SEBELUM BERPISAH
- Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kalau menantunya tengah berbadan dua. Sementara Elvira lebih dari yakin kalau dirinya tidak hamil. "Mama keluar dulu, ya?" "Makasih, Ma." Sebentar kemudian Hendy pamitan keluar. Masuk ke kamar lagi dan mengajak Elvira pulang. ***L*** "Kamu nggak minum obat? Di kotak obat ada obat maag." Hendy bicara saat mereka sampai di rumah. Berhadapan dengan sang istri yang sedang duduk minum di ruang makan. Elvira menggeleng. "Aku bisa memberimu obat anti nyeri. Untuk mengurangi sakitmu." Elvira kembali menggeleng. Iya kalau yang dikasihnya nanti obat anti nyeri saja, bagaimana kalau ia dibuat tak sadarkan diri? "Selain tidak bisa minum obat, phobia dengan gelap, apalagi yang tidak kuketahui tentangmu. Sampai orang mengira kamu hamil padahal aku tidak pernah menyentuhmu. Atau kamu memang beneran hamil?" "Apa?" Elvira malah terkejut dengan pertanyaan suaminya. Nyaris dia tersedak oleh air yang tengah diminumnya. "Mas menuduhku hamil. Hamil dengan siapa?" "Aku tahu kamu kabur seminggu sebelum pernikahan kita." Elvira terperanjat bukan main sampai napasnya serasa tercekik. Jadi Hendy tahu. Dia tahu dari mana kalau dirinya sempat minggat dari rumah. "Kamu pulang tiga hari sebelum hari H. Kalau kamu tidak ingin menikah denganku, kenapa tidak bilang sejak awal." Tubuh Elvira gemetar. "Dari mana Mas tahu?" "Tentu saja aku mencari tahu siapa gadis yang akan menjadi calon istriku." Hening. Elvira tidak menyangka sama sekali Hendy tahu semuanya. Dipikir keluarganya saja yang tahu. Lalu siapa yang membocorkan pada pria itu. Ayahnya tidak mungkin. Kakak-kakaknya juga tidak mungkin. Mereka pasti tidak ingin mempermalukan keluarga sendiri. Ranty, jelas tidak. Dia teman terbaik yang Elvira punya. Lagi pula Ranty kenal dengan Hendy pun setelah Elvira menikah dengan lelaki itu. Lalu siapa? Apa Hendy membayar seseorang untuk menyelidikinya? "Setelah Mas tahu aku kabur, kenapa Mas Hendy tetap mau menikah denganku?" "Kamu pikir mudah membatalkan pernikahan yang hanya menunggu jam. Mempermalukan seluruh keluargaku juga keluargamu. Undangan tersebar sekian ribu. Persiapan sudah sempurna. Lalu batal begitu saja. "Bisa saja aku duduk di pelaminan tanpa kamu. Yang malu bukan aku, tapi keluargamu. Bahkan aku bisa menghadirkan perempuan lain sebagai pengganti. Meski kamu menolakku, masih ada yang sudi denganku, Elvira." Siapa? Apa dokter kandungan itu? Namun Elvira tidak berani bersuara. Tubuhnya terasa kaku dan panas dingin. Air mata mengalir tak terbendung. "Orang tuaku, keluargaku, tidak tahu kalau kamu pernah kabur. Dan aku menutup rapat-rapat rahasia ini dari mereka." "Aku minta maaf," kata Elvira lirih dan serak. Hendy masih memandang dengan sorot tajam. Terlihat betapa dia berusaha menekan emosi. "Besok pagi kuantar kamu periksa." Suara Hendy melunak. "Nggak usah." "Bagaimana bisa sembuh kalau tidak diobati. Jangan sampai keluargamu menuduhku tidak peduli padamu." "Mereka nggak akan menuduh begitu. Karena mereka tahu bagaimana aku." "Terserah kamu." Hendy bangkit dari duduknya dan masuk kamar. Sedangkan Elvira masih diam di tempat karena tubuhnya terasa begitu lemas. Kenyataan yang Hendy