diam. Herlina benar. Bukankah ini kesempatan untuk bertemu dengan orang yang pernah disakitinya. Namun ia malu. Karena kondisinya yang sekarang terpuruk sedangkan sang mantan san

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status