ketahui membuatnya merasa malu. Juga kecewa karena perbincangan soal dugaan kehamilan. Bisa-bisanya Hendy punya pikiran seperti itu. Elvira masuk kamar. Semalaman tidak bisa tidur karena ulu hatinya terasa perih. Pikirannya juga semrawut. Andai dirinya tidak pulang, apa dokter Herlina yang akan menggantikannya menjadi pengantin wanita? Apa sebenarnya hubungan Hendy dengan wanita itu? Terlihat keluarga mertuanya juga sangat ramah pada Herlina. Tapi kenapa mereka menjodohkan Hendy dengannya. Yang jelas memiliki profesi berbeda. Sepanjang malam, Elvira hanya bisa meringkuk. Karena itu posisi paling nyaman untuk menahan rasa sakitnya. Juga menahan sebak dalam dada. Selain pada Ranty, pada siapa lagi ia bisa membagi laranya. Hasna? Tidak. Elvira sudah banyak menyusahkan kakak iparnya. ***L*** Jam tujuh pagi Hendy baru keluar kamar. Sepi. Kamar Elvira masih tertutup rapat. Saat ke ruang makan untuk mengambil air minum, ia melihat makanan sudah terhidang di atas meja. Masih hangat. Berarti baru matang. Dari jendela kaca ruang makan, ia memandang keluar. Biasanya kalau hari Sabtu-Minggu begini, Elvira sibuk merawat tanaman bunganya. Namun wanita itu tidak ada di sana. Hendy melangkah ke kamar sang istri. Mengetuk berulangkali tapi tidak ada sahutan. Diputarnya handel pintu. Kamarnya kosong. Ke mana dia? Baru saja kembali menutup pintu, Hendy mendengar suara motor memasuki garasi. Tidak lama kemudian, Elvira masuk menenteng belanjaan. Dia hanya memandang sekilas lelaki yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Kenapa keluar, kalau kamu masih sakit?" "Aku sudah nggak apa-apa." "Sepucat itu kamu bilang nggak apa-apa." Elvira memasukkan sayuran ke dalam kulkas. Bumbu-bumbuan disimpan di kitchen set. Dia tidak mengindahkan ucapan suaminya. "Kamu pergi dengan sukarela atau perlu kupaksa. Mama tadi malam bolak-balik nelepon tanya keadaanmu. Kamu nggak menghargai bagaimana orang tua peduli padamu." "Maaf, kalau aku menyusahkanmu, Mas," jawab Elvira dengan suara serak. Tangisnya sudah sampai di tenggorokan. "Kalau kamu nggak bisa minum obat, bisa lewat injeksi kan? Yang penting periksa dulu separah apa sakitmu. Apa kamu takut ketahuan kalau sedang hamil?" "Aku nggak hamil. Aku nggak akan semurah itu," jawaban Elvira penuh emosi. "Baiklah. Aku mau ganti baju dulu." Elvira mencuci tangan kemudian masuk kamar. Wajah pucatnya terlihat murka karena tuduhan hamil tadi. Hendy memandangi hingga tubuh itu hilang masuk kamar. Akhirnya dia mau pergi juga. Ternyata lebih gampang membujuk keponakannya minum obat daripada menyuruh Elvira. Ternyata kata 'hamil' sungguh mujarab untuk memaksa istrinya. Beberapa menit kemudian, Elvira keluar kamar. "Aku sudah siap." "Sarapan dulu." "Aku sudah sarapan." "Kalau gitu tunggu sebentar. Aku habiskan sarapanku." Sambil makan, Hendy memperhatikan perempuan yang duduk di sofa sambil manyun. Elvira kemudian memakai masker. Tampaknya bau obat sudah menghantui penciumannya. Lima menit kemudian Hendy menghampiri dan mengambil kunci mobil. Dia tidak perlu ganti baju. Cukup celana pendek dan kaus itu saja. "Kita berangkat sekarang." "Kalau nanti aku diperiksa, Mas nggak usah ikut masuk." "Kenapa? Aku kan suamimu." Next .... Selamat Membaca.SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,
Sebelum Berpisah - Pernikahan yang Diatur "Mas, kenapa berkeliaran nggak pakai baju." Spontan Elvira membalikkan badan menghadap tembok."Kenapa? Salah, ya. Aku hanya nggak pakai baju. Bukan nggak pakai celana.""Iya, tapi ....""Aku di dalam rumahku sendiri, Elvira.""Iya, iya. Aku tahu ini rumahmu. Aku cuman numpang di sini. Nyebelin banget, sih." Perempuan bernama Elvira jengkel."Lagian kamu kan istriku, ngapain juga senewen gitu.""Istri?.""Oke, kamu ingin menjadi istri yang sebenarnya." "Stop!" Elvira memekik saat merasakan kalau suaminya menghampiri. "Aku mau kerja." Tergesa wanita yang memakai bergo warna peach itu masuk ke kamar dan menguncinya.Baru dua bulan saja rasanya seperti ini. Bagaimana untuk seterusnya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum negara. Keluarga, rekan kerja, teman, dan orang-orang di luar sana tahunya mereka seperti pasangan pada umumnya. Padahal hidup sendiri-sendiri. Pernikahan macam apa ini. Apakah setiap orang yang dijodohkan juga menjal
Sebelum Berpisah - Kepergok Siapa perempuan di dalam mobil itu? Kenapa suaminya pulang di antar wanita itu. Ke mana mobilnya? Bukankah tadi malam Hendy pergi ke rumah sakit mengendarai mobilnya sendiri.Meski suasana masih gelap, Elvira bisa melihat dari kaca jendela depan. Saat lampu dalam mobil di nyalakan, terlihat siapa wanita itu. Hmm, dia lagi. Dokter kandungan yang cukup akrab dengan suaminya. Apa mereka pacaran?Elvira buru-buru ke belakang saat Hendy melangkah ke rumah. Seperti biasa dia sibuk menyiapkan sarapan. Memasak itu wajib, karena Hendy tidak suka makan di luar. Dia juga memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada istrinya.Terdengar pintu kamar dibuka kemudian ditutup. Elvira lega dan melanjutkan menggoreng nugget.Sejenak kemudian tiba-tiba Elvira memekik kaget saat Hendy berdiri menjulang tidak jauh darinya. "Ngagetin aja sih, Mas." Napas Elvira sampai ngos-ngosan. Ditambah lagi dengan bau obat-obatan. Dia benci dengan bau obat.Inilah salah satu alasan kenap
Sebelum Berpisah - Menguntit "Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan."Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam. "Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina."Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan."Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya."Oh, gitu ya."Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu.Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dok
Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn
SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi
SEBELUM BERPISAH - TraumaSetakut itu dia? Dengan jelas Hendy melihat wajah pucat dan mata berembun milik istrinya. Ia yakin ini bukan ketakutan biasa. Pasti ada sesuatu yang menyebabkannya."El, kamu tidak harus minum obatnya. Yang penting kamu periksa. Biar tahu separah apa sakitmu." Hendy bicara dengan nada lembut. Saat itu mereka sudah duduk di ruang tunggu tempat praktek seorang dokter umum.Hendy bisa merekomendasikan obat untuk istrinya. Namun melihat kondisi Elvira seperti itu, lebih baik dibawa ke ahlinya.Sudah terlanjur siang mereka berangkat tadi, antrian banyak dan mereka harus sabar menunggu."Bentar, aku belikan roti dan air minum." Hendy bangkit dari duduknya dan menyeberang jalan ke toko depan sana.Ketika Hendy pergi, ponsel Elvira berdering. Hasna menelepon. Dia memang sepeduli itu pada adik iparnya."Halo, Assalamu'alaikum, Mbak Hasna.""Wa'alaikumsalam. Kamu di rumah?""Aku lagi antri periksa. Maagku kambuh, Mbak.""Ya Allah. Sejak kapan? Pasti asam lambung itu,
SEBELUM BERPISAH - Aku Tahu "Aku nggak hamil, Mbak. Nggak usah diperiksa. Beneran aku nggak hamil. Maagku memang kambuh sejak semalam." Elvira keukeh tidak mau. Herlina tercekat di ambang pintu. Elvira hamil? Ada bias kecewa yang terlihat jelas di wajahnya. Yang ia dengar hanya kata 'hamil' saja. "Nggak ada salahnya diperiksa, El. Banyak perempuan mengira kembung biasa, ternyata sedang hamil." Ema keukeh dengan pendapatnya. Sedangkan Elvira sudah tak berdaya membantah. Tubuhnya terasa lemas. Terserah mereka bicara apa. Sedangkan Hendy sendiri juga bingung. Mana mungkin istrinya hamil? "Kalau gitu, besok kamu ikut Hendy ke rumah sakit untuk periksa. Siapa tahu lagi isi. Gejala orang hamil itu macam-macam, El. Seperti yang dibilang Ema tadi." Bu Putri membimbing sang menantu masuk ke salah satu kamar di rumah putrinya. Hendy juga ikut masuk. Ema mengajak Herlina kembali ke depan. "Kamu istirahat di sini." Elvira dibimbing untuk berbaring. Sang mama mertua terlalu yakin kal
SEBELUM BERPISAH - Hamil?Setelah kekacauan karena Elvira kabur dari rumah menjelang pernikahan, hingga sekarang hidupnya bisa dibilang tidak baik-baik saja. Ayahnya masih mengungkit peristiwa itu jika mereka bertemu. "Ayah nggak ingin mendengar kamu mengecewakan suamimu. Ayah menjodohkanmu dengan Hendy, demi masa depanmu. "Kalau ayah tiada, kamu punya suami yang bisa menjamin hidupmu. Kedua kakakmu memiliki tanggungjawab keluarga sendiri. Jadi kamu nggak bisa bergantung pada mereka."Apapun masalahmu, jangan pernah kabur meninggalkan rumah suami. Hendy lelaki yang baik, nggak mungkin melakukan KDRT atau menelantarkanmu."Pasti ayahnya berpikir kalau dirinya dan Hendy baik-baik saja sekarang ini. Sejauh mana mereka paham tentang Hendy sampai nekat menjodohkannya dengan dokter itu.Elvira menghela napas panjang sambil menatap cermin. Dia sudah selesai berdandan. Tinggal menunggu Hendy selesai mandi.Sejak memutuskan kembali ke rumah dan akur dengan perjodohan, hatinya sudah dipenuhi
Sebelum Berpisah - Ketakutan "Aku harus segera berangkat, El. Kamu bagaimana?""Nggak apa-apa. Aku berani." Elvira menjawab tanpa memandang sang suami. Sumpah, sebenarnya dia sangat takut dan cemas."Kamu mau ikut ke rumah sakit?""Nggak." Dia tidak mungkin pergi ke tempat yang paling tidak disukainya dan menunggu berjam-jam sampai Hendy keluar dari kamar operasi. Walaupun di rumah sendiri juga ketakutan. Lihat, lilin pun sudah mau habis.Hendy termangu sejenak. Dia tidak bisa menunggu lama. Tim ruang operasi sedang menunggunya. Lelaki itu masuk ke kamar untuk mengambil jaket."Mas, bisa minta tolong. Antar aku sebentar ke kamar mandi. Setelah itu aku mau masuk kamar dan tidur.""Pakai kamar mandiku. Aku benar-benar sedang ditunggu, El.""Oh, ya sudah. Mas, pergi saja." Elvira mengambil asbak yang ada lilinnya. Namun ia memekik karena jarinya kepanasan. Asbak dari logam itu tentu saja panas kena lelehan lilin."Kenapa?" Hendy kaget dan mendekat."Nggak." Elvira memakai ujung jilbabn
Sebelum Berpisah - Menguntit "Kenapa kamu mengikutiku tadi?" tanya Hendy yang membuat Elvira terkesiap. Jadi suaminya tahu kalau diikuti. Wajah wanita itu pias karena ketahuan."Aku nggak ngikutin. Biasanya aku juga lewat situ," elak Elvira sambil menggoreng ayam untuk lauk makan malam. "Aku tahu kamu sering memperhatikanku dan dokter Herlina."Elvira terhenyak. Tangannya yang memegang spatula sampai gemetar. Namun ia tidak berani menoleh ke belakang, pada Hendy yang duduk di kursi meja makan."Ah, Mas ini ke GR-an. Siapa juga yang merhatiin." Elvira menutupi rasa gugupnya."Oh, gitu ya."Dada Elvira berdebar hebat. Bodoh sekali. Seharusnya ia tadi tidak usah mengikuti mobil dokter Herlina. Yang ternyata mengantarkan Hendy ke bengkel. Ia baru tahu kalau mobil Hendy masuk bengkel. Makanya subuh tadi pulang di antar dokter cantik itu.Tapi kenapa harus dokter Herlina? Apa di rumah sakit sebesar itu dia tidak memiliki teman dokter laki-laki. Atau naik taksi misalnya. Kenapa selalu dok
Sebelum Berpisah - Kepergok Siapa perempuan di dalam mobil itu? Kenapa suaminya pulang di antar wanita itu. Ke mana mobilnya? Bukankah tadi malam Hendy pergi ke rumah sakit mengendarai mobilnya sendiri.Meski suasana masih gelap, Elvira bisa melihat dari kaca jendela depan. Saat lampu dalam mobil di nyalakan, terlihat siapa wanita itu. Hmm, dia lagi. Dokter kandungan yang cukup akrab dengan suaminya. Apa mereka pacaran?Elvira buru-buru ke belakang saat Hendy melangkah ke rumah. Seperti biasa dia sibuk menyiapkan sarapan. Memasak itu wajib, karena Hendy tidak suka makan di luar. Dia juga memberikan uang bulanan yang tidak sedikit pada istrinya.Terdengar pintu kamar dibuka kemudian ditutup. Elvira lega dan melanjutkan menggoreng nugget.Sejenak kemudian tiba-tiba Elvira memekik kaget saat Hendy berdiri menjulang tidak jauh darinya. "Ngagetin aja sih, Mas." Napas Elvira sampai ngos-ngosan. Ditambah lagi dengan bau obat-obatan. Dia benci dengan bau obat.Inilah salah satu alasan kenap
Sebelum Berpisah - Pernikahan yang Diatur "Mas, kenapa berkeliaran nggak pakai baju." Spontan Elvira membalikkan badan menghadap tembok."Kenapa? Salah, ya. Aku hanya nggak pakai baju. Bukan nggak pakai celana.""Iya, tapi ....""Aku di dalam rumahku sendiri, Elvira.""Iya, iya. Aku tahu ini rumahmu. Aku cuman numpang di sini. Nyebelin banget, sih." Perempuan bernama Elvira jengkel."Lagian kamu kan istriku, ngapain juga senewen gitu.""Istri?.""Oke, kamu ingin menjadi istri yang sebenarnya." "Stop!" Elvira memekik saat merasakan kalau suaminya menghampiri. "Aku mau kerja." Tergesa wanita yang memakai bergo warna peach itu masuk ke kamar dan menguncinya.Baru dua bulan saja rasanya seperti ini. Bagaimana untuk seterusnya. Pernikahan mereka sah di mata agama dan hukum negara. Keluarga, rekan kerja, teman, dan orang-orang di luar sana tahunya mereka seperti pasangan pada umumnya. Padahal hidup sendiri-sendiri. Pernikahan macam apa ini. Apakah setiap orang yang dijodohkan juga menjal